Bu Dita dan Mira tersenyum licik ketika mendengar rencana Rindi. “Rencana kamu boleh juga. Semoga saja berhasil,” ucap Mira. “Makanya Kakak sebisa mungkin melakukannya dengan baik,” balas Rindi meyakinkan Mira untuk melakukan tugas itu dengan sebaik mungkin.
“Tenang saja, semua akan dilakukan sesuai perintah.” Bu Dita mengacungkan jempol mendengar ucapan putri pertamanya. “Kalau begitu aku pulang dulu ya Tante,” pamit Rindi. Gadis itu kemudian beranjak dari duduknya kemudian menyalami tangan Bu Dita. “Salam sama orangtua kamu ya,” ucap Bu Dita. Rindi mengangguk menanggapi ucapan Mama Danu.Sepulangnya Rindi, Bu Dita dan Mira tersenyum senang, sebab mereka bisa membuat Arini gagal nantinya. “Berarti kita harus baikkin Arini nih Ma?” tanya Mira. “Iyalah, kita harus berpura-pura untuk mendukung dia, setelah itu booom kita akan membuat dia gagal dan menangis, hahahah.” Bu Dita dan Mira tertawa bahagia dengan rencana licik mereka bersama Rindi.*******Di toko Pak Hatta, Arini memperlihatkan konsep yang dia buat semalam pada bosnya. “Gimana menurut Bapak?” tanya Arini. Pak Hatta masih terlihat membaca tulisan di selembaran milik Arini dengan seksama. “Luar biasa konsep yang kamu buat Rini. Nanti sisa kamu tambahin aja yang ada di buku itu. Kamu bawa pulang bukunya biar bisa kamu tambahin lagi di konsep kamu.” Pak Hatta lalu memberikan 2 buah buku untuk Arini sebagai literature bacanya. Arini menerima buku itu dengan senang hati.“Terimakasih banyak Pak,” ucap Arini tersenyum senang.“Iya, sama-sama. Semangat ya, semoga kamu bisa mendapatkan beasiswa itu.”“Aamiin.”“Itu apa Rin?” tanya Pak Hatta sambil menunjuk sebuah tas ransel yang berisi laptop di samping Arini.“Oh ini Pak, laptop dari suamiku. Mas Danu memberikannya pagi tadi.”“Wah, luar biasa Danu sangat mensupport kamu ya? Bagus itu, itu bisa jadi penyemangat buat kamu. Jadi kamu jangan mengecewakan dia.”“Iya Pak, heheh.”“Assalamualaikum Pak Hatta,” sapa seseorang yang tiba-tiba datang dan menyela pembicaraan Pak Hatta dan Arini.“Walaikumsalam, Pak Raka. Mari masuk, saya kira nggak jadi datang.”“Hehehe, iya maaf lambat. Saya tadi ngasih kuis dulu sama anak-anak.” Raka melirik sekilas ke arah Arini, yang kebetulan bersamaan dengan datangnya Raka tadi ada pembeli yang membayar belanjaannya di meja kasir. Ketika Raka melirik ke arah Arini, satu kata yang dialirkan dari otaknya ‘cantik’. Raka lalu mengikuti langkah Pak Hatta masuk ke ruang tamu.Selesai melayani pembeli, Arini kembali membuka laptopnya kemudian mulai mengetik kata demi kata yang ada di otaknya tentang karya ilmiahnya. Saking asyiknya mengetika, Arini sampai tidak sadar jika ada sepasang mata yang memperhatikan dia dari jendela. Kebetulan di samping meja kasir ada jendela yang berhadapan dengan teras dan ruang tamu rumah Pak Hatta. Raka terus memperhatikan Arini, yang sibuk mengetik di laptopnya. ‘Aku baru tahu kalau ada karyawan cantik di rumah Pak Hatta,’ ucapnya dalam hati. “Eheemm, jangan dilihatin terus, itu istri orang.” Deheman Pak Hatta seketika mengagetkan Raka. “Oh, eh Pak itu sepertinya karyawan baru ya? Seingat saya dulu yang di meja kasir toko Bapak itu Ibu-ibu ya?” Pak Raka mencoba mengalihkan untuk menghindari dirinya dari rasa malu karena ketangkap basah sedang memandangi gadis di meja kasir.“Perasaan sudah lama deh, dari dia belum menikah sampai sekarang dia sudah menikah dia memang kerja di sini.”“Masa sih Pak? Tapi waktu aku pernah kemari jenguk istrik Pak Hatta sakit, aku lihat bukan dia di meja kasir.”“Oh iya saya ingat, waktu itu dia cuti nikah kebetulan saat itu istri saya sakit. Terus yang gantiin dia di meja kasir itu pekerja saya yang lain.”“Oh gitu ya, saya kirain baru. Habisnya pekerja Pak Hatta disini ‘kan sudah banyak. Kok masih terima karyawan baru. Apa karena dia cantik atau gimana? Hahaha,” canda Raka. Pak Hatta pun ikut tertawa, “Ada-ada saja Pak Raka ini.” Mereka pun kemudian terlibat pembicaraan di kampus.Arini yang sedang asyik mengetik tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Rindi yang hendak ingin membeli sesuatu. Tetapi, karena terlihat Rindi masih memilih-milih barang Arini pun kembali fokus ke laptopnya. Rindi tersenyum miring melihat Arini yang sedang serius berkutat dengan laptopnya. “Ck, sok amat! kerja di balik meja kasir aja, gayanya selangit pake laptop,” ucapnya menghina. Tiba-tiba Rindi melihat Bu Itha pemilik toko yang baru saja datang dan hendak masuk ke toko. Dia pun tersenyum sinis kemudian menjalankan rencana liciknya.Rindi bergegas menghampiri Bu Itha, “Bu, gimana sih ini? Daritadi aku berdiri di depan kasir, tapi nggak dilayani. Kasirnya justru asyik dengan laptop. Kalau gini caranya lama-lama pembeli lari semua Bu, nggak dilayani sama karyawan Ibu,” keluh Rindi bersandiwara.Bu Itha melihat ke arah Arini yang tengah asyik mengetik. “Maaf ya Mba, mari biar saya layani.” Bu Itha lalu berjalan ke arah Arini, Rindi mengikuti dari belakang dengan tersenyum senang rencananya berhasil. ‘Sebentar lagi dia pasti di pecat hahaha.’ Rindi tertawa dalam hati mengingat apa yang dia pikirkan akan menjadi kenyataan.Arini terkejut melihat kedatangan Bu Itha di meja kasir dan melayani Rindi. Arini gegas bangkit dari kursinya dan berdiri di samping Bu Itha. Rindi memberikan barang yang dibelinya, kemudian memberikan uang untuk membayar belanjaannya.“Bu, sebaiknya kasir kayak begini jangan dibiarkan kerja terus di sini, bisa-bisa toko Bu Itha bangkrut,” ucap Rindi selesai membayar belajaannya. “Makasih ya Mba atas sarannya. Tapi bagi saya rezeki itu sudah ada yang atur, meski kasir saya seperti ini kalau memang rezeki maka Allah akan tetap memberikan hak saya.” Bu Itha berucap dengan penuh bijaksana. Tentu saja hal ini di luar ekspetasi dari Rindi.“Ada lagi yang Mba mau beli? Kalau masih ada, silahkan di cari. Arini, tolong layani pembeli dulu ya. Ngetiknya lanjut istirahat aja ya.” Arini mengangguk dengan patuh, sejujurnya dalam hati Arini sangat tidak enak mendapat pembelaan dari Bu Itha. Dia tetap berniat akan meminta maaf pada Bu Itha nanti. Usai berucap, Bu Itha lalu masuk ke rumahnya.Sementara itu, Rindi memandang kepergian Bu Itha tidak percaya dengan apa yang dia katakan. “Bu Bos kamu itu lagi sakit ya?” tanyanya. “Sakit? Maksud kamu?” tanya Arini bingung dengan pertanyaan Rindi.“Bos kamu itu aneh, kamu itu sudah berbuat salah. Bukannya di marahin kek atau di pecat sekalian. Ini malah di baikin kayak tadi. Aneh ‘kan?” “Yang aneh itu kamu, senang banget lihat penderitaan orang lain. Bos ku itu orang terpelajar. Jadi, selalu bertindak sesuai dengan hati nurani. Tidak kayak kamu. Percuma terpelajar tapi attitudemu kurang.”“Kamu bilang apa?”“Aku bilang kamu orang terpelajar dengan attitude kurang. Puas?”Rindi terlihat mengepalkan tangannya mendengar sindiran dari Arini. Sedang Arini tetap tersenyum manis melihat wajah Rindi yang merah padam karena omongannya. “Kamu dengar ya, kamu tidak akan bisa menyaingi aku. Kamu akan tetap menjadi gadis rendah yang tidak terpelajar. Sebentar lagi aku akan membuka mata Mas Danu agar sadar dengan istrinya yang sebenarnya.”“Aku terima tantanganmu, jangan pernah berpikir aku takut dengan apa yang kamu lakukan. Kamu tahu? Tanpa membuka mata Mas Danu, aku yakin Mas Danu sudah bisa melihat seperti apa sosok masa lalunya. Gadis terpelajar dengan attitude rendah, kasihan.”“Kamu—“ Rindi menggantung ucapannya seraya mengangkat tangannya hendak menampar Arini. Tanpa mereka sadari seseorang menahan tangan Arini. Membuat kedua wanita itu kaget dengan kedatangannya.“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”“Iya Bu, makasih ya Bu.”“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” t
"Mas, kenapa memakai masker?" tanya Rindi. Danu hanya melihat tanpa menjawabnya. Melihat itu Rindi menghela napas berat."Besok usahakan datang sebelum aku datang. Selanjutnya kamu duduk di depan untuk melayani pasien terlebih dahulu sebelum mereka masuk periksa. Paham?"Namun, Rindi tidak menjawab dia hanya menatap Danu sambil tersenyum membuat Danu sedikit kikuk."Tidak usah menatapku seperti itu, tidak banyak yang harus kamu pelajari cukup itu saja. Lagian kamu 'kan juga basicnya perawat tentunya sudah paham apa yang harus dilakukan di rumah sakit."Rindi berjalan mendekati Danu, "Mas, pulang dari rumah sakit kita nonton yuk." Rindi mencoba merayu Danu kembali, tetapi hal itu membuat Danu jengah dengan tingkahnya."Maaf, aku sudah janji nonton bersama istriku. Sebaiknya kamu cari teman yang lain saja. Oh iya, tolong kamu bersikap biasa saja. Tidak usah sok akrab seperti ini. Aku bisa meminta pada pihak rumah sakit untuk menggantikan kamu kapan saja aku mau," ancam Danu membuat Rind
"Arini."Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran.
"Kurangajar Arini semakin ngelunjak." Bu Handoko terlihat sangat emosi dengan apa yang di lakukan oleh Arini."Sudah, nggak usah di dengarkan apa yang dia katakan. Sekarang ini gimana jadi apa nggak ke puncak?" tanya Bu Dita."Ya jadilah. Kita berangkat hari ini. Kamu sudah beri tahu Doni? Kenapa dia belum pulang?" tanya Om Handoko."Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mira kamu sudah siapkan perlengkapan anakmu?" tanya Bu Dita."Sudah Ma.""Suamimu memangnya nggak ikut lagi Mira?" tanya Tante Voni. Beliau adalah adik Bu Dita yang terakhir."Dia masih ada kerjaan Tante.""Suamimu itu kerja terus nggak pernah Tante lihat dia pulang ke rumah ini. Kamu nggak curiga apa sama dia?" tanya Bu Handoko ikut menimpali."Untuk apa di curigai Tante? Mas Andi nggak pernah macam-macam kok, dia selalu kerja. Tiap bulan dia selalu kirim uang nggak pernah telat.""Iya, Andi itu nggak pernah neko-neko. Dia itu sayang keluarga, makanya dia rela bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, n
Arini berjalan sambil tersenyum pada semua anggota keluarga yang ada di meja makan. Mereka terkejut melihat Arini datang dengan keadaan yang baik-baik saja. Arini kemudian duduk kembali di kursinya. “Kamu belum makan Mas?”“Belum sayang, nungguin kamu dulu.”“Oh, hehehe.” Arini bersikap biasa, meski tidak bisa di pungkiri dia sangat bahagia berhasil menggagalkan rencana keluarga Mas Danu untuk mencelakainya.Flashback ONKetika hendak membuka pintu kamar, Arini tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dia katakan pada keluarga Mas Danu. Dia pun berbalik kembali berjalan ke ruang tamu. Tetapi di balik dinding perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga, Arini mendengar rencana jahat mereka untuk mencelakainya.“Jadi saat makan malam nanti, kita berikan di minuman Arini obat untuk membuat dia sakit perut. Nah ketika dia sakit perut dan pamit ke belakang, kita arahkan dia untuk menggunakan kamar mandi yang ada di belakang. Saat dia ke belakang kita kunci pintu kamar mandinya, begitu dia teriak
"Danu kalian tidak lupakan? kalau besok itu acara keluarga di rumah Om Handoko," ucap Bu Dita saat mereka sedang sarapan pagi ini. "Aku ingat Ma. Aku akan pergi, asalkan mereka tidak lagi menghina istriku seperti dulu." Danu berucap tegas kepada Bu Dita. Sebab dia tahu Arini tidak disukai oleh keluarga besarnya, bahkan mama dan kakaknya Mira.Bu Dita menghela napas mendengar jawaban putranya."Lagian yang mereka bilang itu benar kok," sambung Mira."Aku sudah selesai sarapan, aku pergi dulu. Ayo sayang kita berangkat," ajak Danu pada istrinya."Tunggu!" seru Bu Dita. "Ada apa Ma?" tanya Arini."Enak saja kamu main pergi, cuci piring dulu.""Tapi Ma, aku sudah telat. Nanti aja ya Ma, tunggu aku pulang.""Ma, di rumah ini ada Kak Mira. Suruh dia saja yang cuci. Jangan cuma enaknya doang," ucap Danu."Enak saja. Nggak sudi aku mengerjakannya," protes Mira."Kalau nggak mau ngerjainnya, tahu diri dong Kak," geram Danu."Kurang Ajar kamu Danu. Sebelum menikah dengan perempuan ini kamu ng
"Arini! Kamu di dalam?" panggil Danu dari luar."Iya Mas, sebentar," jawab Arini kemudian bergegas membersihkan wajahnya. Lalu membuka pintu kamar mandi. Dia mencoba tersenyum agar suaminya tidak mengetahui."Kamu ngapain di dalam?" tanya Danu seraya menelisik wajah Arini."Aku … aku sakit perut. Ayo kita tidur lagi Mas." Arini menarik tangan suaminya untuk naik kembali ke tempat tidur."Dek, kamu nangis?" tanya Danu yang memeluk Arini dari belakang."Nangis kenapa? Kamu aneh. Ayo tidur Mas aku ngantuk banget." Danu tahu sebenarnya Arini menangis saat di kamar mandi. Namun, dia berpura-pura tidak tahu. Danu mencium pucuk kepala istrinya.'Kamu benar-benar wanita yang memiliki hati yang kuat. Kamu tidak pernah menunjukkan rasa sedihmu di depanku. Terimakasih Dek, aku janji akan selalu ada untuk kamu,' bathin Danu.****Pagi menjelang, Arini sudah mempersiapkan sarapan untik anggota keluarga. Saat semua sudah duduk di depan meja makan, Arini masih tetap di dapur. Danu yang tidak melihat
Arini bergegas masuk ke kamarnya setelah dia memberanikan diri untuk melawan mertua dan kakak iparnya. Ini adalah pertama kalinya Arini bertindak tegas kepada mereka. Kalau bukan karena dukungan suaminya, Arini tidak akan berani melakukannya.Di dalam kamar, Arini mencoba mengatur deru napasnya yang memburu. "Ya Allah, bantu aku agar mereka tidak terus-terusan menginjak dan menghinaku," pinta Arini. Arini kemudian lekas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Ashar. Sebab saat di toko tadi dia belum melaksanakan sholat Ashar seperti biasanya.Selesai mandi, dia kemudian bersiap untuk sholat. 5 menit kemudian, Arini selesai melaksanakan sholat Asharnya. Baru saja dia hendak berbaring, terdengar suara ketukan pintu.Tok … tok … tokArini berjalan ke pintu dengan langkah malas. Lalu membuka pintu kamarnya. "Ngapain aja kamu di dalam? Noh, cucian kotor menumpuk!" omel kak Mira ketika Arini membuka pintu."Terus?" tanya Arini sambil melipat dada."Pake nanya lagi, ya
Arini berjalan sambil tersenyum pada semua anggota keluarga yang ada di meja makan. Mereka terkejut melihat Arini datang dengan keadaan yang baik-baik saja. Arini kemudian duduk kembali di kursinya. “Kamu belum makan Mas?”“Belum sayang, nungguin kamu dulu.”“Oh, hehehe.” Arini bersikap biasa, meski tidak bisa di pungkiri dia sangat bahagia berhasil menggagalkan rencana keluarga Mas Danu untuk mencelakainya.Flashback ONKetika hendak membuka pintu kamar, Arini tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dia katakan pada keluarga Mas Danu. Dia pun berbalik kembali berjalan ke ruang tamu. Tetapi di balik dinding perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga, Arini mendengar rencana jahat mereka untuk mencelakainya.“Jadi saat makan malam nanti, kita berikan di minuman Arini obat untuk membuat dia sakit perut. Nah ketika dia sakit perut dan pamit ke belakang, kita arahkan dia untuk menggunakan kamar mandi yang ada di belakang. Saat dia ke belakang kita kunci pintu kamar mandinya, begitu dia teriak
"Kurangajar Arini semakin ngelunjak." Bu Handoko terlihat sangat emosi dengan apa yang di lakukan oleh Arini."Sudah, nggak usah di dengarkan apa yang dia katakan. Sekarang ini gimana jadi apa nggak ke puncak?" tanya Bu Dita."Ya jadilah. Kita berangkat hari ini. Kamu sudah beri tahu Doni? Kenapa dia belum pulang?" tanya Om Handoko."Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mira kamu sudah siapkan perlengkapan anakmu?" tanya Bu Dita."Sudah Ma.""Suamimu memangnya nggak ikut lagi Mira?" tanya Tante Voni. Beliau adalah adik Bu Dita yang terakhir."Dia masih ada kerjaan Tante.""Suamimu itu kerja terus nggak pernah Tante lihat dia pulang ke rumah ini. Kamu nggak curiga apa sama dia?" tanya Bu Handoko ikut menimpali."Untuk apa di curigai Tante? Mas Andi nggak pernah macam-macam kok, dia selalu kerja. Tiap bulan dia selalu kirim uang nggak pernah telat.""Iya, Andi itu nggak pernah neko-neko. Dia itu sayang keluarga, makanya dia rela bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, n
"Arini."Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran.
"Mas, kenapa memakai masker?" tanya Rindi. Danu hanya melihat tanpa menjawabnya. Melihat itu Rindi menghela napas berat."Besok usahakan datang sebelum aku datang. Selanjutnya kamu duduk di depan untuk melayani pasien terlebih dahulu sebelum mereka masuk periksa. Paham?"Namun, Rindi tidak menjawab dia hanya menatap Danu sambil tersenyum membuat Danu sedikit kikuk."Tidak usah menatapku seperti itu, tidak banyak yang harus kamu pelajari cukup itu saja. Lagian kamu 'kan juga basicnya perawat tentunya sudah paham apa yang harus dilakukan di rumah sakit."Rindi berjalan mendekati Danu, "Mas, pulang dari rumah sakit kita nonton yuk." Rindi mencoba merayu Danu kembali, tetapi hal itu membuat Danu jengah dengan tingkahnya."Maaf, aku sudah janji nonton bersama istriku. Sebaiknya kamu cari teman yang lain saja. Oh iya, tolong kamu bersikap biasa saja. Tidak usah sok akrab seperti ini. Aku bisa meminta pada pihak rumah sakit untuk menggantikan kamu kapan saja aku mau," ancam Danu membuat Rind
“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”“Iya Bu, makasih ya Bu.”“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” t
Bu Dita dan Mira tersenyum licik ketika mendengar rencana Rindi. “Rencana kamu boleh juga. Semoga saja berhasil,” ucap Mira. “Makanya Kakak sebisa mungkin melakukannya dengan baik,” balas Rindi meyakinkan Mira untuk melakukan tugas itu dengan sebaik mungkin.“Tenang saja, semua akan dilakukan sesuai perintah.” Bu Dita mengacungkan jempol mendengar ucapan putri pertamanya. “Kalau begitu aku pulang dulu ya Tante,” pamit Rindi. Gadis itu kemudian beranjak dari duduknya kemudian menyalami tangan Bu Dita. “Salam sama orangtua kamu ya,” ucap Bu Dita. Rindi mengangguk menanggapi ucapan Mama Danu.Sepulangnya Rindi, Bu Dita dan Mira tersenyum senang, sebab mereka bisa membuat Arini gagal nantinya. “Berarti kita harus baikkin Arini nih Ma?” tanya Mira. “Iyalah, kita harus berpura-pura untuk mendukung dia, setelah itu booom kita akan membuat dia gagal dan menangis, hahahah.” Bu Dita dan Mira tertawa bahagia dengan rencana licik mereka bersama Rindi.*******Di toko Pak Hatta, Arini memperlihatk
"Rindi?""Hai Mas Danu, apa kabar? Aku mau kasih kamu kue ini." Rindi memberikan sebuah box kue ke arah Danu. Tetapi, Danu tidak langsung menerimanya. Dia melihat ke arah Arini untuk meminta persetujuan.Arini yang paham dengan tatapan Danu, akhirnya mengangguk memberikan izin untuk mengambil kue itu."Terima kasih ya, tetapi aku hari ini juga lagi makan kue buatan istriku," ucap Danu berbohong. Mendengar itu Arini melototkan matanya pada Danu."Tapi, nanti kue buatanmu biar dimakan sama Mama dan Kak Mira." Danu lalu mengambil box kue dari tangan Rindi. Kemudian dia memberikannya pada Arini. "Ini simpan di dalam ya Dek, nanti beritahu Mama dan Kak Mira Kalau ada kue dari Rindi." Arini mengangguk kemudian dia masuk ke dalam untuk menyimpan kue itu.Terlihat wajah tidak senang dari Rindi. "Ayo masuk Rin," ucap Danu mempersilahkan Rindi untuk masuk. "Terima kasih Mas, tapi aku mau pulang dulu soalnya aku belum shalat," tolak Rindi."Oh, ya sudah. Terimakasih ya kuenya," ucap Danu berteri
Arini bergegas masuk ke kamarnya setelah dia memberanikan diri untuk melawan mertua dan kakak iparnya. Ini adalah pertama kalinya Arini bertindak tegas kepada mereka. Kalau bukan karena dukungan suaminya, Arini tidak akan berani melakukannya.Di dalam kamar, Arini mencoba mengatur deru napasnya yang memburu. "Ya Allah, bantu aku agar mereka tidak terus-terusan menginjak dan menghinaku," pinta Arini. Arini kemudian lekas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Ashar. Sebab saat di toko tadi dia belum melaksanakan sholat Ashar seperti biasanya.Selesai mandi, dia kemudian bersiap untuk sholat. 5 menit kemudian, Arini selesai melaksanakan sholat Asharnya. Baru saja dia hendak berbaring, terdengar suara ketukan pintu.Tok … tok … tokArini berjalan ke pintu dengan langkah malas. Lalu membuka pintu kamarnya. "Ngapain aja kamu di dalam? Noh, cucian kotor menumpuk!" omel kak Mira ketika Arini membuka pintu."Terus?" tanya Arini sambil melipat dada."Pake nanya lagi, ya
"Arini! Kamu di dalam?" panggil Danu dari luar."Iya Mas, sebentar," jawab Arini kemudian bergegas membersihkan wajahnya. Lalu membuka pintu kamar mandi. Dia mencoba tersenyum agar suaminya tidak mengetahui."Kamu ngapain di dalam?" tanya Danu seraya menelisik wajah Arini."Aku … aku sakit perut. Ayo kita tidur lagi Mas." Arini menarik tangan suaminya untuk naik kembali ke tempat tidur."Dek, kamu nangis?" tanya Danu yang memeluk Arini dari belakang."Nangis kenapa? Kamu aneh. Ayo tidur Mas aku ngantuk banget." Danu tahu sebenarnya Arini menangis saat di kamar mandi. Namun, dia berpura-pura tidak tahu. Danu mencium pucuk kepala istrinya.'Kamu benar-benar wanita yang memiliki hati yang kuat. Kamu tidak pernah menunjukkan rasa sedihmu di depanku. Terimakasih Dek, aku janji akan selalu ada untuk kamu,' bathin Danu.****Pagi menjelang, Arini sudah mempersiapkan sarapan untik anggota keluarga. Saat semua sudah duduk di depan meja makan, Arini masih tetap di dapur. Danu yang tidak melihat