Bab 3
"Awas ya kalau sampai nanti kalian gak bisa bayar, jangan harap aku mau memberikan uang untuk bayar belanja!" Teriak Mas Dirga yang membuat aku seketika menghentikan langkah. Memutar tubuh dan aku lihat Mas Dirga tersenyum mengejek. "Takut kan, kalian pikir barang-barang di mall itu murah hingga PD bener mau beli ke sana! Heh, mall itu sepatu mahal, kalaupun ada yang murah itu juga sejuta, terus kalian dapat daripada uang segitu. Mau minta aku?" Mas Dirga menaikkan sebelah bibirnya," jangan harap!" Aku menarik nafas lalu mencoba tersenyum walaupun rasanya getir dan hati sakit. "Jangan kuatir aku gak akan minta uang kok sama Mas Dirga karena aku tahu prioritas mas itu bukan kami tapi keluarga mas dan aku juga mau memberikan peringatan sama mas, nanti malam kamu kalau dingin jangan minta peluk istrimu lagi, kalau sakit dan gak bisa jalan juga jangan minta kami untuk ambil minum, mas suruh saja ibu sama kakak mas, termasuk kalau mas pingin, mas kelonin saja mereka," ucapku sengit. Aku lihat wajah suamiku memerah karena menahan amarah, dadanya bergelombang tapi aku tidak peduli segera aku memutar tubuh dan menarik lengan anakku. "Awas kamu ya! Kalau pulang nanti, jangan harap aku mau buka pintu!" Terus berjalan dan menggandeng tangan anakku, berjalan menuju taxi yang sudah menunggu. Aku segera masuk ke dalam taksi lalu menyebutkan nama salah satu mol yang sangat terkenal di kota ini. Di sepanjang perjalanan aku lihat ada tampak Diam dia tidak menunjukkan kalau dia bahagia membuat hatiku bertanya. "Sayang kok kamu murung Memangnya kenapa?"tanyaku lembut sambil membelai rambutnya. "Bu kalau nanti kita nggak dapat pintu kita mau tidur dimana?" tanya anakku sambil menatapku membuat aku menarik nafas dalam, ternyata dari tadi dia termenung karena memikirkan ini. Sekarang aku baru keringat bahwa beberapa tahun yang lalu Mas Dirga pernah melakukan ini kepada kami . Saat itu kami sedang ke pasar dan pulangnya kemalaman Mas Dirga yang marah tidak mau membukakan pintu untuk kami sehingga kami terpaksa tidur di luar dan paginya Aida mengalami sakit asma hingga beberapa hari dia demam, mungkin karena inilah Aida merasa trauma. "Kamu nggak perlu kuatir Sayang nanti kita tidur di hotel,"jawabku yang membuat senyum Aida merekah seketika. Senang? Tentu saja ini pertama kalinya Aida akan menginap dihotel, ayahnya sering menginap tapi, tak pernah ada jatah untuk kami. "Serius Bu?"tanya Aida dengan mata yang berbinar, mungkin tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan sementara aku mengangguk sambil mencium pipinya. "Yipi.."teriak anakku girang. Taksi terus melaju membelan jalan raya dan sepanjang jalan itu Aida terus saja bercerita tentang apa saja yang nanti akan dibelinya hingga tak terasa sampailah kami di sebuah bangunan gedung bertingkat yang sangat megah dia sih dengan lampu-lampu yang mewah. "Wah akhirnya Aida pergi juga ke mall,"ucap anakku dengan gembira. Sementara aku hanya tersenyum memperhatikan tingkah anakku. "Berapa semua pak?"tanyaku pada sopir taksi untuk menanyakan ongkos dan setelah sopir itu menyebutkan berapa rupiah yang harus aku bayar aku pun segera membayarnya dan aku bersama Aida segera masuk ke dalam mall. Aida berlari ke sana dan kemari seperti anak yang baru saja keluar dari hutan Dia sangat bahagia sekali, karena memang ini pertama kalinya Aida diajak pergi ke mall apalagi mall sebesar ini. "Ibu, dingin banget di sini," ucap anakku yang kemudian menjadi pusat perhatian beberapa orang tapi bukannya malu aku justru merasa iba dengan nasib anakku. Kasihan sekali anakku padahal kami dari keluarga yang bisa dibilang berkecukupan, tapi untuk sekedar jalan ke mall saja mas Dirga tidak pernah mengajak kami paling banter kami hanya diajak pergi ke pasar malam itu pun bisa dihitung dengan jari. "Ibu aku naik itu,"ujar Aida sambil menunjukkan mainan yang ada di mall. "Iya sana nanti Ibu temani Kita main berdua ya," ucapku sambil tersenyum. "Memangnya Ibu bisa main itu?" Aku hanya tersenyum sambil mengusap kepala anakku tentu saja aku bisa memainkan permainan Itu karena dari kecil aku selalu diajak papaku untuk main di mall ini. "Nanti kita belajar sambil main, ayo!" Aku segera menggandeng anakku lalu memainkan seluruh permainan yang ada di mall tersebut tanpa memperdulikan berapa koin yang aku habiskan yang terpenting adalah aku bisa melihat senyum di wajah anakku. "Ibu nanti habis ini naik itu ya!"Aida menunjuk permainan lain dan tentu saja aku menyanggupinya hari ini pokoknya aku peruntukan untuk Aida Aku ingin melihat anakku senang. Selesai main kami pun belanja apa saja yang diminta oleh Aida aku langsung membelikannya, aku juga tidak peduli walaupun Mas Dirga menelpon entah berapa kali di hp-ku bahkan aku mematikan ponselku agar tidak terganggu oleh mereka. "Sepatunya mau yang itu ya Bu,"ucap Aida sambil menunjuk sepatu ya sangat bagus mungkin harganya jutaan tapi tanpa fikir panjang aku segera mengambil sepatu itu dan mencari ukuran yang pas untuk kaki anakku. Bukan hanya sepatu Aida juga minta tas dan juga perlengkapan sekolah lainnya aku juga membelikan beberapa baju untuk Aida. Anakku itu dari beberapa tahun yang lalu belum pernah diberikan baju baru oleh ayahnya. "Belanja udah sekarang kita makan ya Kamu mau makan apa?"tanyaku, sementara Aida menyapu pandangannya ke seluruh ruangan mall mungkin mencari makanan apa yang dia sukai. "Boleh nggak makan sushi?" Dengan tanpa berpikir panjang lagi aku langsung menyanggupi apa yang diinginkan oleh anakku pokoknya hari ini betul-betul hari yang aku khususkan untuk membahagiakan anakku aku tidak peduli berapapun uangnya aku habiskan yang terpenting aku bisa melihat Aida senang karena terlalu banyak penderitaan yang dilalui oleh anakku itu. Sesudah dari mall aku segera menuju ke hotel, aku sengaja menyewa hotel bintang lima. "Horee." Aida berlari naik ke atas ranjang lalu berjingkrak-jingkrak di atasnya. "Ibu empuk sekali ini," ucap Aida yang membuat aku tersenyum. Aku teringat ponsel yang aku matikan hingga akupun menghidupkan ponsel itu. Gila Mas Dirga menelpon puluhan kali. [Gak usah pulang! Tidur aja kalian di jalan!] Pesan itu dikirim sepertinya beberapa menit setelah aku keluar dari rumah. [Heh kamu jangan lupa ya, kamu belum masak malam ini] [Awas kamu kalau gak pulang, aku gak akan terima kamu lagi] Pesan itu terus berderet dan aku tak tertarik untuk membalasnya. Hingga timbul sebuah ide dikepalaku. Kususun semua barang belanjaan dan mencari view yang paling menarik lalu aku mulai memfoto barang-barangku, kamar hotel dan juga Aida yang menonton TV besar di kamar hotel. Foto itu segera aku pasang di status W******p yang sengaja aku tunjukkan pada mertua dan iparku. Lalu ku tulis caption. [My time, makasih ya ayah duit dan paket menginap hotelnya] Sent ke status, aku ingin tahu seperti apa hebohnya mereka setelah melihat statusku ini!Bab 5 Istri Hanya Orang AsingDirga masih kesal dengan Murni istrinya itu, entah kemana perginya dia dari tadi malam sampai sekarang gak pulang. Apa wanita itu tersesat atau kehabisan ongkos, atau mungkin dia mencuri di mall lalu ditangkap polisi dan di penjara lalu hpnya di bawa polisi hingga ketika dia hubungi gak pernah diangkat. Tapi, bagaimana dia bisa menjawab WhatsAppnya tadi malam. Tadi malam karena kesal, Dirga menghubungi Murni agar cepat pulang untuk memasak karena memang uang Dirga sudah habis tinggal sisa lima ratus ribu di dompet dan itu rencananya memang untuk ongkos bensin sebulan. Tapi, jawaban Murni sungguh membuat Dirga sakit hati.[Uang kamu kan kamu berikan semua untuk keluarga kamu mas, kalau kamu lapar kamu mintalah mereka!] Dirga bekerja di sebuah perusahaan swasta, jabatannya memang manager dan gaji pokoknya saja mencapai 15 juta perbulan, tapi, dia juga memiliki banyak tanggungan.Cicilan rumah 4 juta setiap bulannya, belum cicilan mobil, Cicilan motor N Ma
Bab 5 Istri Hanya Orang AsingDirga masih kesal dengan Murni istrinya itu, entah kemana perginya dia dari tadi malam sampai sekarang gak pulang. Apa wanita itu tersesat atau kehabisan ongkos, atau mungkin dia mencuri di mall lalu ditangkap polisi dan di penjara lalu hpnya di bawa polisi hingga ketika dia hubungi gak pernah diangkat. Tapi, bagaimana dia bisa menjawab WhatsAppnya tadi malam. Tadi malam karena kesal, Dirga menghubungi Murni agar cepat pulang untuk memasak karena memang uang Dirga sudah habis tinggal sisa lima ratus ribu di dompet dan itu rencananya memang untuk ongkos bensin sebulan. Tapi, jawaban Murni sungguh membuat Dirga sakit hati.[Uang kamu kan kamu berikan semua untuk keluarga kamu mas, kalau kamu lapar kamu mintalah mereka!] Dirga bekerja di sebuah perusahaan swasta, jabatannya memang manager dan gaji pokoknya saja mencapai 15 juta perbulan, tapi, dia juga memiliki banyak tanggungan.Cicilan rumah 4 juta setiap bulannya, belum cicilan mobil, Cicilan motor N Ma
Bab 6 Perang WhatsApp POV Murni Aku bangun di pagi hari dengan tubuh yang segar, inilah untuk pertama kalinya setelah bergelar menjadi istri aku bisa bangun siang karena biasanya aku dituntut bangun pagi. Jam tiga pagi aku harus bangun untuk mencuci baju, kami tidak memakai mesin cuci padahal Mas Dirga mampu beli, dia lebih mementingkan ibunya dari pada istrinya. Terkadang jika aku mencuci baju-baju Mas Dirga rasanya aku ingin menangis, celana Mas Dirga kebanyakan celana jeans dengan bahan yang tebal dan aku harus mencuci dengan tangan, pernah aku protes dan bilang aku capek nyuci terus pakai tangan dan Mas Dirga menjawab."Apa gunanya kamu di rumah ini, apa gunanya kamu sebagai seorang istri kalau bukan untuk mencuci pakaian suamimu!" Itu semua juga dia ucapkan bukan dengan bahasa yang halus tapi dengan bahasa kasar penuh makian. Bodoh? Iya aku bodoh karena rela hidup susah padahal anak orang kaya, tapi, itulah cinta yang kadang antara bodoh dan cinta itu beda tipis saja. Hanya sa
Bab 7 Anak Setan (GN)Aku puas setelah membalas whatsapp suamiku itu, marah-marah deh tu orang, biar aja meledak itu kepala, batas kesabaran aku sebagai seorang istri telah habis kini. Selama ini aku sabar aku di injak-injak kini saatnya aku bangkit dan tak mau dibodohi oleh cinta lagi. Cukup sudah, kini saatnya aku melawan bahkan seandainya bisa dan gak mikir bahaya yang papaku katakan, lebih baik aku gak pulang dan menyewa apartemen di luar atau pulang ke rumah."Ma, habis ini kita pulang ya?"tanya Aida yang entah kapan dia bangun."Belum tahu sayang, memangnya kamu sudah mau pulang?" tanyaku pada Aida."Belum sih, Bu. Kalau bisa malah maunya Aida gak pulang," jawab Aida yang membuat aku mengkerutkan kening."Loh kenapa gitu sayang emangnya kamu nggak kangen sama ayah kamu?"tanyaku yang hanya sekedar menguji hati Aida saja apakah dia merindukan Papanya atau tidak. Aida menggelengkan kepalanya tegas,"enggak!" Aku sedikit terkejut mendengar jawaban Aida. "Ayah itu jahat Bu, ayah g
Bab 8 GN Akhirnya hari ini Murni kembali jalan-jalan dengan anaknya. Dia membelikan apa saja yang Aida mau dan nggak lupa juga mematikan ponsel. Murni malas jika Dirga kembali menelpon lalu berbicara banyak dengan tanpa habisnya, bodo amat juga dia mau makan apa karena Murni yakin di rumah sudah tidak ada bahan makanan. Saat dia pergi tadi beras sudah habis. Murni juga melihat gas sebentar lagi juga akan habis waktu akan ditinggal tadi. Tapi masa bodoh dengan semua itu toh selama ini Dirga lebih banyak memberikan uangnya kepada ibu dan kakaknya jadi biar saja dia meminta kepada mereka. "Ibu aku mau sepedanya warna biru ya," ujar Aida yang langsung dijawab anggukan oleh Murni."Saya bayarnya pakai kartu ATM ya pak,"ujar Murni kepada pemilik toko karena memang dia sudah kehabisan uang cash. "Boleh Mbak banknya apa ya?"Dia segera memberitahukan bank apa yang dipakai selanjutnya dan menyerahkan kartu pintar miliknya untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti harga sepeda yang tad
Bab 9 GNIbu Sebenarnya ada apa sih Kenapa kita lari-lari seperti ini!" tanya Aida yang sepertinya bingung karena dari diajak lari oleh Murni."Ada orang jahat nak dia mau menangkap kita dan juga mencel4k4i kita jadi kita harus lari dari sini nanti setelah keadaan aman baru kita beli barang-barang keperluan kamu lagi," jawab Murni yang masih merasa takut. Dia merasakan waktu berjalan begitu lambat sehingga untuk sampai ke lantai dasar yang sejatinya hanya dua tingkat itu sangat lama. "Ada orang jahat, emangnya kita salah apa Bu Kenapa mereka mau mengejar kita?" tanya Aida yang memang pada dasarnya selalu ingin tahu."Nanti kapan-kapan Ibu jelaskan sekarang ayo kita keluar sebelum preman-preman itu menangkap kita," ujar Murni dengan gelisah lalu segera kutarik tangan Aida keluar dari lift. Murni menatap ke kanan dan ke kiri takut jika tiba-tiba preman-preman itu memergoki aku dan Aida.Tubuh Murni gemetar, jantungnya seketika berhenti berdetak ketika melihat salah satu preman tadi
Bab 10 GN "Kamu ngapain beli baju banyak sekali?"tanya Ibuku ketika aku membeli pakaian bayi yang sengaja aku siapkan untuk kelahiran anakku saat itu usia kandungan Murni baru sekitar 8 bulan. Aku bahagia sekali murni mengandung dan aku bangga sekali karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah segala keperluan Murni aku penuhi bahkan aku tidak mengizinkan dia untuk memasak, cuci pakaian apalagi mengepel lantai semua pekerjaan yang berat aku lakukan dan semua itu aku lakukan demi calon anakku, pokoknya aku tidak mau terjadi apa-apa dengan Murni dan juga calon anakku. Apa saja yang Murni inginkan selalu aku belikan dan itu membuat kakakku Melly merasa iri. "Mana ada orang hamil usia segitu nyidam kamu tuh dibodohin sama istrimu aja nggak ada istilahnya orang hamil 8 bulan kok masih ngidam," kesal Mbak Melly. Saat itu aku baru saja pulang membeli durian yang aku beli seharga 500.000 karena memang saat itu durian sedang langka. Sedangkan Murni yang saat ini sedang hamil sangat m
Bab 11 GNMeletakkan setrika lalu melangkah dengan cepat menuju ke pintu Aku sungguh kesal dengan orang itu, emosiku bahkan sudah memuncak Aku akan segera mengumpatnya supaya dia tahu rasa.Begitu pintu terbuka aku terkejut ketika melihat sebuah truk yang bermuatan sebuah motor matic warna hitam. "Maaf Pak Apa ini rumahnya Ibu Murni?"tanya sama sopir yang baru saja turun dari mobil itu sementara aku mengkerutkan keningku. "Iya ini memang rumah Murni, Bapak ini siapa dan ada keperluan apa, memang bapak itu nggak diajarkan akhlak ya pagi-pagi bunyikan klakson keras banget sampai sakit telinga saya," kesalku sambil meletakkan tangan di pinggang. "Maaf Pak kami mengantarkan motor yang dibeli oleh Bu Murni.""Hah?" Aku melongo tidak percaya, apa-apaan ini tadi membeli barang branded dan sekarang dia membeli motor matic yang harganya pasti puluhan juta. "Bapak ini suaminya kan, Pak Dirga?"Aku mengangguk saja."Silakan tanda tangan Pak tadi ibu Murni pesan kalau sampai di sini bapak sa
Dirga menatap anaknya," apa setelah keluar dari rumah Papa, ibu kamu selalu mengajarkan kamu untuk masak sendiri atau ibu kamu terlalu sibuk bekerja sampai kamu harus masak sendiri?" Bocah itu menggeleng," pas keluar dari rumah Papa Aida ketemu sama Om Dave, tiap hari diajak main. Bahkan Aida pernah mau diajak main ke Singapura mau lihat patung singa. Tapi, sayang waktu itu Ibu nggak mau, padahal Aida kepingin banget ke sana." Mata anak kecil itu terlihat terus minar bahagia ketika bercerita tentang Dave membuat Dirga hanya mampu menelan salivanya jujur dia merasa cemburu karena melihat anaknya justru memuji orang lain yang bukan apa-apanya."Ya sudah kalau begitu Papa pergi dulu. Nanti papa pulang, Papa bawakan kamu makanan tapi kamu jangan masak makanan sendiri ya nanti tangan kamu kena minyak," pesan Dirga yang kemudian berjalan meninggalkan rumah. ________"Dirga, besok kamu mau mangkal nggak?" Dirga menoleh ke arah temannya. "Ya kan biasa kita mangkal di sini, memangnya ada ap
Aida," panggil Dirga," kenapa diam saja Nak?" tanya Dirga lembut sambil mengelus pucuk kepala putrinya."Ayo makan, ini rasanya pasti wangi," ucap Dirga mengambilkan sepotong martabak lalu hendak menyuapi Aida. Sungguh sampai umur anaknya hampir delapan tahun, inilah kali pertama dia hendak menyuapi anaknya."Nggak usah, Aida bisa makan sendiri kok," ucap anak kecil itu lalu kemudian mengambil sepotong martabak dan memakannya. Tak ada senyum di wajah anak itu seperti harapan Dirga."Ini, sate yang dulu selalu kamu minta. Ini juga enak loh, yang jualan masih sama kok nggak ada yang berubah," ucap.Dirga berharap mendapatkan senyuman Aida. Namun, tetap sama anak kecil itu tetap dingin. "Apa kamu rindu Ibu kamu, besok kita cari ibumu. Papa akan keliling kota untuk mencari keberadaan ibu kamu kalau perlu papa akan lapor polisi. Supaya kamu bisa bertemu dengan ibumu."Aida menggelengkan kepalanya," Aida mau pulang ke rumah Papa Dave," jawabnya membuat Dirga terdiam. Dia ingin protes bahwa
Dave: baik, kali ini aku ikuti permainan kamu. Tapi kamu harus ingat aku bukan orang yang mudah dipermainkan Jika kamu kembali mengancamku lagi maka Aku pastikan anak buahku akan mencarimu dan aku pasti kan kamu tidak akan bisa bernafas lagi!Pengacau: Baik. Kamu bisa pegang janjiku.Dave terpaksa mengikuti permainan si pengacau itu walaupun dia tahu ini sebenarnya adalah hal bodoh yang sepatutnya tidak dia lakukan. Tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Pria itu segera turun lalu meletakkan amplop di tempat yang telah ditentukan oleh si pengacau dan setelahnya dia pun melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Di tempat yang agak gelap Dave sengaja turun dari mobilnya lalu berusaha mengintai siapa gerangan si pengacau itu. Namun, sudah beberapa saat menunggu tidak ada satu orang pun yang datang. "Sial, kemana dia?" gumam Dave.Beberapa saat kemudian ponsel laki-laki itu berbunyi. Pengacau: Kamu pikir aku bodoh. Cepat pergi dari sini atau aku akan berubah pikiran. Jika bukti ini aku
Dave meletakkan jemari tengah ke bibir Murni," Tuhan tahu mana yang terbaik bagi kita walaupun terkadang itu rasanya sakit tetapi setiap apa yang diputuskan Tuhan untuk kita itulah yang terbaik."Cukup lama Murni termenung dihadapan makam itu bersama dengan Dave. Dia mengirimkan doa yang panjang kepada anaknya tanpa dia tahu sebenarnya Aida masih hidup dan sedang bersama dengan Dirga. Selesai berdoa dan memohon kepada Tuhan agar Aida diterima di sisinya Murni pun berdiri dibantu dengan Dev lalu mereka berdua melangkah bergandengan menuju mobil dan selanjutnya pergi meninggalkan pemakaman umum tersebut. "Kita berhenti dulu ya, makan di Cafe kebetulan ada menu favorit kamu di sana. Cah kangkung, sambal terasi, udang dan cumi crispy."Murni seketika menoleh ke arah lelaki tampan yang sedang asyik memandangi jalanan itu."Kamu masih ingat makanan kesukaan aku Dave?"tanya wanita itu sambil mengulas senyum. Dia tidak menyangka setelah bertahun-tahun berpisah lelaki itu masih mengingat mak
"Orang tua gak tau malu! Harusnya kamu itu tahu diri Mas sebentar lagi kamu itu akan punya cucu masih mikir mau nikah lagi." Wanita itu kelihatan geram apalagi ketika melihat wanita yang kemungkinan akan menjadi calon madunya.Dave menarik tangan Murni menjauh dari tempat itu. Mereka melanjutkan acara fitting baju mereka. "Jadi bagaimana, kamu mau pakai baju yang ada ini atau kamu mau pesan?"tanya Dave kepada Murni dengan suara lembut."Aku nggak masalah sih soalnya di pernikahan aku terdahulu..." Murni tidak melanjutkan ucapannya karena Dave meletakkan jarinya tepat di bibir Murni. Lelaki itu menggelengkan kepalanya," jangan samakan pernikahan kita dengan pernikahan kamu terdahulu, ini beda. Jika dulu kamu menikah secara koboi bersama dengan Dirga dan akhirnya tidak bahagia tapi di pernikahan ini kita menikah secara terang-terangan. Kita akan pamerkan kepada semua orang tentang kebahagiaan kita biar mereka mendoakan kita supaya kita bisa menjalani rumah tangga kita sampai akhir hay
Beberapa saat kemudian makanan yang dipesan oleh Dirga pun datang dan Aida pun makan dengan lahap. "Habiskan, Nak! Kamu pasti lapar," ucap Dirga. Untuk pertama kalinya tangan kekar laki-laki itu mengelus rambut anaknya. Aida bahkan sampai berhenti mengunyah, dia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Dirga."Maafkan papa ya nak. Papa sadar Papa telah salah, sekarang setelah kamu dan ibumu pergi Papa merasa kesepian dan papa sadar ternyata kalian sangat berarti bagi Papa." Mata Dirga berkaca-kaca bahkan kemudian air matanya menetes sehingga membuat laki-laki itu buru-buru untuk menghapusnya. "Nak, boleh Papa tanya sama kamu?" tanya Dirga pelan setelah Aida selesai makan. "Mau tanya apa?" tanya gadis kecil itu. Walaupun berusaha bersikap baik padanya akhirnya tampak masih canggung dengan Dirga. "Kenapa kamu sendirian, ibu kamu ke mana?" Dirga menatap Aida dengan pertanyaan penuh di kepala. Sementara Aida menarik nafas dalam lalu dengan terbata-bata anak itu menceritakan semua yang
Semua mata tertuju pada insiden kecelakaan itu. Sesosok tubuh anak perempuan tertabrak mobil yang melaju dengan sangat kencang di jalan raya. Tubuhnya terlempar jauh ke sisi jalan dengan luka yang terlihat parah. Terlihat baju anak itu basah dan berwarna merah. Orang-orang yang ada disekitar situ heboh dan mulai bergerombol mendekat ke arah korban."Apa dia meninggal?"tanya salah seorang lelaki berpakaian sederhana memakai kaos oblong berwarna putih dan bercelana hitam. Dia berdiri sambil memperhatikan tubuh yang meringkuk di tepi jalan itu. "Biar aku periksa," jawab seorang pemuda yang berdiri di sampingnya. Namun, buru-buru tangannya dicekal oleh orang lain. "Jangan sentuh dulu! Kita tunggu polisi datang,"ucap lelaki berkulit sawo matang dan memiliki tahi lalat di bibirnya. "Tapi kasihan, bagaimana kalau dia masih hidup," bantah pemuda itu. Dia berpikir mungkin saja korban masih hidup dan harus secepatnya mendapatkan pertolongan. Tapi, para warga memiliki pikiran lain Mereka taku
Kamu nggak papa?"tanya Abdullah ketika melihat wajah Aida yang pucat."Nggak apa-apa kok kek hanya sedikit pusing." Abdullah tampak cemas melihat Aida," apa kamu kurang sehat? Kalau kamu kurang sehat kita pergi lain kali saja sampai kamu merasa tidak pusing lagi." Tangan keriput Abdullah menyentuh kening Aida. "Aku nggak papa kok, kek. Kita lanjutkan saja rasanya Aida sudah enggak sabar ingin membeli boneka," ucap anak kecil itu meyakinkan sang kakek bagaimanapun dia tidak mau rencananya batal. Abdullah tersenyum dia senang melihat semangat Aida, Mereka pun melanjutkan perjalanan. Dari kampung tempat Abdullah menuju ke kota memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan menggunakan angkot. Pusing dan sedikit mual Aida dengan sebisa mungkin menahan diri hingga sampailah mereka ke sebuah pasar yang cukup besar. Sampai di sana Aida sempat bingung, bagaimana caranya dia kabur agar bisa bertemu dengan ibunya. "Ayo kamu ingin beli apa?" tanya kakek Abdullah ketika sampai di sebuah deretan tok
Abdullah segera berjalan menuju ke kamar miliknya lalu lelaki itu segera mengintip ke bawah dipan yang digunakannya untuk tidur. Dengan tersenyum dia meraih celengan berbentuk ayam jago yang sudah lama disimpan di bawah dipan itu. Dulu dia memiliki beberapa ayam lalu setiap ayamnya bertelur dia selalu menjualnya ke pasar dan hasilnya dia tabung di dalam celengan itu ditambah beberapa hasil panen yang dia dapatkan. Sudah lama Abdullah menyimpan uang itu dia berpikir Mungkin suatu hari dia memerlukan uang-uang itu. "Ini lihat, uang kakek banyak. Dengan uang ini kamu bisa beli boneka dan juga membeli baju baru." Pria yang giginya telah ompong itu tersenyum, wajahnya tampak sumringah saat menunjukkan celengan itu kepada Aida. "Asyik," Aida berteriak girang. Tapi sebenarnya bukan karena dia akan mendapatkan boneka akan tetapi karena rencana yang telah disusun berjalan dengan mulus."Ayo sekarang kita pecahkan celengan ini lalu kita ambil uangnya."Aida mengangguk," iya kek."Aida segera