Di sinilah sekarang Elina duduk menunggu seseorang di salah satu cafe terdekat dari kediaman keluarga Maheswara.
"Maaf ya, saya telat." Seorang wanita dengan memakai jas dokter tersenyum tampak tidak enak karena terlambat hanya beberapa menit.
"Iya, saya juga baru datang." Elina membalas senyuman dokter wanita di depannya.
"Sebenarnya ada apa, Mbak?" tanya Shanika langsung. Dirinya juga penasaran, Elina tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu.
"Saya boleh bertanya?" Suara Elina dengan intonasi rendah.
Shanika mengangguk setuju. Apapun yang akan ditanyakan Elina. Ia akan menjawabnya langsung.
"Saya hanya meminta kejujuran Dokter Shanika," kata Elina berubah serius. Bahkan Shanika sempat terperangah dengan perkataan Elina.
Shanika baru mengetahui fakta mengejutkan dari menantu Maheswara. Ternyata Elina tidak selembut yang ia pikirkan dan rumor yang beredar.
"Kejujuran bagaimana maksudnya Mbak?" tanya Shanika hati-hati.
"Kamu menghadiri pesta dua hari yang lalu dan bersanding dengan suami saya?"
Deg!
Nafas Shanika tercekat. Bagaimana Elina tidak marah, ternyata dia sudah mengetahui rahasia itu. Bagaimana Shanika akan mengelak lagi. Semuanya benar.
"Kalian mengadakan pertemuan keluarga besar."
"Bukan seperti itu, Mbak." Shanika menggigit bibir bawahnya bergetar ketakutan karena kepergok kencan dengan suami orang lain. Kalau berita ini diketahui oleh media. Pasti reputasinya akan tercemar.
"Saya di sini tidak menyalahkan siapapun. Tapi tolonglah! Jangan menjadi bumerang dalam rumah tangga kami. Saya tengah mengandung. Kita sama seorang wanita."
Seakan tertampar dengan perkataan Elina. Shanika tidak berani menatap langsung manik mata Elina. Ia mengeratkan tangannya di jas kedokterannya. Bibirnya bergetar.
"Maafkan saya Mbak. Saya tidak bermaksud menjadi orang ketiga dalam hubungan Mbak."
"Kemarin, saya dan keluarga menghadiri acara pesta perusahaan Corel. Karena keluarga kami bersahabat. Akhirnya keluarga menyuruh kami berdua mengobrol. Saya dan Aldi tidak memiliki hubungan apapun."
"Saya mengetahuinya. Tapi sebelum itu semua terjadi. Saya peringatkan sejak awal."
"Terima kasih Mbak."
"Urusan saya telah selesai. Saya pamit dokter Shanika."
"Hati-hati Mbak."
Setelah selesai mengobrol. Elina memilih untuk berpamitan, meninggalkan Shanika yang masih terdiam mencerna segala ucapan Elina barusan.
"Aku sebenarnya sayang sama Aldi. Jujur sampai sekarang aku belum melupakan cinta pertama ku."
Shanika selalu berusaha melupakan semua kenangan mereka. Tapi ketika Shanika mulai berhasil melupakan Aldi. Tamara selalu berusaha untuk mendekatkannya dengan anaknya. Dan berjanji akan membantunya untuk memisahkan Aldi dengan istrinya.
Awalnya Shanika menolak. Karena ia tidak ingin menjadi pelakor dalam hubungan rumah tangga Aldi. Namun entah kenapa hatinya tidak searah untuk melupakan Aldi dan selalu memaksanya untuk memperjuangkan Aldi sampai Aldi menjadi miliknya.
Bolehkah Shanika egois sekarang? Shanika yang berhak untuk memiliki Aldi. Sedangkan Elina baru datang di kehidupan Aldi dan merusak semua rencananya.
****
"Kamu dari mana??" tanya Tamara dengan suara menginterogasi Elina.
"Menghabis uang kak Aldi, Ma. Kan cita-cita nya menjadi istri dari konglomerat nomor satu telah terwujud," sahut Naila berjalan mendekati mereka bersama dengan Keyra adiknya.
"Kamu memang istri tidak tahu malu. Suami lelah bekerja, kamu kerajaanya berfoya-foya dengan teman-temanmu."
"Saya tidak pernah berfoya-foya. Walaupun saya menghabiskan uang. Itu murni nafkah dari suami saya. Bukan uang kalian."
Habis sudah kesabaran Elina. Ia tidak suka difitnah. Dirinya tidak pernah melakukannya.
"Waw, babu kita sudah berani melawan Ma." Keyra menunjuk wajah Elina dengan jari mungilnya.
Elina tidak memperdulikan semua komentar mereka. Wanita hamil itu berlalu meninggalkan mereka semua yang tengah mengoceh dan sibuk dengan hujatan yang dilontarkan padanya.
"Lihatlah! wanita kampungan itu semakin menjadi-jadi. Seakan menjadi nyonya besar di sini." Naila menatap berang punggung Elina yang sudah hilang di balik pintu.
"Tunggu waktunya tiba. Wanita itu akan kita singkirkan dari rumah ini. Menikmati masa-masa terindahnya terlebih dahulu. Besok akan menjadi kenangan."
***
Shaka menabrak bahu Naufal yang tengah memainkan game di komputer. Selain keturunan konglomerat, mereka juga seorang youtuber games.
"Lo gak bosen sama Naila?" Shaka bertanya serius, "Apalagi Naila sampai sekarang belum mengandung."
"Lo bosen. Gue juga bosen. Jangan-jangan mereka berdua mandul. Dua tahun kita telah menikah. Bahkan hasilnya tidak ada sama sekali."
Sebenarnya kedua keluarga besar mereka tengah melakukan aksi protes. Karena sampai sekarang kedua keluarga tersebut belum memiliki keturunan dari mereka berdua.
"Kalau mereka berdua sampai tidak hamil dalam jangka waktu lima bulan kedepan. Gue mau bercerai." Shaka mengambil keputusan final. Sampai kapan ia akan menunggu kehadiran seorang anak dalam rahim istrinya.
"Gue setuju dengan keputusan lo." Akhirnya Naufal juga akan mengambil jalan pintas dengan bercerai juga.
Derap langkah kedua kaki Naufal mendekati wanita hamil yang sedang memasak di dapur, dengan memakai celemek mampu menyihir penglihatan Naufal. Elina bertambah cantik sekian kali lipat ketika mengandung. "Hai." Sentuhan telapak tangan Naufal di bahunya membuat Elina menjerit terkejut. Elina menyingkirkan tangan besar Naufal dan sedikit menggeserkan diri. Pria itu menggeram. "Kamu kaget??" tanyanya. "Tidak. Tapi kurang sopan ngobrol berdua maupun saling bersentuhan." Elina menjelaskan dengan sopan. Sedangkan Naufal merasa tersinggung dengan penolakan Elina. Untuk pertama kalinya, dirinya ditolak seorang wanita. Apalagi ini Elina, wanita biasa dan tidak sebanding dengannya. Semua wanita selalu Naufal berhasil taklukan. Bahkan mereka dengan senang hati menyerahkan semuanya untuknya. Namun
Elina berjalan mondar-mandir di depan pintu kamarnya, “Apa aku harus cerita sama mas Aldi tentang kelakukan Naufal? Bukan aku saja yang resah di sini, tetapi para maid muda juga.” Elina tidak habis pikir dengan masalah yang berdatangan di hidupnya. Mertua dan kedua adik ipar nya tidak menyukainya. Sekarang suami dari Keyra selalu mengganggunya. Entahlah masalah apalagi yang akan datang. Semoga saja bukan masalah dari suami Naila. Mendengar suara pintu yang akan dibuka, Elina menyingkir dari depan pintu. Pasti itu suaminya yang telah pulang bekerja. “Kenapa?” tanya Aldi langsung karena melihat wajah istrinya yang tampak muram tidak seperti biasanya. Setiap pulang kerja pasti istri cantiknya akan menyambutnya dengan senyum termanisnya. “Tidak ada Mas.” Elina meraih dasi yang suaminya pakai, terlihat sedikit
"Mas...." Elina tidak hentinya memanggil suaminya dari balik pintu yang terkunci. Tidak ada sahutan dari kamar mereka. Hanya suara keheningan dan isak tangis Elina."Itu semua salah paham Mas. Aku tidak pernah ada hubungan dengan Naufal. Kemarin dia mencoba mengajakku berbicara di dapur. Tapi aku menolak Mas. Percayalah Mas!!""Mas percaya kan sama aku??" Isakan Elina semakin mengeras ketika tidak ada sahutan dari suaminya terdengar sedikitpun.Elina memegang perutnya yang terasa keram. Mungkin karena dia banyak pikiran dan stress. Kenapa hidupnya semenyakitkan ini?? Elina hanya mau mempertahankan rumah tangganya. Apa salah dirinya ingin menikah dengan suaminya dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil mereka kelak.
Semua orang menatap aneh ke arah Aldi yang tengah melamun. Tidak biasanya Aldi kurang berkonsentrasi ketika mereka sedang rapat seperti sekarang ini."Pak Aldinata!" panggil sekretaris Aldi merasa canggung dengan semua klien."Ah, ada apa Priska??" tanya Aldi mengusap wajahnya kasar dan beralih melihat semua berkas yang sekretarisnya sodorkan di depannya.Aldi langsung membacanya dan memahaminya. Setelah benar-benar mengetahui isi dalam map tersebut. Aldi langsung menandatanganinya."Bapak sakit?" tanya Priska. Karena kalau sampai atasnya mengulang kesalahan yang sama seperti tadi. Maka klien akan menganggap perusahaan tidak serius bekerja sama."Tidak Priska," jawab Aldi langsung. Dan beralih mengedarkan Pandangannya menunduk, minta maaf kepada semua klien yang kurang nyaman dengan rapat kali ini."Begini pak Aldinata. Pembangunan hotel terpaksa dihentikan,
Bola mata Elina bergerak pelan sebelum akhirnya terbuka dengan pandangan sedikit mengabur.Elina, menatap sekeliling kamar yang kosong tanpa penghuni. Ruangan yang didominasi dengan warna putih yang Elina yakini dia tengah berada di rumah sakit.Ingatan Elina memutar tepat pada saat taksi yang ditumpangi dihantam oleh truk yang melaju kencang ke arah taksi, sehingga taksi tidak seimbang dan berakhir dengan menabrak pohon besar."Sayang... Kamu sudah bangun?"Sebuah Suara bernada senang dan lega terdengar di indra pendengaran Elina, membuat wanita itu segera mengalihkan perhatiannya ke sumber suara dan menemukan sosok pria yang tidak ingin ditemui.
Karma bergerak ke dua arah. Jika kita bertindak bijak, benih yang kita tanam akan menghasilkan kebahagiaan. Jika kita bertindak tidak bijak, hasilnya penderitaan.Semua yang dilakukan Tamara mungkin akan selalu membuatnya puas dengan kejahatannya. Namun ia tidak sadar, bahwa apa yang ia lakukan akan berpengaruh dalam kehidupan kedua putrinya."Mas," desah Naila sudah lemas dengan perlakuan suaminya. Tubuhnya remuk karena suaminya tiada hentinya menggagahinya dari tadi malam."Dasar lemah. Aku baru lima ronde. Bagaimana kamu akan mengandung kalau kamu saja seperti ini. Dasar istri tidak berguna.""Tapi Mas. Aku capek. Kamu tidak memberikan aku jeda maupun istirahat."
Tamara menyeret paksa tangan putrinya masuk ke kamar mandi. Naila dengan terisak mencoba menutup tubuhnya dengan selimut. Mamanya sekejam ini ternyata."Ma! Kasihan kak Naila. Kak Naila kesulitan berjalan," ujar Keyra mencoba melepaskan tangan Tamara dari kakaknya, bukan terlepas malah ia yang dihempaskan dengan kasar.Naila menangis histeris ketika mamanya dengan tega memaksanya duduk di bawah shower dan menutup pintu kamar mandi, tidak memperbolehkan Keyra ikut masuk."Mama tidak pernah mengajarkan kamu lemah, diinjak seenaknya orang lain, Naila.""Hiks, Ma. Naila kedinginan."Tamara tidak peduli terus membasuh wajah anaknya dengan cukup kasar dan s
Dua bulan telah berlalu banyak yang telah terjadi, Elina perlahan mengikhlaskan semuanya. Elina mencoba berdamai dengan hidupnya, dengan bantuan suaminya yang perlahan berubah dan bersikap manis padanya.Dan untuk mama mertuanya. Tamara tidak berani mengganggu nya kembali, karena mendapatkan peringatan keras dari ayah mertuanya dan juga suaminya sendiri.Elina menghela nafas, memandang bangunan menjulang tinggi di hadapannya. Elina sekarang berada di depan kantor Maheswara Group mengantarkan makanan untuk suaminya.Wanita itu berjalan sembari menyapa beberapa karyawan yang telah mengetahui siapa dirinya."Nona Elina!" panggil Priska sekertaris Aldi sedikit menunduk menyambut istri atasannya ramah.&nbs