Jam dinding menunjukkan pukul lima sore ketika suamiku tiba dirumah.
Apa dia telah lupa akan alasannya sendiri?Harusnya jika ia tadi beralasan untuk pergi bekerja, maka harusnya pukul empat sore dia sudah berada dirumah, dikarenakan jarak kontrakan kami dengan tempat kerjanya adalah hanya memerlukan waktu sepuluh menitan."Assalamualaikum," suamiku mengucapkan salam ketika berada didepan pintu."Wassalamu'alaikum, iya sebentar." jawabku dari dalam rumah seraya aku berlari kecil menghampiri pintu rumah untuk membukanya. "Kok tumben, mas, baru pulang?" tanyaku pura-pura.Dia kira aku orang bodoh yang gampang dikibuli."Eh... anu, tadi mas mampir ngopi diwarung dekat tempat kerja mas, gak enak nolak ajakan temen, rame-rame pula tadi ngopinya." jawaban yang tidak sinkron dengan raut muka yang menampakkan kegugupan."Wah, beneran, berarti aku gak perlu buatin kopi buat mas, lumayan buat pengiritan." kuberikan senyuman mengejek untuknya.Mulai saat ini, aku pastikan akan memantau kelakuan kalian di belakangku.Untung saja tadi pagi sewaktu mas Guntur mandi dan meninggalkan gawainya di tempat biasa ia meletakkannya, aku mendapat kesempatan untuk mempraktikkan cara mensadap HP dari tutorial yang telah aku pelajari melalui sebuah aplikasi yang bernama you***e, dan tak perlu memakan waktu lama, akhirnya berhasil, otomatis segala aktivitasnya yang berhubungan dengan benda pipih bernama HP itu pun akan tampil pula di layar HP-ku.*Keesokan paginya, hari ini aku disibukkan dengan rutinitas ku melayani pesanan online, yang harus terselesaikan pada siang hari ini.Lima puluh box paket nasi kuning beserta Snack boxnya untuk acara rapat di balai desa."Dek, nanti jangan lupa disisihin sebagian lauknya, biar nanti aku antar ke rumah ibu, jangan lupa ada Rosi yang lagi hamil, kan perlu tu makan makanan yang bergizi, jangan lupa sama mbak Mila juga, kita itu berhutang Budi pada keluarga gak Mila, kalo bukan karena suaminya, belum tentu aku bisa kerja seperti ini." selepas sarapan dan mengenakan sepatunya, mas Guntur menghampiriku yang tengah berkutat dengan aneka macam bumbu-bumbu."Hmm!" Ku tanggapi hanya dengan deheman.Percuma ngomong sama suamiku ini, orang yang ngeyelnya gak ketulungan, mau menangnya sendiri, dan baru sadar kalo dia sudah kena batunya.Baru lima tahun membina rumah tangga dengannya saja, rasanya sudah seperti ini, bagaimana dengan kedepannya nanti.Tak pernah putus aku mendoakan suamiku agar diluruhkan dan diluruskan hati dan pikirannya. Dan untuk keluarga suamiku, mudah-mudahan mereka segera mendapatkan teguran dari yang Mahakuasa, dan segera insyaf.Malas menanggapi ocehan suami, apa lagi yang menyangkut kepentingan keluarganya.Aku tahu, suamiku bisa bekerja seperti saat ini berkat informasi lowongan pekerjaan yang dibuka, di mana suami mbak Mila juga bekerja di sana. Namun tanpa usaha suamiku sendiri ketika menjalani seleksi dan interview gak akan ada gunanya juga informasi itu. Karena suami mbak Mila juga hanya bekerja sebagai buruh biasa, di bagian gudang, berbeda dengan mas Guntur yang mendapatkan posisi lebih baik, yaitu di bagian Quality Control.Oleh karena itu, sampai sekarang mbak Mila dan suaminya mengganggap bahwa mas Guntur itu berhutang budi pada mereka.Sedangkan Rosi yang notabenenya adik ipar, istri dari Yoga adiknya mas Gutur juga mendapatkan prioritas dari ibu mertua, iya aku tahu beliau lebih menyayangi Rosi dari pada aku, meski dalam ucapannya selalu mengatakan bahwa beliau menganggap anak dan menantu itu sama, tapi kenyataannya terlihat berbeda.Adik iparku tersebut terlalu manja dan terlalu dimanja oleh ibu mertua, sangat berbanding terbalik sikapnya padaku.Aku bisa menilai kelicikan dari saudari iparku ini, ia memanfaatkan kasih sayang ibu mertua untuk keperluan dirinya sendiri.Jika mengingat kembali dengan kondisi dan posisi ku yang dulu, yang sama dengannya, terasa darah ini mendidih hingga ke ubun-ubun.Sebelum aku memutuskan memaksa keluarga dari neraka yang diciptakan oleh keluarga suamiku. Aku pernah tinggal serumah dengan ibunya juga adiknya, sedangkan posisi rumah mbak Mila sendiri letaknya bersebelahan dengan ibu mertua, rumah ibu mertua berada diapit oleh rumah bulek Sri dan rumah mbak Mila.Ibu mertuaku hanya bersikap manis di depan suamiku saja. Dan aku juga bisa bertahan selama dua tahun itu, berkat dukungan dari bulek Sri yang merupakan adik dari ayah mertua.Iya, dan seperti saat ini, suami mengingatkan ku untuk menyisahkan sebagian lauk dari menu orderan makanan yang dipesan melalui jasa katering kecil milikku ini, untuk diberikan pada keluarganya, harusnya yang harus memenuhi gizi istri dan anaknya itu kan, Yoga, adiknya, bukan aku, enak saja, kita lihat saja nanti.Aku lebih ikhlas memberi pada orang lain dari pada keluarga suamiku, bukan karena apa, tapi karena mereka yang terlalu memanfaatkan dan membodohi ku.*Akhirnya sudah beres semua, dan orderan pun sudah diambil oleh si pemesan, setelah mbak Tatik membantuku beres-beres, bergegas beliau pamit kepada ku, tak lupa keberikan upah dan juga membagi sisa dari lauk tadi dengannya, aku tahu beliau hanyalah seorang janda dengan dua orang anak yang masih bersekolah, dan memenuhi kebutuhan mereka dengan menjadi buruh tenaga serabutan.Jika aku kuwalahan maka aku akan memanggil beliau untuk membantuku, meski tidak setiap hari ada orderan, namun bagi ku dan mbak Tatik tetap bisa mensyukuri dari apa yang telah kami peroleh.Tak berselang lama dari kepulangan mbak Tatik, terdengar deru motor yang mirip dengan deru motor mas Guntur.Tidak biasanya, karena ini terlalu siang untuk dia pulang dari tempat kerjanya."Assalamualaikum," terdengar suara orang mengucap salam.Benar saja yang kudengar adalah suara dari mas Guntur."Waalaikumsalam," aku bergegas membukakan pintu yang sebelumnya aku berada didalam kamar untuk membaringkan dan meluruskan otot, setelah berkutat dengan olahan pesanan customer ketring kecil milikku yang baru kurintis, tepatnya satu tahun yang lalu.Berawal dari ide ingin membagikan sedikit makanan untuk tetangga sekitar dalam acara memperingati hari lahir putri kecilku Zaskia yang kedua.Karena mendapat banyak respon positif, dan menyarankanku untuk coba-coba berjualan online, akhirnya aku pun mencoba untuk menjajal menjajakannyabm secara online.Karena sebelum-sebelumnya aku sudah berjualan online, maka tidak terlalu sulit bagiku untuk menawarkan produk baru dari toko online ku.Mulai dari tetangga kanan kiri, hingga akhirnya sampai dikenal banyak orang meski dengan skala yang masih kecil."Loh, mas kok tumben, jam segini sudah pulang?" tanyaku ketika mas Guntur mulai masuk kedalam rumah dan beranjak menuju dapur rumah kami. "Kamu lagi nyariin apa mas?""Mana makanan yang tadi aku pesan untuk ibu dan mbak Mila?" tanyanya tanpa rasa berdosa."Emang kapan kamu pesannya? Ada uangnya gak?" tanyaku jengah dengan pola pikir suamiku."Kamu kan sudah dapat bayaran dari pemesan makanan yang masak tadi.""Iya lah, kan DP yang dikasih sudah aku belanjaan sesuai dengan porsi makanan, dan bayaran penuhnya baru aku terima setelah makan itu diambil orangnya." jawabku.Ekspresi mata yang membelialak dengan gigi-gigi yang saling bergemeletuk yang ditunjukkan oleh suamiku setelah mendengar penuturanku."Kamu kok perhitungan gitu sama keluargaku!" sungutnya."Mas, keluargamu aja perhitungan sama kita, khususnya aku.""Perhitungan gimana?" tanya.Munkin karena otak dan hati suamiku sudah dicuci oleh keluarganya."Ya kamu pikir sendiri lah, terus kamu perhitungan gak sama keluarga ku, coba kamu inget-inget ucapaku ada benarnya apa tidak!" sungutku. "Jangan kamu kira aku gak tahu, kamu kemaren kerumah ibumu kan? bukan kerja seperti yang kamu ucapkan sebagai alasan.""Ka--kamu kok tahu," ucapnya tergagap."Iya aku sudah tahu dan sudah kuduga, bukan cuma itu, aku juga tersadarkan kalo selama ini kamu dan Keluargamu itu bekerja saja membodohi aku!" pungkasku. "Ingat mas, meski aku gak tahu kecurangan kalian dibelakangku, tapi Allah itu Mahs tahu, mas! Ingat itu."Ku tinggalkan saja suamiku itu yang masih berada pada tempatnya.Biar dia mikir, yang sudah dilakukannya itu sudah betul apa tidak.Sepandai-pandainya menyimpan bangkai maka akan tercium juga, dan seperti kelakuanmu juga keluargamu pasti akan tercium juga olehku.Seperti hari-hari sebelumnya, setiap pagi usai mengerjakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga yang menggurus suami dan anak di rumah.Setelah suami berangkat untuk mengais rezeki. Segera aku memandikan Zaskia dan menyuapinya.Hari ini aku mengawali mempersiapkan keperluan untuk mengerjakan pesanan pelanggan yang dijadwalkan untuk hari esok, tepatnya untuk acara pengajian di rumah ibu RW.Saat sedang sibuk mengupas bawang di dapur, terdengar bunyi gawai yang kuletakkan di atas meja yang berada di sudut dapur ini berbunyi, menandakan ada notifikasi dari aplikasi hijau, sengaja settingan untuk nada dering, baik panggilan telepon, WA pribadi, juga WA group aku bedakan.Mendengar beberapa notif, yang sepertinya dari pesan pribadi, segera aku ambil dan membuka layar gawai yang terkunci otomatis. Langsung saja ku scroll pada bagian aplikasi hijau. Benar dugaan ku, pesan-pesan masuk tersebut berasal dari percakapan di gawai suami dan keluarganya yang sengaja aku sadap.[Bu, besok datang ke ru
"Fit...Fitri..., kamu di mana?" Terdengar suara teriakan saat diri ini sedang mengangkat jemuran di belakang rumah, yang aku yakin suara tersebut dari mas Guntur."Iya, mas, aku ada di belakang." Seruku. Aku masih tetap melanjutkan pekerjaan ku. Mengangkat jemuran yang sudah kering di belakang rumah kontrakan kami."Fit, sini, kamu!" Perintah dari suamiku. Nada suaranya pun terdengar tidak bersahabat.Dengan menampakan raut wajah penuh dengan kemurkaan, aku yakin bahwa ibu dan kakaknya pasti telah melaporkan atas kejadian tadi siang padanya."Iya, mas, ada apa sih, mas, pulang-pulang teriak-teriak, bukannya ucap salam, liat tuh Zaskia baru aja tidur!" ujarku sambil menunjuk ke arah di mana aku menidurkan anak kami. " Awas, ya, kalo sampai dia terbangun." Ancamku."Sini," sambil menarik tangan kiriku, karena tangan kananku sedang membawa keranjang jemuran. Aku berjalan sempoyongan dan hampir saja terjatuh karena tarikan yang tiba-tiba tersebut."Apa yang kamu lakukan sama ibu juga mbak
"Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja."Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja."Antar aku ke rumah ibu." pintaku.Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya."Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut."Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya."Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.*Keesokan paginya."Mas sudah belum," teriakku.Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.Ting...!Ada notice pesan masuk di gawaiku.[Bu, aku akan kerumah hari ini]Ternyat
"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sed
POV Guntur[Gun, Minggu depan kamu gajian' kan? Ibu minta kamu buat beliin mesin suci, ibu sudah tua sudah gak kuat kalo nyuci pake tangan, di tambah lagi Rosi, istrinya Yoga, kan kamu tahu sendiri dia lagi hamil, kasihan kalo bekerja yang berat-berat]Satu pesan masuk yang dikirim oleh ibu beberapa waktu lalu.[Oh..., Iya, Gun, tadi ibu diajak Bu Ramlah pergi ke toko mebel, aduh ibu juga kepengen beli sofa di sana juga, Gun, buagus banget dan cocok kalo di taruh di ruang tamu rumah ibu, sekalian ya kamu beliin buat ibu]Pesan yang pertama saja belum sempat aku jawab. Ini ditambah lagi ibu minta yang lain lagi.Aku tahu, gak mungkin tega jika ibu harus memintanya kepada Yoga, adikku yang notabenenya, ia yang nanti mendapatkan hak atas rumah yang ditempati oleh ibu besarta Yoga dan istrinya.Padahal ibu juga tahu berapa gajiku tiap bulan yang hanya seorang buruh pabrik. Tapi sebagai anak mau tidak mau aku akan berusaha untuk mengabulkan apa yang diinginkan oleh beliau sebagai tanda bak
Hingga larut malam aku menunggu kedatangan Fitri dan juga putri kami Zaskia. Mereka berdua tak kunjung datang, padahal tadi siang keduanya sudah pulang terlebih dahulu, tapi setelah aku sampai dirumah ternyata mereka berdua tidak ada.Khawatir, jelas ada sedikit rasa mengkhawatirkan tentang keberadaan mereka.Sebenarnya tadi aku berniat untuk mengejar mereka berdua, namun ibu dan mbak Mila mencegahku, alasannya biar gak tambah ngelunjak dan manja, setelah dipikir-pikir apa yang ibu dan kakakku katakan ada benarnya juga, biarlah, toh palingan juga mereka akan pulang lagi kerumah, emang mau kemana lagi mereka.*Keesokan paginya.Entah sudah berapa lama aku tertidur di kasur lantai yang sengaja aku bentangkan untuk melepas penat seraya menunggu kepulangan istri dan anakku.Cahaya mentari bisa menembus cendela kaca ruang tamu rumah kontrakan ini, itu berarti matahari sudah mulai meninggi. Segera beranjak dari tempat tidurku, berharap orang yang kutunggu sudah ada dirumah ini. Nihil, hing
POV ibu mertuaAku kira cuma menantu-menantu versi mak-mak KBM saja yang berani membalas perbuatan mertuanya ketika merasa didzalimi, ternyata menantuku yang satu ini lebih berani dan terang-terangan melawan keinginan ibu mertuanya, apa iya ia berubah seperti itu gara-gara ikut group yang satu ini.Bukannya aku membenci menantuku yang satu ini, melainkan aku sebagai ibu dari seorang putra yang sangat berharap lebih, terlebih Guntur adalah anak laki-laki pertamaku.Aku menginginkan agar ia bisa mendapatkan seorang istri yang lebih dari pilihannya itu, pasalnya, putraku ini merupakan seorang sarjana, paling tidak dengan gelarnya tersebut ia bisa mendapatkan istri dari seorang wanita yang sama-sama bekerja dan berpenghasilan, kalaupun tidak bekerja, paling tidak ia berasal dari keluarga yang berada, biar aku dan anak-anakku juga kecipratan sama hartanya.Yang paling menambah kekecewaaku, ketika Parmin paman dari anak-anakku, yang merupakan adik kandungku itu selalu mengingatkan kembali d
Sunggu tak ku sangka betapa tega suamiku itu membiarkan istri dan anaknya tanpa berusaha untuk mencegah kepergian kami saat ini. Dia lebih mementingkan perasaan keluarga ketimbang anak dan istrinya. Tanggung jawab pada ibunya, tapi lupa pada tangung jawab atas istri dan juga anaknya.Sengaja aku tidak mengiriminya pesan pun sengaja aku matikan gawai ini.Berpikir diri ini untuk mengetahui apakah suamiku ini beruya untuk mencari keberadaan istri maupun anaknya.Sejauh ini memang hubungan antara suamiku dan Zaskia putri kami tidaklah cukup dekat, lebih tepatnya suamiku kurang perhatian bahkan terlalu cuek pada putri semata wayangnya, sehingga ketika putriku tidak bertemu dengan ayahnya itu, sama sekali ia tidak menanyakan tentang keberadaan ayahnya._____Sudah beberapa hari ini, dari kejadian saat di rumah ibu mertua, aku memutuskan untuk tinggal di rumah masa kecilku dulu, rumah di mana banyak menyimpan kenangan saat-saat masih adanya ibu di sisi-sisi kami.Rumah yang sangat sederhana