Share

Bab 6

Bab 6 Perang W******p

POV Murni

Aku bangun di pagi hari dengan tubuh yang segar, inilah untuk pertama kalinya setelah bergelar menjadi istri aku bisa bangun siang karena biasanya aku dituntut bangun pagi. Jam tiga pagi aku harus bangun untuk mencuci baju, kami tidak memakai mesin cuci padahal Mas Dirga mampu beli, dia lebih mementingkan ibunya dari pada istrinya. Terkadang jika aku mencuci baju-baju Mas Dirga rasanya aku ingin menangis, celana Mas Dirga kebanyakan celana jeans dengan bahan yang tebal dan aku harus mencuci dengan tangan, pernah aku protes dan bilang aku capek nyuci terus pakai tangan dan Mas Dirga menjawab.

"Apa gunanya kamu di rumah ini, apa gunanya kamu sebagai seorang istri kalau bukan untuk mencuci pakaian suamimu!" Itu semua juga dia ucapkan bukan dengan bahasa yang halus tapi dengan bahasa kasar penuh makian.

Bodoh? Iya aku bodoh karena rela hidup susah padahal anak orang kaya, tapi, itulah cinta yang kadang antara bodoh dan cinta itu beda tipis saja. Hanya saja dulu suamiku tidak seperti itu, pas awal-awal menikah dia adalah lelaki yang baik, segala kebutuhan aku dia penuhi tanpa aku minta, aku bahkan dijadikan ratu rumah ini, semua pekerjaan kami lakukan berdua, apalagi saat aku hamil, Mas Dirga bahagia sekali bahkan dia tak mengizinkan aku untuk mencuci bajunya, memasak mencuci piring bahkan mengepel lantai semua dia kerjakan aku betul-betul jadikan sebagai seorang Ratu hingga suatu hari entah apa yang dikatakan oleh keluarganya tiba-tiba Mas Dirga berubah 100%. Sampai saat ini aku tidak tahu kata-kata apa yang telah digunakan oleh ibu dan kakaknya sehingga mampu mencuci otak Mas Dirga hingga pada akhirnya dia memperlakukan kami seperti ini. Aida yang sejatinya adalah darah dagingnya sendiri pun dia perlakukan dengan seenak hatinya, aku masih ingat ketika Aida sakit dia bahkan juga tidak peduli sama sekali. Mengingat itu semua aku rasanya ingin menyerah dan pulang ke rumah orang tuaku tapi, mau bagaimana lagi saat ini keluargaku juga sedang ada masalah bahkan kalau bisa aku disuruh menyembunyikan identitasku supaya semua orang tidak tahu bahwa aku adalah anak dari kedua orang tuaku. Entah kenapa aku sendiri juga tidak tahu, mereka hanya bilang bahwa jika sampai ada orang yang tahu tentang identitasku maka itu akan sangat membahayakan nyawaku. Itulah yang menjadi alasanku tetap bertahan di keluarga Mas Dirga karena dengan begitu aku bisa menyembunyikan identitasku.

Aku menarik napas dalam, membuka korden jendela kamar hotel dan dari sini aku bisa melihat hiruk pikuk kota di pagi hari. Cukup lama aku termenung memandangi pemandangan yang ada di bawah hingga kemudian Aku teringat dengan ponselku karena kesal tadi malam aku matikan ponsel itu hingga sampai saat ini belum aku hidupkan lagi.

Aku segera membuka layar ponsel yang tadi aku matikan dan benar saja berderet pesan masuk dan telepon dari Mas Dirga kini terlihat di aplikasi W******p ku.

[Awas kamu kalau tidak pulang sampai sore hari aku ceraikan kamu dasar perempuan tidak tahu diri!] Pesan Mas Dirga mengancam, sepertinya dia marah karena pesannya tak ada satupun yang aku balas.

Ku tarik nafas dalam untuk meredakan emosiku kalau aku turuti bisa saja aku terkena darah tinggi gara-gara suamiku itu. Namun, baru saja aku akan meletakkan ponsel itu sebuah pesan kembali masuk ke aplikasi W******p ku yang dikirim oleh Mas Dirga.

[Heh perempuan kampung, kamu dapat uang dari mana hingga kamu bisa bersenang-senang seperti itu tidur di hotel lalu membeli barang-barang mahal , hah?]

Sepertinya ibu dan kakaknya sudah mengadu karena melihat status yang aku buat kemarin. Baguslah.

Segera aku ketik sebuah pesan balasan untuk Mas Dirga.

[Yang jelas bukan dari kamu, kamu kan pelit sama anak dan istri hingga sepatu anak Kamu bolong seperti mulut buaya dan di ejek oleh teman-temannya pun kamu gak peduli , daster istri kamu sudah seperti kain pel hingga kalau keluar ketemu orang pun istri kamu malu tapi kamu juga tidak peduli. Kamu lebih mementingkan membelikan motor metik kakak kamu padahal motor itu tidak ada gunanya sama sekali, kamu juga lebih mementingkan memberikan uang rokok untuk kakak ipar kamu dibandingkan kamu memberikan uang itu pada anak dan istri kamu padahal kamu tahu kalau kami ini adalah tanggung jawab mu] balas ku panjang lebar, rasanya karena pada akhirnya aku bisa mengungkapkan kekesalan di hatiku ini.

Cukup lama Mas Dirga hanya membaca saja pesan itu lalu kemudian terlihat dari layar ponsel dia mengetik balasan.

[Sudah berapa kali aku bilang ya uang itu aku cari dengan keringat aku sendiri aku yang kerja jadi terserah aku mau aku kasih ke mana uang itu, kalau kamu bicara masalah tanggung jawab kamu kan setiap bulan juga aku kasih uang untuk belanja dan untuk makan, tiap lebaran juga aku kasih kamu baju Aida aku belikan baju kamu aja yang terlalu banyak menuntut]

Mataku melotot menetap balasan pesan dari suamiku itu, rasanya aku sungguh geram hingga aliran darahku terasa mendidih.

[Emang kamu itu memberi Uang belanja tiap bulan sama aku Mas tapi uang bulanan kamu itu nggak ada satu persen pun dari gaji kamu, lalu mengenai kebutuhan sandang kami memangnya kamu pikir kami itu hanya ganti pakaian satu tahun sekali, jika keponakan kamu saja kamu bisa membelikan dia pakaian dan kebutuhan hidupnya setiap bulan Kenapa untuk anak kamu kamu pelit, apa kamu pikir kelak kalau kamu tua keponakan kamu yang akan urus kamu] jawabku sengit sungguh Sebenarnya aku tidak ingin mengungkit hal itu tetapi karena kesal dengan sikapnya maka aku terpaksa bicara soal seperti ini.

[Halah teori, anakmu itu kan perempuan menyusahkan saja nanti kalau dia itu besar dia ikut suaminya yang ada aku rugi kalau mengeluarkan banyak biaya untuknya lain kalau anak kamu itu laki-laki]

Aku hanya mampu menarik nafas sambil menggelengkan kepalaku beberapa kali aku heran dengan cara berpikir Mas Dirga.

Setelah itu aku tidak membalas lagi segala macam pesan yang masuk ke dalam ponselku aku hanya membacanya saja termasuk ketika Mas Dirga berusaha menghubungi aku aku biarkan saja aku tidak ingin mengangkatnya rasanya aku malas berbicara dengan laki-laki yang memiliki pemikiran picik seperti Mas Dirga. Hingga kemudian dia kembali mengirimkan pesan.

[Dasar perempuan tidak tahu diri, tidak punya malu dan tidak punya harga diri kamu pasti menjual diri sama laki-laki kan makanya kamu bisa senang-senang sekarang ini, makanya kamu bisa menginap di hotel lalu membeli barang-barang mahal, ingat Murni kamu itu istri orang]

Aku yang kesal dengan pesan yang dikirimkan Mas Dirga dengan cepat mengetik sebuah balasan.

[Memangnya kenapa kalau aku menjual diri , memangnya kenapa kalau belanja dari hasil menjual tubuhku. Aku juga sadar kok kalau aku ini masih jadi istri kamu, tapi apa gunanya semua itu kalau aku cuma kamu jadikan sebagai istri di atas kertas, yang kamu peras tenaganya lalu malam kamu tidurin tapi tidak pernah kamu nafkahi]

Aku segera mengklik pesan itu hingga terkirim dan entah apalagi balasan Mas Dirga setelah ini, pokoknya aku tidak akan diam lagi, jika selama ini aku diam dia perlakukan aku seperti itu maka kali ini aku akan melawan, tak akan biarkan seorang pun meremehkan aku lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status