Bab 11 GNMeletakkan setrika lalu melangkah dengan cepat menuju ke pintu Aku sungguh kesal dengan orang itu, emosiku bahkan sudah memuncak Aku akan segera mengumpatnya supaya dia tahu rasa.Begitu pintu terbuka aku terkejut ketika melihat sebuah truk yang bermuatan sebuah motor matic warna hitam. "Maaf Pak Apa ini rumahnya Ibu Murni?"tanya sama sopir yang baru saja turun dari mobil itu sementara aku mengkerutkan keningku. "Iya ini memang rumah Murni, Bapak ini siapa dan ada keperluan apa, memang bapak itu nggak diajarkan akhlak ya pagi-pagi bunyikan klakson keras banget sampai sakit telinga saya," kesalku sambil meletakkan tangan di pinggang. "Maaf Pak kami mengantarkan motor yang dibeli oleh Bu Murni.""Hah?" Aku melongo tidak percaya, apa-apaan ini tadi membeli barang branded dan sekarang dia membeli motor matic yang harganya pasti puluhan juta. "Bapak ini suaminya kan, Pak Dirga?"Aku mengangguk saja."Silakan tanda tangan Pak tadi ibu Murni pesan kalau sampai di sini bapak sa
Bab 12 GNMendengar ucapan sinis Mbak Melly itu membuat emosiku seketika naik kepalaku terasa berat pandanganku kabur dan dadaku terasa sesak aku juga merasakan aliran darahku bergejolak seperti air yang mendidih lalu ku kepalkan telapak tanganku. "Kamu bandel sih dari dulu kan mbak sama ibu udah bilang ceraikan saja wanita itu, kamu menikah dengan wanita pilihan kita tapi kamu itu nggak mau coba kamu itu menikah dengan Airin. Dia itu jauh lebih kaya pasti hidup kita itu akan lebih enak, itu lebih baik Dirga daripada kamu pertahankan pernikahan kamu dengan Murni.Aku menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar entah sudah berapa kalinya Mbak Melly minta aku menikah dengan Airin sahabatnya yang dulu naksir berat padaku tapi aku tolak karena aku mencintai Murni."Mbak nggak usah menyuruh aku menceraikan Murni karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Murni aku mencintainya Mbak," jawabku dengan gigi yang gameretak sementara Mbak Melly justru tertawa mengejekku."Dirga, D
Bab 13Aku menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar entah sudah berapa kalinya Mbak Melly minta aku menikah dengan Airin sahabatnya yang dulu naksir berat padaku tapi aku tolak karena aku mencintai Murni."Mbak nggak usah menyuruh aku menceraikan Murni karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Murni aku mencintainya Mbak," jawabku dengan gigi yang gameretak sementara Mbak Melly justru tertawa mengejekku."Dirga, Dirga kamu itu kok bodohnya kebangetan ngapain coba mempertahankan Murni, kamu tuh cuma di jadikan patung, dia itu pura-pura baik saja pura-pura lemah dan tidak berdaya serta menurut sama kamu tapi sebenarnya dia itu ular sekarang terbukti kan nyatanya dia bisa memiliki uang yang banyak, dari mana lagi dia dapat uang itu kalau bukan menjual diri." "Sudahlah Mbak, lagian kan belum terbukti kalau murni itu menjual diri!" Teriak aku dengan penuh amarah."Terserah kamulah dasar bandel, udah enak-enak dibilangin ceraikan saja istri kamu yang tidak berguna itu yan
Bab 14 GNNan itu kan apa ibu bilang dia itu punya lelaki lain di luar sana, ini pasti yang membelikan semua barang-barang anak haram itu adalah bapaknya, mendingan kamu ceraikan istri kamu itu pasti di luar sana dia itu ketemu sama laki-laki yang dulu menghamili dia, kamu jangan mau kalau hanya dimanfaatkan , hanya dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi malu, dia senang-senang dengan laki-laki lain membuat anak eh malah kamu yang harus bertanggung jawab." Dirga yang kesal hanya menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar, hati lelaki itu sungguh sakit."Sudahlah Bu, Dirga lagi pusing,"jawab lelaki itu yang bahkan langsung masuk kamar dia tidak lagi berniat untuk pergi bekerja pikirannya kusut memikirkan WhatsApp dari Murni tadi, bisa-bisanya istrinya itu menghianati dirinya dan pergi dengan laki-laki lain dan yang lebih menyebalkan lagi Murni mengancam akan menceraikan Dirga. "Gak ini gak bisa dibiarkan, enak aja dia mau pergi dengan lelaki pilihannya itu." Dirga meraih po
Bab 15 GNKamu dan ibumu aman di sini, tidak akan ada lagi orang yang jahat sama kamu apalagi memperlakukan kamu seperti bukan manusia, jika kamu sakit aku akan bawa kamu ke rumah sakit dan segala keperluan kamu akan aku penuhi dan satu lagi aku tidak akan pelit seperti papa kamu." Aku menatap sebentar ke arah Dave sepertinya dia tahu banyak tentang hidupku. Bagaimana bisa? "Ibu dia siapa?" Aina semakin ketakutan sehingga aku memutuskan untuk memeluknya dan memberinya ketenangan."Tenang saja sayang dia bukan orang jahat kok Om itu orangnya baik,"jawabku yang membuat Dave tersenyum."Aku sudah menyediakan makanan untuk kalian kalau kalian lapar silahkan makan," pria itu menatap jam di pergelangan tangannya dari penampakannya sepertinya itu jam yang sangat mahal, sungguh dia sangat berbeda kali ini padahal sebelumnya dia tidak lah sekaya ini."Aku ada urusan tidak lama sebentar lagi aku juga akan pulang kalian makan saja dulu nanti jika aku pulang aku akan bawakan apa saja yang kalia
Bab 16 "Mana Bu airnya?" Aku menoleh ke suara mungil itu lalu mendekat dan memeluk anakku. Bagaimana ini? Aku terus memutar otak memikirkan cara untuk kabur dari sini, aku gak mau terjadi apa-apa dengan anakku."Bu." Lagi terdengar suara anakku memanggil membuat aku menoleh ke arahnya."Airnya mana aku haus?" Lanjutnya.Aku terkejut dan seketika aku tersadar tentang tujuanku keluar kamar tadi. "Iya sayang maaf ibu lupa sebentar ibu ambilkan ke dapur ya."Aina menggangguk dan aku pun segera keluar menuju ke dapur, di dapur sudah tidak ada siapapun mereka sudah pergi. Aku segera menyapukan pandanganku ke ruangan dapur yang berukuran cukup mewah itu mencari keberadaan air putih yang diminta Aina. "Di mana airnya ya?" Gumam ku. Mungkin sebenarnya di dalam kulkas itu ada air putih tetapi aku tahu Aina tidak suka minum air putih anak itu akan selalu demam apabila minum air dingin. "Ibu sedang mencari apa?"Aku terkejut bahkan hampir saja aku melompat ketika tiba-tiba sebuah suara men
Bab 17Ternyata memang betul ada baju yang sangat pas dengan tubuhku serta juga baju-baju yang sepertinya pas untuk Aina."Aneh apa dia selama ini betul-betul mengawasi aku bagaimana dia bisa mengetahui ukuran tubuhku," monolog ku seorang diri, mungkin mengira size bajuku dia mengerti karena dulu kami cukup lama berpacaran dan dia juga sering belikan baju untukku walaupun baju itu dibeli dari pasar tetapi mengenai ukuran baju Aina dan dia tahu persis bagiku ini agak janggalMenepis semua pikiran itu dan segera aku bangunkan Aina, anak itu sangat gembira karena selama ini memang mas Dirga tidak pernah membawa kami jalan-jalan mungkin ini kali pertama Aina bisa jalan-jalan sore naik mobil pribadi karena walaupun Ayahnya punya mobil nyatanya dia lebih suka membawa keponakannya dibandingkan membawa kami._______"Kalian ingin jalan ke mana?" tanya Dave suaranya terdengar lembut. Sekilas tidak ada yang berubah senyumnya masih seperti yang dulu dia juga masih menatapku dengan tatapannya pen
Bab 18Kedua preman itu menjawab," Ya wanita yang bos inginkan."Dave menarik nafas lalu berjalan mendekat ke arah dua orang preman suruhannya itu."Sekarang aku tanya memangnya kamu kenal sama wanita itu, kamu tahu wajahnya?"Kedua preman itu saling bertatapan lalu sama-sama menggeleng membuat Dave terlihat geram. Wajah pria itu terlihat tegang dengan tangan yang mengepal. "Makanya kalau disuruh orang itu dijelaskan dulu kamu aja nggak tahu bagaimana bentuk tubuhnya bagaimana wajahnya kok bisa kamu bilang nggak ada," marah Dave yang hampir saja memukul kedua anak buahnya itu."Maaf bos soalnya kami terlalu panik.""Terlalu panik gundulmu itu itu namanya kamu nggak pakai otak," geram Dave.Meraih ponsel lalu menunjukkan layarnya kepada kedua anak buahnya."Nih perhatikan wajahnya baik-baik jangan sampai salah orang lagi!" seru Dave membuat dua preman itu langsung menatap ke arah layar ponsel tersebut."Bagaimana sudah jelas?"Kedua preman itu mengangguk."Sekarang kalian telusuri tem
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dave: baik, kali ini aku ikuti permainan kamu. Tapi kamu harus ingat aku bukan orang yang mudah dipermainkan Jika kamu kembali mengancamku lagi maka Aku pastikan anak buahku akan mencarimu dan aku pasti kan kamu tidak akan bisa bernafas lagi!Pengacau: Baik. Kamu bisa pegang janjiku.Dave terpaksa mengikuti permainan si pengacau itu walaupun dia tahu ini sebenarnya adalah hal bodoh yang sepatutnya tidak dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Pria itu segera turun lalu meletakkan amplop di tempat yang telah ditentukan oleh si pengacau dan setelahnya dia pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di tempat yang agak gelap Dave sengaja turun dari mobilnya lalu berusaha mengintai siapa gerangan si pengacau itu. Namun, sudah beberapa saat menunggu tidak ada satu orang pun yang datang. "Sial, kemana dia?" gumam Dave.Beberapa saat kemudian ponsel laki-laki itu berbunyi. Pengacau: Kamu pikir aku bodoh. Cepat pergi dari sini atau aku akan berubah pikiran. Jika bukti ini aku
Dave meletakkan jemari tengah ke bibir Murni," Tuhan tahu mana yang terbaik bagi kita walaupun terkadang itu rasanya sakit tetapi setiap apa yang diputuskan Tuhan untuk kita itulah yang terbaik."Cukup lama Murni termenung dihadapan makam itu bersama dengan Dave. Dia mengirimkan doa yang panjang kepada anaknya tanpa dia tahu sebenarnya Aida masih hidup dan sedang bersama dengan Dirga. Selesai berdoa dan memohon kepada Tuhan agar Aida diterima di sisinya Murni pun berdiri dibantu dengan Dev lalu mereka berdua melangkah bergandengan menuju mobil dan selanjutnya pergi meninggalkan pemakaman umum tersebut. "Kita berhenti dulu ya, makan di Cafe kebetulan ada menu favorit kamu di sana. Cah kangkung, sambal terasi, udang dan cumi crispy."Murni seketika menoleh ke arah lelaki tampan yang sedang asyik memandangi jalanan itu."Kamu masih ingat makanan kesukaan aku Dave?"tanya wanita itu sambil mengulas senyum. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun berpisah lelaki itu masih mengingat mak
"Orang tua gak tau malu! Harusnya kamu itu tahu diri Mas sebentar lagi kamu itu akan punya cucu masih mikir mau nikah lagi." Wanita itu kelihatan geram apalagi ketika melihat wanita yang kemungkinan akan menjadi calon madunya.Dave menarik tangan Murni menjauh dari tempat itu. Mereka melanjutkan acara fitting baju mereka. "Jadi bagaimana, kamu mau pakai baju yang ada ini atau kamu mau pesan?"tanya Dave kepada Murni dengan suara lembut."Aku nggak masalah sih soalnya di pernikahan aku terdahulu..." Murni tidak melanjutkan ucapannya karena Dave meletakkan jarinya tepat di bibir Murni. Lelaki itu menggelengkan kepalanya," jangan samakan pernikahan kita dengan pernikahan kamu terdahulu, ini beda. Jika dulu kamu menikah secara koboi bersama dengan Dirga dan akhirnya tidak bahagia tapi di pernikahan ini kita menikah secara terang-terangan. Kita akan pamerkan kepada semua orang tentang kebahagiaan kita biar mereka mendoakan kita supaya kita bisa menjalani rumah tangga kita sampai akhir hay
Beberapa saat kemudian makanan yang dipesan oleh Dirga pun datang dan Aida pun makan dengan lahap. "Habiskan, Nak! Kamu pasti lapar," ucap Dirga. Untuk pertama kalinya tangan kekar laki-laki itu mengelus rambut anaknya. Aida bahkan sampai berhenti mengunyah, dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dirga."Maafkan papa ya nak. Papa sadar Papa telah salah, sekarang setelah kamu dan ibumu pergi Papa merasa kesepian dan papa sadar ternyata kalian sangat berarti bagi Papa." Mata Dirga berkaca-kaca bahkan kemudian air matanya menetes sehingga membuat laki-laki itu buru-buru untuk menghapusnya. "Nak, boleh Papa tanya sama kamu?" tanya Dirga pelan setelah Aida selesai makan. "Mau tanya apa?" tanya gadis kecil itu. Walaupun berusaha bersikap baik padanya akhirnya tampak masih canggung dengan Dirga. "Kenapa kamu sendirian, ibu kamu ke mana?" Dirga menatap Aida dengan pertanyaan penuh di kepala. Sementara Aida menarik nafas dalam lalu dengan terbata-bata anak itu menceritakan semua yang
Semua mata tertuju pada insiden kecelakaan itu. Sesosok tubuh anak perempuan tertabrak mobil yang melaju dengan sangat kencang di jalan raya. Tubuhnya terlempar jauh ke sisi jalan dengan luka yang terlihat parah. Terlihat baju anak itu basah dan berwarna merah. Orang-orang yang ada disekitar situ heboh dan mulai bergerombol mendekat ke arah korban."Apa dia meninggal?"tanya salah seorang lelaki berpakaian sederhana memakai kaos oblong berwarna putih dan bercelana hitam. Dia berdiri sambil memperhatikan tubuh yang meringkuk di tepi jalan itu. "Biar aku periksa," jawab seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Namun, buru-buru tangannya dicekal oleh orang lain. "Jangan sentuh dulu! Kita tunggu polisi datang,"ucap lelaki berkulit sawo matang dan memiliki tahi lalat di bibirnya. "Tapi kasihan, bagaimana kalau dia masih hidup," bantah pemuda itu. Dia berpikir mungkin saja korban masih hidup dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan. Tapi, para warga memiliki pikiran lain Mereka taku
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera