"Saya agak sedikit bertanya-tanya kenapa ibu memilih untuk bertemu kami di tempat ini. Padahal tadi maksud saya kita bertemu di rumahnya saja sekalian biar enak. Jadi saya bisa jelaskan tentang kekurangan dan kelebihan rumah itu biar ibu juga enak nawarnya," kata si pemilik rumah.Anggraini tersenyum."Itu tidak perlu, Pak. Saya kebetulan sudah tahu rumah itu. Rencananya juga saya mau renovasi nantinya. Jadi kekurangan rumah itu bukan masalah besar asal kita sepakat di harga yang sama," kata Anggraini."Syukurlah kalau begitu. Rumah itu sebenarnya cukup kokoh karena merupakan bangunan lama. Hanya perlu dicat juga sudah bagus kembali," kata si pemilik rumah lega.Usai berbasa-basi ini itu, Anggraini dan si pemilik rumah pun bernegosiasi masalah harga. Seperti yang dijelaskan oleh Sophia, rumah itu memang diberi harga cukup mahal karena lokasi perumahannya berada di area strategis, pusat kota Bandung.Meski sudah siap bangkrut dengan harga yang dipasang oleh si pemilik rumah, Anggraini
"Wow! Apa aku tidak salah dengar? Itu tadi benar-benar suara Mas Teguh kan? Laki-laki sialan itu benar-benar…"Sophia tidak melanjutkan kata-katanya melihat ekspresi Anggraini yang datar. Sahabatnya itu pasti sangat terpukul saat ini.Anggraini tidak bereaksi. Wanita itu malah mengambil ponselnya dan menghubungi Teguh dengan panggilan vidio. Padahal sudah jelas-jelas pria itu tidak akan mengangkatnya karena saat ini ia sedang berada dengan istri simpanannya.Benar saja sampai Anggraini menelepon untuk beberapa kali dial tetap saja panggilan itu tidak diangkat oleh Teguh.Anggraini terpaku lagi sejenak. Ia mendengus. Sementara Sophia mengusap punggungnya lembut, tahu kalau sohibnya itu sedang dilanda amarah besar setelah shock dengan drama rumah tangga harmonis yang mereka saksikan tadi dengan cara menguping."Aku butuh beberapa perabotan rumah tangga di sini, Phi. Sesekali aku akan menginap, makan dan tidur di sini," kata Anggraini.Anggraini sepertinya sudah tidak tertarik lagi untuk
"Sayang, entar malam aja VC-nya. Mas saja cuma permisi sebentar sama bos karena mau kabarin kamu ini. Entar kalau Mas nggak nyempatin telepon kamu, kamu ngambek lagi. Mana kemarin sampai Mas pergi kamu nggak mau bukain pintu kamar. Tas Mas aja dilempar ke luar kamar dengan kejamnya. Ish, ish … tega banget pokoknya," kata Teguh beralasan.Anggraini terdiam mendengar semua kebohongan itu. Ya, ya, ya baiklah. Berbohonglah selagi kau bisa. Karena nanti kalau sudah tanggal mainnya, aku tidak akan yakinin lagi kalau kau bahkan masih sanggup untuk bicara, batin Anggraini."Nah, tuh kan? Bos sudah melambai-lambai ke Mas, suruh balik ke sini. Padahal bru ditinggal tiga menit," lanjut Teguh lagi seolah mengeluh.Yang kau maksud bos melambai-lambai itu apakah istri simpananmu itu?Anggraini menghela napas dalam-dalam. Sabar. Ada saatnya kamu akan mendapat balasan untuk setiap part kebohongan yang kamu ciptakan, Mas, batin Anggraini lagi."Ya sudah, entar aja kalau Mas sempat. Ya sudah, baik-bai
Sudah tiga hari Anggraini berada di Bandung. Ia memutuskan untuk berada di kota ini dulu sampai setidaknya hari Jum'at. arulah kemudian ia kembali ke Jakarta karena khawatir di hari itu Teguh akan pulang ke rumah. Selain untuk kepengurusan surat-surat rumah, Anggraini berpikir lebih hemat biaya dan energi jika ia berada di Bandung di hari-hari kerjanya sebagai instruktur zumba daripada harus mondar-mandir pulang pergi setiap hari. Selama beberapa hari ini pula Anggraini hanya bisa memantau Merry dari kejauhan. Ia sama sekali belum punya kesempatan untuk mendekati wanita itu. Dan belum punya keberanian untuk melakukan pendekatan secara langsung. Anggraini pastinya harus berhati-hati dalam bertindak, jangan sampai hanya karena dia tidak sabaran malah mengundang kecurigaan Merry yang berujung semua yang direncanakannya menjadi gagal total.Namun pernah beberapa kali mereka berpapasan, tetapi syukurnya saja Merry tidak terlihat kaget saat melihatnya. Entah wanita itu tahu tentang stat
"Mbak Anggre nggak ada di rumah? Kemana, Bik?" tanya Riani.Saat ini ia sedang berada di rumah milik kakak dan kakak iparnya itu."Emmm … " Bik Asih terlihat berpikir keras menjawab pertanyaan adik ipar majikannya itu. Hal itu tentu saja membuat Riani heran karenanya. Seperti ada yang aneh."Aku beberapa hari ini sering lewat sini loh, tapi nggak ada mobilnya Mbak Anggre. Kemana ya? Masa sibuk terus?""Bibik nggak tau Mbak. Mungkin lagi pergi cari bahan atau cari inspirasi buat konten-kontennya kali, Mbak?" Bik Asih mencari alasan yang paling masuk akal.Riani berdecak."Masa sih? Perasaan Mbak Anggre udah lama nggak update konten-kontennya. Di Instagram nggak ada, Tiktok, FB, YouTube juga ngga ada kayaknya, Bik. Apa Mbak Anggre punya kegiatan lain apa ya?" tanya Riani seolah pada dirinya sendiri."Wah, saya kurang tahu tuh, Mbak. Coba Mbak Riani tanya ke Ibu saja nanti, atau telepon saja kalau pengen tahu ibu lagi dimana," saran Bik Asih.Lebih tepatnya asisten rumah tangga itu ing
Anggraini dan Riani saling tatap sejenak. Anggraini terlihat serius sementara Riani sebaliknya raut wajahnya tak dapat dipungkiri gugup. Bola matanya liar menyapu sekeliling seakan di sekitar situ dapat ia temukan jawabannya. Persekian detik akhirnya Riani mendapat ide untuk tertawa."Ah hahaha, Mbak Anggre bercanda ya? Mana mungkin ada hal seperti itu. Mama nggak mungkin kali Mbak menyuruh Mas Teguh khianati Mbak Anggre meskipun ya, Mama kepengen banget punya cucu. Nggak mungkin banget itu. Mbak Anggre ada-ada aja," kekeh Riani.Meski Riani tertawa, namun tetap saja Anggraini tak mengubah ekspresip seriusnya. Wanita itu hanya tersenyum tipis dan mengangguk-angguk kecil."Hmm … gitu ya? Syukur deh kalau gitu. Soalnya akhir-akhir ini Mbak tiba-tiba sering kepikiran gitu soalnya," kata Anggraini."Nggaklah. Nggak mungkin itu mah!" kata Riani masih tertawa seolah-olah itu lucu dan tak masuk akal.Selang beberapa lama Riani berusaha mengalihkan pembicaraan lagi."Sudah sih Mbak, nggak us
"Hai!!" Anggraini yang baru saja selesai berganti pakaian melihat dengan bingung dua orang yang berada sekitar 10 meter di depannya. Seorang dia antara pria seperti sedang melambai ke arahnya. Anggraini menoleh ke belakang dan ke samping kanan kiri untuk melihat siapa tahu ada orang lain selain dirinya di sekitar situ. Namun tampaknya, tak ada orang lain selain dirinya yang berkemungkinan di panggil oleh orang itu."Tari! Sini!" Nah ternyata memang benar. Lelaki itu memanggilnya dengan nama panggilan yang dia pakai di gymnasium ini. Anggraini mengerutkan keningnya. Siapa ya kira-kira. Sepertinya dia tidak mengenal pria itu. Untuk memastikan sekali lagi bahwa dia adalah orang yang dimaksud, Anggraini kemudian menunjuk kepada dirinya sendiri dengan mimik wajah bertanya."Iya, kamu! Siniiii!!" seru pria itu lagi.Anggraini berjalan mendekat. Entah apa tujuan pria itu memanggilnya, tetapi selama niatnya tidak macam-macam, dan lagi pula ini di tempat umum, Anggraini pikir tidak ada ma
Anggraini masih tak percaya dengan apa yang didengarnya dari orang yang bahkan dia tidak kenal ini.What the f…?Sementara itu Bertrand juga tak menyangka kalau sohibnya itu akan berkata seperti itu."Hei, Man! Apa maksudmu? Bercandamu agak keterlaluan!" tegur Bertrand sambil menyikut perut sahabatnya itu.Asyif tak berkata-kata lagi melainkan mengulas senyum yang menurut Anggraini sangat menyebalkan."Maaf, kenapa anda berkata seperti itu? Apakah kita saling mengenal sebelumnya? Baiklah, anda mungkin mengenal saya tapi saya sangat yakin kalau anda hanya mengenal saya cuma sebatas kenal sehingga anda memberikan penilaian yang begitu buruk kepada saya. Apa kata anda tadi? Kerja saya saat kuliah hanya pacaran dan membuat malu mahasiswa Indonesia?" serang Anggraini tak terima.Asyif tertawa kecil melihat reaksi tersinggung Anggraini."Mungkin benar nilai saya kedua terendah saat kelulusan tapi cara anda menjudge saya dengan mengatakan saya hanya berpacaran dan membuat malu mahasiswa Indo