Share

bab 2

Bab 2 Aku Bukan Gembel

Tak lama kemudian notifikasi m Bankingku berbunyi dan sejumlah uang yang aku minta telah masuk ke rekeningku. Sebenarnya aku selalu mendapat transferan tiap bulan dari papaku. Tapi, aku sengaja pura-pura miskin di depan suamiku untuk menguji tanggung jawab Mas Dirga, aku mencoba bertahan walaupun hanya dijatah sisa gaji yang tak seberapa olehnya.Semua aku lakukan untuk menguji sejauh mana tanggung jawab suamiku, bisakah dia menjadi lelaki yang bertanggung jawab atau tidak. Namun, kali ini kesabaranku telah habis, mas Dirga sudah keterlaluan dengan melempar uang diwajah ku, padahal aku hanya meminta hakku saja.

"Bu, dapat?" tanya anakku dengan mata yang berbinar. Sepertinya dia berharap akan memakai sepatu baru esok hari agar teman-temannya tak lagi mengejeknya. maklum anak disini reseh dan usil jadi saat melihat anakku memakai sepatu bolong pasti akan menjadi bahan ejekan bagi mereka.

Aku tersenyum dan kuusap lembut kepalanya.

"Dapat, habis ini kita pergi ke mall ya," jawabku dengan tersenyum getir.

Dari kecil Aida memang selalu dibedakan oleh Mas Dirga, dia tak pernah sekalipun perhatian pada Aida bahkan ketika Aida sakit dan memerlukan perhatian darinya Mas Dirga terkesan cuek, bahkan lebih mementingkan acara ulang tahun anak kakaknya. Aku ingat betul hari itu aku meminta diantar ke rumah sakit dan Mas Dirga menolak.

"Aku gak ada waktu untuk mengurus anak kamu yang sakit-sakitan itu, dari bayi sampai gede sakit melulu gak ada sehatnya," ucap Mas Dirga yang membuat aku langsung megurut dada. Entah dimana hati nuraninya, apa dia pikir Aida juga mau sakit terus.

"Mas, sakit itu ujian, gak ada orang di dunia ini yang mau sakit termasuk Aida, lagipula dia itu anak kita mas, seperti apapun dia, kita harus terima karena memang itulah anak yang dititipkan Allah pada kita," jawabku dengan nada sebak.

"Kalau boleh aku memilih aku gak mau punya anak sakit-sakitan seperti dia, nyusahin orang aja. Bisa-bisa uang aku habis demi anak kamu yang tak berguna itu."

Aku melongo mendengar ucapan suamiku, tak percaya ada orang tua yang mampu berkata seperti itu pada anaknya.

"Ya Allah mas, sama anak sendiri kamu perhitungan mas sedang dengan Galang yang notabenenya hanya keponakan kamu, kamu jadikan dia anak mas, bukan aku gak tau ya mas, hari ini kamu bahkan membelikan hadiah mainan seharga jutaan kan buat Galang?" Aku menatap suamiku dan memang itulah kenyataannya. Mas Dirga membelikan mobil-mobilan remote seharga dua juta.

"heh, berapa kali aku peringatkan sama kamu, itu urusanku, aku yang nyari duit jadi mau aku kasih ke siapa uang itu. kamu dan anak kamu itu nggak punya hak apa-apa, berapa kali juga aku tegaskan sama kamu. Kamu jangan berharap lebih karena kamu hanya orang asing yang kebetulan numpang hidup denganku beda dengan Galang, dia keponakanku, ada darahku yang mengalir dalam darahnya. ngerti kamu!" ucap mas Dirga yang membuatku menggeelengkan kepala, Bagaimana bisa Suamiku bicara seperti itu. Apa dia lupa kalau Aida adalah benihnya.

"Kamu bilang aku dan Aida itu orang asing Mas kalau aku mungkin orang asing tapi kalau Aida, nggak pantas kamu bicara seperti itu, karena Aida itu tumbuh dari hasil benih kamu!" geramku. Dadaku terasa sesak bahkan hendak meledak rasanya.

"Terserah apa yang kamu katakan. Pokoknya aku nggak akan mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya pengobatan anakmu, bodo amat sama anak kamu itu , aku capek. Lagi pula aku sayang sama uangku, lama-lama uang yang aku kumpulkan tiap hari itu bisa habis hanya untuk memberi pengobatan sama anak kamu yang sakit-sakitan itu!"

Kuggigit bibirku. Bahkan waktu itu ingin rasanya aku berbuat KDRT kepadanya karena kesal, tetapi aku tahan. Akhirnya saat itu aku terpaksa minta bantuan kepada tetangga untuk mengantarku ke rumah sakit.

____________

"Nanti Aida minta sepatu yang paling mahal ya Bu biar teman-teman Aida nggak mentertawakan Aida lagi," ujar anakku setelah ganti baju. Rencananya kami akan pergi ke mall untuk berbelanja.

"Iya sayang, pokoknya hari ini kamu bebas mau beli apa saja, terserah kamu mau apa, ibu akan belikan,"jawabku sambil mengusap kepalanya.

"Yipi, serius bu?"tanya Aida. dengan mata yang berbinar bahagia. Wajar dia senang, selama ini dia tidak pernah pergi ke mall paling banter hanya pergi ke pasar bersamaku. Itu pun dia hanya mampu menahan diri untuk meminta sesuatu Karena Mas Dirga tidak pernah memberikan uang lebih padaku, paling aku hanya mampu membelikan boneka dengan harga rp10.000-an dan itu sudah cukup membuat anakku bahagia.

"Iya, Ya sudah kalau begitu ibu mandi dulu ya. Nanti setelah itu kita berangkat."

Aida tersenyum sambil mengangguk.Sementara aku segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak butuh waktu lama aku sudah selesai mandi. Namun, ketika membuka almari aku bingung harus memakai baju yang mana karena semua baju-bajuku sudah tidak layak pakai. Seelama tujuh tahun menikah aku tidak pernah beli baju baru semua bajuku adalah baju yang aku bawa dulu waktu aku pertama kali masuk ke rumah ini, Mas Dirga betul-betul tidak memberikan baju sama sekali untukku, dia begitu pelit bahkan untuk membeli sepotong dasterpun dia hanya membelikan kalau ada cuci gudang.

"Ternyata selama ini aku bodoh aku dibutakan sama cinta,"gumamku.

Akhirnya aku hanya memakai baju seadanya. Aku berniat beli baju nanti saat di mall. Juga memberli baju untuk Aida , semua keperluannya akan aku penuhi agar anakku merasa senang dan tidak minder lagi.

__________

Di ruang tamu aku melihat Mas Dirga duduk sambil menonton TV bersama dengan ibu mertua.

"Eh mau ke mana kalian, bukannya masak malah kelayapan?"tanya ibu mertuaku. Rumah ibu mertua dan rumahku memang saling berdekatan hingga mertuaku sering datang ke rumah kami hanya untuk sekedar mengecek apa saja kerjaku.

"Kami mau ke mall nek mau beli sepatu,"jawab Aida yang langsung membuat mertuaku menatap penuh intimidasi kepada suamiku. Pasti dia berpikir Mas Dirga lah yang memberikan kami uang sehingga kami bisa pergi ke mall.

"Kalian ke mall mau ngapain, mau maling? Memangnya gembel seperti kalian itu bisa membeli barang di mall. Sudah deh nggak usah menghayal besok papa belikan sepatu di barang loakan sana lebih murah," ucapnya datar membuat hatiku kian terbakar. Jika untuk anaknya dia membelikan barang second yang dibeli di pasar loakan tetapi untuk Galang keponakannya dia sanggup membelikan sepatu harga satu juta. Sungguh suami yang membagongkan. Mungkin otaknya sudah berpindah di dengkul.

Karena malas meladani suami yang semakin lama semakin tak berakhlak itu, aku pergi dengan menggandeng tangan anakku, perkara dosa karena tak berpamitan itu urusan belakangan yang penting aku bisa membuat anakku senang. Namun saat aku baru beberapa langkah berjalan menjauh dari mereka, tiba-tiba..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status