"Fit...Fitri..., kamu di mana?" Terdengar suara teriakan saat diri ini sedang mengangkat jemuran di belakang rumah, yang aku yakin suara tersebut dari mas Guntur.
"Iya, mas, aku ada di belakang." Seruku. Aku masih tetap melanjutkan pekerjaan ku. Mengangkat jemuran yang sudah kering di belakang rumah kontrakan kami."Fit, sini, kamu!" Perintah dari suamiku. Nada suaranya pun terdengar tidak bersahabat.Dengan menampakan raut wajah penuh dengan kemurkaan, aku yakin bahwa ibu dan kakaknya pasti telah melaporkan atas kejadian tadi siang padanya."Iya, mas, ada apa sih, mas, pulang-pulang teriak-teriak, bukannya ucap salam, liat tuh Zaskia baru aja tidur!" ujarku sambil menunjuk ke arah di mana aku menidurkan anak kami. " Awas, ya, kalo sampai dia terbangun." Ancamku."Sini," sambil menarik tangan kiriku, karena tangan kananku sedang membawa keranjang jemuran. Aku berjalan sempoyongan dan hampir saja terjatuh karena tarikan yang tiba-tiba tersebut."Apa yang kamu lakukan sama ibu juga mbak Mila!" sentaknya.Mata laki-lakiku ini berubah merah. Tatapannya pun nyalang seperti ingin memangsa yang ada didepannya."Memang apa yang sudah aku perbuat sama mereka?" Aku mengulangi pertanyaannya. Dia kira istrinya yang lemah ini akan takut dan menciut nyalinya. Justru aku memberanikan diri dengan membalas tatapannya dengan tatapan yang tidak kalah nyalangnya."Memang apa yang sudah mereka adukan sama kamu?" tanyaku. Aku mendesak suamiku agar mengulang apa yang sudah ibu dan kakaknya adukan pada dirinya."Kamu tega mengusir mereka dari sini, kamu tega, Fit. Padahal ibu dan mbak Mila sudah repot-repot untuk datang kesini, malah kamu kacangin, kamu biarkan orangtuaku menunggumu di depan rumah, dan kepanasan, bahkan kamu pelit untuk berbagi sedikit dengan mereka." Ucapan dari mas Guntur cukup membuatku tercengang.Padahal aku sendiri juga tidak pernah mengundang mereka. Salah mereka sendiri datang tanpa diundang dan dengan niatan karena ada yang mereka mau dari sini. Dasar gak punya malu. Rakus? Mungkin satu kata itu tepat untuk keluarga Mas Guntur.Ternyata selain pelit, keluarga itu juga aktingnya cukup bisa diacungi jempol.Pelit plus, plus, deh keluarga suamiku itu. Mereka sendiri tidak mau berbagi denganku tapi tanpa punya malunya menginginkan agar aku tetap mau berbagi dengan keluarganya.Munkin mereka butuh terapi khusus untuk menyehatkan otaknya juga agar bisa berpikir waras seperti kebanyakan orang."Mas, apa kamu perlu cermin yang berukuran besar?" sarkas ku. Tujuannya agar dia bisa berkaca. Apakah yang sudah keluarganya perbuat padaku itu sudah baik dan benar."Cermin, maksudmu apa? Kamu menawariku sebuah cermin? Aku lagi bahas masalah mu dengan keluargaku, bukan butuh cermin." sungutnya. Ternyata selain muda ditipu keluarganya. Mas Guntur juga ternyata lemot dalam berpikir alias O"n."Yang namanya cermin itu, di mana-mana ya, buat bercermin lah. Harusnya kamu itu ngeh--dengan maksudku menawarkan cermin, itu supaya kamu bisa ngaca.Memang pernah keluargamu berbuat baik sama istri anak kamu, pernah gak? Kalo aku gak maksa kamu keluar dari rumah ibumu, pasti sekarang kamu sudah gak punya anak istri, jelas berlama-lama hidup berdampingan dengan keluargamu itu bikin aku mati mendadak, untung saja ada bulek Sri yang baik juga selalu memberiku kekuatan serta dorongan untuk bisa bertahan di sana.Jangan kamu kira, kalo Keluargamu itu sudah keterlaluan memanfaatkanmu, memanfaatkan uangmu, terlebih kakak perempuanmu itu. Bisa-bisanya dia meminta bayaran balas budi setiap bulan dari gaji yang kamu dapat, jelas itu tidak masuk akal, dan tidak akan bisa kamu jumpai ditempat lain, kecuali di keluargamu sendiri.Kamu terlalu berat sebelah, lebih mementingkan keluargamu di sana dari pada anak istrimu ini, ingat jangan sampai kamu menyesal suatu saat nanti, bila anakmu tidak sedikitpun memiliki rasa sayang pada ayahnya sendiri, karena memang kamu lebih condong kepada anak-anak dari saudaramu itu.""Apa maksud kamu, menyumpahi suamimu sendiri seperti itu, hah!""Apa pernah, sedikitpun kamu perhatian pada anak istrimu? Apa pernah sekali saja kamu mikirin kebutuhan anak mu? Pernahkah kamu sekali saja memberikan sedikit sekejutan untuk anak istrimu? Hah! Hampir empat tahun kita berumah tangga belum satu kali pun, aku dan Zaskia pernah mendapati kamu belikan baju baru, bahkan di momen hari raya di saat sodara-sodaramu berkumpul, anak istrimu hanya terima barang-barang bekas dari keluargamu, apa kamu pernah mikir pake otak sebagai kepala rumah tangga, sebagai suami juga ayah untuk menyenangkan keluarga kecilmu? Ah, betapa bodohnya diri ini mengharapkan hal mustahil dari orang seperti mu, yang kau utamakan hanya ibu dan saudara-saudaramu saja. Ingat kamu mas, batas kesabaran orang meskipun tak terhingga namun saja tetap ada titik lelahnya, bahkan diam-diam kamu menghabiskan uang tabungan kita, yang susah payah kita kumpulkan hanya demi kesenangan keluargamu, jangan kira aku tidak mengetahuinya, kamu ingat kan uang tabungan itu bukan sepenuhnya uang yang kamu hasilkan, kamu kira aku perempuan bodoh yang gampang kamu dan keluargamu bodohi, aku selalu mencatat setiap rupiah hasil jerih payahku untuk ditabung bersama dengan uang yang kamu hasilkan, dan perlu aku ingatkan jika separuh dari tabungan itu adalah uangku, tapi kenapa kamu gunakan seenaknya tanpa ijin dariku untuk kepentingan keluargamu itu! benar kan apa yang aku omongkan ini, cepat jawab, mas, kamu tidak bisu atau tuli kan?" akhirnya setelah sekian lama emosi yang selalu aku tahan-tahan, pada akhirnya akan meletup juga bagaikan bom waktu, yang bisa saja akan menghancurkan segalanya."Ba--bagaimana kamu tahu?" ucapnya gugup.Tiba-tiba macan yang terlihat begitu garang dalam sekejap berubah menjadi anak itik, seng takut di serang oleh seekor kucing."Aku tidak bodoh, mas, tentu aku bisa mengeceknya melalui mobile banking dari HP-ku, kamu lupa, kalau kamu sendiri yang memintaku untuk dijadikan satu saja antara tabunganku dan uang tabunganmu, jelas aku juga punya nomor rekening juga nomor pin-mu.""Aku juga tahu, kamu memenuhi kebutuhan ibumu yang mendapat hasutan dari ipar perempuanmu untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk membeli semua perlengkapan rumah tangga, yang dikarenakan adik laki-laki mu itu gak becus nyari duit, terus kamu mau-maunya dikadalin, kamu bangga dikadalin sama mereka? kamu yakin perbuatanmu ini tidak menjadikan hisab bagi hidupmu yang akan kamu bawah sampai mati? Hah! Kamu sebenarnya pernah diajarin agama sama orangtuamu apa tidak , sih, mas? Kamu ngerti hukum dalam agama ngak? Tapi percuma juga ngomongin agama sama kamu, percuma, ujung-ujungnya cuma bikin mulutku berbusa saja!" tanpa menunggu jawaban darinya, segera ku tinggalkan dia, biar saja merenungi apa yang baru saja ia dengar tentang kebenaran yang ku utarakan.'Ya Allah, semoga Engkau luruskan kembali otan dan hati suami hamba-Mu ini, sebelum terlambat."Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja."Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja."Antar aku ke rumah ibu." pintaku.Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya."Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut."Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya."Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.*Keesokan paginya."Mas sudah belum," teriakku.Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.Ting...!Ada notice pesan masuk di gawaiku.[Bu, aku akan kerumah hari ini]Ternyat
"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sed
POV Guntur[Gun, Minggu depan kamu gajian' kan? Ibu minta kamu buat beliin mesin suci, ibu sudah tua sudah gak kuat kalo nyuci pake tangan, di tambah lagi Rosi, istrinya Yoga, kan kamu tahu sendiri dia lagi hamil, kasihan kalo bekerja yang berat-berat]Satu pesan masuk yang dikirim oleh ibu beberapa waktu lalu.[Oh..., Iya, Gun, tadi ibu diajak Bu Ramlah pergi ke toko mebel, aduh ibu juga kepengen beli sofa di sana juga, Gun, buagus banget dan cocok kalo di taruh di ruang tamu rumah ibu, sekalian ya kamu beliin buat ibu]Pesan yang pertama saja belum sempat aku jawab. Ini ditambah lagi ibu minta yang lain lagi.Aku tahu, gak mungkin tega jika ibu harus memintanya kepada Yoga, adikku yang notabenenya, ia yang nanti mendapatkan hak atas rumah yang ditempati oleh ibu besarta Yoga dan istrinya.Padahal ibu juga tahu berapa gajiku tiap bulan yang hanya seorang buruh pabrik. Tapi sebagai anak mau tidak mau aku akan berusaha untuk mengabulkan apa yang diinginkan oleh beliau sebagai tanda bak
Hingga larut malam aku menunggu kedatangan Fitri dan juga putri kami Zaskia. Mereka berdua tak kunjung datang, padahal tadi siang keduanya sudah pulang terlebih dahulu, tapi setelah aku sampai dirumah ternyata mereka berdua tidak ada.Khawatir, jelas ada sedikit rasa mengkhawatirkan tentang keberadaan mereka.Sebenarnya tadi aku berniat untuk mengejar mereka berdua, namun ibu dan mbak Mila mencegahku, alasannya biar gak tambah ngelunjak dan manja, setelah dipikir-pikir apa yang ibu dan kakakku katakan ada benarnya juga, biarlah, toh palingan juga mereka akan pulang lagi kerumah, emang mau kemana lagi mereka.*Keesokan paginya.Entah sudah berapa lama aku tertidur di kasur lantai yang sengaja aku bentangkan untuk melepas penat seraya menunggu kepulangan istri dan anakku.Cahaya mentari bisa menembus cendela kaca ruang tamu rumah kontrakan ini, itu berarti matahari sudah mulai meninggi. Segera beranjak dari tempat tidurku, berharap orang yang kutunggu sudah ada dirumah ini. Nihil, hing
POV ibu mertuaAku kira cuma menantu-menantu versi mak-mak KBM saja yang berani membalas perbuatan mertuanya ketika merasa didzalimi, ternyata menantuku yang satu ini lebih berani dan terang-terangan melawan keinginan ibu mertuanya, apa iya ia berubah seperti itu gara-gara ikut group yang satu ini.Bukannya aku membenci menantuku yang satu ini, melainkan aku sebagai ibu dari seorang putra yang sangat berharap lebih, terlebih Guntur adalah anak laki-laki pertamaku.Aku menginginkan agar ia bisa mendapatkan seorang istri yang lebih dari pilihannya itu, pasalnya, putraku ini merupakan seorang sarjana, paling tidak dengan gelarnya tersebut ia bisa mendapatkan istri dari seorang wanita yang sama-sama bekerja dan berpenghasilan, kalaupun tidak bekerja, paling tidak ia berasal dari keluarga yang berada, biar aku dan anak-anakku juga kecipratan sama hartanya.Yang paling menambah kekecewaaku, ketika Parmin paman dari anak-anakku, yang merupakan adik kandungku itu selalu mengingatkan kembali d
Sunggu tak ku sangka betapa tega suamiku itu membiarkan istri dan anaknya tanpa berusaha untuk mencegah kepergian kami saat ini. Dia lebih mementingkan perasaan keluarga ketimbang anak dan istrinya. Tanggung jawab pada ibunya, tapi lupa pada tangung jawab atas istri dan juga anaknya.Sengaja aku tidak mengiriminya pesan pun sengaja aku matikan gawai ini.Berpikir diri ini untuk mengetahui apakah suamiku ini beruya untuk mencari keberadaan istri maupun anaknya.Sejauh ini memang hubungan antara suamiku dan Zaskia putri kami tidaklah cukup dekat, lebih tepatnya suamiku kurang perhatian bahkan terlalu cuek pada putri semata wayangnya, sehingga ketika putriku tidak bertemu dengan ayahnya itu, sama sekali ia tidak menanyakan tentang keberadaan ayahnya._____Sudah beberapa hari ini, dari kejadian saat di rumah ibu mertua, aku memutuskan untuk tinggal di rumah masa kecilku dulu, rumah di mana banyak menyimpan kenangan saat-saat masih adanya ibu di sisi-sisi kami.Rumah yang sangat sederhana
"Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucapkan salam, ketika aku sedang menggangkat pakaian yang sudah kering dari jemuran di belakang rumah."Waalaikumsalam," jawabku.Segera ku bereskan pakaian yang sudah kering itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.Bergegas menuju pintu dan segera membukanya."Mas Guntur?" sapaku pada orang yang berdiri di depan pintu."Fit," balasnya.Seperti orang kikuk, ia melongokkan kepala dan menolehkannya seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu, sebelum ia masuk ke dalam rumah."Kenapa mas? Kamu nyariin apa?" tanyaku sambil melebarkan pintu yang kubuka ini, dan mendapatinya sedikit gelagapan mendengar aku bersuara.Heran saja melihat gelagat dari orang yang ku panggil suami ini, tingkahnya seperti orang yang baru melihat tempat ini saja.Mungkin mas Guntur merasa keheranan melihat kondisi rumah ini yang sedikit mengalami perubahan.Benar saja dia heran, wong terakhir dia datang ke rumah ini saja lebaran tahun lalu, entah apa alasannya untuk en
Setelah selesai ia menghabiskan makanan dan juga kopi yang tadi aku sajikan, segera ku bereskan dan membawa piring juga cangkir itu ke dapur.*Sekarang kami duduk berdua di ruang tamu, tepatnya aku duduk di samping kirinya."Kamu kepiran apa sampai mau menemuiku di rumah bapak ini?" tanyaku, aku menatapnya menuntut jawaban yang akan ia berikan."Kamu kan istriku dan beberapa hari kamu meninggalkan rumah, jadi wajar bila aku datang kemari untuk mencari istri juga anakku dan akan mengajak kalian pulang." jawabnya."Terus di mana hati dan pikiran kamu, mas, saat istri dan anakmu keluar dari rumah ibumu tanpa kamu berusaha untuk mencegahnya." cercaku padanya. "Apa kamu menghawatirkan kami saat itu? Tidak kan? Kamu lebih memilih bersama dengan keluargamu dan makan-makan enak di luar tanpa mengingat kami, tanpa kamu ingat akan istri dan anakmu sudah makan apa belum, apa pernah sekali saja kamu mengajak istri dan anakmu ini seperti kamu mengajak ibu dan juga keluargamu yang lain," cerocosku