Share

Bab 4

Penulis: Ana fatih
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Susan! Ayo, kita perlu bicara!”

Susan menoleh, wajahnya berbinar. “Mas Bayu! Ada apa? Kamu mau tahu tentang rencana pernikahan aku sama Mas Beni?”

“Iya, kita perlu membicarakan ini lebih serius. Jangan cuma anggap ini pesta. Kita harus pertimbangkan semuanya.”

Susan mengernyitkan dahi, tetapi dia mengikuti Bayu ke dalam rumah. Arum mempersiapkan diri, merasa tegang.

Arum bicara dalam hati, “Semoga mas Bayu bisa membuat Susan mengerti.”

Bayu pun bicara, “Susan, aku ingin kamu dengarkan aku. Pernikahan itu bukan hanya soal pesta megah. Kita semua harus sadar tentang kondisi kita.” 

Susan mengeluh, “Tapi Mas,ini Cuma sekali seumur hidup. Semua orang ingin merayakan dengan cara yang istimewa.”

“Aku tahu, tapi apakah kamu sudah berpikir tentang konsekuensinya? Kita punya tanggung jawab.”

Susan mulai merendahkan suaranya. “Mas Bayu aku tahu kamu khawatir, tapi mas Beni akan menjamin semuanya. Dia pengusaha sukses! Kita nggak perlu khawatir soal uang dan semuanya akan di ganti sama Mas Beni!”

Bayu merasa sangat prustrasi, “Kamu belum tahu banyak tentang Beni, kan? Kita tidak bisa hanya percaya pada omongan. Apakah kamu sudah bertanya tentang usahanya?”

Susan terdiam. Dia tidak tahu apapun tentang Beni, tapi sudah berani bicara  dengan mulut besar.

***

Hari-hari di kampung itu terasa semakin berat bagi Arum. Setiap kali dia bertemu dengan anggota keluarga Bayu, terutama dengan kakak ipar dan adik iparnya, dia merasakan tatapan sinis dan cemoohan. Arum, yang selalu berusaha untuk bersikap ramah, mulai merasa lelah menghadapi semua itu. Sekarang, setelah setahun lebih menikah, dia ingin merasakan kebahagiaan dalam hidupnya, terutama ingin segera hamil dan membangun keluarga kecil yang bahagia dengan Bayu.

Arum duduk di dapur, mengaduk sayur untuk makan malam, ketika dia mendengar suara ketukan di pintu. Dia membuka pintu dan melihat kakak iparnya, Riska yang tampak tidak senang.

“Arum mau tanya, kamu sudah bisa masak sayur yang bener belum? Bayu bilang, masakanmu masih jauh dari kata enak.”

Arum tertegun sejenak, berusaha menahan amarahnya. Dia ingin membuktikan bahwa dia bisa jadi istri yang baik, tetapi kali dia berusaha, semua usahanya tampak sia-sia di mata keluarga suaminya. 

Arum berusaha tersenyum, “Oh, aku terus berusaha belajar, Mbak Riska. Semoga saja, suatu hari nanti aku bisa memasak yang lebih enak.”

“Harapannya sih bagus. Tapi ingat, kamu harus cepet-cepet ngasih Bayu anak. Jangan sampai dia nyesel nikah sama kamu!”

“Betul. Udah nggak becus di dapur, jangan sampe nggak becus juga di ranjang,”timpal ibu mertuanya.

Setelah mendengar komentar pedas dari mereka. Arum merasa hatinya perih. Dia sudah berusaha sebaik mungkin, dan keinginan untuk memiliki anak menjadi impian terpendamnya. Dia mengangguk dan berusaha untuk tidak menjawabnya.

“Aku akan berusaha."

Riska berbalik pergi, “Iya berusaha. Semoga aja berhasil.”

Ketika Riska dan ibu mertuanya pergi, Arum merasakan air matanya menggenang di pelupuk matanya. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan suaminya. Dia ingin Bayu bangga padanya. Namun, tekanan dari keluarga Bayu membuatnya semakin merasa tertekan.

Bayu yang pulang dari bekerja, terlihat lelah tapi bahagia. Ketika dia masuk ke rumah dan melihat Arum, dia tersenyum.

“Hai sayang. Sudah siap, makan malamnya?” 

Arum berusaha tersenyum, “Iya, sudah siap. Cuma sayur dan nasi, nggak ada yang istimewa.”

Bayu mengenggam tangan Arum, “Nggak apa-apa. Yang penting adalah, kita makan bersama. Makan malam denganmu, adalah hal terbaik dalam hariku.”

Arum merasa sedikit lega mendengar kata-kata suaminya. Dia merindukan momen sederhana seperti ini, di mana mereka bisa saling mendukung satu sama lain.

“Mas, apakah kamu sudah mendengar tentang rencana pernikahan Susan? Uang dari BPKB mobil sudah cair, kan?"

Bayu mengangguk, “Iya, ibu sudah bilang. Aku memang tidak mau Susan merasa tidak bahagia. Tapi sebenarnya, aku juga berusaha mempertimbangkan kebutuhan kita, sayang.”

Arum menghela napas, “Aku ingin kita memiliki anak, mas. Tapi, dengan semua tekanan dari keluargamu, aku merasa seperti jauh untuk memiliki anak.”

Bayu mendekat, “Sayang, kamu tidak perlu merasa terbebani. Kita akan bisa mengatasi semuanya. Aku juga akan berusaha untuk bicara dengan keluargaku.”

Arum kembali sedih, “Sebetulnya. Aku hanya berharap bisa mendapatkan dukungan dari mereka. Aku hanya ingin hidup tenang, dan membangun keluarga kecil kita. Tapi, aku mengerti kalau kamu begitu lemah dengan keluargamu,”

“Aku bukannya lemah. Tapi, aku tidak bisa melawan mereka. Aku merasa mereka keluargaku dan aku harus berbakti.”

Beberapa hari kemudian, rencana pernikahan Susan makin terlihat jelas. Pesta akan digelar dalam waktu dekat. Di tengah persiapan yang dilakukan, Arum berusaha untuk tetap bersikap positif. Namun, cemoohan dari keluarga Bayu kembali menghantuinya.

“Arum itu seharusnya belajar dari Susan. Lihat betapa cantiknya dia sekarang, semoga kamu tidak mengecewakan Bayu dengan kemandulan,” ucap ibu mertuanya yang bicara tanpa hati.

Arum hanya bisa menahan napas, berusaha untuk tidak melawan. Dia tahu, setiap perkataan bisa jadi senjata yang melukai hatinya. Namun, kali ini, dia merasa ingin mengungkapkan isi hatinya.

“Bu, saya berharap bisa memiliki anak. Tapi saya juga berharap dukungan dari keluarga, agar bisa merasa lebih baik.” pinta Arum dengan hati-hati pada ibu mertuanya.

Ibu mertuanya tu menatap Arum tajam, “Dukungan? Hanya anak saya yang bisa menjadikan kamu berharga di mata keluarga ini. Cepet-cepet hamil biar nggak di usir.”

Arum menahan airmatanya, “Saya akan berusaha, bu.”

Hari berlalu dengan persiapan pernikahan Susan yang semakin matang Arum merasa terasing di rumahnya sendiri, seolah-olah semua orang menganggap dia hanya sebagai beban.

“Sayang, kamu baik-baik saja? Aku melihatmu semakin pendiam. Kamu tidak perlu merasa terbebani dengan semua ini, Yang.”

“Aku hanya lelah, mas. Rasanya semua orang mengharapkan hal yang tidak bisa aku berikan. Aku ingin menjadi istri dan ibu yang baik,” ucapnya, lirih.

Bayu memeluk istrinya, sayang. “Kamu sudah menjadi istri yang hebat. Dan kita akan memiliki anak, ketika saatnya tiba. Jangan biarkan mereka mengubah cara pandangmu.”

Arum merasakan hangat pelukan suaminya. Dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, rasa cemas terus menghantuinya.

Beberapa minggu kemudian, saat hari pernikahan Susan tiba, suasana di rumah menjadi sangat sibuk. Semua orang tampak bersemangat, kecuali Arum yang merasa terasing.

Susan menghampiri Arum. “Ayo, mbak Arum! Ini adalah hari besarku! Kita akan bersenang-senang.”

Arum tersenyum pahit. “Tentu, Susan. Semoga semua berjalan lancar.”

Kakak iparnya mulai mengomentari, “Arum! Jangan jadi penghalang kebahagiaan adik iparmu. Cobalah tersenyum sedikit!”

Arum hanya bisa mengangguk, berusaha untuk bersikap baik. Namun, saat melihat mereka semua kebahagiaan di sekitar, hatinya terasa perih. Dia tidak ingin hidup dalam bayang-bayang orang lain, dia ingin dihargai. 

“Lihat! Betapa cantiknya Susan. Beruntung sekali, Beni mendapatkan Susan yang begitu cantik seperti bidadari. Arum? Dia hanya bisa memasak sayur!”

Semua orang menertawakan, Arum berusaha untuk tidak mendengarnya. Dia berjalan menjauh, mencari ketenangan di sudut rumah. Di sanalah, dia berjumpa dengan Bayu.

“Sayang, kenapa kamu tidak ikut pesta. Dan kenapa kamu menangis?”

“Tidak apa, Mas. Tolong, jangan ganggu aku sekarang!” pinta Arum berlari pergi meninggalkan Bayu disana tanpa jawaban.

Bab terkait

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 5

    Pesta pernikahan Susan berlangsung meriah, tawa dan canda menggema di seantero rumah. Para tamu asyik berbincang di sekitar makanan melimpah, dan Susan sendiri tampak anggun di balik gaun pengantinnya yang berkilau. Namun, di tengah semua keriuhan itu, Arum merasa semakin tidak nyaman, seolah setiap langkahnya hanya membawa tatapan sinis dan cibiran dari keluarga suaminya.Arum meneguk segelas air putih sambil melirik Bayu yang sibuk berbincang dengan tamu-tamu dari keluarga besar. Bayu tersenyum lebar, tetapi Arum tahu di balik senyum itu, suaminya sedang menahan beban.“Mas,” bisik Arum pelan ke telinga Bayu. “Apakah kamu tidak merasa mereka melihatku aneh?”Bayu menggeleng. “Tidak, Arum. Mereka hanya tidak terbiasa.”“Tapi aku merasa seperti bahan tertawaan,” kata Arum, suara nyaris bergetar. “Buat apa aku bertahan di sini?”Tanpa banyak bicara, Arum mengambil tasnya dan beranjak keluar rumah. Langkahnya cepat, seolah ingin segera meninggalkan semua cemoohan yang terus menghantamn

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 6

    Keesokan paginya Arum sudah siap untuk berangkat ke sekolah dan Bayu juga berangkat ke kantor. Namun baru saja Arum memakai kaos kaki di luar suara Riska memanggil setengah berteriak."Arum, Bayu! Buka pintunya saya mau mintak nasi dan lauk," katanya dari luar. "Mas, itu Mbak Riska, tolong kamu yang layani aku mau berangkat." "Tapi Rum, aku juga mau berangkat." "Ya terserah Maslah, pokoknya aku mau berangkat. Lagian aku heran sama Mbak Riska sudah tahu ini pagi bukannya masak sendiri malah mintak ke orang lain." "Mbak, mau apa? Kita mau berangkat kerja," ucap Arum dengan wajah malasnya namun masih sedikt bersahabat. "Saya mau mintak sarapan anak saya laper dan Mas Riko mau berangkat ke kantor." "Lah, kenapa mintak kesini Mbak. Memangnya Mbak masaknya di dapur sini?" "Eh, Rum. Kamu jangan kurang ajar ya, saya mintak baik-baik kamu malah nyolot adik ipar durhaka kamu memang ya." "Terserah Mbak, tapi maaf pagi ini aku tidak masak karena aku puasa sedang Mas Bayu hanya sarapan

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 7

    "Kamu kenapa Mbak, kok wajahnya kecut begitu apa tidak dapat jatah semalam dari Mas Erik?" tegur Susan waktu pas-pasan di depan rumah, Susan hendak beli rokok Beli sedang Riska merenggut karena tidak dapat apa gang di cari di rumah Arumi. "Mbak itu lagi kessal sama itu kucel! masak Mbak cuma mintak nasi buat sarapan pagi saja bilangnya nggak masak dan sok lagi, pura-pura sibuk mau berangkat pagi kayak orang pentung saja padahal kan dia cuma guru honorer paling gajinya cuma habis buat beli bensin itupun tidak bakal cukup cuma buang waktu saja dan menghabiskan uanga Bayu," sungut Riska pada adiknya cerita panjang lebar dengan nada tak terima di perlakuan remeh oleh Arumi. "Masak sih Mbak? Mbak Arum begitu, biasanya Mbak Riska selama ini santai saja mau ambil makanan di rumah Mbak Arum dan setahu ku sih pagi-pagi Mbak Arum sudah masak." "Tapi buktinya nggak ada nuh," kessal Riska lalu menghentakkan kakinya berbaik meninggalkan Susan sang adik begitu saja. Susan yang merasa di ting

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 8

    "Bay kenapa kamu sekarang berubah, Mbak curiga kamu otak kamu sudah di cuci sama Arumi kampungan itu. Lagian kalau di pikir-pikir kamu kenapa masih saja mau bertahan dengan dia, punya anak juga nggak?" ucap Riska di ruang tamu di rumah ibuk Ratna. "Iya Mas, tadi Mbak Riska bilang Mbak Arumi tidak mau berbagi makan lagi memang kenapa?" begitu suara Susan, ternyata soal sarapan tadi masih yang tidak Arumi bagi menjadi masalah hingga sampai malam harinya di obrolkan. "Bukannya tidak mau San, tapi memang Mbak mu tadi pagi nggak masak kan kalau hari senin dan kamis Mbak mua puasa," tutur Bayu menjelaskan. "Alah itu alasan saja Ben, bilang saja kalau sekarang istrimu itu mulai perhitungan. Dengar ya Ben, Arumi itu hanya istri bukan keluarga inti kita. Aku dan Susan adalah saudara kandung mu jadi masih lebih berhakan kita menikmati hasil jerih payahmu itu, bukan dia!" sungut Riska yang ternyata masih nyimpan dendam tidak terima karena gara-gara Arumi tidak mau kasih sarapan suaminya tad

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 9

    Arumi yang baru saja selesai mandi mengerutkan dahi dan melirik ke arah pintu dimana ia mendengar suara teriakan dari luar. Sebenarnya suara itu Arumi tahu siapa pemiliknya hanya saja ia heran kenapa orang tersebut sepertinya tak ada bosennya mengganggu ketenangan batinnya padahal ini masih pagi, tidakkah ia buat berdzikir waktu sebaik ini. "Mas, itu Mbak Riska kenapa kamu diam saja Mbak mu teriak-teriak?" ujar Arum sambil menyisir rambutnya yang sehabis keramas ia baru saja selesai nyuci karna dan beres-beres. "Kamu sajalah dek, pasti Mbak Arum ke sini mau bahas soal kamu yang sudah tidak mau berbagi makanan lagi karena aku sudah memberitahunya tadi malam," balas Bayu frustasi, karena ia sendiri sedang bingung sama angsuran yang sudah terlanjur ia gadaikan BPKB mobilnya kemaren buat pesta pernikahan Susan, ternyata benar sekarang dia ia kebingungan sebab Bayu masih punya cicilan yang lain. "Memangnya kenapa, Mbak Riska marah, heran!" Arumi mengabaikan dan masih santai menata ra

  • Aku istrimu, Mas!   bab 10

    "Hai Arumi! Memangnya kamu siapa sudah berani melawan kita, Bayu katakan sama istri miskin mu itu kalau sudah dia ralat ucapanya kalau tidak ibuk tidak segan akan mengusir dia dari sini," bentak Bu Ratna sambil menunjuk wajah Arumi kasar. Sedang Arumi berusaha tenang dan tidak ikut tersulit emosi lantaran ucapan mertuanya walau ia sangat sakit sekali berkali-kali di hina namun Arumi ingin lihat apakah suaminya Bayu menepati janjinya apa tidak kalau ia mulai sekarang akan melindungi dan menjaga harga dirinya di depan ibuk dan iparnya. "Bayu! Cepat kamu katakan sama istrimu itu, kalau dia sudah salah," geram Bu Ratna karna Bayu belum juga bertindak dan hanya diam saja membisu tidak reaksi apapun. Sekilas Bayu melirik ke arah Arumi yang nampak tenang dan sedikitpun tidak meminta Bayu untuk membelanya dan itu semakin buat Bayu takut karena sikap acuh dan tak perdulinya Arumi makin terlihat. "Kenapa kamu diam saja Bayu!" Bu Ratna semakin murka pada putranya karna ia terlihat hina didep

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 1

    Bab 1"Mas Bayu katanya mau bilang sesuatu sama aku. Ada masalah apalagi sekarang?"Arum lagi duduk di ruang tamu rumah kecil mereka, kepikiran soal semua pengorbanan yang udah dia lakuin buat keluarga Bayu. Baru aja kemarin dia sama Bayu nombokin uang kuliah Susan, tapi sekarang malah muncul masalah lain.Bayu masuk ke ruang tamu dengan wajah cemas. "Dek, aku mau ngomong sesuatu," kata Bayu pelan, Bayu memanggil adek sebagai panggilan sayang pada istrinya. Bayu sepertinya sedang mencari-cari kata yang tepat biar nggak nyakitin hati istrinya.Arum langsung ngangkat alis, curiga. “Apaan lagi, Mas? Ada masalah apa lagi sekarang?”Bayu narik napas panjang, duduk di sebelah Arum, tapi nggak berani ngeliat matanya. “Ini... Susan, adikku, mau nikah bulan depan.”Arum seketika terasa seperti disambar petir, baru saja dia mencari banyak uang untuk kuliahnya Susan yang kuliah dan sekarang dengan gampangnya mengumumkan kalau dia ingin menikah? Jelas saja, Arum terkejut dan begitu kecewa.

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 2

    Pagi yang masih buta di rumah sederhana yang dikelilingi oleh tanaman hias yang layu dan suara burung berkicau, Arum terbangun dengan semangat pagi. Sinar matahari yang cerah masuk melalui jendela, menerangi ruang tamu yang penuh dengan kenangan. Dia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya. Berusaha mengusir rasa malas yang masih menggelayuti.“Akhirnya libur,” serunya ceria sambil mengusap matanya. “Aku bisa menjenguk ibuku. Semoga hari ini berjalan menyenangkan.” Arum mengenakan baju dan hijab yang sudah sedikit pudar dan celana panjang yang nyaman. Rencananya untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya membuatnya merasa bersyukur. Tapi, anehnya ada rasa cemas di dalam hati. Seakan-akan ada yang menghalangi kebahagiaanya hari ini.“Semoga tidak ada yang menganggu rencanaku,” gumamnya sambil merapihkan rambut di depan cermin.Tiba-tiba saja terdengar ketukan keras di pintu. Arum membuka pintu dengan bingung, raut wajah bingungnya itu langsung sirna saat melihat Riska, kakak iparn

Bab terbaru

  • Aku istrimu, Mas!   bab 10

    "Hai Arumi! Memangnya kamu siapa sudah berani melawan kita, Bayu katakan sama istri miskin mu itu kalau sudah dia ralat ucapanya kalau tidak ibuk tidak segan akan mengusir dia dari sini," bentak Bu Ratna sambil menunjuk wajah Arumi kasar. Sedang Arumi berusaha tenang dan tidak ikut tersulit emosi lantaran ucapan mertuanya walau ia sangat sakit sekali berkali-kali di hina namun Arumi ingin lihat apakah suaminya Bayu menepati janjinya apa tidak kalau ia mulai sekarang akan melindungi dan menjaga harga dirinya di depan ibuk dan iparnya. "Bayu! Cepat kamu katakan sama istrimu itu, kalau dia sudah salah," geram Bu Ratna karna Bayu belum juga bertindak dan hanya diam saja membisu tidak reaksi apapun. Sekilas Bayu melirik ke arah Arumi yang nampak tenang dan sedikitpun tidak meminta Bayu untuk membelanya dan itu semakin buat Bayu takut karena sikap acuh dan tak perdulinya Arumi makin terlihat. "Kenapa kamu diam saja Bayu!" Bu Ratna semakin murka pada putranya karna ia terlihat hina didep

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 9

    Arumi yang baru saja selesai mandi mengerutkan dahi dan melirik ke arah pintu dimana ia mendengar suara teriakan dari luar. Sebenarnya suara itu Arumi tahu siapa pemiliknya hanya saja ia heran kenapa orang tersebut sepertinya tak ada bosennya mengganggu ketenangan batinnya padahal ini masih pagi, tidakkah ia buat berdzikir waktu sebaik ini. "Mas, itu Mbak Riska kenapa kamu diam saja Mbak mu teriak-teriak?" ujar Arum sambil menyisir rambutnya yang sehabis keramas ia baru saja selesai nyuci karna dan beres-beres. "Kamu sajalah dek, pasti Mbak Arum ke sini mau bahas soal kamu yang sudah tidak mau berbagi makanan lagi karena aku sudah memberitahunya tadi malam," balas Bayu frustasi, karena ia sendiri sedang bingung sama angsuran yang sudah terlanjur ia gadaikan BPKB mobilnya kemaren buat pesta pernikahan Susan, ternyata benar sekarang dia ia kebingungan sebab Bayu masih punya cicilan yang lain. "Memangnya kenapa, Mbak Riska marah, heran!" Arumi mengabaikan dan masih santai menata ra

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 8

    "Bay kenapa kamu sekarang berubah, Mbak curiga kamu otak kamu sudah di cuci sama Arumi kampungan itu. Lagian kalau di pikir-pikir kamu kenapa masih saja mau bertahan dengan dia, punya anak juga nggak?" ucap Riska di ruang tamu di rumah ibuk Ratna. "Iya Mas, tadi Mbak Riska bilang Mbak Arumi tidak mau berbagi makan lagi memang kenapa?" begitu suara Susan, ternyata soal sarapan tadi masih yang tidak Arumi bagi menjadi masalah hingga sampai malam harinya di obrolkan. "Bukannya tidak mau San, tapi memang Mbak mu tadi pagi nggak masak kan kalau hari senin dan kamis Mbak mua puasa," tutur Bayu menjelaskan. "Alah itu alasan saja Ben, bilang saja kalau sekarang istrimu itu mulai perhitungan. Dengar ya Ben, Arumi itu hanya istri bukan keluarga inti kita. Aku dan Susan adalah saudara kandung mu jadi masih lebih berhakan kita menikmati hasil jerih payahmu itu, bukan dia!" sungut Riska yang ternyata masih nyimpan dendam tidak terima karena gara-gara Arumi tidak mau kasih sarapan suaminya tad

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 7

    "Kamu kenapa Mbak, kok wajahnya kecut begitu apa tidak dapat jatah semalam dari Mas Erik?" tegur Susan waktu pas-pasan di depan rumah, Susan hendak beli rokok Beli sedang Riska merenggut karena tidak dapat apa gang di cari di rumah Arumi. "Mbak itu lagi kessal sama itu kucel! masak Mbak cuma mintak nasi buat sarapan pagi saja bilangnya nggak masak dan sok lagi, pura-pura sibuk mau berangkat pagi kayak orang pentung saja padahal kan dia cuma guru honorer paling gajinya cuma habis buat beli bensin itupun tidak bakal cukup cuma buang waktu saja dan menghabiskan uanga Bayu," sungut Riska pada adiknya cerita panjang lebar dengan nada tak terima di perlakuan remeh oleh Arumi. "Masak sih Mbak? Mbak Arum begitu, biasanya Mbak Riska selama ini santai saja mau ambil makanan di rumah Mbak Arum dan setahu ku sih pagi-pagi Mbak Arum sudah masak." "Tapi buktinya nggak ada nuh," kessal Riska lalu menghentakkan kakinya berbaik meninggalkan Susan sang adik begitu saja. Susan yang merasa di ting

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 6

    Keesokan paginya Arum sudah siap untuk berangkat ke sekolah dan Bayu juga berangkat ke kantor. Namun baru saja Arum memakai kaos kaki di luar suara Riska memanggil setengah berteriak."Arum, Bayu! Buka pintunya saya mau mintak nasi dan lauk," katanya dari luar. "Mas, itu Mbak Riska, tolong kamu yang layani aku mau berangkat." "Tapi Rum, aku juga mau berangkat." "Ya terserah Maslah, pokoknya aku mau berangkat. Lagian aku heran sama Mbak Riska sudah tahu ini pagi bukannya masak sendiri malah mintak ke orang lain." "Mbak, mau apa? Kita mau berangkat kerja," ucap Arum dengan wajah malasnya namun masih sedikt bersahabat. "Saya mau mintak sarapan anak saya laper dan Mas Riko mau berangkat ke kantor." "Lah, kenapa mintak kesini Mbak. Memangnya Mbak masaknya di dapur sini?" "Eh, Rum. Kamu jangan kurang ajar ya, saya mintak baik-baik kamu malah nyolot adik ipar durhaka kamu memang ya." "Terserah Mbak, tapi maaf pagi ini aku tidak masak karena aku puasa sedang Mas Bayu hanya sarapan

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 5

    Pesta pernikahan Susan berlangsung meriah, tawa dan canda menggema di seantero rumah. Para tamu asyik berbincang di sekitar makanan melimpah, dan Susan sendiri tampak anggun di balik gaun pengantinnya yang berkilau. Namun, di tengah semua keriuhan itu, Arum merasa semakin tidak nyaman, seolah setiap langkahnya hanya membawa tatapan sinis dan cibiran dari keluarga suaminya.Arum meneguk segelas air putih sambil melirik Bayu yang sibuk berbincang dengan tamu-tamu dari keluarga besar. Bayu tersenyum lebar, tetapi Arum tahu di balik senyum itu, suaminya sedang menahan beban.“Mas,” bisik Arum pelan ke telinga Bayu. “Apakah kamu tidak merasa mereka melihatku aneh?”Bayu menggeleng. “Tidak, Arum. Mereka hanya tidak terbiasa.”“Tapi aku merasa seperti bahan tertawaan,” kata Arum, suara nyaris bergetar. “Buat apa aku bertahan di sini?”Tanpa banyak bicara, Arum mengambil tasnya dan beranjak keluar rumah. Langkahnya cepat, seolah ingin segera meninggalkan semua cemoohan yang terus menghantamn

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 4

    “Susan! Ayo, kita perlu bicara!”Susan menoleh, wajahnya berbinar. “Mas Bayu! Ada apa? Kamu mau tahu tentang rencana pernikahan aku sama Mas Beni?”“Iya, kita perlu membicarakan ini lebih serius. Jangan cuma anggap ini pesta. Kita harus pertimbangkan semuanya.”Susan mengernyitkan dahi, tetapi dia mengikuti Bayu ke dalam rumah. Arum mempersiapkan diri, merasa tegang.Arum bicara dalam hati, “Semoga mas Bayu bisa membuat Susan mengerti.”Bayu pun bicara, “Susan, aku ingin kamu dengarkan aku. Pernikahan itu bukan hanya soal pesta megah. Kita semua harus sadar tentang kondisi kita.” Susan mengeluh, “Tapi Mas,ini Cuma sekali seumur hidup. Semua orang ingin merayakan dengan cara yang istimewa.”“Aku tahu, tapi apakah kamu sudah berpikir tentang konsekuensinya? Kita punya tanggung jawab.”Susan mulai merendahkan suaranya. “Mas Bayu aku tahu kamu khawatir, tapi mas Beni akan menjamin semuanya. Dia pengusaha sukses! Kita nggak perlu khawatir soal uang dan semuanya akan di ganti sama Mas Beni

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 3

    Malam itu, menampilan Riska dengan wajah sombongnya memanggil kedua anaknya. Bahkan, dia tanpa permisi datang ke rumah Arum.“Dimana Riris dan Riko?” tanya Riska dengan wajah yang sombong.“Mbak Riska, kamu bisa sedikit sopan nggak, sih? Ini rumah orang.”“Halah! Penghuninya juga lagi nyantai. Buat apa aku harus salam dulu? Lagipula, ini rumah Bayu bukan rumahmu!” balas Riska dengan tatapan sinis.Dua anaknya yang masih mengantuk itu pun langsung datang mendekat.“Riris, Riko. Ayo, kalian harus segera pulang.”Mereka pun tersenyum mengucapkan terimakasih pada Arum yang membuat amarah Arum sedikit meredam sebelum Riska menarik tangan kedua anaknya.“Kalian gausah begitu. Ayo cepat, pulang!” ucap Riska menarik tangan dua anaknya.“Duh, ada-ada aja ya, Mas. Kok bisa-bisanya dia begitu. Bukannya beliin oleh-oleh sebagai tanda terimakasih karena anaknya udah ada yang mau tampung, tapi ini malah misuh-misuh dengan wajah sombong begitu.”“Yaudah, kamu sabar ya. Udah, istirahat sana, besok i

  • Aku istrimu, Mas!   Bab 2

    Pagi yang masih buta di rumah sederhana yang dikelilingi oleh tanaman hias yang layu dan suara burung berkicau, Arum terbangun dengan semangat pagi. Sinar matahari yang cerah masuk melalui jendela, menerangi ruang tamu yang penuh dengan kenangan. Dia melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya. Berusaha mengusir rasa malas yang masih menggelayuti.“Akhirnya libur,” serunya ceria sambil mengusap matanya. “Aku bisa menjenguk ibuku. Semoga hari ini berjalan menyenangkan.” Arum mengenakan baju dan hijab yang sudah sedikit pudar dan celana panjang yang nyaman. Rencananya untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya membuatnya merasa bersyukur. Tapi, anehnya ada rasa cemas di dalam hati. Seakan-akan ada yang menghalangi kebahagiaanya hari ini.“Semoga tidak ada yang menganggu rencanaku,” gumamnya sambil merapihkan rambut di depan cermin.Tiba-tiba saja terdengar ketukan keras di pintu. Arum membuka pintu dengan bingung, raut wajah bingungnya itu langsung sirna saat melihat Riska, kakak iparn

DMCA.com Protection Status