Share

68. AMM! 68

Penulis: Muninggar88
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"An, Ibu mau bicara sama kamu!" Aku yang masih sibuk membersihkan dapur usai menyiapkan makan pagi dikagetkan ibu Mas Guntur yang tiba-tiba menyembul dari pintu pembatas antara ruang dapur dan ruang tengah.

"Iya, Bu. Ibu mau bicara apa sama Ana." Aku seger menghampirinya setelah terlebih dahulu meletakkan sapu ijuk yang baru saja aku gunakan pada tempatnya di pojok kanan dapur ini.

"An, kamu sudah tahu 'kan berapa besaran gaji suami kamu itu. Ditambah lagi kamu sedang berbadan dua otomatis pengeluaran rumah ini akan semakin bertambah..." Ibu menjedah ucapannya lalu berjalan kearah kursi makan dan kemudian menariknya untuk didudukinya. "Kamu kenapa gak berinisiatif untuk membantu suamimu mencari uang. Kamu juga sudah tahu kan, mantan-mantannya di Guntur itu semua wanita mandiri dan sukses. Apa kamu tidak malu?" Lanjutnya setelah bobotnya dijatuhkan pada salah satu kursi dari meja makan tersebut.

"Ana gak malu, Bu. Untuk apa juga Ana harus merasa malu. Lagian Ana ini juga kerja kok Bu.
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
bagus ana, lawan aja para Benalu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Mundur, Mas!   69. AMM! 69

    "An, aku mau ngomong sama kamu." ucap Mas Guntur yang baru saja pulang dari tempat ia mengais rezeki.Tidak seperti biasanya. Tumben sekali, suara motornyapun aku tidak mendengarnya. Ah, kenaperasaanku mendadak jadi tidak enak. Mas Guntur langsung menutup pintu kamar ini. Iya, sat ini kami sedang berada di dalam kamar. Aku baru saja selesai merapikan mukenah yang baru saja aku pakai untuk melakukan kewajiban empat rakaat ashar. Aku belum sempat menyiapkan apapun untuk menyambut kedatangan suamiku. Tidak seperti biasanya. Ini bukan jam biasanya ia pulang kerja."Kok, gak pake salam dulu, Mas. Masuk rumah wajib hukumnya mengucapkan salam. Kok tumben jam segini sudah pulang." Setelah merapikan mukenah dan mengembalikannya ketempat semula. Aku segera menghampiri Mas Guntur yang sudah duduk di pinggiran ranjang untuk segera menyalaminya seperti biasa."Kamu tadi sudah apain ibu sama Mbak Mila?" tanyanya tanpa basa-basi sambil menatap tidak suka ke arahku. "Apa benar kamu sudah maksa Mbak

  • Aku Mundur, Mas!   70. AMM! 70

    Sudah bulat tekatku untuk berubah. Aku harus bisa menjadi manusia yang lebih baik. Aku yakin Tuhan telah memberiku kesempatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.Aku juga yakin pasti setiap orang mempunyai sisi kelam dalam hidupnya.Aku juga akan membuktikan bahwa diri ini pun bisa menjadi manusia yang lebih baik.Semenjak aku bekerja dengan suami baru mantan istriku. Rasanya diri ini sangat jauh berbeda darinya saat memperlakukan keluarga kecilnya, istri dan anak-anaknya. Bahkan Zainal pun tak pernah membedakan kasih sayangnya pada putri sambungnya, Zaskia, putriku dan juga Fitri dari pernikahan kami.Justru Zaskia mendapatkan kasih sayang yang berlimpah dari ayah sambungnya itu ketimbang aku yang merupakan ayah kandungnya.Aku justru lebih mengutamakan keluargaku sendiri dan juga anak-anak dari Mbak Mila dan abai akan putri dan juga istriku.Seperti nasi yang sudah menjadi bubur nasi yang tidak akan bisa diolah lagi.Menyesal. Tentu saja sebagai orang yang normal rasa ses

  • Aku Mundur, Mas!   71. AMM! 71

    "Tante, mana uang saku aku?" Desi si sulung dari Mbak Mila tiba-tiba datang menghampiriku yang sedang mencuci bekas peralatan masak di dapur.Aku mengerutkan dahi ketika menoleh ke arahnya. "Maaf, Desi. Bukannya tante tidak mau kasih uang sana kamu juga Deska. Tapi uang saku dan uang jajan kamu itu sudah Om Guntur titipkan sama ibu kalian. Jadi kalau kalian mau minta uang saku dan uang jajan minta sama ibu kalian bukan sama tante lagi." Sebenarnya ada rasa tak tega ketika melihat gadis kecil ini. Tapi mau bagaimana lagi. Itu salah dari orang tuanya sendiri serta kesalahan cara mereka untuk mendidik anak-anaknya. Mbak Mila terlalu memanjakan buah hatinya, begitu juga ibu yang selalu memberikan dukungan karena mengiyakannya. Selama ini permintaan putra putrinya itu harus terpenuhi. Tentu saja dia tidak ikut memikirkan mana kebutuhan yang lebih utama dan yang mana harus dikesampingkan karena aku dan mas Guntur-lah yang harus mengeluarkan biaya untuk mereka semua."Tapi kata mama semua u

  • Aku Mundur, Mas!   72. AMM! 72

    Di kamar ini-lah yang menjadi tempat ter-nyamanku selama aku tinggal bersama dengan keluarga suamiku.Aku menyibukkan diri yang mana kesibukan yang aku jalani ini tak pernah diketahui oleh mereka. Mungkin yang mereka pikir dan tahu, aku banyak menghabiskan waktuku untuk tidur sehingga ibu mertua selalu menyebutku sebagai wanita pemalas. Padahal sebaliknya. Mereka bisa makan juga dari sebagian uang pribadi yang sengaja aku keluarkan pun tanpa sepengetahuan dari mas Guntur. Tak ingin membuatnya berkecil hati yang akan membuatnya berpikiran jika istrinya ini tidak pandai mengatur uang dari suami serta mensyukuri rezeki yang ada.Mungkin dari ini pula yang membuat mereka selalu memanfaatkan suamiku. Mereka mengira bahwa uang yang suamiku berikan untukku adalah lebih.Seiring dengan berjalannya waktu dan juga cukup bagiku untuk bisa menilai bagaimana mereka. Aku sudah memutuskan untuk segera keluar dari rumah ini. Tak akan lagi aku dengarkan alasan mereka yang berusaha untuk menahan mas Gu

  • Aku Mundur, Mas!   73

    "Buktikan, mbak. Jangan cuma mengancam atau omdo alias ngomong doang," cibirku tak mau kalah. Amit- amit semoga anakku tidak meniru kelakuan atau watak dari keluarga ayahnya.Mungkin juga ini kart bawaan bayiku. Entah sedari awal hamil, ingin saja diri ini untuk melawan perlakuan buruk mereka . Namun aku masih sebisa mungkin menahannya. Tapi tidak untuk sekarang ini dan seterusnya.Jadi keputusan ku untuk segera keluar dari rumah ini semakin kuat. Malu juga numpang hidup di rumah orang apalagi karena belas kasihan. Meskipun aku bukan orang kaya, sebisa mungkin diri ini berusaha untuk tidak merendahkan diri dihadapan orang.Sepertinya lapar, sehingga saudari iparku tidak lagi menanggapi omonganku. Dia berlalu begitu saja. Masa bodoh. Yang penting aku sudah makan. Urusan perutnya itu urusannya sendiri.Selesai mencuci peralatan masak dan makan. Aku melanjutkan untuk mencuci baju di belakang rumah. Di rumah ini memang belum mempunyai mesin cuci. Jadi untuk mencuci baju aku biasanya manu

  • Aku Mundur, Mas!   74. AMM! 74

    "Kamu gak apa-apa, kan, Dek?" tanya mas Guntur saat kami sudah berada di dalam kamar kami."Iya, Mas. Ana gak apa-apa. Justru Ana yang harusnya minta maaf sama mas. Ana sudah berani melawan Ibu," akuh-ku pada suami. Aku tahu yang aku lakukan memang tidaklah pantas. Aku hanya ingin melindungi diri. Aku tidak mau selamanya dan terus menerus di manfaatkan oleh Ibu mertua dan mbak Mila."Selama di rumah kamu yang hati-hati saja. Kalau tidak ada keperluan baik di kamar saja." Nasehat suamiku. Pasti mas Guntur juga mencemaskan istrinya atas sikap dari ibu juga saudarinya."Mas ...." Aku melihat ke arah mas Guntur yang sudah merebahkan diri di atas kasur kamar kami. Pasti ia sangat lelah setelah seharian dan setiap hari yang harus bersusah payah untuk mengais rezeki. Sebenarnya aku sudah sangat memikirkan bagaimana kedepannya kehidupan rumah tangga kami ini. Aku berharap suamiku tidak terus bekerja di bawah pimpinan orang lain. Aku ingin ia memiliki usaha sendiri dengan kemampuan yang ia mil

  • Aku Mundur, Mas!   75. AMM! 75

    Hari ini tidak seperti hari biasanya. Berbeda karena pengaruh dari suasana hati juga pikiran. Hari ini aku dan juga istriku---Ana, kami saling mendiamkan satu sama lain. Sarapan pun kami dalam keadaan hening tidak ada kata-kata yang terlontar dari mulut kami berdua. Bukan aku marah atas permintaannya, melainkan aku kecewa. Sudah kami bahas sebelumnya jika kami tidak mungkin untuk keluar dari rumah yang sudah aku dan keluargaku tinggali selama beberapa tahun ini.Bukannya tidak mau dan tidak ingin membahagiakan istri. Tapi dilema yang sedang melanda diri ini yang masih belum bisa untuk mengambil keputusan.Di sini posisiku adalah sebagai anak, sebagai saudara dan juga sebagai suami. Aku pria dewasa satu-satunya di rumah ini sekaligus sebagai tulang punggung yang m mang sudah menjadi kewajibanku saat ini.Aku tidak tega bila harus meninggalkan ibuku yang kondisinya juga sudah tidak muda dan sekuat dulu lagi. Masih ada dua keponakan ku---anak dari kakak perempuan satu-satunya yang juga

  • Aku Mundur, Mas!   76. AMM! 76

    Seperti biasanya. Semenjak mendapatkan pekerjaan baru, Mila mulai jarang berada di rumah. Pergi pagi pulang malam, tidak jarang juga pergi malam secara diam-diam dan menjelang siang baru ia kembali pulang ke rumah.Saat Mila sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan dengan pria kencannya tanpa sengaja dari arah parkiran mobil matanya menangkap sosok yang sangat ia kenali sebelumnya.“Sayang kamu lagi lihatin apa?” tangan kekar yang melingkar di pundaknya tiba-tiba membuyarkan konsentrasinya.“Ngak, kok, Mas. Aku tadi cuma liatin orang yang sepertinya aku kenal.”“Siapa?” tanya pria berumur yang menjadi teman kencannya saat ini.“Perempuan yang pernah mencuri dan menjual surat rumah ibuku, Mas.”Pria itupun mengikuti arah kemana mata wanitanya itu mengarah.“Yang, mana mereka?” “Sepertinya mereka sudah pergi. Biar saja. Nanti kalau ketemu lagi tidak akan aku lepaskan perempuan b@jin@n itu,” geramnya.“Oke. Gak usah dipikirin. Kita senang-senang dulu saja sekarang. Nanti kita pikirkan

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!   88. AMM! 88

    Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da

  • Aku Mundur, Mas!   87. AMM! 87

    Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.

  • Aku Mundur, Mas!   86. AMM! 86

    Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante

  • Aku Mundur, Mas!   85. AMM! 85

    Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu

  • Aku Mundur, Mas!   84. AMM! 84

    Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu

  • Aku Mundur, Mas!   83. AMM! 83

    Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur

  • Aku Mundur, Mas!   82. AMM! 82

    Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu

  • Aku Mundur, Mas!   81. AMM! 81

    POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg

  • Aku Mundur, Mas!   80. AMM! 80

    Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk

DMCA.com Protection Status