Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Ku Kembalikan Uang Suamiku "Bu sepatu Aida sobek, Aida malu Bu," adu anakku yang masih 2 SD . Wajar saja dia malu, sepatunya sobek seperti mulut buaya di depan. Bukannya aku tak peduli dengan anakku, tapi, mau bagaimana lagi aku hanya IRT yang tak punya kerjaan. Dulu aku kerja bantu-bantu tetangga tapi, begitu suami dan mertuaku tahu, pulangnya aku kena marah dan parahnya lagi orang yang memperkerjakan aku dilabrak habis-habisan oleh mertuaku."Maaf Murni, bukannya ibu gak mau bantu kamu lagi, tapi ibu malu. Kemarin mertua kamu datang ke sini dan memaki ibu, katanya ibu syok kaya padahal hutang ibu banyak. Ibu berlagak katanya sok-sokan nyari pembantu. Padahal kamu tahu, ibu sebenarnya juga gak begitu membutuhkan tenaga kamu, hanya karena ibu kasihan makanya ibu ajak kamu bantu-bantu di sini," ujar Bu Sintia dengan wajah sendu. Aku tahu sifat mertuaku pasti dia telah bicara macam-macam pada Bu Sintia.Kutarik napas dalam lalu setelah kejadian itu tak lagi kerja di tempat Bu Sintia.
Bab 2 Aku Bukan GembelTak lama kemudian notifikasi m Bankingku berbunyi dan sejumlah uang yang aku minta telah masuk ke rekeningku. Sebenarnya aku selalu mendapat transferan tiap bulan dari papaku. Tapi, aku sengaja pura-pura miskin di depan suamiku untuk menguji tanggung jawab Mas Dirga, aku mencoba bertahan walaupun hanya dijatah sisa gaji yang tak seberapa olehnya.Semua aku lakukan untuk menguji sejauh mana tanggung jawab suamiku, bisakah dia menjadi lelaki yang bertanggung jawab atau tidak. Namun, kali ini kesabaranku telah habis, mas Dirga sudah keterlaluan dengan melempar uang diwajah ku, padahal aku hanya meminta hakku saja."Bu, dapat?" tanya anakku dengan mata yang berbinar. Sepertinya dia berharap akan memakai sepatu baru esok hari agar teman-temannya tak lagi mengejeknya. maklum anak disini reseh dan usil jadi saat melihat anakku memakai sepatu bolong pasti akan menjadi bahan ejekan bagi mereka.Aku tersenyum dan kuusap lembut kepalanya."Dapat, habis ini kita pergi ke mal
Bab 3 "Awas ya kalau sampai nanti kalian gak bisa bayar, jangan harap aku mau memberikan uang untuk bayar belanja!" Teriak Mas Dirga yang membuat aku seketika menghentikan langkah. Memutar tubuh dan aku lihat Mas Dirga tersenyum mengejek."Takut kan, kalian pikir barang-barang di mall itu murah hingga PD bener mau beli ke sana! Heh, mall itu sepatu mahal, kalaupun ada yang murah itu juga sejuta, terus kalian dapat daripada uang segitu. Mau minta aku?" Mas Dirga menaikkan sebelah bibirnya," jangan harap!"Aku menarik nafas lalu mencoba tersenyum walaupun rasanya getir dan hati sakit."Jangan kuatir aku gak akan minta uang kok sama Mas Dirga karena aku tahu prioritas mas itu bukan kami tapi keluarga mas dan aku juga mau memberikan peringatan sama mas, nanti malam kamu kalau dingin jangan minta peluk istrimu lagi, kalau sakit dan gak bisa jalan juga jangan minta kami untuk ambil minum, mas suruh saja ibu sama kakak mas, termasuk kalau mas pingin, mas kelonin saja mereka," ucapku sengit
Bab 5 Istri Hanya Orang AsingDirga masih kesal dengan Murni istrinya itu, entah kemana perginya dia dari tadi malam sampai sekarang gak pulang. Apa wanita itu tersesat atau kehabisan ongkos, atau mungkin dia mencuri di mall lalu ditangkap polisi dan di penjara lalu hpnya di bawa polisi hingga ketika dia hubungi gak pernah diangkat. Tapi, bagaimana dia bisa menjawab WhatsAppnya tadi malam. Tadi malam karena kesal, Dirga menghubungi Murni agar cepat pulang untuk memasak karena memang uang Dirga sudah habis tinggal sisa lima ratus ribu di dompet dan itu rencananya memang untuk ongkos bensin sebulan. Tapi, jawaban Murni sungguh membuat Dirga sakit hati.[Uang kamu kan kamu berikan semua untuk keluarga kamu mas, kalau kamu lapar kamu mintalah mereka!] Dirga bekerja di sebuah perusahaan swasta, jabatannya memang manager dan gaji pokoknya saja mencapai 15 juta perbulan, tapi, dia juga memiliki banyak tanggungan.Cicilan rumah 4 juta setiap bulannya, belum cicilan mobil, Cicilan motor N Ma
Bab 5 Istri Hanya Orang AsingDirga masih kesal dengan Murni istrinya itu, entah kemana perginya dia dari tadi malam sampai sekarang gak pulang. Apa wanita itu tersesat atau kehabisan ongkos, atau mungkin dia mencuri di mall lalu ditangkap polisi dan di penjara lalu hpnya di bawa polisi hingga ketika dia hubungi gak pernah diangkat. Tapi, bagaimana dia bisa menjawab WhatsAppnya tadi malam. Tadi malam karena kesal, Dirga menghubungi Murni agar cepat pulang untuk memasak karena memang uang Dirga sudah habis tinggal sisa lima ratus ribu di dompet dan itu rencananya memang untuk ongkos bensin sebulan. Tapi, jawaban Murni sungguh membuat Dirga sakit hati.[Uang kamu kan kamu berikan semua untuk keluarga kamu mas, kalau kamu lapar kamu mintalah mereka!] Dirga bekerja di sebuah perusahaan swasta, jabatannya memang manager dan gaji pokoknya saja mencapai 15 juta perbulan, tapi, dia juga memiliki banyak tanggungan.Cicilan rumah 4 juta setiap bulannya, belum cicilan mobil, Cicilan motor N Ma
Bab 6 Perang WhatsApp POV Murni Aku bangun di pagi hari dengan tubuh yang segar, inilah untuk pertama kalinya setelah bergelar menjadi istri aku bisa bangun siang karena biasanya aku dituntut bangun pagi. Jam tiga pagi aku harus bangun untuk mencuci baju, kami tidak memakai mesin cuci padahal Mas Dirga mampu beli, dia lebih mementingkan ibunya dari pada istrinya. Terkadang jika aku mencuci baju-baju Mas Dirga rasanya aku ingin menangis, celana Mas Dirga kebanyakan celana jeans dengan bahan yang tebal dan aku harus mencuci dengan tangan, pernah aku protes dan bilang aku capek nyuci terus pakai tangan dan Mas Dirga menjawab."Apa gunanya kamu di rumah ini, apa gunanya kamu sebagai seorang istri kalau bukan untuk mencuci pakaian suamimu!" Itu semua juga dia ucapkan bukan dengan bahasa yang halus tapi dengan bahasa kasar penuh makian. Bodoh? Iya aku bodoh karena rela hidup susah padahal anak orang kaya, tapi, itulah cinta yang kadang antara bodoh dan cinta itu beda tipis saja. Hanya sa
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dave: baik, kali ini aku ikuti permainan kamu. Tapi kamu harus ingat aku bukan orang yang mudah dipermainkan Jika kamu kembali mengancamku lagi maka Aku pastikan anak buahku akan mencarimu dan aku pasti kan kamu tidak akan bisa bernafas lagi!Pengacau: Baik. Kamu bisa pegang janjiku.Dave terpaksa mengikuti permainan si pengacau itu walaupun dia tahu ini sebenarnya adalah hal bodoh yang sepatutnya tidak dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Pria itu segera turun lalu meletakkan amplop di tempat yang telah ditentukan oleh si pengacau dan setelahnya dia pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di tempat yang agak gelap Dave sengaja turun dari mobilnya lalu berusaha mengintai siapa gerangan si pengacau itu. Namun, sudah beberapa saat menunggu tidak ada satu orang pun yang datang. "Sial, kemana dia?" gumam Dave.Beberapa saat kemudian ponsel laki-laki itu berbunyi. Pengacau: Kamu pikir aku bodoh. Cepat pergi dari sini atau aku akan berubah pikiran. Jika bukti ini aku
Dave meletakkan jemari tengah ke bibir Murni," Tuhan tahu mana yang terbaik bagi kita walaupun terkadang itu rasanya sakit tetapi setiap apa yang diputuskan Tuhan untuk kita itulah yang terbaik."Cukup lama Murni termenung dihadapan makam itu bersama dengan Dave. Dia mengirimkan doa yang panjang kepada anaknya tanpa dia tahu sebenarnya Aida masih hidup dan sedang bersama dengan Dirga. Selesai berdoa dan memohon kepada Tuhan agar Aida diterima di sisinya Murni pun berdiri dibantu dengan Dev lalu mereka berdua melangkah bergandengan menuju mobil dan selanjutnya pergi meninggalkan pemakaman umum tersebut. "Kita berhenti dulu ya, makan di Cafe kebetulan ada menu favorit kamu di sana. Cah kangkung, sambal terasi, udang dan cumi crispy."Murni seketika menoleh ke arah lelaki tampan yang sedang asyik memandangi jalanan itu."Kamu masih ingat makanan kesukaan aku Dave?"tanya wanita itu sambil mengulas senyum. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun berpisah lelaki itu masih mengingat mak
"Orang tua gak tau malu! Harusnya kamu itu tahu diri Mas sebentar lagi kamu itu akan punya cucu masih mikir mau nikah lagi." Wanita itu kelihatan geram apalagi ketika melihat wanita yang kemungkinan akan menjadi calon madunya.Dave menarik tangan Murni menjauh dari tempat itu. Mereka melanjutkan acara fitting baju mereka. "Jadi bagaimana, kamu mau pakai baju yang ada ini atau kamu mau pesan?"tanya Dave kepada Murni dengan suara lembut."Aku nggak masalah sih soalnya di pernikahan aku terdahulu..." Murni tidak melanjutkan ucapannya karena Dave meletakkan jarinya tepat di bibir Murni. Lelaki itu menggelengkan kepalanya," jangan samakan pernikahan kita dengan pernikahan kamu terdahulu, ini beda. Jika dulu kamu menikah secara koboi bersama dengan Dirga dan akhirnya tidak bahagia tapi di pernikahan ini kita menikah secara terang-terangan. Kita akan pamerkan kepada semua orang tentang kebahagiaan kita biar mereka mendoakan kita supaya kita bisa menjalani rumah tangga kita sampai akhir hay
Beberapa saat kemudian makanan yang dipesan oleh Dirga pun datang dan Aida pun makan dengan lahap. "Habiskan, Nak! Kamu pasti lapar," ucap Dirga. Untuk pertama kalinya tangan kekar laki-laki itu mengelus rambut anaknya. Aida bahkan sampai berhenti mengunyah, dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dirga."Maafkan papa ya nak. Papa sadar Papa telah salah, sekarang setelah kamu dan ibumu pergi Papa merasa kesepian dan papa sadar ternyata kalian sangat berarti bagi Papa." Mata Dirga berkaca-kaca bahkan kemudian air matanya menetes sehingga membuat laki-laki itu buru-buru untuk menghapusnya. "Nak, boleh Papa tanya sama kamu?" tanya Dirga pelan setelah Aida selesai makan. "Mau tanya apa?" tanya gadis kecil itu. Walaupun berusaha bersikap baik padanya akhirnya tampak masih canggung dengan Dirga. "Kenapa kamu sendirian, ibu kamu ke mana?" Dirga menatap Aida dengan pertanyaan penuh di kepala. Sementara Aida menarik nafas dalam lalu dengan terbata-bata anak itu menceritakan semua yang
Semua mata tertuju pada insiden kecelakaan itu. Sesosok tubuh anak perempuan tertabrak mobil yang melaju dengan sangat kencang di jalan raya. Tubuhnya terlempar jauh ke sisi jalan dengan luka yang terlihat parah. Terlihat baju anak itu basah dan berwarna merah. Orang-orang yang ada disekitar situ heboh dan mulai bergerombol mendekat ke arah korban."Apa dia meninggal?"tanya salah seorang lelaki berpakaian sederhana memakai kaos oblong berwarna putih dan bercelana hitam. Dia berdiri sambil memperhatikan tubuh yang meringkuk di tepi jalan itu. "Biar aku periksa," jawab seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Namun, buru-buru tangannya dicekal oleh orang lain. "Jangan sentuh dulu! Kita tunggu polisi datang,"ucap lelaki berkulit sawo matang dan memiliki tahi lalat di bibirnya. "Tapi kasihan, bagaimana kalau dia masih hidup," bantah pemuda itu. Dia berpikir mungkin saja korban masih hidup dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan. Tapi, para warga memiliki pikiran lain Mereka taku
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera