Elina mengusap bergantian kepala suami dan perut buncitnya dengan sayang. Sedangkan Aldi tengah memejamkan matanya menikmati usapan lembut istrinya.
Kalau boleh Aldi jujur. Jari-jemari Elina sangatlah halus dan cocok bersanding dengan kulitnya yang keras dan kasar.
"Kepalanya sudah tidak sakit Mas??" Elina memberanikan diri bertanya kepada sang suami.
Walaupun Aldi sangat mencintainya, namun suaminya tidak menyukai wanita cerewet. Jadi Elina cukup bertanya satu atau dua kali setelahnya Elina tidak berani.
Pernah dulu Elina bertanya berkali-kali bahkan ketika ngidam sangatlah cerewet membuat Aldi geram. Akhirnya Aldi membentaknya sampai ia terkejut. Sejak kejadian itu suaminya hilang bagai di telan bumi tidak pulang ke rumah selama dua hari.
Sebenarnya Elina ingin sekali marah dan protes. Namun apalah daya dirinya yang tengah mengandung tidak ingin membebankan pikirannya dengan semua masalah dan nantinya akan berakhir membahayakan anak mereka.
"Kamu masih takut sama aku??" Aldi mendongak menatap manik mata istrinya.
Elina menggelengkan kepalanya. Bohong kalau dirinya tidak trauma dengan bentakan suaminya beberapa bulan yang lalu.
"Sekali lagi mas minta maaf, ya. Ketika kamu ngidam Mas pergi meninggalkan kamu sendiri dengan segala keegoisan Mas."
Waktu itu ingin sekali Elina menangis. Tidak ada yang peduli padanya. Hanya cacian dan makian yang ia dengar setiap saat.
Mama mertuanya menyalahkan dirinya. Gara-gara dirinya anak kesayangannya banyak pikiran dan marah-marah ke semua orang.
Elina ingin menelpon orang tuanya. Tapi ia urungkan karena ia tidak mungkin menceritakan semuanya pada keluarganya. Apalagi ayahnya yang tidak pernah menyetujui pernikahan mereka dari awal.
Untung ada bibi Minah yang selalu mengunjungi kamarnya, mengantarkan makanan dengan penuh perhatian dan kasih sayang. Coba kalau bibi Minah tidak memaksanya untuk makan, pasti dirinya telah mati kelaparan di dalam kamar.
"Kamu menyesal menikah dengan Mas??" tanya Aldi dengan suara khasnya.
"Aku tidak pernah menyesal menikah sama kamu Mas. Bahkan aku sangat bahagia bisa merasakan hidup satu atap dengan orang yang aku cinta." Elina berbohong.
"Sini peluk!!" Aldi merentangkan tangannya. Elina dengan senang hati masuk ke dalam dekapan suaminya yang selalu membuatnya nyaman.
Hanya kamu Mas alasan aku tetap berada di rumah ini, batin Elina mengeratkan pelukannya di dada bidang suaminya.
Aldi menggeser dirinya ke tengah ranjang agar istrinya bisa ikut tertidur sambil memeluknya.
"Mas percaya kamu bisa meluluhkan semua orang di dalam rumah ini."
"Insyaallah Mas. Semoga Mama dan kedua adik Mas bisa menerima aku suatu saat nanti."
"Iya sayang pasti."
Ingin sekali Elina berbincang-bincang dengan bebas seperti dulu ketika mereka pacaran. Sekarang keadaannya sangatlah berbeda. Suaminya jadi lebih gampang marah dan juga menyalahkan dirinya.
Mungkin kerjaan di kantor membuat Aldi kelelahan dan melampiaskan padanya. Elina harus mengerti dengan keadaan suaminya.
Hal utama yang membuat Elina dulu untuk pertama kalinya berani menentang keputusan ayahnya, adalah karena Aldinata Maheswara selalu meyakini dirinya dengan semua kata-kata manis keluar dari bibirnya.
Elina sampai sekarang selalu merasa bersalah karena menentang perkataan ayahnya, yang tidak merestui hubungan mereka karena keluarga tidak sederajat.
Ternyata ini alasan ayahnya tidak menyetujuinya menjadi salah satu anggota keluarga Maheswara.
"Tidur sayang! Jangan banyak pikiran! Nanti dedek kenapa-kenapa di dalam."
Elina memejamkan matanya dan tertidur di pelukan suaminya. Biarlah takdir berjalan sebagaimana mestinya.
***
"Dokter Shanika jangan nikah dulu. Tunggu dudanya kak Aldi. Bentar lagi."
Shanika tidak salah dengar?? Yang dikatakan Naila itu serius atau hanya candaan semata.
"Benar yang dikatakan Naila. Kamu yang sabar. Tante tahu kamu masih mencintai Aldi kan??"
Kenapa sekarang dirinya merasa terpojokkan?? Ingat Shanika pria yang kamu sukai telah memiliki istri bahkan sekarang istrinya tengah mengandung. Kamu mau menjadi perusak rumah tangga mereka dan bagaimana nasib bayi yang ada di kandungan sang istri?? Pasti nantinya akan menjadi anak broken home, batin Shanika berpikir dengan cerdas.
"Tante hanya setuju kalau Aldi menikah sama kamu. Bukan sama Elina."
"Sudah Takdir Tante. Aldi juga sekarang tengah berbahagia sebentar lagi akan punya anak. Bukannya Tante senang keturunan keluarga Maheswara akan segera lahir??"
"Tante hanya ingin keturunan pertama Aldi terlahir dari rahim kamu. Bukan rahim Elina."
"Maksud Tante bagaimana, ya??" Sebenarnya dari tadi Shanika belum sepenuhnya mengerti akar dari semua pembicaraan mereka.
"Maksud Mama itu. Dokter Shanika direstui menikah sama kak Aldi." Keyra angkat bicara menjelaskan, karena merasa gemas dengan Shanika yang dari tadi tidak mengerti akar pembicaraan mereka.
"Tapi kan Aldi sudah memiliki istri. Saya tidak ingin menjadi pelakor," tolak Shanika dengan tegas. Biar Bagaimanapun dirinya adalah perempuan terhormat juga dari kalangan atas.
"Tenang saja! Kamu tinggal tunggu tanggal mainnya," ucap Tamara.
"Dokter Shanika tahu. Kak Aldi itu sebenarnya tidak cinta sama Elina. Kalau memang cinta kenapa pas Elina ngidam, kak Aldi marah-marah karena Elina cerewet dan hilang dari rumah tidak pulang selama dua hari."
Shanika terkejut mendengarnya. Bukannya Aldi sangat mencintai istrinya?? Atau Aldi tertekan menikah dengan Elina??
"Dokter Shanika mengikhlaskan kak Aldi sama Elina karena kakak pikir kak Aldi bahagia nikah sama Elina kan. Itu salah besar."
Memang benar fakta yang dijabarkan oleh Keyra. Ia sendiri yang menceritakan semuanya.
"Mama curiga Key! Nai! Wanita itu bermain dukun. Dulu pas pacaran kakak kalian bucin sama wanita itu. Tapi sekarang huh...."
"Yang dikatakan Mama ada benernya juga. Sampai dulu kak Aldi mengancam untuk keluar dari keluarga Maheswara. Hanya karena wanita itu," seru Naila menggebu-gebu.
Sedangkan dari arah dapur. Seorang wanita paruh baya menguping semua pembicaraan mereka.
Apa dengan menjelekkan Elina mereka semua akan selalu bahagia?? Apa keluarga Maheswara hobinya menjatuhkan anggota keluarganya sendiri.
walaupun Elina adalah orang luar dan sekarang menjadi istri tuan muda di rumah ini. Tetap Elina adalah anggota keluarga Maheswara. Bukan orang lain bahkan penyusup yang akan selalu tertindas.
"Kasihan ya Non Elina. Kalau aku yang jadi non Elina pasti tidak akan kuat bertahan di rumah ini." Salah satu maid muda bersuara.
"Benar katamu. Walaupun rumah ini seperti istana. Tapi kalau isinya jelmaan siluman semua. Aku memilih mundur."
"Apalagi sekarang Non Elina tengah mengandung. Semoga kandungannya selalu dijaga oleh sang kuasa." Bibik Minah berdo'a untuk majikannya yang malang.
"Amiin Bi. Pasti suatu hari nanti mereka akan sangat menyesal telah memperlakukan non Elina seperti ini."
"Aku akan paling bahagia kalau mereka semua nyesel dan minta maaf sama Non Elina besok."
Semua pembicaraan mereka tidak luput dari pendengaran dan perhatian dari tuan besar yang telah tiba sejak sejam yang lalu. Tapi mereka semua tidak menyadarinya.
"Apa sopan menjelekkan majikan di belakang!!" suara serak nan basah itu terdengar nyaring membuat seisi rumah tertuju ke suara yang sangat mereka kenali.
"Tuan Besar!"
"Papa!" Kebiasaan dari Keyra dan Naila adalah menyambut kepulangan papanya dengan sangat gembira.
Namun kebahagiaan mereka seakan musnah ketika melihat tatapan tajam dari papanya. Tuan besar mengangkat tangan kanannya tanda tidak ingin disentuh oleh siapapun. Mereka semua dalam bahaya.
Suara deru nafas Surya seakan menjadi ancaman besar untuk Tamara. Suaminya menatap dirinya dengan sangat tajam."Sekarang kamu banyak berubah Tamara!" sentak Surya seakan mengenang masa lalu mereka."Maksud kamu apa Mas?? Bukan nya ini yang kamu mau dari aku??"Surya seketika terdiam. Bukan perubahan ini yang ia mau dari istrinya. Tapi perubahan yang jauh lebih baik."Aku sekarang Nyonya Besar di rumah ini. Aku tidak ingin diinjak-injak.""Dengan kamu bersikap seperti ini aku benar-benar kecewa sama kamu Tamara.""Aku tahu. Kamu nyalahin aku seperti ini karena mau belain menantu kesayangan kamu yang dari kalangan menengah itu kan??" Tamara sengaja memancing amarah suam
Di sinilah sekarang Elina duduk menunggu seseorang di salah satu cafe terdekat dari kediaman keluarga Maheswara."Maaf ya, saya telat." Seorang wanita dengan memakai jas dokter tersenyum tampak tidak enak karena terlambat hanya beberapa menit."Iya, saya juga baru datang." Elina membalas senyuman dokter wanita di depannya."Sebenarnya ada apa, Mbak?" tanya Shanika langsung. Dirinya juga penasaran, Elina tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu."Saya boleh bertanya?" Suara Elina dengan intonasi rendah.Shanika mengangguk setuju. Apapun yang akan ditanyakan Elina. Ia akan menjawabnya langsung."Saya hanya meminta kejujuran Dokter Shanika," kata Elina berubah serius. Bahka
Derap langkah kedua kaki Naufal mendekati wanita hamil yang sedang memasak di dapur, dengan memakai celemek mampu menyihir penglihatan Naufal. Elina bertambah cantik sekian kali lipat ketika mengandung. "Hai." Sentuhan telapak tangan Naufal di bahunya membuat Elina menjerit terkejut. Elina menyingkirkan tangan besar Naufal dan sedikit menggeserkan diri. Pria itu menggeram. "Kamu kaget??" tanyanya. "Tidak. Tapi kurang sopan ngobrol berdua maupun saling bersentuhan." Elina menjelaskan dengan sopan. Sedangkan Naufal merasa tersinggung dengan penolakan Elina. Untuk pertama kalinya, dirinya ditolak seorang wanita. Apalagi ini Elina, wanita biasa dan tidak sebanding dengannya. Semua wanita selalu Naufal berhasil taklukan. Bahkan mereka dengan senang hati menyerahkan semuanya untuknya. Namun
Elina berjalan mondar-mandir di depan pintu kamarnya, “Apa aku harus cerita sama mas Aldi tentang kelakukan Naufal? Bukan aku saja yang resah di sini, tetapi para maid muda juga.” Elina tidak habis pikir dengan masalah yang berdatangan di hidupnya. Mertua dan kedua adik ipar nya tidak menyukainya. Sekarang suami dari Keyra selalu mengganggunya. Entahlah masalah apalagi yang akan datang. Semoga saja bukan masalah dari suami Naila. Mendengar suara pintu yang akan dibuka, Elina menyingkir dari depan pintu. Pasti itu suaminya yang telah pulang bekerja. “Kenapa?” tanya Aldi langsung karena melihat wajah istrinya yang tampak muram tidak seperti biasanya. Setiap pulang kerja pasti istri cantiknya akan menyambutnya dengan senyum termanisnya. “Tidak ada Mas.” Elina meraih dasi yang suaminya pakai, terlihat sedikit
"Mas...." Elina tidak hentinya memanggil suaminya dari balik pintu yang terkunci. Tidak ada sahutan dari kamar mereka. Hanya suara keheningan dan isak tangis Elina."Itu semua salah paham Mas. Aku tidak pernah ada hubungan dengan Naufal. Kemarin dia mencoba mengajakku berbicara di dapur. Tapi aku menolak Mas. Percayalah Mas!!""Mas percaya kan sama aku??" Isakan Elina semakin mengeras ketika tidak ada sahutan dari suaminya terdengar sedikitpun.Elina memegang perutnya yang terasa keram. Mungkin karena dia banyak pikiran dan stress. Kenapa hidupnya semenyakitkan ini?? Elina hanya mau mempertahankan rumah tangganya. Apa salah dirinya ingin menikah dengan suaminya dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil mereka kelak.
Semua orang menatap aneh ke arah Aldi yang tengah melamun. Tidak biasanya Aldi kurang berkonsentrasi ketika mereka sedang rapat seperti sekarang ini."Pak Aldinata!" panggil sekretaris Aldi merasa canggung dengan semua klien."Ah, ada apa Priska??" tanya Aldi mengusap wajahnya kasar dan beralih melihat semua berkas yang sekretarisnya sodorkan di depannya.Aldi langsung membacanya dan memahaminya. Setelah benar-benar mengetahui isi dalam map tersebut. Aldi langsung menandatanganinya."Bapak sakit?" tanya Priska. Karena kalau sampai atasnya mengulang kesalahan yang sama seperti tadi. Maka klien akan menganggap perusahaan tidak serius bekerja sama."Tidak Priska," jawab Aldi langsung. Dan beralih mengedarkan Pandangannya menunduk, minta maaf kepada semua klien yang kurang nyaman dengan rapat kali ini."Begini pak Aldinata. Pembangunan hotel terpaksa dihentikan,
Bola mata Elina bergerak pelan sebelum akhirnya terbuka dengan pandangan sedikit mengabur.Elina, menatap sekeliling kamar yang kosong tanpa penghuni. Ruangan yang didominasi dengan warna putih yang Elina yakini dia tengah berada di rumah sakit.Ingatan Elina memutar tepat pada saat taksi yang ditumpangi dihantam oleh truk yang melaju kencang ke arah taksi, sehingga taksi tidak seimbang dan berakhir dengan menabrak pohon besar."Sayang... Kamu sudah bangun?"Sebuah Suara bernada senang dan lega terdengar di indra pendengaran Elina, membuat wanita itu segera mengalihkan perhatiannya ke sumber suara dan menemukan sosok pria yang tidak ingin ditemui.
Karma bergerak ke dua arah. Jika kita bertindak bijak, benih yang kita tanam akan menghasilkan kebahagiaan. Jika kita bertindak tidak bijak, hasilnya penderitaan.Semua yang dilakukan Tamara mungkin akan selalu membuatnya puas dengan kejahatannya. Namun ia tidak sadar, bahwa apa yang ia lakukan akan berpengaruh dalam kehidupan kedua putrinya."Mas," desah Naila sudah lemas dengan perlakuan suaminya. Tubuhnya remuk karena suaminya tiada hentinya menggagahinya dari tadi malam."Dasar lemah. Aku baru lima ronde. Bagaimana kamu akan mengandung kalau kamu saja seperti ini. Dasar istri tidak berguna.""Tapi Mas. Aku capek. Kamu tidak memberikan aku jeda maupun istirahat."
Elina tersenyum melihat kebersamaan mereka yang tengah bermain basket berempat. Terlihat Liam dan Liana merebut bola basket dari Aldi dan juga Andre yang tengah senang menggoda mereka yang masih pendek.Liam mengambil bola basket tersebut dan melemparnya dengan gaya memukau. Berhasil! Masuk dengan sempurna membuat mereka bersorak ria. Aldi menggendong Liana, sedangkan andre menggendong Liam yang dengan wajah membanggakan dirinya dan bertepuk tangan.Elina sampai meneteskan air matanya karena terharu. Akhirnya kehidupannya bisa ia rasakan sampai detik ini juga. Setelah badai begitu dahsyatmemporak-porandakan hidupnya.Tuhan memiliki rencana yang sangat indah, untuk kehidupan Elina. Elina selalu percaya, sk
Setelah acara pemakaman selesai, mereka semua sekarang berkumpul di kediaman dokter Andre. Memakai pakaian serba hitam dan duduk di sofa ruang keluarga.“Elina! Saya selaku kedua orang tua almarhum, ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada, Nak Elina. Atas kelakukan almarhum yang telah membuat Nak Elina hampir depresi karena trauma.”Elina mengusap kepala Liana, yang berada di pangkuannya, tersenyum dan mengangguk, “Saya sudah memaafkannya, sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan saya berhutang budi kepada almarhum, karena telah menyelamatkan putri saya.”“Maafin, Nana!” lirih Liana menatap mereka semua dengan wajah polos dan sendunya.Mereka semua menghela nafas. Ini
“Bagaimana keadaan Naufal, Dokter Andre?” tanya Keyra langsung menghampiri Andre yang sudah keluar dari ruangan.Keyra tidak sabar menunggu kabar dari Andre. Jantungnya berdetak dengan cepat. Keyra khawatir dan juga takut. Dalam lubuk hatinya, masih tersimpan rasa cinta untuk Naufal walaupun hanya secuil.Andre menghela nafas pelan, membuat semua orang yang ada di sana was-was. Tidak biasanya Andre berbelit-belit seperti ini ketika menjelaskan sesuatu. Apalagi ini soal keadaan seseorang.“Naufal gak apa-apa kan, Dok?!” bentak Keyra menggoyang tangan Andre dengan keras. Ia tahu ini sangat lancang, namun Keyra merasakan perasaan yang tidak enak.“Saya sudah berusaha semaksimal mungk
"Masukkan ke dalam mobil!” perintah Shanika memperhatikan ke sekelilingnya, Shanika tahu mereka akan segera tertangkap karena melawan orang-orang yang berkuasa.Liana dimasukkan ke dalam mobil, namun dalam keadaan mulut disumpal dengan lakban dan tidak diikat seperti beberapa jam yang lalu.“Nana ngak mau ke luar negeri. Jangan paksa Nana. Bunda! Tolongin Nana!"Liana tidak ingin pergi jauh dari bundanya. Liana tidak bisa membayangkan nasibnya, apabila Shanika membawanya pergi sangat jauh dari negaranya.Liana telah masuk ke dalam mobil. Dijaga oleh dua anak buah Shanika. Mereka berbicara sebuah rencana selanjutnya. Apabila mereka gagal, maka mereka akan menga
Liana menggelengkan kepalanya, ketika dua preman dengan tubuh kekar dan brewok yang terlihat sangat menyeramkan, menyuapinya roti untuknya. Liana yang diikat di kursi dengan tubuh mungilnya bergetar sedari tadi ketakutan.“Nana mau ketemu bunda. Nana mau pulang, Paman.”“Kamu tidak akan pernah pulang selamanya,” jawab mereka. Liana kembali menggelengkan kepalanya karena tidak ingin mendengar perkataan kedua pria menyeramkan itu.Liana, beberapa jam yang lalu , bangun dari pingsannya ternyata telah terikat di sebuah kursi. Liana ingin menangis, namun bundanya selalu berkata, jangan pernah takut. Hal itu akan membuat mereka semakin menindas kita. Liana masih mengingat pesan bundanya itu.
Liana mengelilingi halaman rumahnya sendiri, dengan mengayuh sepeda. Ia tersenyum sembari menaruh boneka sapi berukuran sedang di ranjang sepeda sebagai temannya bermain.Kakaknya sedang belajar di dalam kamarnya, untuk persiapan olimpiade antar sekolah. Kedua anak laki-laki seperti Liam dan Devan mengambil mata pelajaran matematika dalam satu kelompok, yang sudah disaring dan dipilih.“Nana main sama Vivi, saja.” Nama boneka sapi berwarna pink dan putih itu adalah Vivi.Liana mengayuh sepedanya dekat dengan gerbang. Liana menatap aneh ke arah seorang wanita yang membelakanginya berada di luar gerbang. Penjagaan di rumah Andre, tidak seketat seperti dimension Syahreza. Bahkan satpamnya, entah pergi kemana.“Bunda!” Liana memanggil wanita itu
Berlin, Jerman, 2013Setelah dokter memberikan kabar baik kepada Elina, wanita hamil itu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan bahagianya sekarang. Ia bersandar di sofa sambil menonton acara televisi dengan menikmati secangkir kopi.“Huek!” elina segera berlari ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Dengan wajah pucat dan perut yang bergejolak, Elina memuntahkan cairan kental dan bening. Kepalanya kembali pusing seperti pertama kali dirinya muntah karena kehamilannya.Elina membasuh wajahnya dengan air dan menatap dirinya di cermin. Entah angin apa, Elina terisak merasakan sakit di dadanya. Elina menghapus air matanya sembari mengingat kembali kebersamaanya dengan mantan suami.Elina harus m
Tok! Tok! Shanika dengan malas mengetuk pintu kamar Elina beberapa kali. Kalau tidak disuruh oleh suaminya. Shanika tidak akan sudi melakukannya. "Elina! Kau belum juga bangun?! Istri macam apa, belum bangun sampai jam segini," cibir Shanika di depan pintu kamar Elina. "Kenapa Sayang?" tanya Aldi menghampiri Shanika yang terlihat kesal dan cemberut. Shanika menoleh, "Ini loh, Mas. Elina belum juga mau bangun." Aldi kembali mengetuk pintu kamar Elina. Jauh lebih keras. Bahkan banyak pasang mata yang melihatnya, karena mendengar gedoran terdengar nyaring. "Kasihan ya, No
Elina memandang bangunan di depannya dengan wajah tegar dan tatapan sendu. Ia mengeratkan pegangannya di koper yang tengah ia bawa. Keputusannya sudah bulat. Walaupun hatinya bagai tertusuk ribuan duri, entah kalau bisa dijabarkan, mungkin sekarang hatinya tengah berdarah dan sakit.“Elina,” panggil Surya kepada Elina, yang sudah berada di dalam mobil menunggu Elina.Elina menoleh dan terisak. Dadanya sesak. Air mata menetes dari pelupuk matanya tiada henti. Surya mengerti akan posisi menantunya sekarang. Tangannya terkepal. Ia berjanji tidak akan merestui kembali hubungan Elina dengan Aldi esok apabila Aldi telah menyesali perbuatannya dan ingin rujuk kembali.Elina mencoba menguatkan diri dan menghapus air matanya sampai bersih. Ia kembali berbalik melihat kedi