"Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.
Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja."Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja."Antar aku ke rumah ibu." pintaku.Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya."Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut."Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya."Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.*Keesokan paginya."Mas sudah belum," teriakku.Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.Ting...!Ada notice pesan masuk di gawaiku.[Bu, aku akan kerumah hari ini]Ternyata suamiku berkabar pada ibunya.[Tumben, ada perlu apa?]Balas dari ibu mertua.[Aku mengantar Fitri, buat minta maaf sama ibu juga mbak Mila][Gak salah, istrimu yang sok, itu beneran mau minta maaf][Bener, Bu, ibu gak usah masak hari ini, karena Fitri sudah Guntur suruh masak, buat gantiin makanan yang kemaren][Ibu, bilang juga ke mbak Mila][Fitri, masaknya banyak banget][Awas ya, kalo kamu bohong][Ya, sudah, cepetan kamu berangkatnya]Ingin rasanya mentertawakan ulah suami dan keluarganya.Di hadapan orang lain, mereka berasa yang paling benar, paling suci, suka menceramahi, juga mengomentari.Tapi, pada kenyataannya mereka sendiri tak bisa mempraktikkannya.Aku sedari pagi buta telah menyiapkan masakan, seperti yang diminta oleh mas Guntur, dan telah aku kreasikan menu tersebut sesuai budget yang ada.Iya, tentu tanpa uang tambahan belanja dari suamiku, alasannya sebagai pengganti makanan kemaren, yang merupakan pesanan dari bu RW.*Akhirnya, setelah kurang lebih empat puluh lima menit perjalanan perjalanan yang kami tempuh, sampailah kami dirumah yang beberapa tahun lalu aku pernah tinggal di dalamnya, rumah yang tak ubahnya bagai neraka dunia bagiku, rumah dari pada milik mertuaku.Setelah dua tahun puas dengan siksaan batin yang aku terima, aku beranikan diri ini untuk bisa keluar dari sana.Tidak mudah memang, penuh dengan drama yang apik dimainkan oleh ibu mertua.Muak, aku sudah hafal seperti apa kelakuan dari ibu mertuaku juga kedua iparku.Aku masih ingin sehat lahir batin, sebelum terkena serangan gangguan jiwa, lebih baik aku segera pergi, untuk keselamatan jiwaku juga keutuhan rumahtangga ku."Assalamualaikum." ucapku dan mas Guntur berbarengan, setelah suamiku memarkirkan motornya di teras rumah milik orangtuanya.Rumah milik ibu mertua ini, tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil.Dulu, rumah ini hanya terdiri dari tiga kamar tidur, ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan juga kamar mandi yang ada di bagian belakang rumah.Namun, setelah aku tinggal di sini, banyak sekali perombakan di sana, sini.Dapur yang dulu hanya beralaskan tanah, di bangun menjadi dapur yang lebih modern, tidak lagi beralaskan tanah, melainkan beralaskan keramik. Juga perlengkapan dapurnya, ada lemari es walau hanya dengan ukuran yang kecil, yang tidak lain di belikan oleh suamiku, mas Guntur, juga tungku kayu yang dulu sering aku gunakan untuk mengolah makanan untuk keluarga ini, sekarang tidak lagi ada karena telah berganti menjadi kompor gas."Waalaikumsalam." jawab seseorang, yang ku yakin itu suara milik Rosi, adik ipar suamiku.Tak berapa lama pintu rumah ini pun dibukanya.Entah kenapa setelah pintu tersebut terbuka, mata ini pun langsung tertuju pada pemandangan baru yang ada di depan mata, yaitu satu set meja dan sofa baru warna merah hati yang terlihat gagah dan memperlihatkan kemewahannya.Seingatku saat satu bulan yang lalu, terakhir aku datang ke rumah ini, belum ada sofa baru ini."Eh, Rosi, ibu kemana, Ros?" tanya mas Guntur pada adik iparnya."Tadi bilangnya mau kerumahnya mbak Mila, mas.""Tapi, aku lihat sepi-sepi saja di rumah mbak Mila, pintunya aja tertutup rapat." ucap suamiku yang masih berada di depan pintu, sambil menengok ke arah rumah sebelah yang merupakan rumah dari kakaknya.Karena rasa penasaran yang sedari tadi menjalari pikiranku, aku berpamitan pada suami dan iparnya untuk menidurkan Zaskia yang memang sedari diperjalanan anak ini, tertidur dalam gendonganku.Usai dari kamar, aku segera menuju ke arah dapur, dan benar saja, ku dapati lemari es yang berukuran jauh lebih besar dari sebelumnya ada juga meja makan set baru berbentuk oval dengan enam kursi yang berada di sisi kiri dan kanannya, juga di bagian belakang dapur yang merupakan kamar mandi dan tempat menjemur pakaian, disudut sebelah kanannya terdapat mesin cuci, karena masih nampak jelas dari stiker-stiker yang belum di kelupas, pun mata ini tertarik akan benda yang berserakan di tas mesin cuci tersebut, aku berjalan mendekat, ku ambil kertas yang masih merserskan beserta kantung plastik pembungkusnya, saat tangan ini ingin mengumpulkan kertas-kertas tersebut, tanpa sengaja ada secarik kertas kecil yang terjatuh dari tumpukan kertas yang lain. Saat tangan ini mulai mengambil dan membacanya, ternyata benar kertas tersebut adalah bukti nota pembayaran dari sejumlah barang elektronik, yang di sana pula tertera tanggal kapan pembelian barang-barang itu. Fix, tanggal yang tercantum sama persis dengan waktu mas Guntur di minta pulang oleh ibunya untuk menepati janjinya.Oke, terjawab sudah bagaimana uang yabungan kami bisa tiba-tiba berkurang dengan begitu drastis, ternyata digunakan untuk menyenangkan dan memenuhi keinginan dari ibunya juga saudaranya.Tidak munkin jika Yoga atau mbak Mila yang membelikan semua ini untuk ibunya.Yoga adik dari mas Guntur terlalu nyantai jadi kepala keluarga dan dari dasarnya juga memang tipe orang pemalas. Apa-apa mengandalkan ibu mertua, otomatis ibu mertua uang dari suamiku.Mbak Mila, teramat sangat tidak mungkin. Pelitnya saja gak ketulungan, separoh dari aliran listrik dirumahnya masih menyalur gratis dari rumah ibunya.Masak saja disembunyikan dari ibunya, tapi kao di rumah ibunya ada makan enak, dia yang terlebih dahulu menikmatinya.Awas saja kamu, mas. Aku yang sedari dulu ingin mempunyai lemari es juga mesin cuci untuk meringankan pekerjaan ku, tak pernah kau hiraukan, tapi dengan mengunakan uang tabungan yang susah payah aku kumpulkan, kau begitu mudahnya menghamburkan uang itu untuk kepentingan keluargamu."Fit...,Fitri...!" terdengar suara mas Guntur memanggilku.Segera aku meletakkan kertas-kertas tersebut ketempatnya semula, tak lupa ku ambil secarik nota pembayaran itu untuk mencari jawaban dari mulut suamiku sendiri."Iya, mas, ada apa? Aku tadi di kamar kecil. ucapku, dan mendekat ke tempatnya."Mana makanan yang kamu bawah, kamu bagi sekalian punya ibu dan Rosi, juga buat mbak Mila, itu kasihan Rosi yang katanya belum makan karena nungguin kamu." mas Guntur menunjuk pada arah adik iparnya yang sudah menunggu di meja makan."Nunggu ibu dulu mas, gak sopan gak ada ibu, emang ibu belum pulang?" tanyaku."Belum, bentar lagi juga pulang.""Ya, sudah, mas datangin aja ibu di rumahnya mbak Mila.""Biar, Rosi saja mas yang panggil ibu." ucap iparku, bergegas ia beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju pintu keluar.Tak berselang lama, akhirnya ibu mertua yang disusul oleh mbak Mila berjalan masuk kedalam rumah."Kamu sudah nyampe toh, Gun?" tanyanya ada mas Guntur."Ngak, Bu, baru saja." jawabnya, segera ia menyambut tangan ibunya dan mencium punggung tangannya, begitupun dengan aku, mengikuti apa yang dilakukan oleh suamiku."Iya, Bu, baru setengah jam yang lalu." sahutku, seketika ibu mertua langsung mencebikkan bibirnya."Hush, jangan gitu, Fit." mas Guntur menegurku."Oh, iya, Bu, itu makanan kesukaan ibu sudah di bawain sama Fitri." lanjutnya, seraya menunjukkan kepada ibunya apa yang telah kami bawakan untuk merekaSegera ibu membuka tutup dari box makanan yang aku bawah."Apa yang kamu bawah ini, Fit...?""Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sed
POV Guntur[Gun, Minggu depan kamu gajian' kan? Ibu minta kamu buat beliin mesin suci, ibu sudah tua sudah gak kuat kalo nyuci pake tangan, di tambah lagi Rosi, istrinya Yoga, kan kamu tahu sendiri dia lagi hamil, kasihan kalo bekerja yang berat-berat]Satu pesan masuk yang dikirim oleh ibu beberapa waktu lalu.[Oh..., Iya, Gun, tadi ibu diajak Bu Ramlah pergi ke toko mebel, aduh ibu juga kepengen beli sofa di sana juga, Gun, buagus banget dan cocok kalo di taruh di ruang tamu rumah ibu, sekalian ya kamu beliin buat ibu]Pesan yang pertama saja belum sempat aku jawab. Ini ditambah lagi ibu minta yang lain lagi.Aku tahu, gak mungkin tega jika ibu harus memintanya kepada Yoga, adikku yang notabenenya, ia yang nanti mendapatkan hak atas rumah yang ditempati oleh ibu besarta Yoga dan istrinya.Padahal ibu juga tahu berapa gajiku tiap bulan yang hanya seorang buruh pabrik. Tapi sebagai anak mau tidak mau aku akan berusaha untuk mengabulkan apa yang diinginkan oleh beliau sebagai tanda bak
Hingga larut malam aku menunggu kedatangan Fitri dan juga putri kami Zaskia. Mereka berdua tak kunjung datang, padahal tadi siang keduanya sudah pulang terlebih dahulu, tapi setelah aku sampai dirumah ternyata mereka berdua tidak ada.Khawatir, jelas ada sedikit rasa mengkhawatirkan tentang keberadaan mereka.Sebenarnya tadi aku berniat untuk mengejar mereka berdua, namun ibu dan mbak Mila mencegahku, alasannya biar gak tambah ngelunjak dan manja, setelah dipikir-pikir apa yang ibu dan kakakku katakan ada benarnya juga, biarlah, toh palingan juga mereka akan pulang lagi kerumah, emang mau kemana lagi mereka.*Keesokan paginya.Entah sudah berapa lama aku tertidur di kasur lantai yang sengaja aku bentangkan untuk melepas penat seraya menunggu kepulangan istri dan anakku.Cahaya mentari bisa menembus cendela kaca ruang tamu rumah kontrakan ini, itu berarti matahari sudah mulai meninggi. Segera beranjak dari tempat tidurku, berharap orang yang kutunggu sudah ada dirumah ini. Nihil, hing
POV ibu mertuaAku kira cuma menantu-menantu versi mak-mak KBM saja yang berani membalas perbuatan mertuanya ketika merasa didzalimi, ternyata menantuku yang satu ini lebih berani dan terang-terangan melawan keinginan ibu mertuanya, apa iya ia berubah seperti itu gara-gara ikut group yang satu ini.Bukannya aku membenci menantuku yang satu ini, melainkan aku sebagai ibu dari seorang putra yang sangat berharap lebih, terlebih Guntur adalah anak laki-laki pertamaku.Aku menginginkan agar ia bisa mendapatkan seorang istri yang lebih dari pilihannya itu, pasalnya, putraku ini merupakan seorang sarjana, paling tidak dengan gelarnya tersebut ia bisa mendapatkan istri dari seorang wanita yang sama-sama bekerja dan berpenghasilan, kalaupun tidak bekerja, paling tidak ia berasal dari keluarga yang berada, biar aku dan anak-anakku juga kecipratan sama hartanya.Yang paling menambah kekecewaaku, ketika Parmin paman dari anak-anakku, yang merupakan adik kandungku itu selalu mengingatkan kembali d
Sunggu tak ku sangka betapa tega suamiku itu membiarkan istri dan anaknya tanpa berusaha untuk mencegah kepergian kami saat ini. Dia lebih mementingkan perasaan keluarga ketimbang anak dan istrinya. Tanggung jawab pada ibunya, tapi lupa pada tangung jawab atas istri dan juga anaknya.Sengaja aku tidak mengiriminya pesan pun sengaja aku matikan gawai ini.Berpikir diri ini untuk mengetahui apakah suamiku ini beruya untuk mencari keberadaan istri maupun anaknya.Sejauh ini memang hubungan antara suamiku dan Zaskia putri kami tidaklah cukup dekat, lebih tepatnya suamiku kurang perhatian bahkan terlalu cuek pada putri semata wayangnya, sehingga ketika putriku tidak bertemu dengan ayahnya itu, sama sekali ia tidak menanyakan tentang keberadaan ayahnya._____Sudah beberapa hari ini, dari kejadian saat di rumah ibu mertua, aku memutuskan untuk tinggal di rumah masa kecilku dulu, rumah di mana banyak menyimpan kenangan saat-saat masih adanya ibu di sisi-sisi kami.Rumah yang sangat sederhana
"Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucapkan salam, ketika aku sedang menggangkat pakaian yang sudah kering dari jemuran di belakang rumah."Waalaikumsalam," jawabku.Segera ku bereskan pakaian yang sudah kering itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.Bergegas menuju pintu dan segera membukanya."Mas Guntur?" sapaku pada orang yang berdiri di depan pintu."Fit," balasnya.Seperti orang kikuk, ia melongokkan kepala dan menolehkannya seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu, sebelum ia masuk ke dalam rumah."Kenapa mas? Kamu nyariin apa?" tanyaku sambil melebarkan pintu yang kubuka ini, dan mendapatinya sedikit gelagapan mendengar aku bersuara.Heran saja melihat gelagat dari orang yang ku panggil suami ini, tingkahnya seperti orang yang baru melihat tempat ini saja.Mungkin mas Guntur merasa keheranan melihat kondisi rumah ini yang sedikit mengalami perubahan.Benar saja dia heran, wong terakhir dia datang ke rumah ini saja lebaran tahun lalu, entah apa alasannya untuk en
Setelah selesai ia menghabiskan makanan dan juga kopi yang tadi aku sajikan, segera ku bereskan dan membawa piring juga cangkir itu ke dapur.*Sekarang kami duduk berdua di ruang tamu, tepatnya aku duduk di samping kirinya."Kamu kepiran apa sampai mau menemuiku di rumah bapak ini?" tanyaku, aku menatapnya menuntut jawaban yang akan ia berikan."Kamu kan istriku dan beberapa hari kamu meninggalkan rumah, jadi wajar bila aku datang kemari untuk mencari istri juga anakku dan akan mengajak kalian pulang." jawabnya."Terus di mana hati dan pikiran kamu, mas, saat istri dan anakmu keluar dari rumah ibumu tanpa kamu berusaha untuk mencegahnya." cercaku padanya. "Apa kamu menghawatirkan kami saat itu? Tidak kan? Kamu lebih memilih bersama dengan keluargamu dan makan-makan enak di luar tanpa mengingat kami, tanpa kamu ingat akan istri dan anakmu sudah makan apa belum, apa pernah sekali saja kamu mengajak istri dan anakmu ini seperti kamu mengajak ibu dan juga keluargamu yang lain," cerocosku
Mungkin karena telinganya sudah panas mendengar ocehan ku, dan aku juga tidak ada niat untuk memanggilkan Zaskia yang memang sedang berada di rumah Budhenya, serta memang aku tidak ingin menawarinya untuk menginap atau ikut tinggal bersama kami, di rumah peninggalan orangtuaku ini, akhirnya Mas Guntur pun berpamitan untuk pulang.Entah maksudnya pulang itu, pulang ke rumah kontrakan atau ke rumah ibunya.*Satu Minggu setelah kedangtangannya ke rumah ini, tak terdengar lagi kabar darinya, tak ada panggilan telepon ataupun pesan yang masuk di gawaiku ini atas namanya.Hari ini aku disibukkan dengan banyaknya pesanan nasi kotak yang datang.Iya, aku dibantu oleh kakak iparku, Mbak Sari untuk mempromosikan usaha katering online milikku.Ini adalah orderan perdana setelah kepindahanku di rumah ini.Tak lupa, aku menghubungi Mbak Tatik untuk bantu-bantu seperti biasanya, karena jarak yang lumayan, aku juga menawarinya untuk mengganti uang bensinnya.Bukan tak mau mencari orang baru untuk b