Di dunia ini harta kekayaan dan kekuasaan selalu diagungkan. Sehingga manusia berlomba-lomba untuk mendapatkan segala kemewahan walaupun dengan cara menindas orang sekalipun.
Ini yang tengah dirasakan seorang wanita menjadi istri salah satu konglomerat terkaya di daerahnya.
Sedangkan dirinya hanya berasal dari kelas menengah menjabat menjadi karyawan biasa di salah satu perusahaan swasta di bawah naungan perusahaan besar milik suaminya.
“Mas, Aku bisa jelaskan semuanya. Aku tidak pernah selingkuh.”
Seorang wanita memegang perut buncitnya yang sekarang berumur empat bulan. Wanita itu dengan sekuat tenaga melindungi janinnya agar tidak terluka dan tergores sedikitpun.
“Itu semua sudah jelas Elina. Mau menjelaskan bagaimana lagi?” salah satu adik iparnya semakin memperkeruh keadaan yang memanas.
“Jelaskan!” titah suaminya membuat jantung Elina berdegup sangat kencang. Suaminya memberikan dirinya kesempatan.
Elina Pelita Kejora Maheswara, nama wanita hamil itu. Tengah menjadi bulan-bulanan keluarga konglomerat yang tidak pernah menyukai kehadirannya di keluarga ini sejak awal pernikahan mereka.
Sekarang Elina sangat tahu. Mereka semua akan bersikap sangat baik dan memperlakukannya seperti ratu ketika di depan ayah mertuanya. Sekarang wajah-wajah yang ditutupi oleh topeng terbuka sangat lebar.
Di dalam keluarga ini terdiri dari kepala keluarga dan dua belas anggota keluarga lainnya termasuk dirinya sendiri.
“Tadi aku sempat mendapatkan sms dari seseorang. Katanya Mas ada di hotel. Karena aku khawatir dengan Mas, aku langsung pergi ke sana. Tapi yang aku temukan bukan Mas tapi orang lain.”
“Kalau Mas ragu sama penjelasan aku. Ini buktinya.” Elina menunjukkan bukti tangkapan layar pesan masuk di ponselnya.
Aldinata Maheswara, suami dari Elina langsung mengambil alih ponsel istrinya dan memeriksa tangkapan layar pesan. Setelah itu membuka semua pesan masuk, bukan hanya satu pesan tapi semuanya. Yang dikatakan istrinya memang benar.
“Maaf.” Kata terucap di bibir suaminya membuat Elina tersenyum lega. Sedangkan mama dan kedua adik perempuan dari Aldinata menggeram kesal. Untuk kesekian kalinya mereka gagal.
Elina beruntung telah menyimpan foto tangkapan layar tersebut. Karena pesan aslinya entah hilang kemana secara tiba-tiba, padahal dirinya tidak pernah menghapusnya.
****
“Mama tidak kehabisan akal kan untuk menyingkirkan wanita kampungan itu?” Naila Maheswara salah satu putri pertamanya bertanya dengan nada ketus.
“Bagaimana bisa dia punya bukti yang telah kita hapus sebelumya.” Sahutan terdengar dari putri keduanya yakni Keyra Maheswara.
Bukan hanya tentang harta dan kecemburuan sosial. Kedua putri konglomerat itu sangatlah benci pada Elina karena telah lebih dulu hamil, padahal jarak pernikahan mereka bertiga sangatlah jauh.
Kedua putri konglomerat telah menikah kurang lebih sejak dua tahun yang lalu tapi belum dikarunia seorang anak. Kalah dengan Elina yang menikah belum genap setahun dengan kakaknya, yang sekarang telah mengandung.
“Mama pokoknya harus menyingkirkan wanita itu. Mama tidak ingin 80% harta warisan jatuh ke anak dalam kandungan Elina.”
Tamara Maheswara tersenyum sinis memikirkan rencanakan licik selanjutnya.
“Mama tidak ingin anak itu lahir ke dunia. Jadi kita harus menyingkirkannya. Hanya Shanika yang berhak bersanding dengan Aldi dan melahirkan keturunan pewaris Maheswara.”
***
Hanya ada keheningan di dalam kamar. Sepasang suami istri masih sama-sama terdiam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Akhirnya terdengar deru nafas Elina mengalah. Sampai besok pun mereka akan diam seperti ini kalau dirinya tidak mengajak sang suami berkomunikasi. Semenjak pernikahan mereka, suaminya semakin kesini semakin berubah dan egois.
Harus dirinya yang mengalah dan minta maaf. Dulu ketika mereka pacaran, suaminya sangatlah dewasa dan juga manis.
Namun sekarang semuanya perlahan berubah, bahkan bertanya tentang kabar anak mereka pun suaminya tidak pernah. Padahal suaminya baru pulang dari Singapura selama seminggu.
“Kamu banyak berubah Mas.” Dengan suara bergetar Elina menatap sang suami yang sekarang ada di sampingnya.
“Aku harus bagaimana lagi Mas? Aku juga punya batas kesabaran. Sebenarnya aku istri kamu atau bukan?”
“Kamu istri aku Elina!” tegas Aldi tidak ada bantahan.
Elina tersenyum kecut mendengarkannya. Bolehkah sekarang Elina menyesal telah menikah dengan anak konglomerat. Kenapa dulu dirinya tidak sadar diri dan mundur ketika dengan terang-terangan hampir semua anggota keluarga Maheswara tidak merestuinya.
Dirinya dibutakan oleh cinta. Perasaan ingin memiliki yang mengendalikan Elina. Sampai tidak memikirkan akibatnya untuk masa depannya nanti dengan akal dan logika.
“Aku tahu kamu pulang sehari sebelum ke rumah.”
Aldi terkejut mendengar perkataan istrinya. Nafasnya seakan tercekik. Dari mana istrinya mengetahuinya? Kepulangan Aldi hanya anggota keluarganya yang tahu.
“Kalian semua menghadiri pesta meriah tanpa aku, kan?” Suara Elina terdengar sendu, sebenarnya ia ingin menangis dan marah pada suaminya. Namun dirinya tidak ada keberanian untuk hal itu.
Elina takut kalau dirinya marah suaminya akan tersinggung dan pergi lagi dari rumah ini. Meninggalkan dirinya yang hanya berdiam diri di kamar karena tidak tahan mendengar cacian dan makian semua anggota keluarga Maheswara di ruang keluarga.
“Aku bisa jelaskan.”
“Aku sadar diri Mas. Aku tidak sebanding dengan keluarga Mas. Makanya Mas malu, kan.”
“Bukan seperti itu Elina. Acaranya sangat mendadak dan….”
“Dan kamu harus bersanding dengan wanita itu tanpa sepengetahuan aku.”
“Terserah kamu Elina.”
Aldi mengerang dan mengacak rambutnya frustasi. Detik berikutnya Aldi membuka pintu dengan kasar meninggalkan Elina dengan tatapan kosong melihat kepergian suaminya, entah sekarang kemana lagi suaminya akan menyendiri.
Masalah yang seharusnya diselesaikan dengan kepala dingin. Yang dilakukan suaminya, bahkan sebaliknya. Lari dari masalah tanpa niat menjelaskannya.
Elina mengetahui suaminya dan semua anggota keluarga Maheswara pergi ke pesta meriah itu meninggalkan dirinya di rumah sendirian.
Elina melihat nya di i*******m yang mengadakan live langsung di pesta tersebut. Dengan mata kepalanya, Elina melihat dengan nyata suaminya bergandengan dengan wanita yang sangat Elina kenal.
“Ayah! Ibu! Elina rindu sama kalian,” lirih Elina mengusap perut buncitnya agar dirinya rileks dan berakhir tertidur nantinya.
“Maafkan bunda sayang! Bunda janji akan menjaga dedek bayi bagaimanapun caranya, bahkan dengan nyawa bunda sendiri. Dedek jangan sedih ya sama sifat papa ke kita.”
Elina harus berusaha tegar. Demi anaknya, Elina tidak ingin nantinya anaknya menjadi korban keegoisan orang tuanya. Elina sangat tahu semua anak tidak ingin hidup di tengah-tengah keluarga yang broken home.
“Sebentar lagi papa akan pulang dan mengunjungi dedek. Sabar ya sayang.”
Elina menghela nafas, dan mulai berbaring dengan senyaman mungkin. Beberapa menit kemudian wanita hamil itu langsung tertidur dengan sangat pulas.
Sedangkan di luar kamar. Ternyata Aldi tidak keluar rumah, pria itu duduk di salah satu sofa di ruang tengah sembari minum secangkir kopi agar pikirannya tidak kacau dan nantinya akan berakhir membentak istrinya.
“Kenapa lagi?” Tamara yang melihat anaknya di sana memiliki kesempatan untuk menghasut anaknya tanpa henti.
“Aldi menikmati kopi.” Suara berat Aldi terdengar datar.
“Kamu tidak bahagia menikah dengan wanita itu, kan?”
“Aldi bahkan sangat bahagia menjadikan Elina menjadi istri aku, Ma. Jadi, Mama jangan menjelekkan Elina di depan suaminya sendiri.”
“Ini buktinya semenjak kamu mengenal wanita itu. Kamu berani melawan Mama.” Dari Aldi kecil anaknya tidak pernah berani melawannya apalagi membentaknya.
“Mama yang salah. Kalau Mama bersikap baik kepada Elina. Aldi juga tidak akan seperti ini.”
Tamara menahan emosinya dengan nafas memburu mendengar putranya sendiri membela wanita itu dan menyalahkan dirinya yang di sini ibu kandung dari anaknya. Sembilan bulan Tamara mengandung dan menjaga Aldi dengan penuh kasih sayang, tidak ada artinya di mata anaknya. Aldi lebih menyayangi istrinya
“Kamu ceraikan Elina secepatnya! Gara-gara wanita itu kamu durhaka ke orang tua.”
Tamara pergi dari hadapan anaknya, menyisakan Aldi yang kini memegang kepalanya semakin frustasi tinggal satu atap dengan orang tuanya.
Andai Aldi diizinkan keluar dari rumah ini oleh ayahnya. Sejak dari dulu ia akan angkat kaki bersama dengan Elina.
Ternyata yang semua orang bilang memang benar adanya. Mertua dan menantu lebih baik hidup masing-masing di rumah yang berbeda.
Kalau seperti ini, Aldi tidak mungkin bisa memilih antara mamanya yang melahirkan dirinya dan istrinya sendiri.
Tamara memasukkan sesuatu ke dalam segelas susu menantunya. Ia tersenyum dan mengambil nampan untuk mengantar susu yang menantunya itu pesan dari sang bibi. "Nih!" Tamara memberikan nampan tersebut pada bibi. "Nyonya yang buat untuk Nona Elina??" bibi Minah merasa ada kejanggalan dengan susu yang dibuat oleh nyonya besar. Tidak biasanya Tamara mau menyentuh peralatan dapur. Bahkan membuat susu untuk menantunya sendiri. Semua anggota keluarga mengetahui Tamara tidak pernah menyukai kehadiran cucunya sendiri. Semenjak Elina dikabarkan hamil untuk pertama kalinya. Kemarahan Tamara semakin memuncak ketika kedua putrinya bahkan di dahului berisi oleh orang luar itu. Sedangk
Elina mengusap bergantian kepala suami dan perut buncitnya dengan sayang. Sedangkan Aldi tengah memejamkan matanya menikmati usapan lembut istrinya.Kalau boleh Aldi jujur. Jari-jemari Elina sangatlah halus dan cocok bersanding dengan kulitnya yang keras dan kasar."Kepalanya sudah tidak sakit Mas??" Elina memberanikan diri bertanya kepada sang suami.Walaupun Aldi sangat mencintainya, namun suaminya tidak menyukai wanita cerewet. Jadi Elina cukup bertanya satu atau dua kali setelahnya Elina tidak berani.Pernah dulu Elina bertanya berkali-kali bahkan ketika ngidam sangatlah cerewet membuat Aldi geram. Akhirnya Aldi membentaknya sampai ia terkejut. Sejak kejadian itu suaminya hilang bagai di telan bumi tidak pulang ke rumah selama dua hari.
Suara deru nafas Surya seakan menjadi ancaman besar untuk Tamara. Suaminya menatap dirinya dengan sangat tajam."Sekarang kamu banyak berubah Tamara!" sentak Surya seakan mengenang masa lalu mereka."Maksud kamu apa Mas?? Bukan nya ini yang kamu mau dari aku??"Surya seketika terdiam. Bukan perubahan ini yang ia mau dari istrinya. Tapi perubahan yang jauh lebih baik."Aku sekarang Nyonya Besar di rumah ini. Aku tidak ingin diinjak-injak.""Dengan kamu bersikap seperti ini aku benar-benar kecewa sama kamu Tamara.""Aku tahu. Kamu nyalahin aku seperti ini karena mau belain menantu kesayangan kamu yang dari kalangan menengah itu kan??" Tamara sengaja memancing amarah suam
Di sinilah sekarang Elina duduk menunggu seseorang di salah satu cafe terdekat dari kediaman keluarga Maheswara."Maaf ya, saya telat." Seorang wanita dengan memakai jas dokter tersenyum tampak tidak enak karena terlambat hanya beberapa menit."Iya, saya juga baru datang." Elina membalas senyuman dokter wanita di depannya."Sebenarnya ada apa, Mbak?" tanya Shanika langsung. Dirinya juga penasaran, Elina tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu."Saya boleh bertanya?" Suara Elina dengan intonasi rendah.Shanika mengangguk setuju. Apapun yang akan ditanyakan Elina. Ia akan menjawabnya langsung."Saya hanya meminta kejujuran Dokter Shanika," kata Elina berubah serius. Bahka
Derap langkah kedua kaki Naufal mendekati wanita hamil yang sedang memasak di dapur, dengan memakai celemek mampu menyihir penglihatan Naufal. Elina bertambah cantik sekian kali lipat ketika mengandung. "Hai." Sentuhan telapak tangan Naufal di bahunya membuat Elina menjerit terkejut. Elina menyingkirkan tangan besar Naufal dan sedikit menggeserkan diri. Pria itu menggeram. "Kamu kaget??" tanyanya. "Tidak. Tapi kurang sopan ngobrol berdua maupun saling bersentuhan." Elina menjelaskan dengan sopan. Sedangkan Naufal merasa tersinggung dengan penolakan Elina. Untuk pertama kalinya, dirinya ditolak seorang wanita. Apalagi ini Elina, wanita biasa dan tidak sebanding dengannya. Semua wanita selalu Naufal berhasil taklukan. Bahkan mereka dengan senang hati menyerahkan semuanya untuknya. Namun
Elina berjalan mondar-mandir di depan pintu kamarnya, “Apa aku harus cerita sama mas Aldi tentang kelakukan Naufal? Bukan aku saja yang resah di sini, tetapi para maid muda juga.” Elina tidak habis pikir dengan masalah yang berdatangan di hidupnya. Mertua dan kedua adik ipar nya tidak menyukainya. Sekarang suami dari Keyra selalu mengganggunya. Entahlah masalah apalagi yang akan datang. Semoga saja bukan masalah dari suami Naila. Mendengar suara pintu yang akan dibuka, Elina menyingkir dari depan pintu. Pasti itu suaminya yang telah pulang bekerja. “Kenapa?” tanya Aldi langsung karena melihat wajah istrinya yang tampak muram tidak seperti biasanya. Setiap pulang kerja pasti istri cantiknya akan menyambutnya dengan senyum termanisnya. “Tidak ada Mas.” Elina meraih dasi yang suaminya pakai, terlihat sedikit
"Mas...." Elina tidak hentinya memanggil suaminya dari balik pintu yang terkunci. Tidak ada sahutan dari kamar mereka. Hanya suara keheningan dan isak tangis Elina."Itu semua salah paham Mas. Aku tidak pernah ada hubungan dengan Naufal. Kemarin dia mencoba mengajakku berbicara di dapur. Tapi aku menolak Mas. Percayalah Mas!!""Mas percaya kan sama aku??" Isakan Elina semakin mengeras ketika tidak ada sahutan dari suaminya terdengar sedikitpun.Elina memegang perutnya yang terasa keram. Mungkin karena dia banyak pikiran dan stress. Kenapa hidupnya semenyakitkan ini?? Elina hanya mau mempertahankan rumah tangganya. Apa salah dirinya ingin menikah dengan suaminya dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil mereka kelak.
Semua orang menatap aneh ke arah Aldi yang tengah melamun. Tidak biasanya Aldi kurang berkonsentrasi ketika mereka sedang rapat seperti sekarang ini."Pak Aldinata!" panggil sekretaris Aldi merasa canggung dengan semua klien."Ah, ada apa Priska??" tanya Aldi mengusap wajahnya kasar dan beralih melihat semua berkas yang sekretarisnya sodorkan di depannya.Aldi langsung membacanya dan memahaminya. Setelah benar-benar mengetahui isi dalam map tersebut. Aldi langsung menandatanganinya."Bapak sakit?" tanya Priska. Karena kalau sampai atasnya mengulang kesalahan yang sama seperti tadi. Maka klien akan menganggap perusahaan tidak serius bekerja sama."Tidak Priska," jawab Aldi langsung. Dan beralih mengedarkan Pandangannya menunduk, minta maaf kepada semua klien yang kurang nyaman dengan rapat kali ini."Begini pak Aldinata. Pembangunan hotel terpaksa dihentikan,