Tamara memasukkan sesuatu ke dalam segelas susu menantunya. Ia tersenyum dan mengambil nampan untuk mengantar susu yang menantunya itu pesan dari sang bibi.
"Nih!" Tamara memberikan nampan tersebut pada bibi.
"Nyonya yang buat untuk Nona Elina??" bibi Minah merasa ada kejanggalan dengan susu yang dibuat oleh nyonya besar.
Tidak biasanya Tamara mau menyentuh peralatan dapur. Bahkan membuat susu untuk menantunya sendiri.
Semua anggota keluarga mengetahui Tamara tidak pernah menyukai kehadiran cucunya sendiri. Semenjak Elina dikabarkan hamil untuk pertama kalinya.
Kemarahan Tamara semakin memuncak ketika kedua putrinya bahkan di dahului berisi oleh orang luar itu.
Sedangkan di dalam kamar, Elina menyisir rambutnya dengan halus di depan cermin, sembari mengusap perut buncitnya yang kini membuat tubuhnya terlihat berisi.
"Mas! Mau berangkat bekerja?" Elina menoleh melihat suaminya yang sedang memakai kemeja sendiri.
Biasanya Elina yang melakukannya, namun Aldi melarang, dengan alasan nanti istrinya kecapean.
"Hem." Suara berat dan dingin menjadi ciri khas suaminya. Elina tidak mempermasalahkan hal itu.
Walaupun Aldi terlihat cuek padanya, sebenarnya suaminya sangatlah perhatian dan menyayangi dirinya selama ini.
Hanya mas Aldi dan ayah dari suaminya yang menganggapnya ada di rumah besar ini. Yang lainnya, bahkan tidak pernah menganggap Elina hidup.
Tok.Tok!
"Pasti bibi." Elina bangun dari tempat duduknya dan membuka pintu kamar.
"Ini Non susunya." Bibi Minah menaruh susu tersebut di atas meja samping tempat ia berdiri.
"Makasih Bi." Elina tersenyum dibalas anggukan oleh sang bibi.
Wanita tua itu langsung berpamitan karena tidak enak berlama-lama seperti biasanya, mengobrol dengan Elina, karena di sana ada tuan mudanya.
"Susu hamil??" tanya Aldi.
"Iya Mas. Untuk pertumbuhan bayi kita." Elina segera ingin meminum susu itu namun bau aneh menyengat menusuk penciumannya.
Elina meneliti susu itu, tidak ada yang aneh. Namun tiba-tiba ia enggan untuk minum susu sekarang dan ingin ke toilet.
"Mau kemana??"
"Toilet Mas. Jagain susu aku ya! Nanti ada lalat yang masuk lagi."
"Hem."
Elina masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Aldi memperhatikan segelas susu di hadapan nya. Seperti biasa, yang ia lakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan istrinya adalah mencicipi apapun yang istrinya minum.
Karena Elina tidak kunjung datang. Aldi langsung mencicipi susu tersebut lumayan banyak dan menaruhnya kembali ke tempat semula.
Tidak ada yang aneh dan terjadi apapun ketika Aldi meminumnya. Namun beberapa menit setelah Elina kembali tiba-tiba Wanita hamil tersebut berteriak.
"Mas!" Elina shock melihat suaminya yang pingsan di depan meja rias.
"Mas Aldi bangun Mas! Kenapa bisa seperti ini, hiks."
Elina segera membuka pintu dan berteriak nyaring memanggil semua anggota keluarga suaminya.
"Tolong! Mas Aldi pingsan!" Teriakan Elina langsung disambut shock dan khawatir semua orang.
****
Plak!
"Kamu apakan anak saya??" Dengan nafas memburu Tamara menampar wajah Elina sampai sudut bibir menantunya mengeluarkan sedikit darah.
Elina meringis merasakan sakit di wajahnya dan sudut bibirnya, akibat tamparan dan dorongan kasar dari mertuanya bahkan kedua adik iparnya.
"Wanita ini mau mencoba meracuni Kakak. Biar harta warisan Kakak jatuh ke tangan dia dan anaknya ini." Naila menunjuk perut buncit Elina dengan cukup kasar.
"Aku tidak pernah mencoba sekalipun menyakiti suamiku sendiri. Kenapa kalian tidak pernah mempercayai aku??" Dengan nafas memburu Elina terpaksa bertanya dengan volume jauh lebih tinggi dari sebelumnya.
Tamara langsung menjambak rambut Elina sampai wanita itu mendongak melihat wajah yang dipenuhi polesan makeup tebal mertuanya.
"Orang miskin seperti kamu. Tidak akan pernah sebanding dengan kita."
Ceklek!
Suara pintu terbuka menampilkan seorang dokter cantik tersenyum menghampiri mereka. Sedangkan Tamara sudah melepaskan jambakannya.
"Bagaimana keadaan Aldi Dokter Shanika??" tanya Tamara dengan raut wajah khawatir.
"Aldi tidak kenapa-kenapa hanya sedikit keracunan minuman. Syukur Aldi hanya meminumnya sedikit. Jadi bisa dibantu dengan obat penyembuh."
Mereka semua bernafas lega mendengar penjelasan dokter cantik di hadapannya ini.
"Aldi telah meminum sesuatu??" Dokter Shanika menuntut sebuah pertanyaan.
Seakan teringat sesuatu. Elina sempat memperhatikan susu yang ia lihat di atas meja riasnya berkurang. Dan suaminya juga pingsan di depan meja rias.
"Sepertinya mas Aldi sudah meminum susu khusus untuk ibu hamil," ungkap Elina menatap dokter Shanika.
Deg!
Jantung Tamara seakan berhenti berdetak. Kalau sampai dokter Shanika memeriksa susu itu. Maka rahasianya akan terbongkar. Tamara akan disalahkan oleh suaminya nanti.
Dengan nafas memburu. Tamara segera menetralkan kembali detak jantungnya dan berusaha rileks. Agar mereka semua tidak curiga termasuk dokter Shanika.
"Susu hamil??" tanya dokter Shanika.
"Saya sempat melihat susu yang ada di meja rias berkurang."
"Kenapa bisa seperti itu? ada yang aneh di sini."
"Dari kecil Aldi tidak menyukai susu. Mungkin anak saya alergi Dok." Tamara langsung menyela agar dokter Shanika tidak melanjutkan perkataannya dan mencari pelakunya.
"Tidak ada gejala alergi di tubuh Aldi."
Tidak kehabisan kata-kata Tamara langsung menyeret Elina masuk ke dalam kamar tempat anaknya.
"Kamu kenapa bengong di sini?? Istri macam apa kamu membiarkan suamimu sendirian di dalam."
"Maaf Ma!! Elina hanya memberikan Dokter Shanika informasi."
Elina langsung masuk ke dalam kamar. Sedangkan Tamara bernafas dengan lega.
"Saya sudah menuliskan resep obat untuk Aldi, Tante. Saya permisi!!"
Sebelum Shanika hendak pergi. Tamara memegang tangan Shanika dengan lembut.
"Tante mau bicara sama kamu Nika. Kita duduk di ruang tamu ya??"
"Baik Tante." Akhirnya Shanika mengikuti Tamara ke ruang tamu untuk mengobrol.
***
"Bagaimana kabar papa kamu??" tanya Tamara sembari meminum tehnya dengan santai.
"Baik Tante. Tapi sekarang papa lagi sibuk. Ada pembangunan rumah Sakit baru di Semarang."
Keluarga Shanika adalah keluarga yang sangat terpandang karena memiliki banyak rumah sakit yang telah menjalar di mana-mana.
Keluarga mereka berprofesi menjadi dokter hampir semuanya. Jangan diragukan lagi IQ keluarga mereka berapa?? Jawaban nya hampir sama dengan kecerdasan keturunan keluarga Maheswara.
Untuk itu Tamara sangat merestui hubungan Shanika dan Aldi. Sama-sama keturunan konglomerat. Pasti kehidupan cucunya nanti akan terjamin. Kekayaan bahkan kecerdasan otaknya.
Namun semuanya harus dikubur. Karena wanita yang bernama Elina itu pengacau segalanya.
"Kamu masih cinta sama Aldi??" Shanika yang mendengarkannya tidak mengerti dengan arah pembicaraan Tamara.
Memang dulu Shanika sangat mencintai Aldi semenjak pertama kali bertemu dengan pria itu semasa kecil. Tapi Aldi tidak pernah meliriknya sedikitpun.
Jadi Shanika harus mencoba mengobati hatinya bahkan harus mengikhlaskan pria yang ia sangat cintai dari kecil bersanding di atas altar pernikahan dengan wanita lain. Bahkan wanita itu tidak ada apa-apa nya dari dirinya. Tapi Aldi begitu terlihat sangat mencintainya.
Shanika perlahan sadar. Kekayaan dan kecantikan tidak selamanya bisa membeli cinta seseorang untuk menerimanya bahkan dalam hidup pria bernama Aldinata Maheswara.
Elina mengusap bergantian kepala suami dan perut buncitnya dengan sayang. Sedangkan Aldi tengah memejamkan matanya menikmati usapan lembut istrinya.Kalau boleh Aldi jujur. Jari-jemari Elina sangatlah halus dan cocok bersanding dengan kulitnya yang keras dan kasar."Kepalanya sudah tidak sakit Mas??" Elina memberanikan diri bertanya kepada sang suami.Walaupun Aldi sangat mencintainya, namun suaminya tidak menyukai wanita cerewet. Jadi Elina cukup bertanya satu atau dua kali setelahnya Elina tidak berani.Pernah dulu Elina bertanya berkali-kali bahkan ketika ngidam sangatlah cerewet membuat Aldi geram. Akhirnya Aldi membentaknya sampai ia terkejut. Sejak kejadian itu suaminya hilang bagai di telan bumi tidak pulang ke rumah selama dua hari.
Suara deru nafas Surya seakan menjadi ancaman besar untuk Tamara. Suaminya menatap dirinya dengan sangat tajam."Sekarang kamu banyak berubah Tamara!" sentak Surya seakan mengenang masa lalu mereka."Maksud kamu apa Mas?? Bukan nya ini yang kamu mau dari aku??"Surya seketika terdiam. Bukan perubahan ini yang ia mau dari istrinya. Tapi perubahan yang jauh lebih baik."Aku sekarang Nyonya Besar di rumah ini. Aku tidak ingin diinjak-injak.""Dengan kamu bersikap seperti ini aku benar-benar kecewa sama kamu Tamara.""Aku tahu. Kamu nyalahin aku seperti ini karena mau belain menantu kesayangan kamu yang dari kalangan menengah itu kan??" Tamara sengaja memancing amarah suam
Di sinilah sekarang Elina duduk menunggu seseorang di salah satu cafe terdekat dari kediaman keluarga Maheswara."Maaf ya, saya telat." Seorang wanita dengan memakai jas dokter tersenyum tampak tidak enak karena terlambat hanya beberapa menit."Iya, saya juga baru datang." Elina membalas senyuman dokter wanita di depannya."Sebenarnya ada apa, Mbak?" tanya Shanika langsung. Dirinya juga penasaran, Elina tiba-tiba menghubunginya dan meminta bertemu."Saya boleh bertanya?" Suara Elina dengan intonasi rendah.Shanika mengangguk setuju. Apapun yang akan ditanyakan Elina. Ia akan menjawabnya langsung."Saya hanya meminta kejujuran Dokter Shanika," kata Elina berubah serius. Bahka
Derap langkah kedua kaki Naufal mendekati wanita hamil yang sedang memasak di dapur, dengan memakai celemek mampu menyihir penglihatan Naufal. Elina bertambah cantik sekian kali lipat ketika mengandung. "Hai." Sentuhan telapak tangan Naufal di bahunya membuat Elina menjerit terkejut. Elina menyingkirkan tangan besar Naufal dan sedikit menggeserkan diri. Pria itu menggeram. "Kamu kaget??" tanyanya. "Tidak. Tapi kurang sopan ngobrol berdua maupun saling bersentuhan." Elina menjelaskan dengan sopan. Sedangkan Naufal merasa tersinggung dengan penolakan Elina. Untuk pertama kalinya, dirinya ditolak seorang wanita. Apalagi ini Elina, wanita biasa dan tidak sebanding dengannya. Semua wanita selalu Naufal berhasil taklukan. Bahkan mereka dengan senang hati menyerahkan semuanya untuknya. Namun
Elina berjalan mondar-mandir di depan pintu kamarnya, “Apa aku harus cerita sama mas Aldi tentang kelakukan Naufal? Bukan aku saja yang resah di sini, tetapi para maid muda juga.” Elina tidak habis pikir dengan masalah yang berdatangan di hidupnya. Mertua dan kedua adik ipar nya tidak menyukainya. Sekarang suami dari Keyra selalu mengganggunya. Entahlah masalah apalagi yang akan datang. Semoga saja bukan masalah dari suami Naila. Mendengar suara pintu yang akan dibuka, Elina menyingkir dari depan pintu. Pasti itu suaminya yang telah pulang bekerja. “Kenapa?” tanya Aldi langsung karena melihat wajah istrinya yang tampak muram tidak seperti biasanya. Setiap pulang kerja pasti istri cantiknya akan menyambutnya dengan senyum termanisnya. “Tidak ada Mas.” Elina meraih dasi yang suaminya pakai, terlihat sedikit
"Mas...." Elina tidak hentinya memanggil suaminya dari balik pintu yang terkunci. Tidak ada sahutan dari kamar mereka. Hanya suara keheningan dan isak tangis Elina."Itu semua salah paham Mas. Aku tidak pernah ada hubungan dengan Naufal. Kemarin dia mencoba mengajakku berbicara di dapur. Tapi aku menolak Mas. Percayalah Mas!!""Mas percaya kan sama aku??" Isakan Elina semakin mengeras ketika tidak ada sahutan dari suaminya terdengar sedikitpun.Elina memegang perutnya yang terasa keram. Mungkin karena dia banyak pikiran dan stress. Kenapa hidupnya semenyakitkan ini?? Elina hanya mau mempertahankan rumah tangganya. Apa salah dirinya ingin menikah dengan suaminya dan hidup bahagia bersama dengan keluarga kecil mereka kelak.
Semua orang menatap aneh ke arah Aldi yang tengah melamun. Tidak biasanya Aldi kurang berkonsentrasi ketika mereka sedang rapat seperti sekarang ini."Pak Aldinata!" panggil sekretaris Aldi merasa canggung dengan semua klien."Ah, ada apa Priska??" tanya Aldi mengusap wajahnya kasar dan beralih melihat semua berkas yang sekretarisnya sodorkan di depannya.Aldi langsung membacanya dan memahaminya. Setelah benar-benar mengetahui isi dalam map tersebut. Aldi langsung menandatanganinya."Bapak sakit?" tanya Priska. Karena kalau sampai atasnya mengulang kesalahan yang sama seperti tadi. Maka klien akan menganggap perusahaan tidak serius bekerja sama."Tidak Priska," jawab Aldi langsung. Dan beralih mengedarkan Pandangannya menunduk, minta maaf kepada semua klien yang kurang nyaman dengan rapat kali ini."Begini pak Aldinata. Pembangunan hotel terpaksa dihentikan,
Bola mata Elina bergerak pelan sebelum akhirnya terbuka dengan pandangan sedikit mengabur.Elina, menatap sekeliling kamar yang kosong tanpa penghuni. Ruangan yang didominasi dengan warna putih yang Elina yakini dia tengah berada di rumah sakit.Ingatan Elina memutar tepat pada saat taksi yang ditumpangi dihantam oleh truk yang melaju kencang ke arah taksi, sehingga taksi tidak seimbang dan berakhir dengan menabrak pohon besar."Sayang... Kamu sudah bangun?"Sebuah Suara bernada senang dan lega terdengar di indra pendengaran Elina, membuat wanita itu segera mengalihkan perhatiannya ke sumber suara dan menemukan sosok pria yang tidak ingin ditemui.