“Undangan pesta kolega?”Soraya bertanya heran pada Vino yang menyampaikan suatu kabar padanya sepulang ia bekerja sore ini. Di mana pria itu tadi tampak sedikit ragu-ragu untuk menyampaikannya.“Hm… begitulah. Seperti biasa mereka selalu menganjurkan untuk membawa pasangan.” Vino kembali dengan hati-hati mengatakan itu sambil terus memantau ekspresi Soraya. “Tapi… kalau kamu mau ya nggak papa. Kamu nggak usah ikut. Nanti aku bisa bikin alasan kamu sibuk atau sebagainya.”Soraya masih saja diam dan berpikir. Ekspresinya tampak sangatlah serius. Hal itu membuat sang pria semakin gugup saja, sehingga terlihat jelas dari raut wajahnya.“Apa Pak Sandy dari Brigo juga akan diundang ke acara itu?”Vino tampak sedikit mengernyitkan dahinya heran. “Kenapa kamu bertanya soal dirinya --“ Ekspresi Vino berubah lagi setelahnya. “Enggak deh kayaknya. Ini bukan kolega yang berhubungan dengan perusahaannya.”Vino baru ingat kalau awal pertemuannya dengan Ratu adalah di pesta salah satu kolega juga.
Sejujurnya dulu menemani Vino menghadiri pesta atau jamuan dari kolega pentingnya adalah hal yang cukup menyenangkan di rumah. Meninggalkan sejenak rutinitas hariannya sebagai ibu rumah tangga, gadis itu akhirnya bisa kembali mengenakan pakaian bagus dan berdandan. Dia juga bisa bertemu dengan beberapa kenalan ibu-ibu untuk sekadar mendengarkan gosip dan celotehan mereka.Namun, tentu saja keadaan sekarang tak seperti biasanya. Tak hanya hubungannya dengan Vino tak selengket dulu, perasaannya saat menginjakkan kaki di tempat keramaian tidak seantusias biasanya. Sebab semua ini terasa palsu. Senyuman ini, kemesraan ini, hingga keantusiasannya untuk bertutur sapa dengan orang-orang.‘Tapi untunglah. Sepertinya wanita itu memang nggak datang ke tempat ini. Aku nggak bisa membayangkan omong kosong seperti apa yang akan dia lakukan kalau sampai kami berpapasan. Dia mungkin akan mempermalukan kami.’ Soraya bergumam di dalam hati sambil masih mengumbar senyuman pada orang-orang itu. ‘Tapi… k
Astaga, cincin pernikahan!Bagaimana mungkin Soraya bisa lupa memakainya. Mungkin tadi karena dia cukup terburu-buru karena sedikit terlambat berpakaian karena mengurusi keperluan anak-anaknya. Lagipula ini juga kali pertama lagi baginya dapat menghadiri sebuah pesta formal, sehingga persiapannya jadi lebih riweuh daripada sebelum-sebelumnya.Namun masalahnya ini tak pernah terjadi sebelumnya.Tak peduli betapa sibuknya dia, tak peduli bagaimana dia terburu-buru, atau tak peduli saat mencoba berdandan dengan sebaik mungkin, namun Soraya pasti tak akan pernah lupa memasangkan cincin itu di jarinya. Sebab dia tahu kalau itu adalah lambang kebanggaannya.Tapi tadi itu kenapa ya? Kenapa dia melupakannya dengan tanpa sadar? Kenapa dia beneran tak ingat sama sekali untuk memakainya?“Kenapa, Jeng? Beneran lupa? Atau… apa jangan-jangan kececer dengan nggak sengaja?” tanya si biang gosip lagi dengan begitu ingin tahu.“O-Oh, ini… ini memang kelupaan tadi,” sahut Soraya canggung sambil melayan
Bak sebuah dejavu, di titik yang sama di depan gerbang kompleks, dia dihentikan oleh sebuah mobil sedan yang sama. Lantas dari dalamnya keluarlah sosok yang sama. Seorang gadis bertubuh tinggi dengan balutan gaun kasual berwarna orange.Vino mendesah muak. Dengan kesan ditekannya klakson mobil agar kendaraan minggir untuk membuka jalan untuknya. Namun layaknya sebuah batu, kendaraan itu tetap di sana bersama dengan sosok Ratu yang kini telah bergeser ke bagian luar samping kanan mobil bagian depan.Ratu mengetuk kaca mobilnya sebanyak tiga kali, namun Vino menolak untuk memenuhi keinginannya itu. Dia enggan membuka kaca jendela dan bahkan enggan untuk melirik ke arahnya. Tangannya terus fokus menekan klakson mobil agar diberi jalan.Kaca jendela kembali diketuk, kali ini bersama dengan deringan di ponselnya. Vino memandang tajam sang wanita gila yang melambai girang sambil menempelkan ponsel ke telinganya. Kalau begini sepertinya dia bisa terjebak di sini untuk selamanya.‘Lagipula se
“Jadi… itu yang kamu lakukan? Kupikir kamu menemuinya karena Plan B, tapi ternyata hanya memohon-mohon nggak jelas seperti itu?”Fadly mengomel lagi pada Ratu. Dia tak habis pikir dengan apa yang terjadi hari ini.Jadi pagi-pagi sekali Ratu mengajaknya pergi menuju kompleks perumahan Bentala. Fadly pikir wanita itu punya rencana untuk mendesak perceraian Vino dan Soraya, sebab dia terus tak menjawab apapun saat ditanya. Tapi ternyata wanita itu hanya melampiaskan kerinduan dan kefrustrasiannya saja pada pria itu.Hal itu kini membuatnya kesal, sebab belakangan ini Ratu seperti kian hilang fokus saja dengan rencana mereka. Dia menjadi lebih candu minum dan sering melantur. Menurutnya itu tak membantu sama sekali dengan rencana mereka yang juga sedang mandate sejak Soraya tidak lagi melanjutkan pengerjaan tuntutan perceraiannya.“Hey, kamu benar-benar harus berhenti minum. Ada apa denganmu? Ini bahkan masih siang bolong,” kata Fadly sambil duduk di depannya. Ditatapnya sang wanita yang
“Kenapa harus sekarang sih ketemuannya? Saat kamu sedang mabuk berat begini?”Fadly mendesah berat sambil terus mengendalikan laju kendaraan yang dia kemudikan. Sesekali melirik Ratu yang bersandar lesu di jok sebelahnya.“Kamu sih yang salah sebenarnya. Orang gila macam apa yang mabuk tengah hari seperti ini. Lagipula… kenapa kamu tidak menunda sajaa pertemuannya menjadi… besok misalnya? Kenapa malah langsung setuju saja untuk menemuinya saat diminta?” omelnya tak lama kemudian.“Karena aku memang sudah lama ingin bertemu dengannya. Tentu saja lebih tepat lebih baik.” Ratu terkekeh sambil masih saja menyandarkan seluruh tubuhnya di sana. “Tapi aku benaran nggak apa-apa kok. Aku nggak merasa mabuk sama sekali. Aku merasa sangat sadar.”“Jangan bercanda. Kamu jelas terlihat nggak fokus. Arh, sial, padahal aku beneran nggak pengen sampai terlalu berdekatan dengan Soraya maupun Vino lagi. Aku hanya ingin membantu dari belakang saja Tapi kini kamu membuatku terus saja melakukan hal-hal ya
‘Sudah kubilang kalau kamu itu bukan tandinganku, Soraya. Kamu tak akan bisa mengalahkanku sampai kapanpun.’Senyuman Ratu terkembang lebih lebar saat melihat reaksi tersurut yang ditunjukkan oleh Soraya setelah kata-katanya barusan. Tentang bagaimana dia kembali memanas-manasi Soraya dengan malam yang pernah dilaluinya bersama dengan Vino, serta juga beberapa opini lain yang pastinya akan menggoyahkan mental perempuan itu.Lihatlah bagaimana Soraya memang langsung terpengaruh. Walaupun perempuan itu terus berlagak tenang, namun jelas Ratu kembali mengenainya dengan tembakan yang tajam. Tepat menembus jantungnya.‘Menyerahlah saja, Soraya. Akui kalau aku memang jauh lebih unggul darimu dalam hal apapun. Aku ingin melihat kamu menangis, memohon, hingga bahkan berlutut di depanku. Kurasa itu hal yang paling ingin kulihat, bahkan lebih dari perceraian kalian.’“Kamu benar-benar sudah nggak bisa ditolong ya?” Soraya akhirnya bersuara lagi setelah beberapa saat. “Aku nggak mengerti kenapa
Toronto, Kanada. Dua tahun yang lalu.Pintu di depan Ratu terbuka. Dari dalamnya, terlihat sosok khas seorang pria berkulit putih dengan rambut pirang yang sedikit panjang sebahu. Di mana dia tampak menyunggingkan senyuman licik saat melihat gadis di depannya.“Kamu beneran datang? Sepertinya kamu khawatir aku akan membocorkan masa lalumu di Ottawa kepada rekan-rekan kerjamu di tempat yang baru?” Pria berusia pertengahan tiga puluh tahunan itu lalu membuka lebih lebar pintu untuknya. “Masuklah. Ini memang waktu yang tepat buat bersenang-senang.”Walaupun tampak ragu dan takut-takut, Ratu memutuskan untuk melangkah ke dalam. Ditemukannya sebuah ruang apartemen sederhana yang gelap dan kotor. Bahkan samar-samar tercium bau tak enak yang sepertinya berasal dari campuran aroma alkohol hingga makanan basi.“Duduklah di manapun. Jangan sungkan-sungkan dan anggap rumah sendiri.”Ratu sedikit mendengus sambil menyingkirkan berapa potong pakaian kotor di atas sofa, sebelum mendudukinya. Diperh
Delapan bulan kemudian.“Papa!!!”Vino yang awalnya bersandar pada badan mobil tampak langsung mengangkat wajahnya. Ekspresi wajahnya tampak berubah cerah saat melihat Nala dan Naka yang berlari-lari kecil ke arahnya. Di belakangnya tampak sang wali kelas yang mengiringi sambil memperingatkan untuk berhati-hati.Menggunakan tongkat yang selalu dipegangnya, Vino pun juga berusaha mendekati mereka. Hanya beberapa langkah saja sebelum mereka berhadapan.“Sudah sering dibilangin jangan lari-larian. Tuh, denger juga Bu guru Farida sampe kesusahan mengejar kalian begitu,” ucap Vino menasehati mereka. Dengan gemas mengacak rambut mereka secara bergantian.“Habisnya kami senang karena dijemput sama Papa lagi. Mama kan bilang kalau ini terakhir kalinya sebelum Papa kembali masuk kerja,” sahut Naka sambil cemberut.“Iya. Kalau Papa udah kerja kan Papa bakal sibuk banget sehingga nggak bisa antar jemput kami lagi,” sambung Nala ikut cemberut.“Ini artinya kalian nggak suka dijemput Mama begitu?
Sosok yang biasa terlihat glamor itu tampak berantakan. Dengan baju tahanan yang terpasang di tubuhnya, dia duduk di sudut sel dengan memeluk kakinya. Mengabaikan hiruk pikuk dari napi lain yang berbagi ruangan dengannya.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Seorang sipir wanita berteriak dari luar sel, namun beliau tak didengarkan. Baik oleh sosok penyendiri tadi ataupun para napi yang asyik bergosip itu.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Di satu titik salah satu napi yang sibuk bergosip itu melayangkan pandangannya menuju napi yang menyendiri tadi. “Hey, 1036. Ada yang manggil lo tuh. Tuli ya?”Sosok itu masih diam.“Siapa sih dia namanya? Oh, ya, Ratu! Bu sipir manggil lo tuh.”Baru di saat itulah wanita itu bereaksi. Dia mengangkat wajahnya memandang ke arah lawan bicaranya.“Ada yang manggil lo. Dasar ya, belum juga terbiasa sama nomor lo sendiri. Lo hapalin tuh karena itu nama yang bakal lo pake selama bertahun-tahun setelah apa yang lo lakuin ke ana
“Kenapa Bi Yuyun pergi dari rumah kita, Mama? Apa Bi Yuyun beneran nggak bakal kembali?” tanya Naka padanya dengan ekspresi polos. Di mana langsung diangguki oleh gadis kecil di sampingnya.“Iya, Mama. Bi Yuyun kan selalu bersama kita. Bi Yuyun juga sering nemenin Nala dan Dek Naka saat Mama nggak ada. Kami sedih deh kalau Bi Yuyun nggak ada.”Soraya menghela napas pelan mendengar curhatan para malaikat perginya setelah melihat kepergiaan Bi Yuyun beberapa menit yang lalu. Ya, seperti yang sudah disarankan oleh Vino tiga hari yang lalu, Soraya langsung mengecek gerak-gerik Bi Yuyun di rumah ini melalui rekaman CCTV. Dari sana baru disadarinya kalau selama ini sang ART ternyata sering melakukan hal-hal yang mencurigakan.Tentu saja beliau sudah tak bisa kerja di sini lagi. Apalagi karena Bi Yuyun akhirnya mengakui segala tuduhan itu. Walaupun dia minta maaf sambil memohon dan berjanji tak mengulangi tapi nasi telah menjadi bubur. Apalagi mengingat dampak yang terjadi karena ulah beliau
“Udah empat hari sejak kejadian itu, tapi… Vino belum sadar juga.”Soraya langsung mengelus pundak Indah saat mendengar hal itu. Lantas dia mengalihkan pandangannya menuju ranjang pasien di mana suaminya berbaring.Vino saat ini masih dirawat di ruang ICU, namun keluarga akhirnya diizinkan menjenguk mulai dari kemarin. Walaupun mereka harus dipastikan steril dan mengenakan jubah khusus. Serta hanya boleh sekitar lima belas menit saja di dalamnya.“Apa semuanya akan baik-baik saja? Apakah dia akan sadar? Mama nggak bakal kuat kalau Vino juga harus pergi seperti Papa --““Sst, Ma. Jangan mikir gitu. Mas Vino pasti kuat kok, Ma. Dia pasti akan segera sadar. Sebab itulah yang sedang dia perjuangkan dengan terus bertahan seperti sekarang. Jadi… dia pasti akan bangun, Ma. Mas Vino kan orangnya kuat dan pemberani.”Soraya mengatakan itu dengan penuh keyakinan dan semangat, walaupun ada celah di dalam hatinya yang malah berpikir sebaliknya. Nyatanya dia juga mempunya ketakutan yang besar meli
Seluruh tubuh Soraya langsung bergetar hebat saat mendengar kabar di telepon. Dia sampai tak tahu harus bicara apa.“Ada apa, Bu? Apa ada masalah?” tanya babysitter Ekky yang awalnya bercengkerama ringan dengannya di ruang tamu apartemennya Evan. Sekitar beberapa menit setelah mereka menidurkan si kecil.Soraya tak mampu menjawab pertanyaan itu. Dia terlalu syok dan kebingungan dengan semua ini. Rasa takut juga langsung melingkupinya.“Bu?” tanya babysitter itu lagi dengan khawatir.“S-Saya… saya pulang dulu ya, Sus. A-Ada masalah di rumah. S-Saya titip E-Ekky… nanti saya telepon Evan juga buat kasih tahu. S-Saya permisi.”Dengan tubuh masih bergetar Soraya bangkit dari sana. Tampak kebingungan sendiri dengan apa yang dia lakukan. Untungnya sang babysitter tadi dengan sigap mengambilkan tas Soraya yang tertinggal di atas sofa.“Ini, Bu. Nanti ketinggalan.”“O-Oh ya. Makasih ya, Sus. S-Saya pulang dulu.”“Y-Ya, Bu. Hati-hati.”Soraya bergegas meninggalkan unit apartemen itu dengan tubu
Vino tak bisa menepis perasaan di hatinya. Ia benar-benar yakin kalau memang ada penyusup di antara pegawainya berdasarkan pengamatannya belakangan ini, namun sayangnya ia belum sempat memastikan hal itu sama sekali. Sehingga kini itu jadi ganjalan baru di tengah pekerjaannya.‘Haruskah aku mengambil cuti sejenak untuk sekadar memastikan? Aku benar-benar kepikiran dan khawatir kalau firasat ini benar. Tapi masalahnya kan sekarang lagi banyak kerjaan.’Di saat itu tiba-tiba ia jadi kepikiran tentang apa yang menimpanya saat Fadly berkhianat. Vino sangat ingat bagaimana itu semua itu terjadi tanpa peringatan sama sekali, seperti hujan badai yang datang di siang hari yang awalnya cerah. Vino tak akan pernah melupakan perasaan itu. Ia tak akan pernah lupa rasanya ditikam dari belakang oleh orang begitu ia percayai. Lalu saat tersadar semuanya benar-benar sudah terlambat.‘Enggak. Aku harus memastikannya sekarang. Aku nggak boleh jatuh ke lubang yang sama.’Kala memikirkan itu Vino segera
[SPY: Terima kasih atas uangnya. Aku selalu tahu kamu akan menepati janjimu. Sekarang… berusahalah sebaik mungkin untuk sisa rencanamu itu. Sementara aku… akan segera meninggalkan negeri ini dulu untuk menghambur-hamburkan uang yang kudambakan seperti ini. Jangan menghubungiku lagi karena nomor ini akan kusingkirkan. Dan yang sangkutpautkan aku dengan apapun yang tengah kamu kerjakan. Good luck!]Ratu mematikan layar ponselnya kembali setelah membaca pesan singkat tersebut. Dia lalu melemparkan benda tersebut begitu saja ke atas jok mobil di sampingnya.Omong-omong saat ini perempuan itu kembali berada di jalan yang menghubungkan kompleks perumahan elit yang ditinggali keluarga Bentala menuju jalan raya. Tepatnya beberapa ratus meter dari pos penjagaan di mana sebelumnya dia pernah dua kali mencegat Vino yang hendak pergi bekerja.‘Di sini terakhir kali kita bertemu. Selanjutnya di mana? Aku nggak keberatan kalau harus bertemu denganmu di persidangan atau sebagainya. Yang jelas… kamu
“Hari ini Bu Farida akan datang lagi untuk mengajar ke rumah ini. Tapi nantinya… setelah kita dapat sekolah lagi, Bu Farida tak akan ke sini lagi. Nala sedih deh kalau memikirkannya,” celoteh Nala di tengah sarapan mereka pagi ini. Di mana hari yang baru dan cerah telah kembali menyapa di rumah kediaman yang penuh cinta ini.“Nggak apa-apa, Kakak. Kan kita akan tetap bertemu dengan Bu Farida di sekolah. Begitu juga dengan guru-guru kita yang lainnya, seperti: Bu Arin, Bu Mega, Bu Helen, Bu --““Dan ibu guru cantik Miss Ratu!”Baik Soraya maupun Vino sama-sama langsung tersedak mendengar ucapan polos Naka itu. Serempak mereka saling berpandangan, sebelum beralih pada kedua bocah yang terus mengobrol dengan riang gembira itu. Sementara Indah juga tampak memasang ekspresi prihatin di wajahnya.“Pokoknya aku udah nggak sabar buat ketemu semua guru dan teman-teman. Aku ingin agar dapat segera sekolah.”“Naka juga, Kak.”Dan akhirnya pembicaraan itu terhenti juga karena kini mereka mulai me
‘Soraya benar-benar harus dikasih pelajaran. Dia tak seharusnya cari gara-gara padaku seperti ini.’Setelah diam membisu selama berjam-jam lamanya, setelah dia benar-benar panik akibat serangan tak terduga dari Soraya, di suatu titik Ratu akhirnya menarik kesimpulan. Setelah tadi dia benar-benar hanya diam saja sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan di tengah krisis ini.Lalu apa keputusannya?Bukannya merasa kapok dan mundur agar rahasianya itu bisa aman, dia malah berfokus tentang bagaimana caranya memberi pelajaran terhadap Soraya. Sebab Ratu merasa Soraya bukanlah orang yang seharusnya memperlakukannya begini. Sampai kapanpun wanita itu bukanlah tandingannya sama sekali.‘Aku akan membuatnya menyesal karena telah cari gara-gara denganku. Lihat saja, hal yang dia sebut senjata ini pada akhirnya akan berbalik melukai dirinya sendiri.’Berhenti menenggak minuman keras yang terus saja dia masukkan ke dalam tubuhnya, Ratu segera meraih ponselnya untuk menghubungi Fadly. Dia memin