Bab 6 Perang W******p
POV Murni Aku bangun di pagi hari dengan tubuh yang segar, inilah untuk pertama kalinya setelah bergelar menjadi istri aku bisa bangun siang karena biasanya aku dituntut bangun pagi. Jam tiga pagi aku harus bangun untuk mencuci baju, kami tidak memakai mesin cuci padahal Mas Dirga mampu beli, dia lebih mementingkan ibunya dari pada istrinya. Terkadang jika aku mencuci baju-baju Mas Dirga rasanya aku ingin menangis, celana Mas Dirga kebanyakan celana jeans dengan bahan yang tebal dan aku harus mencuci dengan tangan, pernah aku protes dan bilang aku capek nyuci terus pakai tangan dan Mas Dirga menjawab. "Apa gunanya kamu di rumah ini, apa gunanya kamu sebagai seorang istri kalau bukan untuk mencuci pakaian suamimu!" Itu semua juga dia ucapkan bukan dengan bahasa yang halus tapi dengan bahasa kasar penuh makian. Bodoh? Iya aku bodoh karena rela hidup susah padahal anak orang kaya, tapi, itulah cinta yang kadang antara bodoh dan cinta itu beda tipis saja. Hanya saja dulu suamiku tidak seperti itu, pas awal-awal menikah dia adalah lelaki yang baik, segala kebutuhan aku dia penuhi tanpa aku minta, aku bahkan dijadikan ratu rumah ini, semua pekerjaan kami lakukan berdua, apalagi saat aku hamil, Mas Dirga bahagia sekali bahkan dia tak mengizinkan aku untuk mencuci bajunya, memasak mencuci piring bahkan mengepel lantai semua dia kerjakan aku betul-betul jadikan sebagai seorang Ratu hingga suatu hari entah apa yang dikatakan oleh keluarganya tiba-tiba Mas Dirga berubah 100%. Sampai saat ini aku tidak tahu kata-kata apa yang telah digunakan oleh ibu dan kakaknya sehingga mampu mencuci otak Mas Dirga hingga pada akhirnya dia memperlakukan kami seperti ini. Aida yang sejatinya adalah darah dagingnya sendiri pun dia perlakukan dengan seenak hatinya, aku masih ingat ketika Aida sakit dia bahkan juga tidak peduli sama sekali. Mengingat itu semua aku rasanya ingin menyerah dan pulang ke rumah orang tuaku tapi, mau bagaimana lagi saat ini keluargaku juga sedang ada masalah bahkan kalau bisa aku disuruh menyembunyikan identitasku supaya semua orang tidak tahu bahwa aku adalah anak dari kedua orang tuaku. Entah kenapa aku sendiri juga tidak tahu, mereka hanya bilang bahwa jika sampai ada orang yang tahu tentang identitasku maka itu akan sangat membahayakan nyawaku. Itulah yang menjadi alasanku tetap bertahan di keluarga Mas Dirga karena dengan begitu aku bisa menyembunyikan identitasku. Aku menarik napas dalam, membuka korden jendela kamar hotel dan dari sini aku bisa melihat hiruk pikuk kota di pagi hari. Cukup lama aku termenung memandangi pemandangan yang ada di bawah hingga kemudian Aku teringat dengan ponselku karena kesal tadi malam aku matikan ponsel itu hingga sampai saat ini belum aku hidupkan lagi. Aku segera membuka layar ponsel yang tadi aku matikan dan benar saja berderet pesan masuk dan telepon dari Mas Dirga kini terlihat di aplikasi W******p ku. [Awas kamu kalau tidak pulang sampai sore hari aku ceraikan kamu dasar perempuan tidak tahu diri!] Pesan Mas Dirga mengancam, sepertinya dia marah karena pesannya tak ada satupun yang aku balas. Ku tarik nafas dalam untuk meredakan emosiku kalau aku turuti bisa saja aku terkena darah tinggi gara-gara suamiku itu. Namun, baru saja aku akan meletakkan ponsel itu sebuah pesan kembali masuk ke aplikasi W******p ku yang dikirim oleh Mas Dirga. [Heh perempuan kampung, kamu dapat uang dari mana hingga kamu bisa bersenang-senang seperti itu tidur di hotel lalu membeli barang-barang mahal , hah?] Sepertinya ibu dan kakaknya sudah mengadu karena melihat status yang aku buat kemarin. Baguslah. Segera aku ketik sebuah pesan balasan untuk Mas Dirga. [Yang jelas bukan dari kamu, kamu kan pelit sama anak dan istri hingga sepatu anak Kamu bolong seperti mulut buaya dan di ejek oleh teman-temannya pun kamu gak peduli , daster istri kamu sudah seperti kain pel hingga kalau keluar ketemu orang pun istri kamu malu tapi kamu juga tidak peduli. Kamu lebih mementingkan membelikan motor metik kakak kamu padahal motor itu tidak ada gunanya sama sekali, kamu juga lebih mementingkan memberikan uang rokok untuk kakak ipar kamu dibandingkan kamu memberikan uang itu pada anak dan istri kamu padahal kamu tahu kalau kami ini adalah tanggung jawab mu] balas ku panjang lebar, rasanya karena pada akhirnya aku bisa mengungkapkan kekesalan di hatiku ini. Cukup lama Mas Dirga hanya membaca saja pesan itu lalu kemudian terlihat dari layar ponsel dia mengetik balasan. [Sudah berapa kali aku bilang ya uang itu aku cari dengan keringat aku sendiri aku yang kerja jadi terserah aku mau aku kasih ke mana uang itu, kalau kamu bicara masalah tanggung jawab kamu kan setiap bulan juga aku kasih uang untuk belanja dan untuk makan, tiap lebaran juga aku kasih kamu baju Aida aku belikan baju kamu aja yang terlalu banyak menuntut] Mataku melotot menetap balasan pesan dari suamiku itu, rasanya aku sungguh geram hingga aliran darahku terasa mendidih. [Emang kamu itu memberi Uang belanja tiap bulan sama aku Mas tapi uang bulanan kamu itu nggak ada satu persen pun dari gaji kamu, lalu mengenai kebutuhan sandang kami memangnya kamu pikir kami itu hanya ganti pakaian satu tahun sekali, jika keponakan kamu saja kamu bisa membelikan dia pakaian dan kebutuhan hidupnya setiap bulan Kenapa untuk anak kamu kamu pelit, apa kamu pikir kelak kalau kamu tua keponakan kamu yang akan urus kamu] jawabku sengit sungguh Sebenarnya aku tidak ingin mengungkit hal itu tetapi karena kesal dengan sikapnya maka aku terpaksa bicara soal seperti ini. [Halah teori, anakmu itu kan perempuan menyusahkan saja nanti kalau dia itu besar dia ikut suaminya yang ada aku rugi kalau mengeluarkan banyak biaya untuknya lain kalau anak kamu itu laki-laki] Aku hanya mampu menarik nafas sambil menggelengkan kepalaku beberapa kali aku heran dengan cara berpikir Mas Dirga. Setelah itu aku tidak membalas lagi segala macam pesan yang masuk ke dalam ponselku aku hanya membacanya saja termasuk ketika Mas Dirga berusaha menghubungi aku aku biarkan saja aku tidak ingin mengangkatnya rasanya aku malas berbicara dengan laki-laki yang memiliki pemikiran picik seperti Mas Dirga. Hingga kemudian dia kembali mengirimkan pesan. [Dasar perempuan tidak tahu diri, tidak punya malu dan tidak punya harga diri kamu pasti menjual diri sama laki-laki kan makanya kamu bisa senang-senang sekarang ini, makanya kamu bisa menginap di hotel lalu membeli barang-barang mahal, ingat Murni kamu itu istri orang] Aku yang kesal dengan pesan yang dikirimkan Mas Dirga dengan cepat mengetik sebuah balasan. [Memangnya kenapa kalau aku menjual diri , memangnya kenapa kalau belanja dari hasil menjual tubuhku. Aku juga sadar kok kalau aku ini masih jadi istri kamu, tapi apa gunanya semua itu kalau aku cuma kamu jadikan sebagai istri di atas kertas, yang kamu peras tenaganya lalu malam kamu tidurin tapi tidak pernah kamu nafkahi] Aku segera mengklik pesan itu hingga terkirim dan entah apalagi balasan Mas Dirga setelah ini, pokoknya aku tidak akan diam lagi, jika selama ini aku diam dia perlakukan aku seperti itu maka kali ini aku akan melawan, tak akan biarkan seorang pun meremehkan aku lagi.Bab 7 Anak Setan (GN)Aku puas setelah membalas whatsapp suamiku itu, marah-marah deh tu orang, biar aja meledak itu kepala, batas kesabaran aku sebagai seorang istri telah habis kini. Selama ini aku sabar aku di injak-injak kini saatnya aku bangkit dan tak mau dibodohi oleh cinta lagi. Cukup sudah, kini saatnya aku melawan bahkan seandainya bisa dan gak mikir bahaya yang papaku katakan, lebih baik aku gak pulang dan menyewa apartemen di luar atau pulang ke rumah."Ma, habis ini kita pulang ya?"tanya Aida yang entah kapan dia bangun."Belum tahu sayang, memangnya kamu sudah mau pulang?" tanyaku pada Aida."Belum sih, Bu. Kalau bisa malah maunya Aida gak pulang," jawab Aida yang membuat aku mengkerutkan kening."Loh kenapa gitu sayang emangnya kamu nggak kangen sama ayah kamu?"tanyaku yang hanya sekedar menguji hati Aida saja apakah dia merindukan Papanya atau tidak. Aida menggelengkan kepalanya tegas,"enggak!" Aku sedikit terkejut mendengar jawaban Aida. "Ayah itu jahat Bu, ayah g
Bab 8 GN Akhirnya hari ini Murni kembali jalan-jalan dengan anaknya. Dia membelikan apa saja yang Aida mau dan nggak lupa juga mematikan ponsel. Murni malas jika Dirga kembali menelpon lalu berbicara banyak dengan tanpa habisnya, bodo amat juga dia mau makan apa karena Murni yakin di rumah sudah tidak ada bahan makanan. Saat dia pergi tadi beras sudah habis. Murni juga melihat gas sebentar lagi juga akan habis waktu akan ditinggal tadi. Tapi masa bodoh dengan semua itu toh selama ini Dirga lebih banyak memberikan uangnya kepada ibu dan kakaknya jadi biar saja dia meminta kepada mereka. "Ibu aku mau sepedanya warna biru ya," ujar Aida yang langsung dijawab anggukan oleh Murni."Saya bayarnya pakai kartu ATM ya pak,"ujar Murni kepada pemilik toko karena memang dia sudah kehabisan uang cash. "Boleh Mbak banknya apa ya?"Dia segera memberitahukan bank apa yang dipakai selanjutnya dan menyerahkan kartu pintar miliknya untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti harga sepeda yang tad
Bab 9 GNIbu Sebenarnya ada apa sih Kenapa kita lari-lari seperti ini!" tanya Aida yang sepertinya bingung karena dari diajak lari oleh Murni."Ada orang jahat nak dia mau menangkap kita dan juga mencel4k4i kita jadi kita harus lari dari sini nanti setelah keadaan aman baru kita beli barang-barang keperluan kamu lagi," jawab Murni yang masih merasa takut. Dia merasakan waktu berjalan begitu lambat sehingga untuk sampai ke lantai dasar yang sejatinya hanya dua tingkat itu sangat lama. "Ada orang jahat, emangnya kita salah apa Bu Kenapa mereka mau mengejar kita?" tanya Aida yang memang pada dasarnya selalu ingin tahu."Nanti kapan-kapan Ibu jelaskan sekarang ayo kita keluar sebelum preman-preman itu menangkap kita," ujar Murni dengan gelisah lalu segera kutarik tangan Aida keluar dari lift. Murni menatap ke kanan dan ke kiri takut jika tiba-tiba preman-preman itu memergoki aku dan Aida.Tubuh Murni gemetar, jantungnya seketika berhenti berdetak ketika melihat salah satu preman tadi
Bab 10 GN "Kamu ngapain beli baju banyak sekali?"tanya Ibuku ketika aku membeli pakaian bayi yang sengaja aku siapkan untuk kelahiran anakku saat itu usia kandungan Murni baru sekitar 8 bulan. Aku bahagia sekali murni mengandung dan aku bangga sekali karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah segala keperluan Murni aku penuhi bahkan aku tidak mengizinkan dia untuk memasak, cuci pakaian apalagi mengepel lantai semua pekerjaan yang berat aku lakukan dan semua itu aku lakukan demi calon anakku, pokoknya aku tidak mau terjadi apa-apa dengan Murni dan juga calon anakku. Apa saja yang Murni inginkan selalu aku belikan dan itu membuat kakakku Melly merasa iri. "Mana ada orang hamil usia segitu nyidam kamu tuh dibodohin sama istrimu aja nggak ada istilahnya orang hamil 8 bulan kok masih ngidam," kesal Mbak Melly. Saat itu aku baru saja pulang membeli durian yang aku beli seharga 500.000 karena memang saat itu durian sedang langka. Sedangkan Murni yang saat ini sedang hamil sangat m
Bab 11 GNMeletakkan setrika lalu melangkah dengan cepat menuju ke pintu Aku sungguh kesal dengan orang itu, emosiku bahkan sudah memuncak Aku akan segera mengumpatnya supaya dia tahu rasa.Begitu pintu terbuka aku terkejut ketika melihat sebuah truk yang bermuatan sebuah motor matic warna hitam. "Maaf Pak Apa ini rumahnya Ibu Murni?"tanya sama sopir yang baru saja turun dari mobil itu sementara aku mengkerutkan keningku. "Iya ini memang rumah Murni, Bapak ini siapa dan ada keperluan apa, memang bapak itu nggak diajarkan akhlak ya pagi-pagi bunyikan klakson keras banget sampai sakit telinga saya," kesalku sambil meletakkan tangan di pinggang. "Maaf Pak kami mengantarkan motor yang dibeli oleh Bu Murni.""Hah?" Aku melongo tidak percaya, apa-apaan ini tadi membeli barang branded dan sekarang dia membeli motor matic yang harganya pasti puluhan juta. "Bapak ini suaminya kan, Pak Dirga?"Aku mengangguk saja."Silakan tanda tangan Pak tadi ibu Murni pesan kalau sampai di sini bapak sa
Bab 12 GNMendengar ucapan sinis Mbak Melly itu membuat emosiku seketika naik kepalaku terasa berat pandanganku kabur dan dadaku terasa sesak aku juga merasakan aliran darahku bergejolak seperti air yang mendidih lalu ku kepalkan telapak tanganku. "Kamu bandel sih dari dulu kan mbak sama ibu udah bilang ceraikan saja wanita itu, kamu menikah dengan wanita pilihan kita tapi kamu itu nggak mau coba kamu itu menikah dengan Airin. Dia itu jauh lebih kaya pasti hidup kita itu akan lebih enak, itu lebih baik Dirga daripada kamu pertahankan pernikahan kamu dengan Murni.Aku menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar entah sudah berapa kalinya Mbak Melly minta aku menikah dengan Airin sahabatnya yang dulu naksir berat padaku tapi aku tolak karena aku mencintai Murni."Mbak nggak usah menyuruh aku menceraikan Murni karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Murni aku mencintainya Mbak," jawabku dengan gigi yang gameretak sementara Mbak Melly justru tertawa mengejekku."Dirga, D
Bab 13Aku menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar entah sudah berapa kalinya Mbak Melly minta aku menikah dengan Airin sahabatnya yang dulu naksir berat padaku tapi aku tolak karena aku mencintai Murni."Mbak nggak usah menyuruh aku menceraikan Murni karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan Murni aku mencintainya Mbak," jawabku dengan gigi yang gameretak sementara Mbak Melly justru tertawa mengejekku."Dirga, Dirga kamu itu kok bodohnya kebangetan ngapain coba mempertahankan Murni, kamu tuh cuma di jadikan patung, dia itu pura-pura baik saja pura-pura lemah dan tidak berdaya serta menurut sama kamu tapi sebenarnya dia itu ular sekarang terbukti kan nyatanya dia bisa memiliki uang yang banyak, dari mana lagi dia dapat uang itu kalau bukan menjual diri." "Sudahlah Mbak, lagian kan belum terbukti kalau murni itu menjual diri!" Teriak aku dengan penuh amarah."Terserah kamulah dasar bandel, udah enak-enak dibilangin ceraikan saja istri kamu yang tidak berguna itu yan
Bab 14 GNNan itu kan apa ibu bilang dia itu punya lelaki lain di luar sana, ini pasti yang membelikan semua barang-barang anak haram itu adalah bapaknya, mendingan kamu ceraikan istri kamu itu pasti di luar sana dia itu ketemu sama laki-laki yang dulu menghamili dia, kamu jangan mau kalau hanya dimanfaatkan , hanya dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi malu, dia senang-senang dengan laki-laki lain membuat anak eh malah kamu yang harus bertanggung jawab." Dirga yang kesal hanya menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar, hati lelaki itu sungguh sakit."Sudahlah Bu, Dirga lagi pusing,"jawab lelaki itu yang bahkan langsung masuk kamar dia tidak lagi berniat untuk pergi bekerja pikirannya kusut memikirkan WhatsApp dari Murni tadi, bisa-bisanya istrinya itu menghianati dirinya dan pergi dengan laki-laki lain dan yang lebih menyebalkan lagi Murni mengancam akan menceraikan Dirga. "Gak ini gak bisa dibiarkan, enak aja dia mau pergi dengan lelaki pilihannya itu." Dirga meraih po
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dave: baik, kali ini aku ikuti permainan kamu. Tapi kamu harus ingat aku bukan orang yang mudah dipermainkan Jika kamu kembali mengancamku lagi maka Aku pastikan anak buahku akan mencarimu dan aku pasti kan kamu tidak akan bisa bernafas lagi!Pengacau: Baik. Kamu bisa pegang janjiku.Dave terpaksa mengikuti permainan si pengacau itu walaupun dia tahu ini sebenarnya adalah hal bodoh yang sepatutnya tidak dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Pria itu segera turun lalu meletakkan amplop di tempat yang telah ditentukan oleh si pengacau dan setelahnya dia pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di tempat yang agak gelap Dave sengaja turun dari mobilnya lalu berusaha mengintai siapa gerangan si pengacau itu. Namun, sudah beberapa saat menunggu tidak ada satu orang pun yang datang. "Sial, kemana dia?" gumam Dave.Beberapa saat kemudian ponsel laki-laki itu berbunyi. Pengacau: Kamu pikir aku bodoh. Cepat pergi dari sini atau aku akan berubah pikiran. Jika bukti ini aku
Dave meletakkan jemari tengah ke bibir Murni," Tuhan tahu mana yang terbaik bagi kita walaupun terkadang itu rasanya sakit tetapi setiap apa yang diputuskan Tuhan untuk kita itulah yang terbaik."Cukup lama Murni termenung dihadapan makam itu bersama dengan Dave. Dia mengirimkan doa yang panjang kepada anaknya tanpa dia tahu sebenarnya Aida masih hidup dan sedang bersama dengan Dirga. Selesai berdoa dan memohon kepada Tuhan agar Aida diterima di sisinya Murni pun berdiri dibantu dengan Dev lalu mereka berdua melangkah bergandengan menuju mobil dan selanjutnya pergi meninggalkan pemakaman umum tersebut. "Kita berhenti dulu ya, makan di Cafe kebetulan ada menu favorit kamu di sana. Cah kangkung, sambal terasi, udang dan cumi crispy."Murni seketika menoleh ke arah lelaki tampan yang sedang asyik memandangi jalanan itu."Kamu masih ingat makanan kesukaan aku Dave?"tanya wanita itu sambil mengulas senyum. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun berpisah lelaki itu masih mengingat mak
"Orang tua gak tau malu! Harusnya kamu itu tahu diri Mas sebentar lagi kamu itu akan punya cucu masih mikir mau nikah lagi." Wanita itu kelihatan geram apalagi ketika melihat wanita yang kemungkinan akan menjadi calon madunya.Dave menarik tangan Murni menjauh dari tempat itu. Mereka melanjutkan acara fitting baju mereka. "Jadi bagaimana, kamu mau pakai baju yang ada ini atau kamu mau pesan?"tanya Dave kepada Murni dengan suara lembut."Aku nggak masalah sih soalnya di pernikahan aku terdahulu..." Murni tidak melanjutkan ucapannya karena Dave meletakkan jarinya tepat di bibir Murni. Lelaki itu menggelengkan kepalanya," jangan samakan pernikahan kita dengan pernikahan kamu terdahulu, ini beda. Jika dulu kamu menikah secara koboi bersama dengan Dirga dan akhirnya tidak bahagia tapi di pernikahan ini kita menikah secara terang-terangan. Kita akan pamerkan kepada semua orang tentang kebahagiaan kita biar mereka mendoakan kita supaya kita bisa menjalani rumah tangga kita sampai akhir hay
Beberapa saat kemudian makanan yang dipesan oleh Dirga pun datang dan Aida pun makan dengan lahap. "Habiskan, Nak! Kamu pasti lapar," ucap Dirga. Untuk pertama kalinya tangan kekar laki-laki itu mengelus rambut anaknya. Aida bahkan sampai berhenti mengunyah, dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dirga."Maafkan papa ya nak. Papa sadar Papa telah salah, sekarang setelah kamu dan ibumu pergi Papa merasa kesepian dan papa sadar ternyata kalian sangat berarti bagi Papa." Mata Dirga berkaca-kaca bahkan kemudian air matanya menetes sehingga membuat laki-laki itu buru-buru untuk menghapusnya. "Nak, boleh Papa tanya sama kamu?" tanya Dirga pelan setelah Aida selesai makan. "Mau tanya apa?" tanya gadis kecil itu. Walaupun berusaha bersikap baik padanya akhirnya tampak masih canggung dengan Dirga. "Kenapa kamu sendirian, ibu kamu ke mana?" Dirga menatap Aida dengan pertanyaan penuh di kepala. Sementara Aida menarik nafas dalam lalu dengan terbata-bata anak itu menceritakan semua yang
Semua mata tertuju pada insiden kecelakaan itu. Sesosok tubuh anak perempuan tertabrak mobil yang melaju dengan sangat kencang di jalan raya. Tubuhnya terlempar jauh ke sisi jalan dengan luka yang terlihat parah. Terlihat baju anak itu basah dan berwarna merah. Orang-orang yang ada disekitar situ heboh dan mulai bergerombol mendekat ke arah korban."Apa dia meninggal?"tanya salah seorang lelaki berpakaian sederhana memakai kaos oblong berwarna putih dan bercelana hitam. Dia berdiri sambil memperhatikan tubuh yang meringkuk di tepi jalan itu. "Biar aku periksa," jawab seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Namun, buru-buru tangannya dicekal oleh orang lain. "Jangan sentuh dulu! Kita tunggu polisi datang,"ucap lelaki berkulit sawo matang dan memiliki tahi lalat di bibirnya. "Tapi kasihan, bagaimana kalau dia masih hidup," bantah pemuda itu. Dia berpikir mungkin saja korban masih hidup dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan. Tapi, para warga memiliki pikiran lain Mereka taku
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera