"Wow!! Kamar yang sangat bagus!" ungkap Merry takjub ketika mereka telah tiba di hotel.Berkebetulan keluarga kecil itu tiba di saat hari sudah senja karena berangkat dari Bandung saja mereka sudah siang dan tadi sesekali mereka istirahat di rest area hingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang seharusnya."Gimana, kamu suka?" tanya Teguh sambil merangkul pundak Merry.Merry mengangguk senang."Iya, suka banget. Tapi kenapa Mas pilihnya harus kamar yang kayak gini? Kamar biasa aja kan cukup sih buat kita bertiga," kata Merry mengemukakan pendapatnya.Teguh menyunggingkan senyum nakalnya. Kamar yang sudah mereka booking sebelumnya ini adalah kamar dengan tipe connecting room. Yaitu satu kamar yang memiliki dua ruang tidur yang memiliki pintu penghubung.Kamar tipe ini biasanya dipakai oleh tamu hotel rombongan yang ingin tetap memiliki privasi namun memiliki akses yang mudah untuk ke ruangan partner atau kerabatnya di kamar lain.Namun berbeda hal dengan Teguh. Pria itu memiliki
Anggraini sedang berada di balkon samping rumahnya yang berada di sebelah rumah Teguh sambil melihat ke rumah pria yang hingga saat ini masih resmi menjadi suaminya itu.Pikirannya gelisah tak menentu. Dirinya merasa perlu melakukan sesuatu mumpung keluarga kecil yang bahagia di atas lukanya ini sedang pergi berlibur. Rasa-rasanya sangat sayang jika Anggraini tak memanfaatkan hal ini. Kapaj lagi rumah mereka ditinggalkan dalam keadaan kosong hingga beberapa hari.Otak Anggraini tiba-tiba saja memikirkan sesuatu yang nekad dan jahat. Apa dia coba saja untuk masuk ke dalam rumah itu ya? Siapa tahu saja di dalam ada sesuatu yang penting dan berharga untuk kelak Anggraini bisa manfaatkan untuk membalas seorang Teguh Prabowo.Anggraini seperti digerakkan sendiri oleh pikirannya untuk melihat-lihat situasi sekeliling rumahnya dan rumah Teguh dari samping hingga ke belakang. Terlihat sepi, sehingga jika dia mencoba sedikit nekad untuk melompat dari tembok pembatas, mungkin tidak akan ada ya
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Asyif sedikit grogi ketika Anggraini melihatnya dengan pandangan yang sangat melekat.Posisi Asyif saat ini sedang menyetir mobil milik Anggraini menuju gymnasium tempat Anggraini bekerja sebagai instruktur senam. Anggraini sendiri duduk di sebelahnya di kursi samping kemudi."Serius aku ingin bertanya padamu. Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Mas Teguh suamik Sejujurnya aku selalu kepikiran tentang hal ini dan penasaran," jawab Anggraini.Asyif melirik Anggraini sebentar kemudian kembali fokus ke depan. Mereka saat ini sedang berada di lampu merah."Aku sudah pernah menyuruhmu untuk menanyakannya langsung pada Teguh bukan?"Anggraini tertawa kecil."Ayolah, aku pikir kau pasti tahu kalau aku tidak mungkin menanyakan hal itu padanya kan?" kata Anggraini."Loh kenapa emangnya? Bukannya kamu istrinya? Memangnya hal apa dalam rumah tangga yang tidak boleh dipertanyakan seorang istri pada suaminya?" "Sudahlah, kasih tahu saja. Aku dan Mas Te
Anggraini menunggu dengan sabar Asyif menceritakan semuanya padanya. Namun setelah hampir lima menit menunggu pria itu masih saja tak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya."Halo! Aku sedang menunggu kau menceritakan semuanya padaku," tegur Anggraini pada Asyif yang sedang merokok dan menghadap ke luar jendela mobil yang terbuka.Anggraini sampai kesal karena asap rokok itu sebagian masuk ke dalam mobilnya. Ingin melarang Asyif untuk tidak merokok dalam mobil, Anggraini khawatir pria itu kehilangan mood untuk bercerita.Yang sebenarnya Asyif sedang menimbang-nimbang baik dan buruknya jika ia menceritakan ini di masa lalu kepada Anggraini. Asyif khawatir Anggraini mungkin akan sedikit syok jika dia tahu betapa bejatnya suaminya itu. Asyif mengasihani perempuan yang sedang duduk di sebelahnya ini."Kau yakin siap mendengarnya apa pun itu?" tanya Asyif sekali lagi.Anggraini agak sedikit kesal mendengar pertanyaan ini. "Aku tidak akan meminta kau menceritakannya padaku jika aku tid
Di pojok kantin terlihat Asyif sedang bersama seorang gadis Jepang berambut pendek. Keduanya sesekali tertawa terbahak-bahak ketika keduanya saling bertukar gambar yang mereka punya."Asyif, kau tidak boleh seperti itu. Itu tidak sopan," tegur Haruka namun tetap tak bisa menahan tawanya."Maaf Haruka, aku cuma bercanda," ucap Asyif.Keduanya sedang berkompetisi kecil-kecilan dalam hal membuat gambar anime. Objek yang menjadi tema gambar mereka adalah politisi dan tokoh masyarakat yang digambar dalam bentuk animasi. Asyif sedang menggambar seorang koruptor di Jepang dengan ekor di belakangnya dan juga berpakaian wanita."Cepat robek itu! Jangan sampai ada yang melihatnya. Nanti kita bisa bermasalah kalau sampai seseorang melaporkannya," bisik Haruka.Asyif merobek kertas itu dan meremasnya. Setelah itu ia pun memasukkan kertaa itu ke dalam kantong celananya."Hayo!!! Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" Tiba-tiba seseorang datang mengejutkan Asyif dan Haruka."Oohh, Teguh. Kau di s
Anggraini membanting tubuhnya sendiri di ranjang setelah ia selesai mandi. Ia baru saja pulang dari gymnasium dan langsung mandi untuk menyegarkan tubuhnya kembali. Kegiatannya menjadi instruktur senam di kelas bumil hari ini sama sekali tidak menyenangkan bagi Anggraini.Anggraini tidak bisa fokus. Pikirannya tidak bisa lepas dari cerita Asyif dan Haruka. Misteri kematian Haruka yang janggal menurut Asyif membuat Anggraini menjadi over thinking juga."Bunuh diri? Hah? Kok bisa?" tanya Anggraini tak percaya.Asyif mengembangkan tangannya sambil mengangkat bahu. Namun terlihat dari ekspresi wajahnya tak bisa disembunyikan kalau dia sangat sedih."Aku juga tidak tau. Semua terjadi begitu saja. Karena kejadian ini tidak terjadi di lingkungan kampus, maka berita ini tidak terlalu banyak yang tahu. Lagipula Haruka tidak terlalu populer dan masih mahasiswa baru di kampus. Aku sendiri tahu setelah aku mendatangi kost tempat tinggalnya karena dia tidak masuk selama hampir satu minggu," tutur
"Kak Asyiiif!!" Asyif menyunggingkan senyum mendengar seruan yang ditujukan kepadanya itu."Ayo masuk sini!"Seorang perempuan menyongsongnya hingga ambang pintu dan menarik tangan pria itu hingga mereka kini ada di samping ranjang."Duduklah, Kak!" kata wanita itu mempersilahkan Asyif untuk duduk di atas ranjang hotel.Asyif manut dan duduk di sisi ranjang yang ditepuk oleh perempuan itu."Mana suamimu?" tanya Asyif lagi.Kali ini mata Asyif jelalatan menatap sudut ke sudut kamar pengantin itu. Kamar itu bernuansa putih dengan bunga-bunga sintetis yang terangkai dengan sangat estetik di setiap sudut kamar."Oh, dia tadi diajak pihak WO untuk memilih beberapa ornamen tambahan buat acara besok," jawab Sahira, sepupunya Asyif yang hendak menikah esok hari.Asyif manggut-manggut mendengar jawaban Sahira itu."Om Mahyudin mana?" tanya Asyif lagi.Sungguh, dia sangat bosan dengan acara keluarga seperti ini. Harus berbasa-basi dengan banyak anggota keluarga lain. Bahkan Asyif menanyakan ke
Anggraini sedang berada di samping balkon rumahnya sambil menatap tajam rumah milik suaminya beserta keluarga simpanannya itu. Rumah itu terang di teras samping hingga ke depan karena lampu teras sengaja dinyalakan selama si empunya rumah sedang pergi liburan, namun berbeda halnya dengan bagian dalam rumah yang terlihat gelap tak diterangi sinar dari satu lampu pun.Anggraini sedang berdebat dengan dirinya sendiri. Satu sisi hatinya menyuruh dia nekad masuk ke dalam rumah tak berpenghuni itu, sementara sisi lain dari hatinya melarang ia melakukan tindakan berbahaya nan melanggar hukum itu.Setengah jam kemudian entah mendapat keberanian dari mana, Anggraini tiba-tiba saja sudah berada di belakang rumah. Sebelumnya Anggraini sengaja mematikan lampu belakang untuk meminimalisir cahaya yang dapat dengan mudah mengekspos dirinya dari segala arah. Tidak terlalu gelap karena dari lampu teras rumah Teguh cukup membantunya melihat sekeliling. Hingga akhirnya di depan tembok pembatas kedua ru