"Rindi?"
"Hai Mas Danu, apa kabar? Aku mau kasih kamu kue ini." Rindi memberikan sebuah box kue ke arah Danu. Tetapi, Danu tidak langsung menerimanya. Dia melihat ke arah Arini untuk meminta persetujuan.
Arini yang paham dengan tatapan Danu, akhirnya mengangguk memberikan izin untuk mengambil kue itu."Terima kasih ya, tetapi aku hari ini juga lagi makan kue buatan istriku," ucap Danu berbohong. Mendengar itu Arini melototkan matanya pada Danu.
"Tapi, nanti kue buatanmu biar dimakan sama Mama dan Kak Mira." Danu lalu mengambil box kue dari tangan Rindi. Kemudian dia memberikannya pada Arini. "Ini simpan di dalam ya Dek, nanti beritahu Mama dan Kak Mira Kalau ada kue dari Rindi." Arini mengangguk kemudian dia masuk ke dalam untuk menyimpan kue itu.
Terlihat wajah tidak senang dari Rindi. "Ayo masuk Rin," ucap Danu mempersilahkan Rindi untuk masuk. "Terima kasih Mas, tapi aku mau pulang dulu soalnya aku belum shalat," tolak Rindi.
"Oh, ya sudah. Terimakasih ya kuenya," ucap Danu berterimakasih. "Iya Mas, kalau begitu aku pulang dulu." Rindi pamit lalu balik pulang meninggalkan rumah Danu.
Saat dijalan pulang, Rindi menggerutu karena gagal sudah mendapatkan perhatian dari Danu. "Menyebalkan! Aku pikir dia akan teringat kembali dengan kue kesukaannya." Rindi terus berpikir bagaimana caranya agar Danu bisa mengingat kembali masa-masa indah mereka? Dengan begitu mudah buat dia untuk masuk kembali ke hati Danu.
Sementara di rumah Danu, Arini menanyakan kebohongan yang dikatakan suaminya di depan Rindi tadi. "Ah, dia itu hanya cari perhatian saja Dek." Arini hanya bisa menghela napas mendengar alasan suaminya yang tidak peduli terhadap perasaan Rindi.
***
Saat Arini dan Danu lagi berduaan di kamar. Terdengar ketukan pintu di pintu kamar mereka. Danu beranjak dari duduknya kemudian diikuti oleh Arini. Nampak Bu Dita berdiri di depan pintu.
"Mama sudah pulang?" tanya Danu yang ditanggapi dengan senyum tipis dari Bu Dita. "Mama mau bicara sama kamu. Cuma sama kamu Danu," ucap Bu Dita dengan sikap dingin. "Mama tunggu di ruang keluarga," sambung Bu Dita kembali kemudian berlalu meninggalkan kamar Danu.
"Mama mau bicara apa sih Dek? Kok cuma sama aku doang?"
"Mas, ke sana saja dulu biar tahu Mama mau bicara apa."
"Kamu tidak apa-apakan Dek?"
"Heheheh, Mas ini seperti nggak kenal Mama kayak gimana sama aku." Danu lalu melangkah ke ruang keluarga.
Di dalam kamar Arini melihat kembali tema yang akan dia pilih nantinya untuk lomba karya ilmiah. "Sepertinya Pembangunan Ekonomi boleh juga," ucap Arini tersenyum. Dia lalu mengambil buku dan pulpen untuk memulai membuat konsep.
Beberapa jam kemudian, konsep yang dibuatnya pun jadi. Arini membacanya kembali lalu tersenyum senang melihat hasil konsep yang dia buat. "Semoga saja Pak Hatta benar-benar mau meminjamkan bukunya, agar bisa menambah literatur bacaanku nanti," ucap Arini penuh harap.
Arini menguap beberapa kali. Tanda jika dirinya sudah mulai mengantuk.
Akhirnya dia pun tertidur di sofa kamar mereka. Tidak berapa lama, Danu masuk ke kamar.
Dia merasa iba melihat istrinya yang tidak dianggap oleh keluarganya. "Bisa-bisanya mereka menyuruhku pergi tanpa Arini?" ucap Danu bermonolog. "Kamu saja yang pergi, nggak usah ajak Arini. Dia itu hanya bikin malu aja Danu. Mama malu punya menantu kayak dia. Hanya di jadikan bahan olokkan." Ucapan mamanya tadi masih terngiang di kepalanya.
Danu melangkah mendekati sofa tempat istrinya tertidur. Dipandanginya wajah teduh sang istri yang selalu bertahan mendampingi dirinya. Meskipun banyak anggota keluarganya yang tidak menyukainya.
Dia lalu melihat tulisan di kertas yang sedang dipegang Arini. Danu tidak percaya dengan konsep yang dibuat oleh Arini begitu bagus dan rapi. "Sepertinya kamu memang harus kuliah Dek. Melihat tulisanmu aku yakin kamu juaranya." Danu tiba-tiba teringat untuk memberikan sesuatu pada Arini, sebagai bentuk dukungannya pada lomba yang akan diikuti istrinya nanti.
Danu meletakkan kertas itu di atas meja. Kemudian menggendong Arini untuk dipindahkan ke tempat tidur. Setelah itu, Danu ikut tidur disamping istrinya seraya memeluk tubuh mungil sang istri.
***
Pagi menyapa, Danu dan Arini bersiap untuk ke tempat kerja. Namun, sebelumnya mereka ikut sarapan bersama mama dan kak Mira. Sejak dia mulai bertindak tegas dengan mertua dan iparnya, Arini tidak peduli lagi dengan tatapan tidak suka mereka kepadanya.
"Oh iya Dek, semalam aku lihat tulisan kamu di kertas. Itu nanti kamu pindahkan di mana?"
"Aku pindahkan di ponselku Mas. Nanti biar aku kirim lewat email melalui ponsel."
"Sebaiknya kamu pindahkan di laptop, kalau kamu menulis pake laptopkan lebih enak."
"Iya sih Mas, tapi aku 'kan nggak punya. Biar saja pake yang ada saja dulu." Mendengar itu Danu semakin kagum dengan tekad dan semangat istrinya.
"Kalian ini lagi omongin apa?" tanya Bu Dita. "Ini Ma, Arini akan ikut lomba karya ilmiah yang diadakan di kampusnya Pak Hatta. Lumayan hadiannya Ma, kalau Arini bisa menang dia akan mendapatkan beasiswa S1," jawab Danu. Dia yakin jika Mamanya mendengar kehebatan Arini, Mamanya pasti akan mendukungnya.
Namun, apa yang dipikirkan Danu tidak sesuai harapan. Bu Dita dan Mira hanya menertawakan Arini. "Lomba karya ilmiah? Emang otak kamu sampai? Hahaha?" ledek Mira kemudian tertawa dengan Bu Dita.
"Sudahlah Rini jangan terlalu besar khayalan sempit harapan. Mau dapat beasiswa katanya? Mau saingi Rindi? Ya jelas kalahlah Rini … Rini," sambung Bu Dita.
Entah kenapa mendengar itu, hati Arini sangat panas. Namun, dia tidak ingin merusak suasana pagi ini. Sehingga dia memilih untuk diam.
Danu melihat perubahan wajah Arini setelah mendengar hinaan dari mama dan kakaknya. Dia kemudian mengakhiri sarapan paginya segera. "Ayo Sayang, kita berangkat. Biar piringnya Kak Mira yang cuci."
Arini tersenyum lalu mengangguk. Dia berdiri dari duduknya, lalu menggandeng tangan Danu. "Arini! Tunggu!" Mira berdiri dan menghalangi jalan Arini dan Danu.
"Dari kemarin, aku terus yang cuci piring. Sekarang gantian kamu yang cuci piringnya," ucap Mira. Arini melepaskan gandengan tangannya, lalu melipat kedua tangannya di dada.
"Maaf Kak, otak aku ini rendah. Hanya sekedar cuci piring saja aku butuh bimbingan. Daripada piring Mama pecah semua. Mending Kak Mira saja yang cuci. Kak Mira 'kan seorang terpelajar dengan gelar tinggi, pasti tau dong cara cuci piring. Kalau Kak Mira nggak tahu cuci piring, berarti otak Kak Mira nggak ada bedanya denganku, otak rendah!"
Arini lalu kembali menggandeng tangan Danu untuk segera berangkat kerja. Sedang Mira terlihat sangat kesal sekali. Dia menghentakkan kakinya lalu berjalan kembali ke kursinya.
***
Di dalam mobil sebelum berangkat, Danu memberikan sesuatu untuk Arini. "Apa ini Mas?" tanya Arini. "Buka saja, biar bisa di lihat apa isinya," ucap Danu tersenyum senang melihat wajah penasaran istrinya.
Arini membuka bungkusan kado itu untuk melihat isinya. Dia terkejut ketika mengetahui bahwa isi kado itu adalah sebuah laptop. " Ya Allah, laptop Mas? Untuk aku?" tanya Arini tidak percaya. "Iyalah sayang, untuk siapa lagi? Kamu suka?" tanya Danu.
"MashaAllah, sangat suka Mas. Makasih banyak ya. Semoga rezeki Mas semakin berlimpah."
"Aamiin."
"Mas kok masih sempat-sempatnya beli laptop? Mas ninggalin aku semalam buat cari laptop?"
"Hahah, tidak Dek. Semalam aku minta tolong sama karyawanku di rumah sakit. Untuk mencarikan laptop. Kamu ingat, tadi pagi aku beralasan pulang dari jogging? Itu aku ngambil laptop di rumahnya terus sekalian aku bungkus."
"Ya ampun Mas, kamu kok repot-repot begini sih?"
"Karena aku ingin istriku menang. Buat aku bangga ya sayang. Buktikan sama semua orang kalau kamu juga bisa seperti mereka."
"Aamiin, iya Mas. Aku janji, aku akan buat kamu bangga. Aku akan buktikan kepada semua orang kalau aku pantas menjadi istri kamu." Danu tersenyum lalu mencium pucuk kepala istrinya. "Makasih ya Dek."
Setelah itu Danu lalu menyalakan mobil dan menjalankannya menuju tempat kerja mereka.
***
Setelah mobil Arini dan Danu meninggalkan halaman rumah. Tidak lama kemudian, Rindi datang. Dia memarkir motornya di halaman rumah Danu. Lalu mengetuk pintu.
Bu Dita menyambut senang kedatangan Rindi ke rumahnya. Begitu pun dengan kak Mira. Sebab, Rindi membantu pekerjaannya sedikit ringan.
Selesai berberes-beres di dapur. Mereka bertiga lalu duduk berbincang-bincang di teras samping. "Tante, bibik yang biasa bantu di sini mana?" tanya Rindi.
"Dia sudah minta berhenti. Soalnya dia ingin pulang kampung menghabiskan masa tuanya di sana."
"Apa tidak sebaiknya ambil pembantu baru Tante."
"Iya, sudah. Tante sudah cari cuma belum dapat saja." Mira lalu menceritakan pada Rindi tentang kabar Arini yang akan mengikuti lomba karya ilmiah. Mendengar itu, tentu saja hati Rindi panas. Dia tidak ingin Arini lebih dari dia.
"Emang dia bisa?" tanya Rindi meremehkan. "Pasti tidak bisalah, cuma dianya saja yang sok pintar," jawab Mira. "Dia itu ingin kayak kamu, sudah cantik berpendidikan," sambung Bu Dita. Rindi tersenyum senang mendengar pujian Mira dan Bu Dita padanya. Tiba-tiba terlintas di kepalanya sebuah ide.
"Gimana kalau kita gagalin aja jalannya untuk ikut lomba itu," ucap Rindi memberikan ide. Bu Dita dan Mira saling pandang. Lalu tersenyum setuju dengan usul Rindi.
"Terus gimana caranya kita hancurkan rencananya?" tanya Bu Dita. Rindi tersenyum dan mulai menjelaskan rencananya pada Bu Dita dan Mira.
Bu Dita dan Mira tersenyum licik ketika mendengar rencana Rindi. “Rencana kamu boleh juga. Semoga saja berhasil,” ucap Mira. “Makanya Kakak sebisa mungkin melakukannya dengan baik,” balas Rindi meyakinkan Mira untuk melakukan tugas itu dengan sebaik mungkin.“Tenang saja, semua akan dilakukan sesuai perintah.” Bu Dita mengacungkan jempol mendengar ucapan putri pertamanya. “Kalau begitu aku pulang dulu ya Tante,” pamit Rindi. Gadis itu kemudian beranjak dari duduknya kemudian menyalami tangan Bu Dita. “Salam sama orangtua kamu ya,” ucap Bu Dita. Rindi mengangguk menanggapi ucapan Mama Danu.Sepulangnya Rindi, Bu Dita dan Mira tersenyum senang, sebab mereka bisa membuat Arini gagal nantinya. “Berarti kita harus baikkin Arini nih Ma?” tanya Mira. “Iyalah, kita harus berpura-pura untuk mendukung dia, setelah itu booom kita akan membuat dia gagal dan menangis, hahahah.” Bu Dita dan Mira tertawa bahagia dengan rencana licik mereka bersama Rindi.*******Di toko Pak Hatta, Arini memperlihatk
“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”“Iya Bu, makasih ya Bu.”“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” t
"Mas, kenapa memakai masker?" tanya Rindi. Danu hanya melihat tanpa menjawabnya. Melihat itu Rindi menghela napas berat."Besok usahakan datang sebelum aku datang. Selanjutnya kamu duduk di depan untuk melayani pasien terlebih dahulu sebelum mereka masuk periksa. Paham?"Namun, Rindi tidak menjawab dia hanya menatap Danu sambil tersenyum membuat Danu sedikit kikuk."Tidak usah menatapku seperti itu, tidak banyak yang harus kamu pelajari cukup itu saja. Lagian kamu 'kan juga basicnya perawat tentunya sudah paham apa yang harus dilakukan di rumah sakit."Rindi berjalan mendekati Danu, "Mas, pulang dari rumah sakit kita nonton yuk." Rindi mencoba merayu Danu kembali, tetapi hal itu membuat Danu jengah dengan tingkahnya."Maaf, aku sudah janji nonton bersama istriku. Sebaiknya kamu cari teman yang lain saja. Oh iya, tolong kamu bersikap biasa saja. Tidak usah sok akrab seperti ini. Aku bisa meminta pada pihak rumah sakit untuk menggantikan kamu kapan saja aku mau," ancam Danu membuat Rind
"Arini."Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran.
"Kurangajar Arini semakin ngelunjak." Bu Handoko terlihat sangat emosi dengan apa yang di lakukan oleh Arini."Sudah, nggak usah di dengarkan apa yang dia katakan. Sekarang ini gimana jadi apa nggak ke puncak?" tanya Bu Dita."Ya jadilah. Kita berangkat hari ini. Kamu sudah beri tahu Doni? Kenapa dia belum pulang?" tanya Om Handoko."Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mira kamu sudah siapkan perlengkapan anakmu?" tanya Bu Dita."Sudah Ma.""Suamimu memangnya nggak ikut lagi Mira?" tanya Tante Voni. Beliau adalah adik Bu Dita yang terakhir."Dia masih ada kerjaan Tante.""Suamimu itu kerja terus nggak pernah Tante lihat dia pulang ke rumah ini. Kamu nggak curiga apa sama dia?" tanya Bu Handoko ikut menimpali."Untuk apa di curigai Tante? Mas Andi nggak pernah macam-macam kok, dia selalu kerja. Tiap bulan dia selalu kirim uang nggak pernah telat.""Iya, Andi itu nggak pernah neko-neko. Dia itu sayang keluarga, makanya dia rela bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, n
Arini berjalan sambil tersenyum pada semua anggota keluarga yang ada di meja makan. Mereka terkejut melihat Arini datang dengan keadaan yang baik-baik saja. Arini kemudian duduk kembali di kursinya. “Kamu belum makan Mas?”“Belum sayang, nungguin kamu dulu.”“Oh, hehehe.” Arini bersikap biasa, meski tidak bisa di pungkiri dia sangat bahagia berhasil menggagalkan rencana keluarga Mas Danu untuk mencelakainya.Flashback ONKetika hendak membuka pintu kamar, Arini tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dia katakan pada keluarga Mas Danu. Dia pun berbalik kembali berjalan ke ruang tamu. Tetapi di balik dinding perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga, Arini mendengar rencana jahat mereka untuk mencelakainya.“Jadi saat makan malam nanti, kita berikan di minuman Arini obat untuk membuat dia sakit perut. Nah ketika dia sakit perut dan pamit ke belakang, kita arahkan dia untuk menggunakan kamar mandi yang ada di belakang. Saat dia ke belakang kita kunci pintu kamar mandinya, begitu dia teriak
"Danu kalian tidak lupakan? kalau besok itu acara keluarga di rumah Om Handoko," ucap Bu Dita saat mereka sedang sarapan pagi ini. "Aku ingat Ma. Aku akan pergi, asalkan mereka tidak lagi menghina istriku seperti dulu." Danu berucap tegas kepada Bu Dita. Sebab dia tahu Arini tidak disukai oleh keluarga besarnya, bahkan mama dan kakaknya Mira.Bu Dita menghela napas mendengar jawaban putranya."Lagian yang mereka bilang itu benar kok," sambung Mira."Aku sudah selesai sarapan, aku pergi dulu. Ayo sayang kita berangkat," ajak Danu pada istrinya."Tunggu!" seru Bu Dita. "Ada apa Ma?" tanya Arini."Enak saja kamu main pergi, cuci piring dulu.""Tapi Ma, aku sudah telat. Nanti aja ya Ma, tunggu aku pulang.""Ma, di rumah ini ada Kak Mira. Suruh dia saja yang cuci. Jangan cuma enaknya doang," ucap Danu."Enak saja. Nggak sudi aku mengerjakannya," protes Mira."Kalau nggak mau ngerjainnya, tahu diri dong Kak," geram Danu."Kurang Ajar kamu Danu. Sebelum menikah dengan perempuan ini kamu ng
"Arini! Kamu di dalam?" panggil Danu dari luar."Iya Mas, sebentar," jawab Arini kemudian bergegas membersihkan wajahnya. Lalu membuka pintu kamar mandi. Dia mencoba tersenyum agar suaminya tidak mengetahui."Kamu ngapain di dalam?" tanya Danu seraya menelisik wajah Arini."Aku … aku sakit perut. Ayo kita tidur lagi Mas." Arini menarik tangan suaminya untuk naik kembali ke tempat tidur."Dek, kamu nangis?" tanya Danu yang memeluk Arini dari belakang."Nangis kenapa? Kamu aneh. Ayo tidur Mas aku ngantuk banget." Danu tahu sebenarnya Arini menangis saat di kamar mandi. Namun, dia berpura-pura tidak tahu. Danu mencium pucuk kepala istrinya.'Kamu benar-benar wanita yang memiliki hati yang kuat. Kamu tidak pernah menunjukkan rasa sedihmu di depanku. Terimakasih Dek, aku janji akan selalu ada untuk kamu,' bathin Danu.****Pagi menjelang, Arini sudah mempersiapkan sarapan untik anggota keluarga. Saat semua sudah duduk di depan meja makan, Arini masih tetap di dapur. Danu yang tidak melihat
Arini berjalan sambil tersenyum pada semua anggota keluarga yang ada di meja makan. Mereka terkejut melihat Arini datang dengan keadaan yang baik-baik saja. Arini kemudian duduk kembali di kursinya. “Kamu belum makan Mas?”“Belum sayang, nungguin kamu dulu.”“Oh, hehehe.” Arini bersikap biasa, meski tidak bisa di pungkiri dia sangat bahagia berhasil menggagalkan rencana keluarga Mas Danu untuk mencelakainya.Flashback ONKetika hendak membuka pintu kamar, Arini tiba-tiba teringat sesuatu yang ingin dia katakan pada keluarga Mas Danu. Dia pun berbalik kembali berjalan ke ruang tamu. Tetapi di balik dinding perbatasan ruang tamu dan ruang keluarga, Arini mendengar rencana jahat mereka untuk mencelakainya.“Jadi saat makan malam nanti, kita berikan di minuman Arini obat untuk membuat dia sakit perut. Nah ketika dia sakit perut dan pamit ke belakang, kita arahkan dia untuk menggunakan kamar mandi yang ada di belakang. Saat dia ke belakang kita kunci pintu kamar mandinya, begitu dia teriak
"Kurangajar Arini semakin ngelunjak." Bu Handoko terlihat sangat emosi dengan apa yang di lakukan oleh Arini."Sudah, nggak usah di dengarkan apa yang dia katakan. Sekarang ini gimana jadi apa nggak ke puncak?" tanya Bu Dita."Ya jadilah. Kita berangkat hari ini. Kamu sudah beri tahu Doni? Kenapa dia belum pulang?" tanya Om Handoko."Mungkin sebentar lagi dia pulang. Mira kamu sudah siapkan perlengkapan anakmu?" tanya Bu Dita."Sudah Ma.""Suamimu memangnya nggak ikut lagi Mira?" tanya Tante Voni. Beliau adalah adik Bu Dita yang terakhir."Dia masih ada kerjaan Tante.""Suamimu itu kerja terus nggak pernah Tante lihat dia pulang ke rumah ini. Kamu nggak curiga apa sama dia?" tanya Bu Handoko ikut menimpali."Untuk apa di curigai Tante? Mas Andi nggak pernah macam-macam kok, dia selalu kerja. Tiap bulan dia selalu kirim uang nggak pernah telat.""Iya, Andi itu nggak pernah neko-neko. Dia itu sayang keluarga, makanya dia rela bekerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi, n
"Arini."Terdengar seseorang memanggil namanya, membuat langkahnya terhenti. Arini berbalik ke belakang, nampak Kak Mira berjalan mendekatinya. Arini mengerutkan dahinya merasa heran dengan senyum yang diberikan oleh Kakak iparnya itu."Ada apa Kak?" "Kamu mau ke mana?""Mau masuk.""Kenapa lewat belakang?""Di depan banyak orang. Ntar aku di hina lagi.""Nggak, mereka nggak akan menghina kamu. Ada aku, aku yang akan marahin mereka kalau kamu di hina," ucap Kak Mira lembut kemudian memegang tangan Arini. Istri Danu itu merasa heran dengan perubahan yang terjadi pada Kakak iparnya."Kakak yakin mau belain aku? Nggak salah 'kan?""Nggak! Ayo," ajak Mira seraya menarik tangan Arini kembali. Arini pasrah saja dan mengikuti langkah kaki Kakak iparnya."Assalamualaikum," ucap Arini. Tiba-tiba suasana yang tadinya ramai berubah hening. Semua mata tertuju pada Arini yang baru saja datang."Arini, kamu baru pulang Nak?" tanya Ibu mertua Arini. Lagi-lagi sikap baik Bu Dita membuat Arini heran.
"Mas, kenapa memakai masker?" tanya Rindi. Danu hanya melihat tanpa menjawabnya. Melihat itu Rindi menghela napas berat."Besok usahakan datang sebelum aku datang. Selanjutnya kamu duduk di depan untuk melayani pasien terlebih dahulu sebelum mereka masuk periksa. Paham?"Namun, Rindi tidak menjawab dia hanya menatap Danu sambil tersenyum membuat Danu sedikit kikuk."Tidak usah menatapku seperti itu, tidak banyak yang harus kamu pelajari cukup itu saja. Lagian kamu 'kan juga basicnya perawat tentunya sudah paham apa yang harus dilakukan di rumah sakit."Rindi berjalan mendekati Danu, "Mas, pulang dari rumah sakit kita nonton yuk." Rindi mencoba merayu Danu kembali, tetapi hal itu membuat Danu jengah dengan tingkahnya."Maaf, aku sudah janji nonton bersama istriku. Sebaiknya kamu cari teman yang lain saja. Oh iya, tolong kamu bersikap biasa saja. Tidak usah sok akrab seperti ini. Aku bisa meminta pada pihak rumah sakit untuk menggantikan kamu kapan saja aku mau," ancam Danu membuat Rind
“Bu Itha,” seru Arini dan Rindi ketika melihat Bu Itha menahan tangan Rindi yang hendak menampar Arini. “Maaf ya Mba, jangan suka cari keributan di sini, kalau ada masalah silahkan selesaikan baik-baik di luar sana.” Lagi-lagi Bu Itha berucap bijaksana yang membuat Rindi sakit hati. Tanpa berkata-kata lagi, Rindi lalu meninggalkan toko Bu Itha.“Maaf ya Bu atas keributan ini. Sebenarnya tadi saya sudah melihat dia datang belanja Bu, hanya saja dia masih memilih belanjaannya. Saya lihat anak-anak yang lain juga sedang melayani dia. Jadinya saya lanjut ngetik. Dia juga nggak datang ke meja kasir Bu.”“Iya, nggak apa-apa Rini. Hanya saja kalau mau mengetik atau mengerjakan sesuatu sebaiknya saat jam istirahat ya. Jangan lakukan saat kamu lagi jaga atau kerja.”“Iya Bu, makasih ya Bu.”“Iya, sekarang kamu kerja lagi ya.” Arini mengangguk mendengar perintah dari majikannya. Sedang Bu Itha kembali masuk ke rumah. Tidak lama Mba Asri sahabat Arini di toko datang menghampiri. “Ada apa Rin?” t
Bu Dita dan Mira tersenyum licik ketika mendengar rencana Rindi. “Rencana kamu boleh juga. Semoga saja berhasil,” ucap Mira. “Makanya Kakak sebisa mungkin melakukannya dengan baik,” balas Rindi meyakinkan Mira untuk melakukan tugas itu dengan sebaik mungkin.“Tenang saja, semua akan dilakukan sesuai perintah.” Bu Dita mengacungkan jempol mendengar ucapan putri pertamanya. “Kalau begitu aku pulang dulu ya Tante,” pamit Rindi. Gadis itu kemudian beranjak dari duduknya kemudian menyalami tangan Bu Dita. “Salam sama orangtua kamu ya,” ucap Bu Dita. Rindi mengangguk menanggapi ucapan Mama Danu.Sepulangnya Rindi, Bu Dita dan Mira tersenyum senang, sebab mereka bisa membuat Arini gagal nantinya. “Berarti kita harus baikkin Arini nih Ma?” tanya Mira. “Iyalah, kita harus berpura-pura untuk mendukung dia, setelah itu booom kita akan membuat dia gagal dan menangis, hahahah.” Bu Dita dan Mira tertawa bahagia dengan rencana licik mereka bersama Rindi.*******Di toko Pak Hatta, Arini memperlihatk
"Rindi?""Hai Mas Danu, apa kabar? Aku mau kasih kamu kue ini." Rindi memberikan sebuah box kue ke arah Danu. Tetapi, Danu tidak langsung menerimanya. Dia melihat ke arah Arini untuk meminta persetujuan.Arini yang paham dengan tatapan Danu, akhirnya mengangguk memberikan izin untuk mengambil kue itu."Terima kasih ya, tetapi aku hari ini juga lagi makan kue buatan istriku," ucap Danu berbohong. Mendengar itu Arini melototkan matanya pada Danu."Tapi, nanti kue buatanmu biar dimakan sama Mama dan Kak Mira." Danu lalu mengambil box kue dari tangan Rindi. Kemudian dia memberikannya pada Arini. "Ini simpan di dalam ya Dek, nanti beritahu Mama dan Kak Mira Kalau ada kue dari Rindi." Arini mengangguk kemudian dia masuk ke dalam untuk menyimpan kue itu.Terlihat wajah tidak senang dari Rindi. "Ayo masuk Rin," ucap Danu mempersilahkan Rindi untuk masuk. "Terima kasih Mas, tapi aku mau pulang dulu soalnya aku belum shalat," tolak Rindi."Oh, ya sudah. Terimakasih ya kuenya," ucap Danu berteri
Arini bergegas masuk ke kamarnya setelah dia memberanikan diri untuk melawan mertua dan kakak iparnya. Ini adalah pertama kalinya Arini bertindak tegas kepada mereka. Kalau bukan karena dukungan suaminya, Arini tidak akan berani melakukannya.Di dalam kamar, Arini mencoba mengatur deru napasnya yang memburu. "Ya Allah, bantu aku agar mereka tidak terus-terusan menginjak dan menghinaku," pinta Arini. Arini kemudian lekas ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan melaksanakan sholat Ashar. Sebab saat di toko tadi dia belum melaksanakan sholat Ashar seperti biasanya.Selesai mandi, dia kemudian bersiap untuk sholat. 5 menit kemudian, Arini selesai melaksanakan sholat Asharnya. Baru saja dia hendak berbaring, terdengar suara ketukan pintu.Tok … tok … tokArini berjalan ke pintu dengan langkah malas. Lalu membuka pintu kamarnya. "Ngapain aja kamu di dalam? Noh, cucian kotor menumpuk!" omel kak Mira ketika Arini membuka pintu."Terus?" tanya Arini sambil melipat dada."Pake nanya lagi, ya
"Arini! Kamu di dalam?" panggil Danu dari luar."Iya Mas, sebentar," jawab Arini kemudian bergegas membersihkan wajahnya. Lalu membuka pintu kamar mandi. Dia mencoba tersenyum agar suaminya tidak mengetahui."Kamu ngapain di dalam?" tanya Danu seraya menelisik wajah Arini."Aku … aku sakit perut. Ayo kita tidur lagi Mas." Arini menarik tangan suaminya untuk naik kembali ke tempat tidur."Dek, kamu nangis?" tanya Danu yang memeluk Arini dari belakang."Nangis kenapa? Kamu aneh. Ayo tidur Mas aku ngantuk banget." Danu tahu sebenarnya Arini menangis saat di kamar mandi. Namun, dia berpura-pura tidak tahu. Danu mencium pucuk kepala istrinya.'Kamu benar-benar wanita yang memiliki hati yang kuat. Kamu tidak pernah menunjukkan rasa sedihmu di depanku. Terimakasih Dek, aku janji akan selalu ada untuk kamu,' bathin Danu.****Pagi menjelang, Arini sudah mempersiapkan sarapan untik anggota keluarga. Saat semua sudah duduk di depan meja makan, Arini masih tetap di dapur. Danu yang tidak melihat