Naomi merasa takut ketika mendengar kemungkinan Caden adalah seorang pelaku pembunuhan. Naomi merasa takut ketika mendengar kemungkinan terjadi sesuatu terhadap Camila.Naomi merasa takut ketika dirinya hampir mati ditabrak mobil di jalan.Naomi merasa takut ketika menerima panggilan dari pihak kepolisian, mengatakan ditemukan sidik jari Braden, bahkan dirinya dituntut dengan pasal pembunuhan berencana.Namun, ketika rasa takut itu digabungkan, semuanya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang Naomi lihat tadi! Ketika melihat Caden muncul di depan rumahnya tadi, Naomi hampir merasa sesak napas! Jarak Caden dengan Braden dan Hayden hanya dipisahkan oleh selembar pintu saja!Nyaris ….Seandainya Braden dan Hayden ketahuan oleh Caden, apa Naomi sanggup untuk berebut hak asuh dengannya?Ketika kepikiran kemungkinan Braden dan Hayden akan direbut, kemungkinan tidak bisa bertemu dengan Braden dan Hayden lagi, air mata spontan menetes dari sudut matanya ….Hati Naomi terasa sangat amat penat
Selesai Naomi membasuh wajahnya, dia pun berjalan keluar.Dalam sekilas mata, Leon dapat merasakan ada yang aneh dengan dirinya. “Apa yang terjadi? Kenapa raut wajahmu seburuk ini?”Naomi menatap Leon dengan ekspresi kalut, lalu berkata dengan tenang, “Nggak kenapa-napa, cuma lagi flu saja. Lagi nggak fit.”Leon merasa sangat khawatir. “Apa kamu sudah ke dokter? Belakangan ini lagi banyak yang tertular pneumonia dan influenza. Kalau kamu merasa nggak enak badan, segera lakukan pemeriksaan darah di rumah sakit. Biar dokter bisa bukain resep obat buat kamu.”“Aku sudah ke dokter semalam. Kondisiku nggak serius.” Naomi mempersilakan Leon untuk duduk, lalu mengalihkan topik ke diri Camila. “Apa belakangan ini kamu ada kabar dari Camila?”“Masih belum.”“Apa kamu terhubung dengan manajernya?”“Belakangan ini aku terus menghubunginya, tapi panggilanku nggak bisa terhubung. Manajernya itu bagai menghilang saja. Aku meminta bantuan temanku untuk menghubungi anggota keluarga manajernya. Tapi an
Braden membohongi Tony.[ Aku sudah ambil barangnya waktu pagi. ]Sebelum Tony membalas pesan, Braden mengirim pesan lagi.[ Aku sudah temukan petunjuk mengenai orang yang kalian cari. Aku akan kirim informasinya kepada kalian dalam beberapa hari ini. ]Tony membalas pesan Braden.[ Oke, terima kasih. ]Setelah itu, Evano berkata, "Pak, sepertinya tebakan kita salah. Tuan Peretas itu bukan orang yang menyerang Bu Sonia semalam. Tuan Peretas sudah ambil barangnya waktu pagi."Tony mengernyit, dia tampak kebingungan saat menimpali, "Tapi, kebetulan posisi Sonia dan barang yang kita letakkan sama. Ini sangat mencurigakan."Evano menanggapi, "Sebenarnya bisa dimengerti. Tuan Peretas yang pilih tempat itu, jadi memang sangat tersembunyi. Pelaku pasti akan mencari tempat tersembunyi kalau ingin mencelakai Bu Sonia."Tony berpikir sejenak, lalu mengangguk dan membalas, "Um, kita nggak usah pikirkan masalah ini dulu. Tuan Peretas sudah temukan petunjuk, kamu segera hitung aset untuk persiapan
Caden tetap fokus memeriksa dokumen dan tidak mengangkat kepalanya saat menyahut, "Iya."Sudut bibir Steven berkedut. Dia mengingatkan, "Itu ... kamu sudah beberapa hari nggak temani Rayden.""Rayden kenapa?" tanya Caden. Dia baru mendongak dan ekspresinya tampak cemas.Steven buru-buru menjawab, "Rayden nggak apa-apa. Aku cuma mau bilang kamu sudah lama nggak pulang untuk temani Rayden. Takutnya Rayden nggak senang."Caden menunduk lagi, lalu menceletuk, "Rayden nggak akan begitu."Steven pusing. Dia mengusulkan, "Kak Caden, lebih baik kamu istirahat dulu. Kalau terus lembur, aku khawatir kamu jatuh sakit."Caden menatap Steven sembari menegur, "Kalau ada yang nggak tahan, cepat pulang! Nggak ada yang paksa mereka lembur! Tapi, besok semua dokumen ini harus diantar ke ruanganku pagi-pagi. Aku mau periksa!"Steven merasa tidak berdaya. Dia keluar dari ruangan presdir dengan ekspresi putus asa. Para karyawan langsung mengerumuninya dan bertanya, "Bagaimana? Apa hari ini Pak Caden lembur
Naomi berkata setelah berpikir sesaat, "Apa yang kamu bilang benar. Belakangan ini, Mama memang punya masalah. Mama nggak cerita karena takut kalian repot."Braden membujuk, "Kami lebih memilih repot daripada khawatir. Lagi pula, bukannya Mama sering bilang masalah lebih mudah diselesaikan kalau banyak orang membantu?"Braden meneruskan, "Seharusnya Mama ceritakan supaya kita pikirkan cara sama-sama. Mungkin saja kami punya ide bagus."Naomi mengembuskan napas dan tidak berani mengungkit masalah Camila. Bagaimanapun, masalah Camila berkaitan dengan investigasi kriminal. Naomi tidak ingin anaknya mencampuri masalah ini.Naomi menceritakan tentang Rayden, "Belakangan ini, aku merawat seorang anak. Kemarin aku sudah pernah membahasnya. Dia punya gangguan mental.""Rayden?" tanya Braden. Dia tahu tentang Rayden, tetapi tidak tahu Rayden adalah adik kandungnya. Braden mengira Rayden adalah anak Caden dengan wanita lain.Naomi menjelaskan, "Benar. Tapi, sekarang ada masalah yang memusingkan.
Braden berbisik di telinga Naomi. Kemudian, mata Naomi berbinar-binar, lalu dia mengernyit. Ide Braden memang bagus, tetapi sangat riskan.Melihat Naomi mengernyit, Braden bertanya, "Mama merasa cara ini nggak bagus?"Naomi tidak mengangguk ataupun menggeleng. Dia hanya menjawab, "Aku pertimbangkan lagi."Naomi tidak yakin mau memakai cara ini atau tidak. Braden tahu apa yang dikhawatirkan ibunya.Jadi, Braden meyakinkan Naomi, "Nggak usah buru-buru. Mama beri tahu aku saja kalau sudah selesai pertimbangkan. Aku akan mengurusnya sendiri dan nggak akan biarkan Hayden ikut campur. Mama percaya saja dengan kemampuanku."Naomi mengangguk, dia memang percaya dengan kemampuan Braden. Putranya ini memang bisa diandalkan. Dia tidak pernah membuat kesalahan setiap mengurus sesuatu.Braden mengalihkan topik pembicaraan, "Apa masalah yang Mama mau selesaikan di Kota Jawhar sudah beres?"Naomi tertegun sejenak. Dia baru teringat masalah perceraiannya dengan Caden. Beberapa hari ini, Naomi hanya fo
Robbin melanjutkan, "Seperti ayahnya yang sudah memilih ibu kandung Rayden. Dia hanya ingin bersama dengan wanita itu dan nggak tertarik dengan wanita lain."Naomi mengernyit. Dia tidak peduli dengan kesetiaan Caden. Naomi hanya memperhatikan Rayden. Dia berujar, "Aku sudah berhari-hari nggak masak untuk Rayden, dia nggak mungkin bisa tahan kalau nggak makan."Robbin menimpali, "Rayden bukan sama sekali nggak makan. Tapi, dia cuma makan sedikit. Itu hanya cukup untuk bertahan hidup. Kudengar, Rayden makin kurus hanya dalam beberapa hari."Naomi bertanya dengan ekspresi kaget, "Rayden makin kurus?"Robbin menanggapi, "Iya, Rayden sudah stres. Belakangan ini, penyakitnya juga sering kambuh. Dia masih bisa menjaga kesehatannya kalau makan makanan yang bergizi. Tentu saja dia makin kurus kalau makan sedikit."Naomi mengernyit, dia merasa sedih. Begitu memikirkan tampang Rayden yang kurus, Naomi menyalahkan dirinya sendiri. Semua ini karena Naomi.Jika Naomi terus memasak makanan lezat untu
Caden sedang memeriksa dokumen. Suhu di dalam ruangan sangat tinggi. Caden melepaskan jasnya dan sekarang dia hanya memakai kemeja.Caden menggulung lengan kemeja sampai ke sikunya sehingga menunjukkan lengannya yang kekar dan jam tangannya yang mewah.Caden yang duduk tegak di depan meja kerja menunduk dan mengernyit. Dia menandatangani dokumen. Setelah selesai, Caden mendongak dan bertanya dengan ketus, "Kenapa kamu begitu buru-buru? Ada apa?"Steven menyahut, "Bu Naomi, dia ...."Sebelum Steven menyelesaikan ucapannya, Caden menyergah, "Apa kamu nggak menganggap serius omonganku? Jangan sebut namanya di depanku!"Steven berusaha menjelaskan, "Bukan, Bu Naomi ....""Keluar!" bentak Caden.Steven berucap, "Kak Caden ....""Pergi!" hardik Caden. Amarahnya memuncak sehingga Steven yang ketakutan segera keluar.Begitu melihat Steven, para bawahan bertanya, "Kak Steven, bagaimana? Kita libur, nggak?"Steven yang tampak lesu menggeleng dan menjawab, "Lanjut kerja dulu."Bawahan mengeluh, "