Share

Bab 2

2. Aku Merayu Tuhan

Saskia Menahan Malu Atas Penolakan Sadewa.

Penulis : Lusia Sudarti

Part 2

Hening terasa setelah panggilan terputus.

Kini Hati Layla pun kembali bimbang.

Antara hadir dan tidak ..!

🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Setelah Siti meninggalkan kediamannya. Layla menerima telpon dari Ibu RT di mana Layla mengajar Iqro', memintanya untuk libur mengajar, Ibu RT akan menghadiri undangan ulang tahun Sadewa, serta mengantarkan ketring pesanan keluarga Sadewa.

"Layla ..."

Layla terperanjat ketika bahunya ditepuk lembut dan terdengar suara halus nan lembut sang Ibunda.

"Oh Ibu, ada apa Bu!" sahut Layla, seraya mendongak menatap Ibunya.

Ibu Anjar tersenyum lalu duduk di samping Layla, ia menatap seksama wajah putrinya yang nampak bimbang.

"Ada apa? Seperti ada yang sedang mengganggu fikiranmu!" tanyanya pelan sambil mengusap kepalanya yang selalu tertutup hijab.

Layla menundukkan kepalanya sembari memilin ujung hijab yang ia kenakan.

Sebagai seorang Ibu, ia merasakan apa yang tengah difikirkan putri sulungnya tersebut.

Anjar menghela nafas perlahan.

"Ibu tau, kamu pasti bimbang kan ...?

Antara ingin menghadiri undangan atau tidak."

Layla mengangguk dalam diam, ucapan Ibunya memang benar.

Tubuh Layla direngkuh dalam dekapan, jemarinya yang mulai nampak berkerut membelainya penuh kasih sayang.

Layla membalas pelukan Ibunya.

"Iya Bu," jawabnya singkat sembari menatap kedua netra Ibunya.

"Heeemm, ikuti saja apa kata hatimu. Ibu yakin, itu adalah yang terbaik," lirihnya, bibirnya melengkung membentuk senyuman yang menyejukkan hati Layla.

Wajah Layla di bingkai, ia menatap di kedalaman kedua bola mata Anak gadisnya itu, yang tampak sekali raut kecemasan yang sedang melanda hati Layla.

"Baiklah Bu, Layla akan menghadiri undangan itu," jawabnya mantap.

Layla kembali memeluk Ibunya, wanita hebat yang telah melahirkannya ke dunia, selalu mampu menghibur hatinya.

"Ya sudah, sekarang bersiaplah Ibu akan kembali menjaga warung. Nayla sedang mencari kado," kata Bu Anjar lagi.

Layla melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Masih ada waktu satu jam dari sekarang Bu, Layla bersiap dulu ya Bu!" ujarnya sambil berdiri.

Setelah Ibunya beranjak menuju kedalam toko sembako, yang terpisah dari bangunan rumahnya. Layla pun melenggang menuju kedalam kamarnya.

Dengan segera Layla membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Ia menunaikan sholat Dzuhur terlebih dahulu.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Layla menarik laci dan meraih kotak kecil berwarna merah.

Layla telah mempersiapkan sebuah kado, berupa arloji merk SEIKO yang tak seberapa mahal. Namun untuk mendapatkan arloji itu, ia harus menabung selama tiga bulan lamanya.

Yah walau pun merk kw, namun harganya cukup menguras kantong.

Harga satu juta lima ratus tak ada artinya, bagi mereka yang tak kekurangan finansial.

Gaji yang tidak seberapa yang ia dapatkan sebagai tenaga pengajar ilmu agama.

Sedang penghasilan dari berjualan online ia tabung untuk menambah biaya kuliahnya kelak. Dari hasil menulis, belum seberapa. Karena baru beberapa bulan ini ia tekuni.

"Mbaaak ...!" Naysila berteriak dari luar kamar, hingga membuat lamunannya buyar seketika.

Ceklek!

Daun pintu terbuka, menyembul tubuh Naysila di ambang pintu.

Nayla tersenyum hangat menyambut kedatangan Adik kesayangannya.

"Gimana Dek, udah dapat kadonya?" tanya Layla. Naysila menjatuhkan bobot tubuhnya di kasur, sembari menggenggam kado di tangannya.

"Sudah Mbak. Sila beli diary buat Mas Dewa. Kira-kira Mas Dewa suka gak ya Mbak?" tanyanya sedikit ragu.

Layla tersenyum, ia menghampiri Adiknya.

"Suka atau tidak urusan Mas Dewa. Yang penting kamu membelinya dengan tulus. Layla mengusap lembut pucuk kepala Adiknya dengan penuh kasih sayang.

Naysila mendongakkan kepalanya, ia tersenyum kepada Layla.

"Adek bersiap dulu, jangan lupa sholat. Mbak tunggu di depan ya?" titah Layla.

Naysila mengangguk, dengan langkah lebar meninggalkan kamar Layla.

Layla menatap punggung sang adik hingga menghilang di balik pintu.

Naysila kini telah beranjak dewasa.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Layla mematut diri di cermin, memastikan bahwa penampilannya pantas untuk di pandang. Walau ia hanya mengenakan gamis yang tak terlalu mewah. Gamis berwarna hijau pupus atau hijau sage yang sedang viral saat ini, Khimar pun dengan warna senada dan make up natural yang menambah kesan elegant.

Sepatu heels dengan warna yang sama, begitu pun dengan tas slempang cantik yang menggantung di bahunya.

'Heem cukup sudah," gumamnya seorang diri, ia melangkah dengan anggun menuju ruang tamu, dimana ia menunggu adiknya.

'Oh iya aku telpon Siti dulu deh."

Layla meraih tas dan mengeluarkan benda pipih miliknya.

(Assalamu'alaikum Sit) sapanya setelah tersambung.

(Waalaikum salam Layla. Gimana, kamu hadir kan?) tanya Siti dengan suara yang terdengar ceria.

(Eemm, gimana ya Sit, sepertinya aku tak bisa hadir deh) kilah Layla untuk menggoda sahabatnya itu.

(Iihh bener-bener deh kamu Layla.)

sungut Siti.

'Pasti wajahnya manyun saat ini, hehehe," gumamku.

(Tapi bo,Ong. Hadir, hadir Sit. Kita barengan aja ya?) Layla terkekeh mendengar Siti ngomel.

(Cius Lay ... beneran kamu hadir? Ya udah aku tunggu, aku udah siap nih.)

(Iya, iya bawel. Aku nunggu Adikku, sebentar lagi otewe) ujar Layla, kemudian ia menutup sambungan telpon.

Layla mendengar detak heels perlahan ia menoleh ke asal suara.

"Masya Allah. Adiknya Mbak ternyata cantik banget deh," pujinya melihat Naysila, yang melangkah menuju kearahnya.

Naysila pun mengenakan gamis berwarna sama dengannya.

Mereka berdua seperti pinang dibelah dua. Sama cantik, meskipun mereka terpaut tiga tahun.

Naysila pun terpesona melihat kecantikan sang kakak.

Ia berdecak kagum. "Wah Mbak cantik banget!" ia menatap Kakaknya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Ya udah yuk kita pamit sama Ibu," Layla menggandeng tangan Adiknya.

Mereka melangkah beriringan menuju ke toko kelontong di depan rumahnya.

"Assalamu'alaikum Bu."

"Waalaikum salam. Masya Allah, kedua bidadari Ibu cantik-cantik sekali," sahut Anjar, sembari mengulurkan tangan kepada mereka berdua, untuk dijabat.

Anjar memeluk satu-persatu Anak-anaknya.

"Ya sudah! Berangkat sana ... hati-hati di jalan ya?" pesannya kepada kedua Putrinya.

"Iya Bu, kami berangkat dulu. Assalamu'alaikum," ujar mereka sambil mencium punggung tangan Ibunya dengan takzim.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺

POV Sadewa

Di kediaman keluarga Sadewa.

Tamu-tamu telah berdatangan. Mereka yang hadir adalah teman-teman satu SMA dan Anak dari sahabat kedua orang tua Sadewa.

Entah memang hanya sebuah kebetulan atau memang berjodoh. Sadewa pun mengenakan kemeja mewah berwarna hijau pupus atau hijau sage memang sedang booming saat ini. Dan di padu padankan dengan celana jeans katun berwarna hitam.

Sepatu pantofel berwarna hitam.

Penampilannya begitu sempurna.

Musik berirama lembut mengiringi acara ulang tahunnya.

Para pramusaji hilir mudik melayani tamu-tamu tuan rumah yang terus berdatangan.

Sementara di ruang keluarga, Ibu Indriani dan Hendra Nugraha, orang tua dari Sadewa sedang berbincang serius membahas masalah bisnis keluarga mereka.

"Pa bagaimana dengan bisnis garmen kita yang berada di daerah Bandung?" tanya Indriani kepada sang suami yang tengah menikmati secangkir kopi latte.

"Alhamdulilah Ma, lancar dan aman," sahut Pak Hendra, ia menghisap rokok Marlboro dengan dalam, lalu menghembuskan dengan perlahan.

Asap mengepul di ruangan berAC.

"Ma, bagaimana dengan Sadewa Anak kita. Kira-kira ia akan tetap melanjutkan cita-citanya menjadi pilot?" tanya Hendra menatap seksama wajah istrinya.

"Iya Pa! Sadewa sudah mendaftarkan diri di salah satu fakultas di kota ini dan ia telah memenuhi semua persyaratannya."

Hendra manggut-manggut mendengar ucapan istrinya.

"Hari ini Sadewa akan menyatakan cintanya kepada Layla Pa," sambung Indriani ia menatap suaminya yang juga sedang menatapnya.

"Oh ya, bagus dong! Layla itu Anaknya baik, pekerja keras dan juga pandai," kedua bola mata Hendra nampak begitu bahagia, begitu pun dengan Indri ia sangat mendukung putranya yang ingin menjadikan Layla kekasihnya.

Acara ulang tahun Sadewa meskipun tak terlalu mewah namun sangat meriah. Semua itu juga karena sahabat-sahabatnya, mereka dengan suka rela membantu semua kebutuhan untuk acara Sadewa.

Di halaman rumah Sadewa yang terbilang luas, telah telah terparkir banyak sekali kendaraan roda dua mau pun roda empat, dan dari yayasan panti asuhan pun telah tiba.

Mereka semua di sambut hangat oleh keluarga Sadewa.

Sebuah mobil Pajero sport warna hitam metalik memasuki halaman rumahnya, Dirga sahabat Sadewa bersama teman-temannya keluar dari dalam mobil.

Sadewa telah menantinya di halaman yang telah tertata apik.

"Hai bro, gue kira lu gak bakalan datang!" sapa Sadewa, ia tersenyum ceria sambil memeluk sahabat-sahabatnya.

"Selamat ulang tahun bro, semoga terkabul semua doa dan harapan, Amiin," ucap Dirga.

"Amin, Yaa robbal 'alamin," jawab Sadewa.

"Eeh bro, ngomong-ngomong gebetan lu dateng gak nih," tanya Dirga sambil celingukan kesana-kemari mencari sosok Layla.

"Gue gak tau bro," sahut Sadewa dengan wajah yang tiba-tiba murung.

Tiiintt! Tiinntt!

Mereka berdua serentak menoleh kearah pintu gerbang, sebuah mobil sedan warna merah memasuki pelataran parkir.

Lalu sosok wanita cantik nan sexy keluar dari mobil dengan keempat sahabatnya.

"Bro lihat," bisik Dirga dengan gerakan dagu menunjuk kearah Saskia dengan para genknya.

Sadewa hanya mengangkat bahu.

"Ya elah, gue dateng gak ada sambutan spesial," ujar Saskia dengan sedikit angkuh.

Saskia menuju ketempat Sadewa dan Dirga berada.

"Selamat ulang tahun Kak," ujar Saskia yang tiba-tiba hendak menyosor Sadewa. Namun dengan sigap Sadewa menghindar.

"Maaf Saskia, kita bukan muhrim. Dan terima atas ucapannya."

Sementara Saskia kecewa dan malu menerima penolakan Sadewa.

Dirga hanya mengulum senyum ketika Saskia menekuk wajahnya yang memerah.

'Tunggu aja kamu Sadewa, aku tak akan pernah menyerah," umpat Saskia dalam hati sembari mengepalkan tangannya.

(Bersambung)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status