"Anggre! Tunggu!" panggil Teguh sambil mengejar Anggraini.Dari lantai atas hingga menuruni eskalator, mereka menjadi tontonan orang lain di mall itu. Bagaimana tidak? Mereka terlihat seperti tokoh yang bertengkar dalam sinetron rumah tangga."Anggre, kenapa marah sih? Mas kan cuma pengen kamu menjadi wanita shalihah yang terjaga auratnya!" Teguh berusaha membujuk Anggraini yang dari tadi sibuk menepis tangannya.Anggraini tak menjawab. Bulshit semua itu! Jika benar semua hanya demi alasan yang dimaksudkannya itu, lalu kenapa baru sekarang? Lalu, kenapa seakan Teguh telah berubah jadi pria paham agama? Hanya Anggraini yang tahu bahwa sholat yang fardhu saja suaminya itu masih suka bolong-bolong. Syukur-syukur kalau di Singapura sana ingat sholat Jum'at. Sudahlah, hanya Anggraini yang tahu kaj mereka bukan pemeluk agama yang taat."Anggre!! Dengarin Mas dulu!"Kini mereka telah sampai diparkiran!Anggraini langsung membuka pintu mobil. Kunci sedari tadi dia yang pegang. Ia berada di
Anggraini menangis sejadi-jadinya saat taxi biru itu hilang dari pandangan matanya. Ini tidak adil!Ia dengan kemarahannya mengacak-acak seluruh kamar, menghamburkan semua benda yang berada di atas meja rias, menarik selimut dan seprai dari atas tempat tidur.Sial! Sial! Sial!!!Kapan bajingan itu mendapat balasannya?!Seketika ia bermaksud membatalkan semua rencana yang telah disusunnya matang-matang. Kemarahannya menggebu-gebu. Anggraini menyeka air matanya. Ya, dia akan ke Bandung sekarang juga! Dia akan tangkap basah saja suaminya itu di rumah istri simpanannya dan akan dia labrak langsung wanita itu. Akan dia cek-kik, dan tikkam perut wanita itu bersama anak dalam kandungannya. Ya begitu saja!Anggraini yang terpuruk di samping tempat tidur tiba-tiba bangun, mencari sesuatu di laci. Gunting, ah tidak! Mungkin sebaiknya pisau saja!Ia lantas keluar kamar menuruni tangga menuju dapur, mencari pisau yang dia pikir akan dia gunakan untuk menu suk-nusuk perut wanita itu. Tunggu saja
"Saya agak sedikit bertanya-tanya kenapa ibu memilih untuk bertemu kami di tempat ini. Padahal tadi maksud saya kita bertemu di rumahnya saja sekalian biar enak. Jadi saya bisa jelaskan tentang kekurangan dan kelebihan rumah itu biar ibu juga enak nawarnya," kata si pemilik rumah.Anggraini tersenyum."Itu tidak perlu, Pak. Saya kebetulan sudah tahu rumah itu. Rencananya juga saya mau renovasi nantinya. Jadi kekurangan rumah itu bukan masalah besar asal kita sepakat di harga yang sama," kata Anggraini."Syukurlah kalau begitu. Rumah itu sebenarnya cukup kokoh karena merupakan bangunan lama. Hanya perlu dicat juga sudah bagus kembali," kata si pemilik rumah lega.Usai berbasa-basi ini itu, Anggraini dan si pemilik rumah pun bernegosiasi masalah harga. Seperti yang dijelaskan oleh Sophia, rumah itu memang diberi harga cukup mahal karena lokasi perumahannya berada di area strategis, pusat kota Bandung.Meski sudah siap bangkrut dengan harga yang dipasang oleh si pemilik rumah, Anggraini
"Wow! Apa aku tidak salah dengar? Itu tadi benar-benar suara Mas Teguh kan? Laki-laki sialan itu benar-benar…"Sophia tidak melanjutkan kata-katanya melihat ekspresi Anggraini yang datar. Sahabatnya itu pasti sangat terpukul saat ini.Anggraini tidak bereaksi. Wanita itu malah mengambil ponselnya dan menghubungi Teguh dengan panggilan vidio. Padahal sudah jelas-jelas pria itu tidak akan mengangkatnya karena saat ini ia sedang berada dengan istri simpanannya.Benar saja sampai Anggraini menelepon untuk beberapa kali dial tetap saja panggilan itu tidak diangkat oleh Teguh.Anggraini terpaku lagi sejenak. Ia mendengus. Sementara Sophia mengusap punggungnya lembut, tahu kalau sohibnya itu sedang dilanda amarah besar setelah shock dengan drama rumah tangga harmonis yang mereka saksikan tadi dengan cara menguping."Aku butuh beberapa perabotan rumah tangga di sini, Phi. Sesekali aku akan menginap, makan dan tidur di sini," kata Anggraini.Anggraini sepertinya sudah tidak tertarik lagi untuk
"Sayang, entar malam aja VC-nya. Mas saja cuma permisi sebentar sama bos karena mau kabarin kamu ini. Entar kalau Mas nggak nyempatin telepon kamu, kamu ngambek lagi. Mana kemarin sampai Mas pergi kamu nggak mau bukain pintu kamar. Tas Mas aja dilempar ke luar kamar dengan kejamnya. Ish, ish … tega banget pokoknya," kata Teguh beralasan.Anggraini terdiam mendengar semua kebohongan itu. Ya, ya, ya baiklah. Berbohonglah selagi kau bisa. Karena nanti kalau sudah tanggal mainnya, aku tidak akan yakinin lagi kalau kau bahkan masih sanggup untuk bicara, batin Anggraini."Nah, tuh kan? Bos sudah melambai-lambai ke Mas, suruh balik ke sini. Padahal bru ditinggal tiga menit," lanjut Teguh lagi seolah mengeluh.Yang kau maksud bos melambai-lambai itu apakah istri simpananmu itu?Anggraini menghela napas dalam-dalam. Sabar. Ada saatnya kamu akan mendapat balasan untuk setiap part kebohongan yang kamu ciptakan, Mas, batin Anggraini lagi."Ya sudah, entar aja kalau Mas sempat. Ya sudah, baik-bai
Sudah tiga hari Anggraini berada di Bandung. Ia memutuskan untuk berada di kota ini dulu sampai setidaknya hari Jum'at. arulah kemudian ia kembali ke Jakarta karena khawatir di hari itu Teguh akan pulang ke rumah. Selain untuk kepengurusan surat-surat rumah, Anggraini berpikir lebih hemat biaya dan energi jika ia berada di Bandung di hari-hari kerjanya sebagai instruktur zumba daripada harus mondar-mandir pulang pergi setiap hari. Selama beberapa hari ini pula Anggraini hanya bisa memantau Merry dari kejauhan. Ia sama sekali belum punya kesempatan untuk mendekati wanita itu. Dan belum punya keberanian untuk melakukan pendekatan secara langsung. Anggraini pastinya harus berhati-hati dalam bertindak, jangan sampai hanya karena dia tidak sabaran malah mengundang kecurigaan Merry yang berujung semua yang direncanakannya menjadi gagal total.Namun pernah beberapa kali mereka berpapasan, tetapi syukurnya saja Merry tidak terlihat kaget saat melihatnya. Entah wanita itu tahu tentang stat
"Mbak Anggre nggak ada di rumah? Kemana, Bik?" tanya Riani.Saat ini ia sedang berada di rumah milik kakak dan kakak iparnya itu."Emmm … " Bik Asih terlihat berpikir keras menjawab pertanyaan adik ipar majikannya itu. Hal itu tentu saja membuat Riani heran karenanya. Seperti ada yang aneh."Aku beberapa hari ini sering lewat sini loh, tapi nggak ada mobilnya Mbak Anggre. Kemana ya? Masa sibuk terus?""Bibik nggak tau Mbak. Mungkin lagi pergi cari bahan atau cari inspirasi buat konten-kontennya kali, Mbak?" Bik Asih mencari alasan yang paling masuk akal.Riani berdecak."Masa sih? Perasaan Mbak Anggre udah lama nggak update konten-kontennya. Di Instagram nggak ada, Tiktok, FB, YouTube juga ngga ada kayaknya, Bik. Apa Mbak Anggre punya kegiatan lain apa ya?" tanya Riani seolah pada dirinya sendiri."Wah, saya kurang tahu tuh, Mbak. Coba Mbak Riani tanya ke Ibu saja nanti, atau telepon saja kalau pengen tahu ibu lagi dimana," saran Bik Asih.Lebih tepatnya asisten rumah tangga itu ing
Anggraini dan Riani saling tatap sejenak. Anggraini terlihat serius sementara Riani sebaliknya raut wajahnya tak dapat dipungkiri gugup. Bola matanya liar menyapu sekeliling seakan di sekitar situ dapat ia temukan jawabannya. Persekian detik akhirnya Riani mendapat ide untuk tertawa."Ah hahaha, Mbak Anggre bercanda ya? Mana mungkin ada hal seperti itu. Mama nggak mungkin kali Mbak menyuruh Mas Teguh khianati Mbak Anggre meskipun ya, Mama kepengen banget punya cucu. Nggak mungkin banget itu. Mbak Anggre ada-ada aja," kekeh Riani.Meski Riani tertawa, namun tetap saja Anggraini tak mengubah ekspresip seriusnya. Wanita itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk-angguk kecil."Hmm … gitu ya? Syukur deh kalau gitu. Soalnya akhir-akhir ini Mbak tiba-tiba sering kepikiran gitu soalnya," kata Anggraini."Nggaklah. Nggak mungkin itu mah!" kata Riani masih tertawa seolah-olah itu lucu dan tak masuk akal.Selang beberapa lama Riani berusaha mengalihkan pembicaraan lagi."Sudah sih Mbak, nggak us