Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi usai mengerjakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga yang menggurus suami dan anak di rumah.
Setelah suami berangkat untuk mengais rezeki. Segera aku memandikan Zaskia dan menyuapinya.Hari ini aku mengawali mempersiapkan keperluan untuk mengerjakan pesanan pelanggan yang dijadwalkan untuk hari esok, tepatnya untuk acara pengajian di rumah ibu RW.Saat sedang sibuk mengupas bawang di dapur, terdengar bunyi gawai yang kuletakkan di atas meja yang berada di sudut dapur ini berbunyi, menandakan ada notifikasi dari aplikasi hijau, sengaja settingan untuk nada dering, baik panggilan telepon, WA pribadi, juga WA group aku bedakan.Mendengar beberapa notif, yang sepertinya dari pesan pribadi, segera aku ambil dan membuka layar gawai yang terkunci otomatis. Langsung saja ku scroll pada bagian aplikasi hijau. Benar dugaan ku, pesan-pesan masuk tersebut berasal dari percakapan di gawai suami dan keluarganya yang sengaja aku sadap.[Bu, besok datang ke rumah, mumpung Fitri sedang masak enak-enak, kebetulan ada menu kesukaan ibu dan mbak Mila, rendang daging dan ayam goreng crispy kesukaan anak-anak mbak Mila.] tulisan pesan yang dikirimkan suami untuk ibu mertua, karena jelas tertulis kata, 'bu'.[Wah, beneran, Gun].[Kalo gitu ibu gak usah capek-capek masak sama belanja].Dasar pengeretan, manusia-manusia pelit bin medit, kita lihat besok.Ku lanjutkan membaca chat mereka, kali ini pesan dari mbak Mila.[Gitu dong, Gun, kalo masak enak itu inget keluargamu]Dasar, kalo mereka yang makan enak, boro-boro inget aku atau Zaskia, paling cuma mas Guntur saja yang mereka suruh datang ke sendiri kesana tanpa kami.[Iya, mbak besok juga ada ayam goreng crispy kesukaan anak-anak].[Wah, beneran, aku gak usah masak, biar sekalian ngirit uang dapur].'Bukan irit, emang dasar aslinya aja pelit.' Ucapku membatin.Hanya bisa geleng-geleng membaca pesan-pesan dari orang yang otaknya di bawah rata-rata orang normal.[Sipp, mbak] .Dengan dibubuhi emoticon tangan jempol oleh suami.Ah, benar-benar mereka itu keluarga somplak.*Keesokan harinya.Aku sengaja tidak mengatakan pada suami, kalo pesanan makanan kali ini, akan aku kerjakan di rumah bu RW, bukan di rumah kami seperti biasanya, karena makan tersebut dipesan untuk makan-makan di acara arisan rutin bu RW teman-temannya.Setelah suami pergi bekerja dan oekerjaan rumah telah beres, bergegas aku menuju rumah mbak Tatik, yang kebetulan jaraknya tidak terlalu jauh, sehingga dengan berjalan kaki kami akan cepat sampai.Karena Zaskia sudah terbiasa dengan anak-anak dari mbak Tatik, sengaja aku menitipkannya pada mereka, itu pun karena saran dari mbak Tatik juga anak-anaknya yang tidak merasa keberatan untuk mengasuh Zaskia yang memang anaknya anteng, sedikit rewel jika merasa haus dan lapar juga jika ingin buang air saja.Tak lupa ku bawah bumbu-bumbu yang telah ku persiapkan sebelumnya, aku dan mbak Tatik berangkat ke rumah bu RW, kami berjalan kaki, karena jarak rumah bu RW dengan rumah mbak Tatik, hanya beda dua rumah milik tetangga yang lain.*Semua pekerjaan telah beres sebelum para tamu dari tuan rumah itu datang.Kami bisa cepat menyelesaikan semua pekerjaan, karena kami berbagi tugas.Cepek pasti, sebelum kami berdua pulang, terlebih dahu tuan rumah yaitu bu RW, telah memberikan upah atas jasa tenaga kami, tak lupa beliau membagikan sedikit makanan dari yang telah kami masak tadi.*Aku telah sampai di rumah kontrakan kami.Sebelum pulang, aku mampir ke rumah mbak Tatik terlebih dahulu untuk mengambil Zaskia yang aku titipkan di rumah mbak Tatik.Nampak dua orang yang tidak asing sedang duduk di lantai teras kontrakan kami, memang kami tidak meletakkan bangku didepan rumah kami. Iya, mereka adalah ibu mertuaku dan anak perempuannya, mbak Mila.Terlihat kekesalan di raut muka mereka yang telah dibanjiri oleh peluh mereka sendiri. Munkin karena terlalu lama menunggu kepulanganku juga karena cuaca siang hari di tempatku ini memang terik.Begitu melihat sosokku yang mulai memasuki halaman kami, segera mereka beranjak dari tempatnya untuk segera menghampiriku, tentu dengan mimik yang bersungut-sungut penuh dengan kekesalan."Hei, Fit, kamu dari mana saja? Kamu tahu gak aku dan ibu sudah hampir mirip ikan asin yang dijemur nungguin kamu!" sungut kakak iparku."Benar kata kakakmu, tau mertua datang disambut atau gimana, ini malah kamu kacangin seperti kacang goreng!" sungguh ibu mertua tak mau kalah."Iya, maaf Bu, mbak Mila, Fitri gak tahu kalo ibu dan mbak Mila akan datang kesini, mas Guntur juga gak ngomong sebelumnya." ku buat semanis mungkin saat menanggapi orang yang berbeda alam dari kita. "Kok tumben, ibu dan mbak Mila mau datang ke kontrakan kami?" tanyaku.Ku lihat, dua wanita di depanku ini saling melempar pandang, munkin ingin menyamakan alasan untuk menjawab pertanyaan dari ku."Ya sudah, kita masuk dulu."Ajakku, segera ku raih kunci rumah yang sengaja aku bawah dan ku masukkan kedalam dompet kecil yang selalu aku bawah."Silahkan duduk duduk dulu Bu, mbak."Ku persilahkan mereka berdua untuk duduk di di atas kursi dari bahan plastik yang sengaja kami letakkan untuk ruang tamu rumah kontrakan ini. "Ibu dan mbak Mila mau minum apa?" ucapku menawari mereka minuman.Sengaja untuk pemanis. Jelas di rumahku ini hanya tersedia kopi dan teh saja."Gak usah, kita juga mau cepet- cepet pulang." ucap ibu mertua masih dengan rasa kesalnya. " Oh...iya cepetan mana makan yang sudah kamu persiapkan untuk kami." ujar ibu mertua seperti layaknya seorang yang mau menagih apa yang menjadi haknya."Maaf, makanan apa yang ibu maksud?" tanyaku pura-pura tak mengerti."Loh, Guntur sendiri yang bilang pada kami, kalo kamu hari ini, masak makanan kesukaan kami, malah Guntur sendiri yang menyuruh datang kesini untuk menggambilnya." ibu mertua berucap tanpa beban dan tak ada sedikitpun raut malu yang dinampakkannya."Iya, Bu, memang benar apa yang dikatakan oleh mas Guntur, sayangnya yang didengar mas Guntur waktu ada pesanan yang datang hanya sebagian. "jelasku."Maksud?" tanya mbak Mila penasaran atas penjelasanku."Iya, mbak, kemaren itu yang pesen makanan itu datang kerumah, minta sama Fitri masaknya minta di rumahnya saja. Jadi hari ini masaknya gak di rumah ini, tapi di rumah Bu RW yang pemesan makan itu." jelasku.Ku tahan rasa ingin tertawa melihat ekspresi dari ibu mertua juga iparku yang sama-sama sudah putus urat malunya.Kesal tentu, karena wajah mereka berubah menjadi merah, setelah tadi merah karena sengatan matahari di luar rumah, sekarang giliran hari mereka yang tersengat oleh malu karena perbuatan mereka sendiri."Terus, maksud kamu, kedatangan kami kesini hanya sia-sia saja?" ujar ibu mertua belum terima."Iya, buk, Fitri minta maaf." ku berikan senyuman yang termanis."Si*l!" umpat mbak Mila."Kalo ibu dan mbak Mila kepengen makan enak, kan bisa beli atau masak sendiri, masa mau nungguin ada orang yang bersedekah dulu.""Maksud kamu apa?" sungut mbak Mila."Mbak tiap bulan mas Guntur kan rutin bayar utang budi sama keluarga mbak, ditambah uang gaji dari suami mbak masa kurang aja.""Ya yang namanya utang budi kan harus dibayar!" tandasnya."Emang lima tahun gak cukup buat lunasin utang budinya mas Guntur, mbak? atau cuma alasan saja biar mas Guntur selalu ngasih jatah sama keluarga mbak.""Eh, Fit, kamu mana ngerti, kamu baru berapa hari jadi istrinya Guntur." ibu mertua turut bicara membela anak sulungnya."Iya, kalo gini cara pemikiran keluarga ibu dan mbak Mila, kasihan banget mas Guntur, kalian bisa hidup enak, sedang kami kebagian sengsaranya karena terus-menerus kalian poroti dan manfaatkan." tersulut juga emosi ini. "Fitri kira, setelah keluar dari rumah ibu kami akan keluar dari penderitaan, ternyata penderitaan yang kalian hadirkan selalu menyertai di mana mas Guntur berada."Jaga mulutmu, Fit!" ucap ibu mertua yang tidak terima. "Guntur itu anak ibu, jadi sudah kewakljibannya menafkahi orangtuanya.""Fitri juga gak ngelarang mas Guntur memberikan sebagian uangnya untuk menafkahi ibu, tapi ibu sudah keterlaluan, terlalu berat sebelah, ibu selalu menuruti menantu ibu yang di rumah dengan memanfaatkan suamiku, apa ada seorang bibu macam itu, Jagan dikira aku tidak mengetahui kelakuan buruk kalian, disaat kalian senang kalian melupakan aku dan anakku, jadi jangan harap dan mengharap aku akan menghargai kalian.""Awas, kamu, Fit, aku akan melaporkan perlakuan burukmu pada Guntur, lihat saja dia pasti akan meninggalkanmu dan lebih memilih kami keluarganya," ancam mbak Mila.Dengan napasnya yang memburu karena emosi."Silahkan laporkan semuanya, aku tidak takut sama sekali, dan tolong tinggalkan rumah ini sekarang juga, aku ingin istirahat." ucapku sambil mendorong kedua wanita yang ada di hadapanku untuk segera keluar."Fit...Fitri..., kamu di mana?" Terdengar suara teriakan saat diri ini sedang mengangkat jemuran di belakang rumah, yang aku yakin suara tersebut dari mas Guntur."Iya, mas, aku ada di belakang." Seruku. Aku masih tetap melanjutkan pekerjaan ku. Mengangkat jemuran yang sudah kering di belakang rumah kontrakan kami."Fit, sini, kamu!" Perintah dari suamiku. Nada suaranya pun terdengar tidak bersahabat.Dengan menampakan raut wajah penuh dengan kemurkaan, aku yakin bahwa ibu dan kakaknya pasti telah melaporkan atas kejadian tadi siang padanya."Iya, mas, ada apa sih, mas, pulang-pulang teriak-teriak, bukannya ucap salam, liat tuh Zaskia baru aja tidur!" ujarku sambil menunjuk ke arah di mana aku menidurkan anak kami. " Awas, ya, kalo sampai dia terbangun." Ancamku."Sini," sambil menarik tangan kiriku, karena tangan kananku sedang membawa keranjang jemuran. Aku berjalan sempoyongan dan hampir saja terjatuh karena tarikan yang tiba-tiba tersebut."Apa yang kamu lakukan sama ibu juga mbak
"Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja."Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja."Antar aku ke rumah ibu." pintaku.Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya."Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut."Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya."Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.*Keesokan paginya."Mas sudah belum," teriakku.Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.Ting...!Ada notice pesan masuk di gawaiku.[Bu, aku akan kerumah hari ini]Ternyat
"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sed
POV Guntur[Gun, Minggu depan kamu gajian' kan? Ibu minta kamu buat beliin mesin suci, ibu sudah tua sudah gak kuat kalo nyuci pake tangan, di tambah lagi Rosi, istrinya Yoga, kan kamu tahu sendiri dia lagi hamil, kasihan kalo bekerja yang berat-berat]Satu pesan masuk yang dikirim oleh ibu beberapa waktu lalu.[Oh..., Iya, Gun, tadi ibu diajak Bu Ramlah pergi ke toko mebel, aduh ibu juga kepengen beli sofa di sana juga, Gun, buagus banget dan cocok kalo di taruh di ruang tamu rumah ibu, sekalian ya kamu beliin buat ibu]Pesan yang pertama saja belum sempat aku jawab. Ini ditambah lagi ibu minta yang lain lagi.Aku tahu, gak mungkin tega jika ibu harus memintanya kepada Yoga, adikku yang notabenenya, ia yang nanti mendapatkan hak atas rumah yang ditempati oleh ibu besarta Yoga dan istrinya.Padahal ibu juga tahu berapa gajiku tiap bulan yang hanya seorang buruh pabrik. Tapi sebagai anak mau tidak mau aku akan berusaha untuk mengabulkan apa yang diinginkan oleh beliau sebagai tanda bak
Hingga larut malam aku menunggu kedatangan Fitri dan juga putri kami Zaskia. Mereka berdua tak kunjung datang, padahal tadi siang keduanya sudah pulang terlebih dahulu, tapi setelah aku sampai dirumah ternyata mereka berdua tidak ada.Khawatir, jelas ada sedikit rasa mengkhawatirkan tentang keberadaan mereka.Sebenarnya tadi aku berniat untuk mengejar mereka berdua, namun ibu dan mbak Mila mencegahku, alasannya biar gak tambah ngelunjak dan manja, setelah dipikir-pikir apa yang ibu dan kakakku katakan ada benarnya juga, biarlah, toh palingan juga mereka akan pulang lagi kerumah, emang mau kemana lagi mereka.*Keesokan paginya.Entah sudah berapa lama aku tertidur di kasur lantai yang sengaja aku bentangkan untuk melepas penat seraya menunggu kepulangan istri dan anakku.Cahaya mentari bisa menembus cendela kaca ruang tamu rumah kontrakan ini, itu berarti matahari sudah mulai meninggi. Segera beranjak dari tempat tidurku, berharap orang yang kutunggu sudah ada dirumah ini. Nihil, hing
POV ibu mertuaAku kira cuma menantu-menantu versi mak-mak KBM saja yang berani membalas perbuatan mertuanya ketika merasa didzalimi, ternyata menantuku yang satu ini lebih berani dan terang-terangan melawan keinginan ibu mertuanya, apa iya ia berubah seperti itu gara-gara ikut group yang satu ini.Bukannya aku membenci menantuku yang satu ini, melainkan aku sebagai ibu dari seorang putra yang sangat berharap lebih, terlebih Guntur adalah anak laki-laki pertamaku.Aku menginginkan agar ia bisa mendapatkan seorang istri yang lebih dari pilihannya itu, pasalnya, putraku ini merupakan seorang sarjana, paling tidak dengan gelarnya tersebut ia bisa mendapatkan istri dari seorang wanita yang sama-sama bekerja dan berpenghasilan, kalaupun tidak bekerja, paling tidak ia berasal dari keluarga yang berada, biar aku dan anak-anakku juga kecipratan sama hartanya.Yang paling menambah kekecewaaku, ketika Parmin paman dari anak-anakku, yang merupakan adik kandungku itu selalu mengingatkan kembali d
Sunggu tak ku sangka betapa tega suamiku itu membiarkan istri dan anaknya tanpa berusaha untuk mencegah kepergian kami saat ini. Dia lebih mementingkan perasaan keluarga ketimbang anak dan istrinya. Tanggung jawab pada ibunya, tapi lupa pada tangung jawab atas istri dan juga anaknya.Sengaja aku tidak mengiriminya pesan pun sengaja aku matikan gawai ini.Berpikir diri ini untuk mengetahui apakah suamiku ini beruya untuk mencari keberadaan istri maupun anaknya.Sejauh ini memang hubungan antara suamiku dan Zaskia putri kami tidaklah cukup dekat, lebih tepatnya suamiku kurang perhatian bahkan terlalu cuek pada putri semata wayangnya, sehingga ketika putriku tidak bertemu dengan ayahnya itu, sama sekali ia tidak menanyakan tentang keberadaan ayahnya._____Sudah beberapa hari ini, dari kejadian saat di rumah ibu mertua, aku memutuskan untuk tinggal di rumah masa kecilku dulu, rumah di mana banyak menyimpan kenangan saat-saat masih adanya ibu di sisi-sisi kami.Rumah yang sangat sederhana
"Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucapkan salam, ketika aku sedang menggangkat pakaian yang sudah kering dari jemuran di belakang rumah."Waalaikumsalam," jawabku.Segera ku bereskan pakaian yang sudah kering itu dan membawanya masuk ke dalam rumah.Bergegas menuju pintu dan segera membukanya."Mas Guntur?" sapaku pada orang yang berdiri di depan pintu."Fit," balasnya.Seperti orang kikuk, ia melongokkan kepala dan menolehkannya seperti seseorang yang sedang mencari sesuatu, sebelum ia masuk ke dalam rumah."Kenapa mas? Kamu nyariin apa?" tanyaku sambil melebarkan pintu yang kubuka ini, dan mendapatinya sedikit gelagapan mendengar aku bersuara.Heran saja melihat gelagat dari orang yang ku panggil suami ini, tingkahnya seperti orang yang baru melihat tempat ini saja.Mungkin mas Guntur merasa keheranan melihat kondisi rumah ini yang sedikit mengalami perubahan.Benar saja dia heran, wong terakhir dia datang ke rumah ini saja lebaran tahun lalu, entah apa alasannya untuk en
Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur
Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu
POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg
Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk