"Ma, kamu udah buatin makanan apa belum?" tanya Devan. Lelaki itu berjalan ke arah dapur. Tak alam setelahnya, dia melihat kehadiran Ariana yang tengah menyiapkan makanan. "Udah, kamu makan aja, Mas," balas Ariana. Ia hanya bisa menaikkan salah satu alis matanya, menandakan bahwa ia ingin menunjukkan tatapan sinisnya. Devan mengabaikan ucapan Ariana. Namun, dia langsung mengambil makanan dan memakannya untuk dirinya sendiri. Setelahnya, dia langsung beranjak pergi dari rumah itu. "Mas, aku nggak tahu kamu bakalan mikirin ini atau enggak. Tapi, aku harap, kamu bisa cari kerjaan yang bener. Waktuku di sini udah nggak lama, Mas. Dan aku cuman berharap, suatu hari nanti, kalo aku udah nggak sama kamu lagi. Kamu udah siap buat aku tinggal," kata Ariana dengan suara lirih. Devan yang mendengarnya seketika tertawa, dia menjawab wanita itu dengan suara lirih. "Oh iya, bisa nggak, sih? Nggak usah sok baik sama aku," ucap Devan dengan suara lirih."Mas, sekalipun kamu udah jahatin aku sama
"Aku nggak ngerti kalo mereka berdua udah ada di penjara, Ferel?! Bisa kamu antar aku ke sana? Aku mau ketemu sama mereka," ucap Devan dengan wajah cemas. Bagaimana pun, mereka berdua adalah teman seperjuangannya dahulu. "Ayo, aku antar. Tapi, kamu harus janji sama aku, Devan. Jangan sampai kamu terpengaruh sama omongan mereka berdua. Aku nggak suka kalo kamu terlalu deket sama mereka lagi," balas Ferel. Devan menganggukkan kepala pelan. Selang beberapa saat, mereka berdua pergi ke sebuah penjara. Di tengah perjalanan, Devan mengingat beberapa kenangan tentang dirinya dan juga teman-temannya. Dah yah, beberapa kali dia mengingat kenangan pahit yang telah dilakukan oleh teman-temannya. Ketika mereka berdua sampai di penjara. Ferel langsung menggiring Devan untuk pergi ke salah satu sel penjara."Van, ayo ikut aku," ajak Ferel. Lelaki itu menatap ke segala ruangan. Di sana, dia menyadari kehadiran pak polisi yang mencegah mereka berdua. "Mohon maaf, Pak. Anda mau bertemu dengan siap
Setelah Devan bertemu dengan kedua temannya, ia kembali merenungkan apa yang telah terjadi pada dirinya, pula dengan segala hal yang telah dia lakukan. "Ferel, kayaknya, selama ini langkahku udah salah, ya. Terlalu jauh aku melangkah sampai aku sendiri nggak sadar, kalo aku ini brengsek! Cowo brengsek yang nggak pantes buat wanita manapun, sekalipun itu Istriku sendiri," ucap Devan. Lelaki itu menahan air matanya. Ferel yang melihat dirinya, seketika menepuk pundaknya. "Iya, Devan. Syukurlah kalo kamu udah sadar. Tapi, aku harap, kamu nggak berlarut-larut dalam kesalahan kamu. Yang penting, sekarang kamu bisa belajar buat nata diri kamu sendiri. Anak dan Istri kamu itu bener-bener butuh kamu, jangan sia-siakan mereka, atau kamu akan menyesal," ucap Ferel. Devan menganggukkan kepalanya pelan. Ia tidak mengerti tindakan apa yang harus dia lakukan setelah ini. Karena dia tahu, langkah manapun yang dia coba, hanya akan membuatnya tersiksa."Ayo bicarain ini di luar, Van. Aku mau bantu
Di hari itu, Devan bekerja keras untuk mendapatkan uang kerja pertamanya. Ketika sore tiba, Devan segera pulang. "Van, ayo pulang, aku anterin kamu pulang, ya," ucap Ferel sembari tersenyum. Devan merasa malu, ia menggelengkan kepala. "Aku bisa pulang sendiri kok, Rel. Nggak papa. Makasih, ya," balas Devan. "Heum, enggak, ah. Aku pengen tahu rumah kamu di mana soalnya, Van," ucap Ferel. Devan seketika tersentak, ia semakin malu karena sikap Ferel. Alhasil, lelaki itu menganggukkan kepalanya pelan. "Ya udah kalo gitu, iya, boleh, kok. Sekali lagi, makasih banyak, ya," kata Devan. Lelaki itu tersenyum lebar. Tak lama kemudian, keduanya langsung bergegas pulang. Di tengah perjalanan, Devan menoleh ke arah Ferel. "Oh iya, Ferel. Mumpung aku dapet uang banyak, aku mau beliin anak sama Istriku makanan kesukaan mereka. Aku mau bel mie ayam sama nasi goreng dulu, nggak papa, kan?" tanya Devan. "Oh, iya, nggak papa. Siapa yang suka nasi goreng, Van?" Ferel menaikkan salah satu alisnya.
"Vasya, tunggu Mama, Nak! Mama belum selesai ngomong sama kamu, loh," ucap Ariana dengan suara lantang. Vasya yang mendengarnya, hanya berdiam diri. Dia segera pergi ke ruangan tengah. Namun, sesampainya di ruangan tengah, dia berpikiran bahwa dia tak ingin bertemu dengan sang ibu. Sehingga, dia segera pergi dari ruangan itu. Dan pada akhirnya, dia memutuskan untuk pergi ke kamarnya sendiri. "Astaghfirullah, Vasya, kenapa sikapnya begitu, Ya Allah?" batin Ariana dengan suara lirih. Ia segera bergegas ke ruangan tengah, duduk, menonton tv sembari menikmati makanannya. Di satu sisi, Devan yang tadinya membuat kopi, segera mengantarkannya untuk Ferel. Di sana, mereka berdua menikmati secangkir kopi sembari berbincang-bincang satu sama lain. Setelah itu, mereka berpisah. Keesokan harinya, Devan tiba-tiba bangun pagi, dia mandi terlebih dahulu dibandingkan dengan yang lain. Vasya yang berada di kamarnya, seketika terbangun. Dia mendengar suara orang di kamar mandi. "Aduh, siapa, sih?
Halo semuanya, karena ini hari lebaran, jadi author libur dulu selama dua hari, ya, yaitu: Sabtu & Minggu. Minal 'Aidzin wal Fa'idzin semuanya🙏☺️. Terima kasih untuk para pembaca yang masih setia untuk membaca novel ini. Saya harap, pembaca bisa mengambil hikmah dari cerita ini. Oh iya, saat ini saya telah membuat cerita pendek yang terinspirasi dari kisah nyata di salah satu platform, yakni short novel. Di platform tersebut, saya membuat cerita dengan judul: "Pernikahan Dua Belas Hari." Menceritakan tentang seorang perempuan yang terkejut setelah menikah, karena ternyata, suaminya adalah penderita OCD dan temperamental. Barangkali ada yang tertarik, bisa membaca dan memberikan vote, terima kasih. Berikut ini, adalah linknya. https://app.shortnovelapp.com/articleView/?invite_code=ix120305&aid=2350&deeplink=/short/2350Sekian dari saya, terima kasih sekali lagi. ☺️🙏
Setelah Vasya pergi, Devan hanya bisa berdiam diri. Ia menahan diri untuk tidak kembali memaki anak dan istrinya lagi. Tak lama kemudian, dia beranjak pergi, mengambil kunci motor, dan pergi ke gudang tempat di mana dia bekerja. Sesampainya di sana, ia bertemu dengan Ferel. Saat itu, Ferel sedang asyik melihat sekitar. Ia ingin memastikan semuanya beres tanpa ada satu hal terlewatkan. "Eh, Devan. Kamu udah dateng, Van?" tanya Ferel sembari tersenyum lirih. Devan menganggukkan kepala. "Udah, aku masuk dulu, ya. Nggak enak nanti, aku mau langsung persiapan aja, mumpung masih jam segini," balas Devan. Ia melirik jarum jam di angka tujuh. "Tunggu dulu, Devan. Aku mau ngomong sesuatu sama kamu," ucap Ferel. Lelaki itu meraih lengan Devan, berusaha menghentikannya. "Iya, kenapa, Rel?" tanya Devan, ia menaikkan salah satu alisnya. "Tunggu di sini dulu, aku mau membicarakan soal kedua temenmu itu. Kemarin, aku sempet ngobrol langsung sama mereka. Kamu tahu, nggak? Kayanya, dia udah benc
"Jangan sampek kamu tertipu sama kebaikan dia, Ariana! Lelaki kayak Devan itu emang harus dikasih pelajaran! Kalo nggak! Dia bakalan gitu terus! Kamu tahu?! Dia bakalan baik kalo dia udah ditali pocong! Dan saat itu terjadi! Dia nggak ada kesempatan buat tobat!" pekik Adnan dengan suara lantang. Ariana seketika menepuk jidatnya, dia berusaha menenangkan Adnan yang terus-terusan marah di hadapannya. "Adnan, kamu itu kenapa, sih? Kalo kamu mau marah! Ya udah, marah aja di hadapan Devan! Jangan di hadapanku! Bikin takut orang tau, nggak?" tanya Ariana dengan suara lirih. "Maaf, aku nggak bisa ngendaliin emosi, Ariana. Aku nggak bisa kalo terus-terusan disuruh sabar sama orang modelan suami kamu itu!" balas Adnan dengan suara lantang. Ariana menghembuskan nafas panjang. "Iya, aku juga sama, Vasya juga gitu. Nggak kamu aja, hati-hati nyetirnya, jangan sampek nanti oleng. Bahaya tahu, Adnan," ucap Vasya dengan suara lirih. Wanita itu mencoba menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin bertengk