Aku menunggu Om Satyo di sebuah lobi hotel tempatnya menginap. Om Satyo hanya beberapa hari saja berada di sini katanya. Dua hari lagi ia akan kembali ke Kalimantan untuk mengurusi bisnisnya yang banyak yang berada di banyak bidang itu. Dan keberadaan beliau di sini memang sedang ada urusan bisnis lainnya yang memerlukan kehadirannya.Ya ... Om Satyo memang sesibuk itu. Setiap minggunya pasti tidak akan ada di satu tempat yang sama. Maka dari itu waktunya begitu berharga.Lelaki berusia akhir 40-an berjalan dengan gagah sambil tersenyum menatapku. Om Satyo tampak gagah dengan memakai kemeja berwarna cream yang menempel sempurna di tubuhnya. Meski sudah cukup berumur, ia masih sangat terlihat gagah, segar dan tampan. Rambutnya yang mulai memutih malah membuat penampilannya semakin menarik."Kamu sudah lama menunggu, Aruni?" tanya Om Satyo sambil menyambutku dan memberi pelukan erat."Enggak kok, Om! Aku juga baru sampai!""Syukurlah kalau begitu! Lalu ... kenapa kamu sudah kembali? Buk
"Jadi ... sebenarnya ada apa, Aruni?" selidik Om Satyo menatapku dengan tatapan penasaran. "Mmmh... katakan saja padaku Om, apa Om mengenal keluarga Dio? Karena kemarin kan saat menikah yang datang hanya keluatga intinya saja. Dan aku pun sama sekali belum pernah dikenalkan dengan keluarga besarnya," jawabku mencari alasan.Om Satyo menatap mataku dalam. Tampak menyelami, sampai aku salah tingkah dibuatnya. Apa Om Satyo tahu bahwa ada yang aku sembunyikan?"Sepertinya Om kenal salah satunya, atau beberapa. Yang tengah ini namanya Hendro Airlangga dan ini istrinya, Juni," terangnya sambil menunjuk sosok yang kutebal adalah kakek dan neneknya."Om kenal? Siapa mereka?" Om Satyo menghembuskan nafas berat. Tak langsung menjawabnya."Dia sahabat karib kakekmu. Mereka bersahabat sejak kecil. Aku tidak tahu kalau ternyata Dio adalah cucunya Om Hendro." Om Satyo kembali memerhatikan foto keluarga di ponselku. Tampak sedang mengamati lagi.Jadi ternyata keluarga Dio ada hubungannya dengan ke
"Kenapa sih ibu ngotot sekali ingin membawa Arsy ke lapas? Aku dengar beberapa hari yang lalu pun ibu sudah datang kemari hanya untuk mengajak Arsy ke lapas!" Aku masih mencoba tetap tenang. Mencari tahu apa alasan di balik kegigihannya membawa Arsy."Memangnya apa yang salah? Aku mau membawa cucuku bertemu dengan ayahnya apa tidak boleh? Arjuna merindukan anaknya. Tidakkah kamu tahu bagaimana menderitanya dia berada di lapas seorang diri! Coba saja kamu tidak melaporkannya malam itu, semuanya tidak akan begini jadinya!" jawab Ibu dengan nada menahan kesal.Hah ... rasanya aku sudah bosan dengan pola pikirnya yang selalu menyalahkanku atas semua yang terjadi pada anak kesayangannya itu. "Ya ... itu salah, Bu! Karena selama ini Arsy dan Arjuna tidak pernah benar-benar menjadi ayah dan anak kecuali hanya karena darah Arjuna mengalir di tubuh Arsy.""Apa maksudmu, Aruni? Sudah jelas-jelas darah Arjuna yang mengalir di tubuh Arsy itu lebih kuat dari apa pun!" Mata Ibu melotot sempurna, t
"Bagaimana harimu hari ini, Aruni?" tanya Dio sambil memeluk pinggangku saat aku sedang asyik menyiapkan makan malam di dapur."Dio... malu! Bagaimana kalau ada yang lihat?" Aku berusaha melepas pelukan lelaki yang baru saja pulang kerja itu. Bahkan tasnya saja masih ia jinjing. Aku tidak mengetahui kedatangannya yang lebih cepat dari jam yang ia beritahukan sebelumnya melalui pesan. Maka aku memilih untuk bersiap saja di dapur.Sekuat tenaga aku berusaha melepas pelukan Dio. Sungguh rasanya benar-benar malu, takut kalau sampai ada yang melihat apa yang dilakukan suamiku itu. Apalagi jika itu adalah Arsy atau Bapak. Meski yang kami lakukan sudah halal, tapi tetap saja rasanya risi jika sampai terlihat orang.Dio tampak cemberut saat aku berhasil lepas sempurna dari pelukannya. Ia memasang wajah kecewa."Aku kan kangen sama kamu, Aruni! Masa peluk sedikit saja tidak boleh?!" Dio merajuk seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu tapi dilarang oleh orang tuanya."Bukannya tidak boleh,
Usulan Dio yang ingin berbulan madu lagi tentu saja kutolak mentah-mentah. Selain karena kesal dan marah pada lelaki itu, aku juga tak mungkin meninggalkan bisnisku lebih lama lagi. Selain itu masih ada banyak hal yang harus aku lakukan di dunia nyata. Ayolah... hidup bukan melulu harus di habiskan berdua saja.Aku harus memastikan Juara Food Company tetap berjalan baik dan malah lebih baik lagi. Bisnis frozen food kami sekarang merambah semakin besar. Bahkan aku sedang berencana membuka kemitraan terkait restoran siap saji yang sedang aku rintis ini.Dio tentu saja tidak terima begitu saja keputusanku. Sepanjang malam dia terus membujukku untuk berbulan madu lagi. Tapi setelah kuingatkan soal pekerjaannya yang sama menumpuknya denganku, dia pun akhirnya berhenti membicarakannya.Setelah menitipkan beberapa pesan pada Bi Susi dan Bapak untuk memastikan bahwa Arsy akan aman tanpa diganggu lagi oleh kehadiran neneknya, aku pun mulai berangkat kerja ke kantor Juara Food Company. Banyak s
"Lihat itu, bos kalian datang! Kalian semua pasti akan dipecat dari restoran ini karena bertindak sewenang-wenang padaku!"Saat aku datang, Galuh langsung menyambutku dengan sikap penuh angkuhnya itu lagi. Kembali mengancam karyawanku.Saat ini Galuh sudah diamankan di ruang karyawan agar kondisi restoran lebih kondusif tidak terganggu oleh keributan yang dibuat oleh sepupu iparku itu."Ada apa ini?" Aku kembali mengkonfirmasi tentang apa yang terjadi pada karyawanku. Fani, manajer operasional langsung menjelaskan duduk permasalahannya. Menurut Fani, saat Galuh selesai makan ia langsung melenggang pulang tanpa membayar yang telah dimakan olehnya dan teman-temannya. Saat Dewi yang bertugas sebagai kasir menegurnya, Galuh seketika marah-marah hebat dan mengatakan bahwa ia adalah saudaraku dan tetap kekeh tidak mau membayar apa yang telah masuk ke dalam perutnya.Aku menarik nafas panjang setelah mendengar penuturan Fani. Mengumpulkan segenap kesabaran di dada."Sebaiknya kamu pecat saj
"Jadi ... kalian bertengkar hanya karena perkara uang 800 ribu?" tanya ibu mertuaku melalui sambungan telepon.Benar saja dugaanku. Perkara dengan Galuh ternyata akan berbuntut panjang. Buktinya Ibunya Dio sampai rela meneleponku dari Singapura sana demi mengetahui masalah sebenarnya."Mama tahu, apa yang dilakukan Galuh itu tidak benar. Mama juga tidak setuju. Tapi... kamu harus tahu, kamu harus meminimalisir bermasalah dengan Galuh. Dia itu orangnya memang menyebalkan!" lanjutnya lagi."Iya, Mah. Maafkan aku. Tapi aku hanya tidak mau membeda-bedakan siapa pun. Aku juga ingin memberi pelajaran pada karyawanku bahwa tidak ada pengecualian di restoranku. Meski itu keluarga owner atau manejer bahkan staff sekali pun," terangku berusaha membela diri. Meski rasanya pasti sia-sia saja. Karena memang masalah dengan Galuh tetap saja sudah menjadi pembicaraan hangat di keluarga Airlangga."Iya, Sayang. Mamah mengerti. Sikapmu sudah benar, kok. Galuh begitu seenaknya padamu! Tapi ... demi keda
"Dio ..., Mas Juna masuk rumah sakit!" Setelah Kak Tari menelepon tadi, aku tidak bisa berpikir jernih. Kak Tari mengatakan bahwa Mas Juna kini berada di ICU, entah sakit apa. Tapi dia terus memanggil namaku dan nama Arsy katanya.Kak Tari memohon-mohon padaku agar bisa datang membawa Arsy. Takut tak ada kesempatan lain lagi nantinya.Jantungku berdebar kencang. Entahlah apa yang Kak Tari katakan adalah yang sesungguhnya atau tidak. Tapi ... jika itu benar, ada rasa bersalah di dadaku karena menahan-nahan waktu ibunya Mas Juna akan mengajak Arsy bertemu dengan ayahnya."Sakit apa? Kamu kata siapa, Aruni?" tanya Dio balik. Ia yang sebelumnya sedang konsentrasi dengan laptopnya mengangkat wajah menatapku, menunggu jawaban dariku."Baru saja Kak Tari meneleponku. Dia bilang Mas Juna dirawat di ICU. Aku gak tahu dia sakit apa. Tapi ... dia memohon supaya aku bisa membawa Arsy bertemu dengan Mas Juna di rumah sakit," terangku. Tentu saja aku tidak mengatakan perihal Mas Juna yang katanya