"Bunda ... Bunda kenapa bawa dia ke sini??" Naya terkejut melihat kedatangan Sandi bersama Bunda Noni. Dia merasa ketakutan dan dengan refleks, dia membanting pintu. Braakkk!! "Astaghfirullahallazim, Nay! Apa yang terjadi?" Bunda Noni bingung dengan kejadian tersebut. Dia mencoba membuka pintu, namun pintu itu sudah dikunci dari dalam. "Pria asing itu... kenapa Bunda membawanya ke sini? Seharusnya Bunda membawanya langsung ke kantor polisi!" Naya mengungkapkan kekhawatirannya. Mendengar perkataan Naya, Bunda Noni menoleh ke arah Sandi, dan keduanya saling memandang. "Apa jangan-jangan yang dimaksud pria asing itu kamu, San? Tapi kenapa?" Bunda Noni bertanya bingung. "Aku nggak tau, Bun." Sandi menggelengkan kepala, juga bingung. "Tapi masa Naya nggak mengenalku?" "Itu dia masalahnya, San." Bunda Noni menghela napas, lalu mengetuk pintu kamarnya. "Naya sayang... Pria asing yang kamu maksud bukanlah orang jahat, tapi dia adalah suamimu, Yunus." "Bunda, ini aneh. Bunda pikir aku n
Setelah mendengar penjelasan dari Soni, Yumna Akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia benar-benar merasa tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Soni. Namun, Yumna sendiri tak memiliki bukti yang kuat jika benar pria itu berbohong. Apalagi Ustad Yunus pun ikut meyakinkannya kalau semua ucapan sang kakak ipar adalah benar. Jadi mau tidak mau, mungkin Yumna akan mencoba untuk menerima meskipun hanya sepenuh hati. *** Di tempat berbeda. Setelah menghubungi pihak rumah sakit, Bunda Noni diminta untuk membawa Naya ke sana, supaya bisa diperiksa secara jelas tentang kondisinya. Sandi sendiri memilih tidak ikut bersama mereka, karena memang itu atas permintaan Bunda Noni. Dia tidak mau Naya histeris lagi dan berefek pada kondisi mentalnya. Bunda Noni ingin yang terbaik untuk anaknya, ingin melihatnya sembuh. Setelah setengah jam diperiksa dan berkonsultasi kepada Dokternya Naya, akhirnya dokter itu memiliki jawaban yang akan dijelaskanny
"Iya, Nay. Bunda malah punya buktinya kalau memang kamu nggak percaya," kata Bunda Noni dengan nada sedih. "Bukti aku memperk*sa Sandi, Bun?" "Iya." Bunda Noni merogoh tasnya dan mengeluarkan ponselnya. Dengan hati yang berat, dia membuka rekaman CCTV yang masih dia simpan. "Ini adalah rekaman CCTV digudang rumah sakit, Nay." "Gudang rumah sakit?" Naya menatap layar ponsel itu dengan campuran kecemasan dan penasaran. Rekaman dimulai dengan suasana yang biasa di dalam gudang rumah sakit. Namun, ketika adegan yang menggambarkan tindakan tidak senonoh yang dilakukan oleh Naya kepada Sandi muncul di layar, Naya merasa dunianya hancur. Tidak! Dia tidak bisa percaya apa yang dia lihat. Tidak mungkin dia melakukan hal semengerikan itu. Dia merasa mual dan ingin menolak kenyataan yang ada di hadapannya. Namun, bukti yang jelas dan tak terbantahkan memperkuat semua yang Bunda Noni katakan. Naya merasa terjebak dalam kebenaran yang tidak bisa dia pungkiri. "Menjijikkan, Bun! Itu menjijikk
Yumna menahan rasa sakit dan mencoba menjelaskan, "Bukan, Umi. Ini bukan karena habis jatuh. Aku merasakan sakit perut yang luar biasa dan ada darah. Aku takut ada yang nggak beres dengan bayiku." Umi Mae merasa jantungnya berdebar kencang mendengar penjelasan Yumna. Dia segera memegang tangan Yumna dengan penuh kasih sayang. "Tenang, Nak. Kita akan segera sampai ke rumah sakit dan mereka akan merawatmu dengan baik. Semuanya akan baik-baik saja," Umi Mae mencoba memberikan dukungan dan ketenangan pada Yumna. Dalam perjalanan yang penuh kekhawatiran, Ustad Yunus mengemudikan mobil dengan hati-hati dan cepat. Dia berusaha tetap tenang dan fokus pada tujuan mereka, yaitu membawa Yumna ke rumah sakit dengan segera. Dalam hati, Ustad Yunus berdoa dengan penuh harap agar Yumna dan bayi mereka dalam keadaan yang aman. Dia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan selalu berada di samping Yumna, memberikan dukungan dan cinta yang tak terbatas. * * Sampai di rumah sakit, mereka
"Yunus ... kalau sekarang aku merestui hubunganmu dengan Naya, apa kamu bersedia menikah dengannya?"Degh!Jantung Yumna seolah berhenti sejenak mendengar kata-kata tersebut. Langkahnya yang semula bersemangat menuju restoran untuk menyusul suaminya, tiba-tiba terhenti. Dia merasa seperti ditampar oleh realitas yang tak terduga.Naya adalah perempuan yang dulunya menjadi calon istri Ustad Yunus melalui proses ta'aruf. Namun, sayangnya, mereka tidak berhasil mendapatkan restu dari kedua orang tua Naya dan membuatnya terpaksa mengakhiri hubungan.Hal ini terjadi karena Ayah Cakra menganggap Ustad Yunus tidak memenuhi kriteria menantu idamannya, terutama setelah mengetahui bahwa Ustad Yunus bekerja sebagai marbot masjid.Selain itu, Ayah Cakra juga pernah menghinanya sebagai pria miskin.Sejak awal, Yumna telah memiliki firasat buruk saat melihat kedatangan Ayah Cakra—pria yang dulunya pernah menjadi calon mertua suaminya. Pria itu datang dengan permintaan untuk berbicara secara empat ma
"Oh iya, kamu nggak perlu salah paham dan berpikir seperti itu, Dek. Karena saya disini nggak ada niat untuk berpoligami.""Seriusan 'kan, Mas?" Meskipun sudah mendengar pertanyaannya, nyatanya Yumna belum bisa percaya sepenuhnya."Serius lah, Dek. Tapi saya meminta syarat padamu. Apakah bisa?""Syarat??" Kening Yumna seketika mengerenyit. "Syarat apa, Mas?""Berhentilah ber-KB, karena saya ingin punya anak, Dek.""KB?!" Yumna masih terlihat bingung. "Lho ... memang siapa yang KB, Mas?""Kok kamu nanya balik, sih, Dek?" Tatapan mata Ustad Yunus seketika menajam. Dia merasa tak puas dengan jawaban Yumna. "Kamu pikir saya nggak tau, ya, kalau selama ini kamu minum pil KB?"Yumna sontak membulatkan matanya. Segera dia pun berlari menuju nakas untuk mengambil tas jinjingnya kemudian merogoh ke dalam.Sepertinya apa yang suaminya maksud, itu berhubungan dari benda di dalam tasnya. "Apa Mas lihat pil KB yang ada di sini?" Yumna langsung menunjukkan selembar pil KB yang tak ada satu pil dis
"Mas ... Umi, aku duluan masuk ke kamar, ya?" pamit Yumna seraya berdiri.Baru lima menit mereka makan malam seusai sholat Isya, tapi Yumna sudah lebih dulu menyelesaikan makanannya dan sekarang justru ingin langsung masuk ke dalam kamar."Habis makan jangan langsung tidur, Nak, nggak boleh," tegur Umi Mae menasehati.Ustad Yunus hanya menatap istrinya sebentar sambil masih mengunyah nasi didalam mulut."Enggak kok, Umi, aku nggak mau langsung tidur," jawabnya yang terlihat malu-malu. Lalu menatap sebentar ke arah suaminya. "Mas juga jangan lama-lama makannya, aku tunggu Mas di dalam kamar, ya??" pintanya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit."Uhuk! Uhuk!" Ustad Yunus yang melihatnya langsung tersendak, buru-buru dia pun menenggak segelas air yang baru saja Umi Mae tuangkan."Kenapa sih kamu, Nus, kok enggak pelan-pelan makannya?""Enggak kenapa-kenapa kok, Umi." Ustad Yunus menggeleng, lalu mengulas sisa air yang membekas dibibir atasnya."Nggak usah grogi gitu kali, Mas. K
Hari pun berganti."Allahu Akbar Allahu Akbar!"Suara kumandang adzan Subuh seketika membangunkan Yumna yang sebelumnya tertidur pulas. Dan dia langsung menyadari bahwa dia telah melewatkan malam tanpa berhubungan badan dengan suaminya.Selain itu, tidak ada kehadiran Ustad Yunus di sampingnya."Apa aku semalam ketiduran?" gumamnya sembari menatap jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima.Yumna segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi.Dia berpikir suaminya pasti ada di dalam sana sedang mandi atau mengambil air wudhu."Maaass ...."Yumna perlahan membuka pintu dan melebarkannya, tapi ternyata tidak ada Ustad Yunus di dalam sana."Lho ... Kemana Mas Boy? Apa dia semalam nggak masuk kamar?"Yumna menggaruk rambutnya yang tiba-tiba terasa gatal. Dia pun memutuskan untuk keluar dari kamar untuk mencari suaminya."Mas Boy!!" panggil Yumna dengan suara agak keras.Ceklek~Pintu kamar sebelah perlahan terbuka, dan keluarlah Umi Mae dari dalam sana yang