Click...Bunyi pemberitahuan dari mobile banking yang ada dilayar gawaiku, yang mana tertulis sejumlah nominal yaitu 5.500.000, dari uang tabungan yang selama ini aku dan suamiku kumpulkan.Tercengang.Bagaimana mungkin, uang yang bertahun-tahun kami kumpulkan dan jika aku ingat-ingat jumlah terakhir ketika aku mencetaknya di buku ATM milikku adalah 60.500.000.“Ada yang tidak beres sepertinya, pasti ada hubungannya dengan keluarga mas Guntur!” gumamku.Tangan ini masih bergetar memegangi kartu ATM, degupan kencang sangat terasa hingga menimbulkan guncangan naik turun pundak ini, sampai-sampai putri kecil yang masih tertidur dalam gendonganku ini terbangun, karena kerasnya suara deruan napas yang memburu.Segera aku lajukan motor yang kukendarai dengan kecepatan lebih dari biasanya, tujuanku tidak lain adalah agar bisa segera sampai di rumah.Untung saja segera aku mengetahuinya sebelum terlambat.Akhirnya aku sampai di halaman rumah kontrakan yang selama beberapa bulan ini kami tempa
Nampak suamiku belum menyadari bahwa kartu ATM yang selama ini selalu ia bawah kemana saja, karena tidak pernah tertinggal dari dalam dampetnya, namun kini telah berpindah tangan.Sampai saat ini, ketika ia hendak berangkat bekerja, nampak sikapnya yang biasa-biasa saja, justru sangat ceria seperti habis menang undian.Selepas ia berangkat ketempat kerjanya, tanpa sengaja ada yang menarik netra ini, sebuah benda pipih yang tergeletak diatas rak sepatu yang berada di sudut ruangan tamu. Karena penasaran tanpa pikir lama segera ku ambil, dan benar saja ada beberapa pesan masuk, yang tidak lain berasal dari komplotan keluarga benalu."[Gun, Minggu besok jangan lupa kamu datang kerumah ibu, sendiri saja, gak usah bawah anak sama istri kamu]" bunyi pesan pertama dari mbak Mila, kakaknya mas Guntur, sekaligus anak sulung dari ibu mertua, iya karena bapak mertua telah lebih dahulu meninggal, bahkan sebelum aku menjadi menantu di keluarga tersebut."[Gun, Minggu besok pulang, jangan lupa janj
Jam dinding menunjukkan pukul lima sore ketika suamiku tiba dirumah.Apa dia telah lupa akan alasannya sendiri?Harusnya jika ia tadi beralasan untuk pergi bekerja, maka harusnya pukul empat sore dia sudah berada dirumah, dikarenakan jarak kontrakan kami dengan tempat kerjanya adalah hanya memerlukan waktu sepuluh menitan."Assalamualaikum," suamiku mengucapkan salam ketika berada didepan pintu."Wassalamu'alaikum, iya sebentar." jawabku dari dalam rumah seraya aku berlari kecil menghampiri pintu rumah untuk membukanya. "Kok tumben, mas, baru pulang?" tanyaku pura-pura.Dia kira aku orang bodoh yang gampang dikibuli."Eh... anu, tadi mas mampir ngopi diwarung dekat tempat kerja mas, gak enak nolak ajakan temen, rame-rame pula tadi ngopinya." jawaban yang tidak sinkron dengan raut muka yang menampakkan kegugupan."Wah, beneran, berarti aku gak perlu buatin kopi buat mas, lumayan buat pengiritan." kuberikan senyuman mengejek untuknya.Mulai saat ini, aku pastikan akan memantau kelakuan
Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi usai mengerjakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga yang menggurus suami dan anak di rumah.Setelah suami berangkat untuk mengais rezeki. Segera aku memandikan Zaskia dan menyuapinya.Hari ini aku mengawali mempersiapkan keperluan untuk mengerjakan pesanan pelanggan yang dijadwalkan untuk hari esok, tepatnya untuk acara pengajian di rumah ibu RW.Saat sedang sibuk mengupas bawang di dapur, terdengar bunyi gawai yang kuletakkan di atas meja yang berada di sudut dapur ini berbunyi, menandakan ada notifikasi dari aplikasi hijau, sengaja settingan untuk nada dering, baik panggilan telepon, WA pribadi, juga WA group aku bedakan.Mendengar beberapa notif, yang sepertinya dari pesan pribadi, segera aku ambil dan membuka layar gawai yang terkunci otomatis. Langsung saja ku scroll pada bagian aplikasi hijau. Benar dugaan ku, pesan-pesan masuk tersebut berasal dari percakapan di gawai suami dan keluarganya yang sengaja aku sadap.[Bu, besok datang ke ru
"Fit...Fitri..., kamu di mana?" Terdengar suara teriakan saat diri ini sedang mengangkat jemuran di belakang rumah, yang aku yakin suara tersebut dari mas Guntur."Iya, mas, aku ada di belakang." Seruku. Aku masih tetap melanjutkan pekerjaan ku. Mengangkat jemuran yang sudah kering di belakang rumah kontrakan kami."Fit, sini, kamu!" Perintah dari suamiku. Nada suaranya pun terdengar tidak bersahabat.Dengan menampakan raut wajah penuh dengan kemurkaan, aku yakin bahwa ibu dan kakaknya pasti telah melaporkan atas kejadian tadi siang padanya."Iya, mas, ada apa sih, mas, pulang-pulang teriak-teriak, bukannya ucap salam, liat tuh Zaskia baru aja tidur!" ujarku sambil menunjuk ke arah di mana aku menidurkan anak kami. " Awas, ya, kalo sampai dia terbangun." Ancamku."Sini," sambil menarik tangan kiriku, karena tangan kananku sedang membawa keranjang jemuran. Aku berjalan sempoyongan dan hampir saja terjatuh karena tarikan yang tiba-tiba tersebut."Apa yang kamu lakukan sama ibu juga mbak
"Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja."Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja."Antar aku ke rumah ibu." pintaku.Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya."Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut."Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya."Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.*Keesokan paginya."Mas sudah belum," teriakku.Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.Ting...!Ada notice pesan masuk di gawaiku.[Bu, aku akan kerumah hari ini]Ternyat
"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sed
POV Guntur[Gun, Minggu depan kamu gajian' kan? Ibu minta kamu buat beliin mesin suci, ibu sudah tua sudah gak kuat kalo nyuci pake tangan, di tambah lagi Rosi, istrinya Yoga, kan kamu tahu sendiri dia lagi hamil, kasihan kalo bekerja yang berat-berat]Satu pesan masuk yang dikirim oleh ibu beberapa waktu lalu.[Oh..., Iya, Gun, tadi ibu diajak Bu Ramlah pergi ke toko mebel, aduh ibu juga kepengen beli sofa di sana juga, Gun, buagus banget dan cocok kalo di taruh di ruang tamu rumah ibu, sekalian ya kamu beliin buat ibu]Pesan yang pertama saja belum sempat aku jawab. Ini ditambah lagi ibu minta yang lain lagi.Aku tahu, gak mungkin tega jika ibu harus memintanya kepada Yoga, adikku yang notabenenya, ia yang nanti mendapatkan hak atas rumah yang ditempati oleh ibu besarta Yoga dan istrinya.Padahal ibu juga tahu berapa gajiku tiap bulan yang hanya seorang buruh pabrik. Tapi sebagai anak mau tidak mau aku akan berusaha untuk mengabulkan apa yang diinginkan oleh beliau sebagai tanda bak