"Mas ... Umi, aku duluan masuk ke kamar, ya?" pamit Yumna seraya berdiri.
Baru lima menit mereka makan malam seusai sholat Isya, tapi Yumna sudah lebih dulu menyelesaikan makanannya dan sekarang justru ingin langsung masuk ke dalam kamar."Habis makan jangan langsung tidur, Nak, nggak boleh," tegur Umi Mae menasehati.Ustad Yunus hanya menatap istrinya sebentar sambil masih mengunyah nasi didalam mulut."Enggak kok, Umi, aku nggak mau langsung tidur," jawabnya yang terlihat malu-malu. Lalu menatap sebentar ke arah suaminya. "Mas juga jangan lama-lama makannya, aku tunggu Mas di dalam kamar, ya??" pintanya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit."Uhuk! Uhuk!" Ustad Yunus yang melihatnya langsung tersendak, buru-buru dia pun menenggak segelas air yang baru saja Umi Mae tuangkan."Kenapa sih kamu, Nus, kok enggak pelan-pelan makannya?""Enggak kenapa-kenapa kok, Umi." Ustad Yunus menggeleng, lalu mengulas sisa air yang membekas dibibir atasnya."Nggak usah grogi gitu kali, Mas. Kan Mas yang pengen," goda Yumna sambil terkekeh.Melihat suaminya tersendak tadi bukannya kasihan, dia justru merasa itu adalah hal yang lucu."Pengen apa sih, Nak?" tanya Umi Mae penasaran."Ini ... Mas Boy kepengen ngajakin aku bikin cucu buat Umi. Do'ain kita, ya, Umi?"Mendengar itu, Umi Mae langsung membulatkan mata dengan binar kebahagiaan. Sedangkan Ustad Yunus sendiri sudah tepok jidat.'Bisa-bisanya Yumna enteng banget ngomong ke Umi. Apa dia nggak malu, ya?' batinnya dalam hati. Dia juga membuang napasnya dengan kasar lalu kembali menenggak sisa air pada gelas."Benarkah, Nak? Syukurlah kalau gitu. Semoga lancar, ya ... Umi do'akan yang terbaik pokoknya.""Iya, Umi, aamiin ... terima kasih. Kalau begitu aku duluan ke kamar, ya?""Ya udah.""Dahhh, Mas!!" Yumna melambaikan tangannya ke arah sang suami, sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar."Manis banget si Yumna ya, Nak," puji Umi Mae sambil tersenyum kepada sang anak. Entah yang dia maksud manis itu orangnya atau sikapnya, tapi sepertinya dua-duanya. "Kayaknya sih dia udah beneran jatuh cinta deh sama kamu.""Umi jangan langsung percaya. Nanti yang ada sakit hati."Ustad Yunus sendiri terlihat biasa saja, karena bisa saja apa yang Yumna lakukan hanya dibuat-buat atas permintaan Papinya.Dia juga tentu ingat, saat siang tadi kedua mertuanya pamit pulang—mereka sempat mengharapkan Yumna untuk segera hamil."Berharap sedikit 'kan enggak apa-apa, Nak. Lagian Umi perhatikan ... selama kamu sakit, Yumna sudah banyak berubah. Dia juga lebih perhatian sama kamu. Kamu pasti sadar itu, kan?""Iya, aku sadar." Ustad Yunus tak mengelakkan hal itu. Yumna memang sangat perhatian padanya, sampai sempat ingin menyuapinya makan meskipun ditolak. "Tapi Umi juga harus sadar kalau di rumah sakit ada Papi sama Maminya Yumna. Bisa saja mereka yang meminta Dek Yumna untuk melakukan hal itu.""Tapi 'kan kalau sekarang mereka nggak ada, Nak. Jadi otomatis Yumna bersikap seperti itu karena memang keinginannya sendiri."Meskipun sudah pernah dikecewakan, tapi nyatanya sikap Umi Mae masih sama seperti dulu terhadap Yumna. Terlihat jelas jika dia menyayangi menantu perempuan semata wayangnya itu."Bisa saja Papi atau Mami sempat telepon Dek Yumna, Mi, tanpa sepengetahuan kita. Kita 'kan enggak tau.""Kamu nggak boleh berpikir seperti itu, Nak. Dan sejak kapan juga kamu ini su'uzon sama orang? Kan nggak boleh." Nasihat Umi Mae."Maaf ...." Dia akui, benar memang apa yang dikatakan Umi. "Bukan maksud mau su'uzon Umi ... cuma memang aku belum percaya sama Dek Yumna.""Enggak apa, Nak." Perlahan lengan Umi Mae terulur, lalu menyentuh punggung tangan Ustad Yunus. "Umi maklum kok. Seiring berjalannya waktu kamu pasti bisa percaya padanya."**"Ohya, Papi sama Mami 'kan waktu itu sempat membelikan aku baju seksi. Apakah bajunya dibawa kesini dan ada dilemari?"Seusai gosok gigi, Yumna melangkah menuju lemari kayu. Kemudian membuka salah satunya yang berisikan semua baju miliknya.Dia memilah-milah baju yang dicari, dan akhirnya ketemu juga.Ada tiga lingerie yang berhasil dia temukan. Dengan tiga model berbeda dan tiga warna. Tapi dari ketiganya itu sama-sama tipis dan berlubang pada area tertentu."Aku pakai yang warna hitam aja kali, ya?? Laki-laki 'kan suka warna gelap biasanya dan pastinya Mas Boy suka dengan warna baju ini."Setelah dirasa sudah mantap dengan pilihannya, Yumna pun langsung mengganti pakaian. Kemudian menatap tubuhnya sendiri dari pantulan cermin.Seketika wajahnya pun merona. Entah mengapa dia jadi grogi sekarang, ditambah jantungnya ikut berdetak lebih cepat."Seksi banget, ya, ternyata. Semoga Mas Boy suka deh." Buru-buru Yumna naik ke atas kasur, lalu duduk selonjoran seraya menyelimuti seluruh tubuhnya sampai leher.Yumna sengaja, memilih untuk menyembunyikannya dulu. Biar nanti saat akan memulai, Ustad Yunus terkejut dan pasti keinginannya jadi makin menggebu."Mana, ya, Mas Boy? Kok lama banget, kenapa dia nggak masuk-masuk ke kamar?"Sudah setengah jam menunggu sambil memerhatikan pintu, tapi rupanya belum ada tanda-tanda suaminya masuk ke dalam kamar.**Ustad Yunus secara tidak sengaja menemukan sebuah kotak bergambar wanita berbaju seksi di dalam dasbor mobil. Kotak tersebut berisi tissue magic yang pernah diberikan oleh Papi mertuanya pada hari pernikahannya dengan Yumna.'Apa aku perlu menggunakan tissue magic untuk malam ini? Tapi bagaimana cara menggunakannya??' Ustad Yunus bertanya-tanya dalam hati, lalu membalik kotak itu untuk membaca petunjuk penggunaannya."Ustad Yunus. Assalamualaikum!"Tiba-tiba, terdengar suara seseorang yang sangat familiar. Suara itu datang dari depan rumahnya dan orang tersebut sedang mengetuk pintu.Ustad Yunus segera turun dari mobilnya, lalu mendekati sumber suara dan ternyata dia adalah Pak RT."Walaikum salam, Pak RT," jawabnya.Pak RT terkejut, lalu menoleh ke arah Ustad Yunus. "Eh, Ustad. Bolehkah saya meminta bantuan Ustad, nggak?" tanyanya dengan wajah yang tampak cemas."Bantuan apa, Pak?""Adik ipar saya kesurupan, Tad. Tolong bantu untuk meruqiahnya." Pak RT langsung memegang lengan kanan Ustad Yunus, lalu tiba-tiba menariknya dan membawanya menuju motornya."Tunggu dulu, Pak, saya mau pamit dulu sama Umi dan istri saya!"Ustad Yunus sudah langsung dibonceng dan dibawa pergi dari rumahnya. Pak RT tampak sangat panik."Ini darurat, Ustad, harus cepat. Saya takut adik ipar saya makan lemari. Soalnya dia ngamuk-ngamuk."Hari pun berganti."Allahu Akbar Allahu Akbar!"Suara kumandang adzan Subuh seketika membangunkan Yumna yang sebelumnya tertidur pulas. Dan dia langsung menyadari bahwa dia telah melewatkan malam tanpa berhubungan badan dengan suaminya.Selain itu, tidak ada kehadiran Ustad Yunus di sampingnya."Apa aku semalam ketiduran?" gumamnya sembari menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima.Yumna segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi.Dia berpikir suaminya pasti ada di dalam sana sedang mandi atau mengambil air wudhu."Maaass ...."Yumna perlahan membuka pintu dan melebarkannya, tapi ternyata tidak ada Ustad Yunus di dalam sana."Lho ... Kemana Mas Boy? Apa dia semalam nggak masuk kamar?"Yumna menggaruk rambutnya yang tiba-tiba terasa gatal. Dia pun memutuskan untuk keluar dari kamar untuk mencari suaminya."Mas Boy!!" panggil Yumna dengan suara agak keras.Ceklek~Pintu kamar sebelah perlahan terbuka, dan keluarlah Umi Mae dari dalam sana yang
Naya melangkah perlahan ke arah Ustad Yunus. Dia tampak ragu, namun ada keputusan yang tampak jelas di matanya. Tanpa berpikir dua kali, dia mendekap tubuh Ustad Yunus dari belakang."E-eeh!!"Ustad Yunus terperanjat. Dia merasa ada sesuatu yang melingkar di pinggangnya dan ketika dia menoleh, dia melihat Naya."Naya?" Ustad Yunus berusaha melepaskan pelukan Naya, namun perempuan itu semakin erat memeluknya. "Apa yang kamu lakukan, Nay? Dan kenapa kamu ada di sini?"Naya tidak menjawab. Dia hanya memeluk Ustad Yunus dengan erat, seolah dia tidak ingin melepaskannya. Ustad Yunus bisa merasakan getaran ditubuh Naya. Dia tahu, ada sesuatu yang terjadi pada perempuan itu."Nay ... tolong jangan begini. Nggak enak kalau dilihat orang."Meskipun suasana masjid itu tampak sepi, tapi tetap saja apa yang dilakukan Naya tidak benar dan pantas dilakukan.Setelah beberapa saat berusaha, akhirnya Ustad Yunus berhasil melepaskan pelukan Naya. Dia juga langsung menjaga jarak.Perempuan itu menatap U
"Maaf sebelumnya, saya lupa bertanya tentang status Anda. Apakah Anda suaminya Nona Naya? Teman atau saudaranya?" Pertanyaan dari dokter itu seketika membuyarkan lamunan Ustad Yunus."Bukan, Dok." Ustad Yunus menggeleng. "Saya bukan siapa-siapanya.""Kalau begitu tolong hubungi keluarganya, Pak," pinta dokter. "Beritahukan mereka tentang kondisi Nona Naya supaya dia cepat mendapatkan perawatan khusus.""Tapi, Dok, apakah depresi yang dialami Naya bisa disembuhkan?" tanya Ustad Yunus yang masih penasaran dengan kondisi Naya."Tergantung pada tingkat depresinya, Pak. Saya tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut ... karena saya bukan dokter spesialisnya. Tapi semoga saja Nona Naya bisa pulih. Dan saran saya, tolong minta keluarganya untuk mencari seseorang bernama Yunus, karena sejak tadi Nona Naya terus menyebut-nyebut namanya."Ustad Yunus merasa jantungnya berhenti sejenak mendengar kata-kata dokter itu.'Naya menyebut-nyebut namaku?' pikirnya. 'Apakah benar kondisinya seperti in
"Assalamualaikum, Dek ... lagi ngapain kamu?"Ustad Yunus berbicara saat setibanya di masjid dan turun dari mobil. Dia melihat seorang perempuan yang dia kenali adalah istrinya, sedang menyiram beberapa tanaman pada pot yang berada di sisi halaman masjid.Perempuan berhijab dusty itu perlahan menoleh. Dan seketika matanya berbinar-binar saat pandangan mata mereka bertemu."Mas Boy!!" Dengan girangnya, Yumna langsung berlari memeluk tubuh suaminya. Betapa senangnya dia, apalagi melihat pria itu memegang buket bunga yang dia pikir pasti untuknya. "Mas ke mana saja? Aku tungguin Mas lho dari tadi, sampai berjamur disini.""Mas Boy!!" seru Yumna dengan girang, segera berlari memeluk tubuh suaminya. Senyumnya begitu lebar, terlebih saat melihat buket bunga di tangan suaminya yang dia yakini itu untuknya. "Mas ke mana saja? Aku tungguin Mas lho dari tadi, sampai berjamur disini.""Maafin saya, Dek, tadi saya ke rumah sakit," jawab Ustad Yunus dengan wajah serius."Rumah sakit?" Yumna mengeru
'Ya ampun ... segala mules, mana kayak mau keluar lagi.'Ustad Yunus segera menyadari bahwa dia tidak bisa bertahan lebih lama di situasi ini. Dia buru-buru menyalakan mesin mobilnya dan melaju pergi, berencana akan kembali ke masjid.Saat mereka tiba di masjid, Ustad Yunus langsung berlari keluar dari mobil meninggalkan Yumna tanpa sepatah kata pun. Karena selain memang susah bicara, dia juga merasakan seolah-olah ujung pisang gorengnya sudah keluar didalam celana."Ada apa dengan Mas Boy? Dia aneh sekali," gumam Yumna dengan alis yang bertemu.Dia memperhatikan suaminya yang tersandung-sandung dengan kakinya sendiri, menuju tempat wudhu dan toilet yang berada di samping masjid."Oh ya, tadi Mas Boy juga bawa bunga." Yumna teringat akan buket bunga yang ditinggalkan di kursi mobil. Dia merasa curiga karena sebelumnya Ustad Yunus tidak memberikan kepadanya."Apa bunga ini bukan untukku, ya? Mangkanya nggak Mas Boy kasih?" pikir Yumna dengan rasa cemburu yang mulai muncul. Dia mengambi
"Ya Allah, Dek, kamu nggak boleh ngomong kayak gitu," kata Ustad Yunus dengan suara serak. Yumna menatap tajam suaminya dengan raut bingung sekaligus kesal. Perkataan suaminya lama-lama menjengkelkannya sekali, benar-benar terlihat memihak kepada Naya. "Maksud Mas, aku harus diam saja gitu ... kalau melihat Mas mengkhianatiku? Oh ya tentu nggak dong!" tambahnya dengan tegas. "Enak saja, Mas pikir aku perempuan lemah? Nggak, ya!" Ustad Yunus menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Tapi nggak perlu dengan cara membunuh segala, Dek. Selain itu perbuatan dosa ... kamu juga bisa masuk penjara," ujar Ustad Yunus dengan lembut, mencoba memberikan nasehat. "Biarkan saja, aku nggak takut!" tantang Yumna dengan menaikkan dagunya. "Dan Mas juga jangan lupa, kalau menyakiti hati seseorang itu juga merupakan hal yang berdosa! Perselingkuhan pun bisa dipidanakan, Mas!" "Tapi saya di sini nggak ada niat selingkuh, Dek," Ustad Yunus mencoba membela diri. "Ngg
Yumna memalingkan wajahnya ke arah suaminya, seolah meminta dia untuk menjawab.Yumna juga penasaran apa jawaban yang akan keluar dari mulutnya."Kenapa dengan Yumna, Boy?" Melihat reaksi putrinya seperti itu, Papi Yohan bertanya kepada Ustad Yunus dan menatapnya.Wajah pria itu tiba-tiba pucat, tubuhnya gemetar ketakutan, dan jantungnya berdetak kencang.Tapi sebisa mungkin, Ustad Yunus tidak berlebihan. Agar Papi Yohan tidak curiga."Sepertinya Dek Yumna sudah banyak nangis hari ini, Pi. Itu sebabnya matanya bengkak." Dia mencoba menjawab dengan tenang. Ustad Yunus juga tersenyum manis, tangannya bergerak untuk memeluk pinggang istrinya."Banyak nangis?!" Jawaban itu terdengar membingungkan karena pasti ada alasan di baliknya. "Bagaimana bisa Yumna banyak nangis, Boy? Apa kalian bertengkar lagi?"Seolah bukan rahasia lagi, Papi Yohan sangat mengetahui tentang pernikahan anak dan menantunya yang selalu tertimpa badai."Hanya masalah kecil, Pi. Tapi sudah selesai sekarang." Ustad Yunu
"Bener tuh, Yum, apa yang dikatakan Papi," sahut Mami Soora menimpali, lalu menatap putrinya dengan penuh kasih sayang. Terlihat jelas jika dia dan suaminya itu sependapat. "Nggak boleh juga kita berpikiran negatif kepada suami sendiri, yang ada itu menyiksa diri. Sebuah hubungan itu harus dibangun dari kepercayaan, karena dengan begitu hubungan kalian akan awet. Seperti Papi dan Mami contohnya.""Tapi nyatanya, aku merasa sampai sekarang Mas Boy belum sepenuhnya percaya padaku, Mi." Yumna membalikkan pembahasan lain, tapi masih ditunjukkan kepada suaminya dengan kegelisahan yang terpancar dari matanya."Belum sepenuhnya percaya gimana, Yum?" Mami Soora tampak mengerutkan dahinya, heran."Ya tentang rumah tanggaku ini, tentang dia yang memberikanku kesempatan untuk memperbaiki hubungan.""Yumna ...." Papi Yohan memegang tangan Yumna dengan lembut, memberikan dukungan dan kehangatan. Sebuah senyuman lembut terpancar di wajahnya yang tampan. "Seseorang yang pernah dikhianati memang butu