Sejujurnya dulu menemani Vino menghadiri pesta atau jamuan dari kolega pentingnya adalah hal yang cukup menyenangkan di rumah. Meninggalkan sejenak rutinitas hariannya sebagai ibu rumah tangga, gadis itu akhirnya bisa kembali mengenakan pakaian bagus dan berdandan. Dia juga bisa bertemu dengan beberapa kenalan ibu-ibu untuk sekadar mendengarkan gosip dan celotehan mereka.Namun, tentu saja keadaan sekarang tak seperti biasanya. Tak hanya hubungannya dengan Vino tak selengket dulu, perasaannya saat menginjakkan kaki di tempat keramaian tidak seantusias biasanya. Sebab semua ini terasa palsu. Senyuman ini, kemesraan ini, hingga keantusiasannya untuk bertutur sapa dengan orang-orang.‘Tapi untunglah. Sepertinya wanita itu memang nggak datang ke tempat ini. Aku nggak bisa membayangkan omong kosong seperti apa yang akan dia lakukan kalau sampai kami berpapasan. Dia mungkin akan mempermalukan kami.’ Soraya bergumam di dalam hati sambil masih mengumbar senyuman pada orang-orang itu. ‘Tapi… k
Astaga, cincin pernikahan!Bagaimana mungkin Soraya bisa lupa memakainya. Mungkin tadi karena dia cukup terburu-buru karena sedikit terlambat berpakaian karena mengurusi keperluan anak-anaknya. Lagipula ini juga kali pertama lagi baginya dapat menghadiri sebuah pesta formal, sehingga persiapannya jadi lebih riweuh daripada sebelum-sebelumnya.Namun masalahnya ini tak pernah terjadi sebelumnya.Tak peduli betapa sibuknya dia, tak peduli bagaimana dia terburu-buru, atau tak peduli saat mencoba berdandan dengan sebaik mungkin, namun Soraya pasti tak akan pernah lupa memasangkan cincin itu di jarinya. Sebab dia tahu kalau itu adalah lambang kebanggaannya.Tapi tadi itu kenapa ya? Kenapa dia melupakannya dengan tanpa sadar? Kenapa dia beneran tak ingat sama sekali untuk memakainya?“Kenapa, Jeng? Beneran lupa? Atau… apa jangan-jangan kececer dengan nggak sengaja?” tanya si biang gosip lagi dengan begitu ingin tahu.“O-Oh, ini… ini memang kelupaan tadi,” sahut Soraya canggung sambil melayan
Bak sebuah dejavu, di titik yang sama di depan gerbang kompleks, dia dihentikan oleh sebuah mobil sedan yang sama. Lantas dari dalamnya keluarlah sosok yang sama. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan balutan gaun kasual berwarna orange.Vino mendesah muak. Dengan kesan ditekannya klakson mobil agar kendaraan minggir untuk membuka jalan untuknya. Namun layaknya sebuah batu, kendaraan itu tetap di sana bersama dengan sosok Ratu yang kini telah bergeser ke bagian luar samping kanan mobil bagian depan.Ratu mengetuk kaca mobilnya sebanyak tiga kali, namun Vino menolak untuk memenuhi keinginannya itu. Dia enggan membuka kaca jendela dan bahkan enggan untuk melirik ke arahnya. Tangannya terus fokus menekan klakson mobil agar diberi jalan.Kaca jendela kembali diketuk, kali ini bersama dengan deringan di ponselnya. Vino memandang tajam sang wanita gila yang melambai girang sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Kalau begini sepertinya dia bisa terjebak di sini untuk selamanya.‘Lagipula se
“Jadi… itu yang kamu lakukan? Kupikir kamu menemuinya karena Plan B, tapi ternyata hanya memohon-mohon nggak jelas seperti itu?”Fadly mengomel lagi pada Ratu. Dia tak habis pikir dengan apa yang terjadi hari ini.Jadi pagi-pagi sekali Ratu mengajaknya pergi menuju kompleks perumahan Bentala. Fadly pikir wanita itu punya rencana untuk mendesak perceraian Vino dan Soraya, sebab dia terus tak menjawab apapun saat ditanya. Tapi ternyata wanita itu hanya melampiaskan kerinduan dan kefrustrasiannya saja pada pria itu.Hal itu kini membuatnya kesal, sebab belakangan ini Ratu seperti kian hilang fokus saja dengan rencana mereka. Dia menjadi lebih candu minum dan sering melantur. Menurutnya itu tak membantu sama sekali dengan rencana mereka yang juga sedang mandate sejak Soraya tidak lagi melanjutkan pengerjaan tuntutan perceraiannya.“Hey, kamu benar-benar harus berhenti minum. Ada apa denganmu? Ini bahkan masih siang bolong,” kata Fadly sambil duduk di depannya. Ditatapnya sang wanita yang
“Kenapa harus sekarang sih ketemuannya? Saat kamu sedang mabuk berat begini?”Fadly mendesah berat sambil terus mengendalikan laju kendaraan yang dia kemudikan. Sesekali melirik Ratu yang bersandar lesu di jok sebelahnya.“Kamu sih yang salah sebenarnya. Orang gila macam apa yang mabuk tengah hari seperti ini. Lagipula… kenapa kamu tidak menunda sajaa pertemuannya menjadi… besok misalnya? Kenapa malah langsung setuju saja untuk menemuinya saat diminta?” omelnya tak lama kemudian.“Karena aku memang sudah lama ingin bertemu dengannya. Tentu saja lebih tepat lebih baik.” Ratu terkekeh sambil masih saja menyandarkan seluruh tubuhnya di sana. “Tapi aku benaran nggak apa-apa kok. Aku nggak merasa mabuk sama sekali. Aku merasa sangat sadar.”“Jangan bercanda. Kamu jelas terlihat nggak fokus. Arh, sial, padahal aku beneran nggak pengen sampai terlalu berdekatan dengan Soraya maupun Vino lagi. Aku hanya ingin membantu dari belakang saja Tapi kini kamu membuatku terus saja melakukan hal-hal ya
‘Sudah kubilang kalau kamu itu bukan tandinganku, Soraya. Kamu tak akan bisa mengalahkanku sampai kapanpun.’Senyuman Ratu terkembang lebih lebar saat melihat reaksi tersurut yang ditunjukkan oleh Soraya setelah kata-katanya barusan. Tentang bagaimana dia kembali memanas-manasi Soraya dengan malam yang pernah dilaluinya bersama dengan Vino, serta juga beberapa opini lain yang pastinya akan menggoyahkan mental perempuan itu.Lihatlah bagaimana Soraya memang langsung terpengaruh. Walaupun perempuan itu terus berlagak tenang, namun jelas Ratu kembali mengenainya dengan tembakan yang tajam. Tepat menembus jantungnya.‘Menyerahlah saja, Soraya. Akui kalau aku memang jauh lebih unggul darimu dalam hal apapun. Aku ingin melihat kamu menangis, memohon, hingga bahkan berlutut di depanku. Kurasa itu hal yang paling ingin kulihat, bahkan lebih dari perceraian kalian.’“Kamu benar-benar sudah nggak bisa ditolong ya?” Soraya akhirnya bersuara lagi setelah beberapa saat. “Aku nggak mengerti kenapa
Toronto, Kanada. Dua tahun yang lalu.Pintu di depan Ratu terbuka. Dari dalamnya, terlihat sosok khas seorang pria berkulit putih dengan rambut pirang yang sedikit panjang sebahu. Di mana dia tampak menyunggingkan senyuman licik saat melihat gadis di depannya.“Kamu beneran datang? Sepertinya kamu khawatir aku akan membocorkan masa lalumu di Ottawa kepada rekan-rekan kerjamu di tempat yang baru?” Pria berusia pertengahan tiga puluh tahunan itu lalu membuka lebih lebar pintu untuknya. “Masuklah. Ini memang waktu yang tepat buat bersenang-senang.”Walaupun tampak ragu dan takut-takut, Ratu memutuskan untuk melangkah ke dalam. Ditemukannya sebuah ruang apartemen sederhana yang gelap dan kotor. Bahkan samar-samar tercium bau tak enak yang sepertinya berasal dari campuran aroma alkohol hingga makanan basi.“Duduklah di manapun. Jangan sungkan-sungkan dan anggap rumah sendiri.”Ratu sedikit mendengus sambil menyingkirkan berapa potong pakaian kotor di atas sofa, sebelum mendudukinya. Diperh
Kembali ke masa sekarang.Senyuman Soraya tampak melebar saat melihat ekspresi begitu terkejut dari Ratu saat ini. Bahkan dia tampak lebih pucat, sementara itu tangannya mulai gemetaran.“Gimana rasanya mendapatkan chat berisi ancaman? Rasanya nggak nyaman, bukan? Inilah yang selama ini aku dan Mas Vino rasakan karena teror yang kamu lakukan,” kata Soraya sambil mengejeknya.Ratu akhirnya kembali meliriknya. Dia tampak sedikit melotot sambil gemetaran. “D-Darimana Mbak mendapatkan ini?”“Seperti yang kamu duga, sebenarnya memang nggak ada CCTV di kawasan itu. Polisi sendiri tak terlalu berfokus mencari tahu soal kasus ini karena Maxx ditemukan memang pecandu berat yang mengosumsi berbagai jenis obat. Apalagi sidik jari kamu memang nggak ditemukan di sana serta nggak ada tanda-tanda pemaksaan sama sekali.” Soraya mengutip hal yang tadi pagi Pandji kabarkan kepadanya. “Mereka menganggap Maxx Corner hanya terlalu mabuk berat, sehingga dengan tanpa sadar menyuntikkan seluruh zat berbahaya