Share

Bab 5

5. Aku Merayu Tuhan

Kesedihan Rangga.

Penulis: Lusia Sudarti

Part5

Bisa berabe jadinya jika Sadewa mengetahui isi hatinya, tentu ini akan membuatnya bersedih.

Raut wajah Rangga memerah mendengar kata-kata Papanya, ia menundukkan kepalanya.

"Tenang saja Papa akan tutup mulut," ujar Hendra sambil tersenyum simpul.

"Kok Papa senyum-senyum gitu," tanya Rangga sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu traktir Papa. Bukankah kalo harus tutup mulut itu ada upahnya, hehehe."

Hendra terkekeh. Ia berhasil membuat putranya tersenyum.

'Kasihan sekali kamu Rangga, selama ini tak pernah sekali pun kamu mempunyai teman dekat atau kekasih. Kamu selalu menutup diri terhadap wanita yang jelas-jelas mengejarmu.

Ternyata baru sekarang Papa tau, jika hatimu telah tertambat kepada seorang wanita. Namun sayangnya, kamu kalah bersaing dengan adikmu sendiri," batin Hendra.

'Di usiamu yang telah menginjak 25 tahun, kamu telah menjadi orang yang sukses sebagai seorang marinir."

Wajah Hendra sedikit mendung, ia bersedih jika mengingat putra sulungnya yang masih selalu menyendiri.

"Oh itu, apa Mama gak marah nih Pa hehehe," balasnya, sembari menatap kearah Indra yang menghampiri mereka berdua.

Hendra kembali tersadar dari lamunan-nya dan mencoba menghibur hati Rangga! Hendra mengedipkan sebelah matanya kearah Rangga yang mengulum senyum.

"Eeh kalian merencanakan apa hayo ...!" kata Indri yang telah berdiri di belakang mereka.

"Ehhh Mama, gak ada kok! Ini lho Rangga mau traktir Papa di kafe katanya ... ya kan Ngga!" sahut Hendra sembari menepuk lengan Rangga dan mengedipkan sebelah matanya kembali.

"Betul Ma, Rangga bilang sama Papa, kalo Rangga naik jabatan menjadi pimpinan. Papa akan Rangga traktir."

"Oh ya? Tetapi kenapa hanya Papa yang di traktir? kok Mama enggak ...?" protes Indri kepada putra sulungnya, sambil menjatuhkan bobot tubuhnya di antara mereka. Indri menatap Rangga dengan antusias.

Rangga tersenyum. "Oke Mama sama Papa, Rangga traktir deh," sahut Rangga sembari mengedipkan sebelah matanya kepada Hendra.

Sedangkan Hendra mengacungkan kedua jempol tangannya.

Indri menatap Rangga lalu beralih kepada suaminya, dengan kening berkerut. "Kalian kenapa sih? Pakai kode-kodean begitu. Bikin curiga aja," kata Indri dengan tatapan penuh selidik.

"Kode-kodean apa sih Mam, orang gak ada apa-apa kok," sahut Hendra menautkan alisnya yang seolah sedang berfikir sambil menatap wajah Istrinya.

"Iya Mam kita gak ngapa-ngapain kok. Apalagi nyimpen rahasia," jawab Rangga.

Indri beralih menatap Rangga ...

"Rangga kapan sih kamu kenalin pacar kamu kepada kami. Mama sama Papa sudah kepingin banget nimang cucu," kata Indri, Mamanya.

Uhuk-uhuk!

Rangga tersedak mendengar ucapan Mamanya.

"Aduh hati-hati dong, masa sampai tersedak gitu. Untung aja jus yang kamu minum, gimana coba kalo minuman bersoda," seru Indri khawatir.

Hendra hanya terdiam mendengar celoteh istrinya.

"Udah Ma, jangan bahas itu dulu. Papa yakin, Rangga belum berfikir kearah sana, dia sedang fokus kepada karirnya," potong Hendra menengahi. Hendra tak tega hati melihat Rangga harus bersedih karena wanita yang ia cintai adalah Layla.

Rangga hanya terdiam seribu bahasa.

'Aku telah menemukan tambatan hatiku Mam, tetapi sayangnya adikku Sadewa yang berhasil merebut hatinya," batin Rangga.

"Usia Rangga juga kan baru 25 tahun Ma. Belum terpikirkan olehku. Sadewa kan sudah punya kekasih. Sadewa beruntung sekali menemukan kekasih yang baik hati dan berakhlak mulia," sahut Rangga lirih. Hatinya begitu perih mengucapkan semua itu, namun sekuat tenaga ia pendam di dalam hatinya.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺

"Pa, Mam, Mas. Layla mau pamit pulang. Ternyata di sini semua, dewa kebingungan mencari keberadaan kalian!" seru Sadewa ia melangkah bersama Layla dan Naysila menuju kearah mereka berkumpul.

"Oh calon mantu Mama yang cantik ini sudah mau pulang," sambut Indri dengan sangat ramah.

Sementara Layla tersenyum malu.

Dan wajahnya memerah mendengar ucapan Ibu Sadewa.

"Iya Tante, om, Mas Rangga. Saya masih ada tugas mengajar di pesantren," jawab Layla.

"Biar diantar Dewa aja Nak pulangnya," sahut Hendra.

"Oh terimakasih Om, tapi saya membawa motor," tolaknya secara halus.

Layla menjabat dan mencium punggung tangan Hendra dan Indri pun dengan Rangga.

"Hati-hati di jalan ya Nak," ujar Indri.

"Terimakasih, Tante, om dan Mas saya pamit pulang. Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam," sahut mereka serentak.

Rangga menatap kepergian Layla, Sadewa dan Naysila dengan perasaan yang entah ...!

Acara telah usai, semua pun telah rapi.

Rangga pamit untuk masuk ke kamarnya.

Sementara itu di ruang depan.

"Layla, biar Mas antar motor kamu biar di bawa Dirga," ucap Sadewa ketika mereka tiba di teras.

"Eemm, biar Layla pulang naik motor aja Mas, nanti mau mampir ke pesantren untuk mengajar BTA sebentar," tolak Layla dengan halus.

"Oh ... ya sudah kalo begitu, hati-hati di jalan ya," ungkap Sadewa.

Binar di kedua netranya adalah binar cinta. 'Cinta pertama dan terakhir akan ia labuhkan hanya kepada Layla.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺

Setelah pulang dari kediaman Sadewa. Saskia dan teman-temannya berhenti sejenak di sebuah taman yang berada tak jauh dari jalan raya.

"Kurang ajar kamu Sadewa! Aku takkan membiarkan kamu bahagia bersama Layla ....!" teriak Saskia sambil memukul stir.

Keempat sahabatnya hanya diam dan mereka saling pandang dengan yang lainnya.

Suasana menjadi hening, hanya terdengar suara kendaraan yang hilir mudik di jalan raya.

"Eh Saskia, elu lihat gak sih penampilan Layla. Cantik dan anggun abis boo," seru Mita.

Saskia menoleh dan menatap tajam kearah Mita.

Tatapan berkilat dengan percik kemarahan yang tiada terkira.

Pleetaakkk!

"Aawww, sakiiit tau," Mita meringis kesakitan karena keningnya disentil oleh Viona.

"Ohh ... sakit. Makanya kalo ngomong tuh difikir dulu pake ot*k," hardik Intan.

Sementara itu Saskia yang suasana hatinya sedang kacau, semakin dongkol mendengar pujian Mita buat Layla.

"Layla katamu cantik ... hellow bisa lihat gak sih kamu! Kalo dibandingkan sama Saskia, belum ada deh seujung kukunya," sahut Rani ikut bicara.

Suasana menjadi sangat berisik, dan Saskia yang mendengar perdebatan sahabat-sahabatnya bertambah naik darah.

"Diaaam .... ! Bisa diam gak kalian? Mendingan kalian turun deh dari mobil gue," hardik Saskia dengan wajah merah padam, suaranya naik empat oktaf. Semua sahabatnya terdiam karena terkejut.

Mereka semua menundukkan kepalanya, tak ada yang berani menentang Saskia. Bagi mereka Saskia paling berkuasa dan semena-mena.

"Kalian bukannya membantu mencari solusi, malah membuat kepala gue serasa hampir meledak," nada suaranya sedikit melemah. Saskia menatap mereka satu-persatu.

Semua terdiam, sunyi hening ... hanya deru kendaraan dari jalan raya yang tak jauh dari tempat mereka berada.

Saskia menoleh ke belakang dan menatap Rani dengan sinis.

"Heee ... Saskiaa ...," Rani nyengir ketika Saskia melihat ke padanya.

"Hahe, hahe," sambar Saskia, kentara sekali jika hatinya sedang dibakar amarah.

"Kalian gak berguna tau gak ...! Percuma gue ngeluarin duit gede untuk kalian ...! hardik Saskia mengungkit semua pemberiannya dengan wajah mengerikan.

"Viona ... balikin jam tangan gue," ucapnya dengan emosi yang siap meledak. Sedang Viona terkejut dengan semua ucapan Saskia yang tiba-tiba meminta kembali semua pemberiannya.

Kemudian Saskia menoleh ke arah Intan.

"Intan ... dari semua teman-teman gue. Elu yang paling kere! Balikin gaun gue yang elu pake," teriak Saskia dengan suara menggelegar sambil menatap Intan yang mengenakan gaun-nya.

Mita, Rani, Intan dan Viona saling tatap.

Sementara Intan wajahnya seketika memerah menahan malu dan sakit hati atas hinaan yang telah di lontarkan Saskia kepadanya. Namun ia tak mampu mengelak, karena semua ucapan itu benar adanya.

"Rani ... elu juga balikin heels gue."

"Kalian bertiga segera turun dari mobil gue dan jangan lupa gaun yang elu pake segera balikin. Masih mending gue gak memaksa elu untuk melepasnya saat ini juga! Elu ... lepasin jam tangan gue, dan elu lepas heels, segera turun dari mobil ...!" hardik Saskia tanpa merasa iba sedikit pun terhadap mereka.

Rani, Intan dan Viona segera melepaskan apa yang di pinta oleh Saskia, lalu mereka bertiga pun segera turun dari mobil Saskia.

Brraaakk!

Mita yang berada di dalam mobil terperanjat disaat Saskia menutup pintu mobil dengan kencang.

Mita menatap ketiga sahabatnya yang di usir Saskia dan diturunkan di jalan hanya mampu terdiam. Dengan kecepatan tinggi Saskia melajukan mobilnya, meninggalkan mereka bertiga tanpa merasa iba.

Intan terduduk lemah, ia menangis sesenggukan, hatinya benar-benar terluka atas hinaan Saskia.

"Sabar Intan ... Saskia emang keterlaluan. Kita udah gak di anggap lagi olehnya mentang-mentang ia sudah menjadi model," gerutu Viona dengan kesal.

"Saskia betul-betul telah berubah," sahut Rani dengan wajah datar.

"Terus gimana caranya kita pulang! Malu tau gak pake alas kaki," kata Rani dengan raut wajahnya yang nampak sedih.

"Mulai saat ini aku akan menjauh dari Saskia. Ucapan dia emang betul dan aku sadar! Memang aku orang miskin dan tak sepadan dengan kalian ...!" Intan berlalu dari hadapan Viona dan Rani.

Perasaannya benar-benar sedih dan terluka karenanya.

"Tan ... Intan ... tunggu ...!" seru Viona setelah mampu mencerna ucapan Intan. Intan tak menghiraukan panggilan Viona, ia semakin mempercepat langkahnya.

Viona dan Rani terus mengejar Intan, nafas mereka tersengal, Rani dan Viona menatap kepergian Intan dengan wajah sedih.

"Vi, Intan Vi ... Intan adalah gadis baik, hanya saja kita telah dibutakan oleh harta Saskia," Rani menundukkan kepalanya, raut wajahnya nampak sekali kesedihan.

"Vi, kamu punya uang gak? Masak kita mau jalan kaki," tanya Rani kepada Viona.

"Ada Ran, aku masih punya!" jawab Viona sembari menatap Rani, ia membuka tasnya dan mengambil uang dalam dompet.

"Alhamdulilah, kita pulang gak jalan kaki," seru Rani dengan wajah berseri.

"Tumben ingat alhamdulilah kamu," ejek Viona.

"Indah ... Ran! Kalian beli deh alas kaki, sendal atau apa kek, dari pada nyeker gitu, emang gak malu," ujar Rani.

"Iya Vi terimakasih ya," Rani terharu dengan semua kebaikan Viona kepadanya.

Viona mengangguk sambil tersenyum dan mereka mencari toko yang menjual sendal lalu mereka mencari angkot untuk mrngantar kerumah masing-masing.

POV Layla

"Mbak, Mas Dewa itu ganteng ya," tanya Naysila ketika mereka sedang dalam perjalanan kembali.

"Ihh kecil-kecil tau cowok ganteng ya?" jawab Layla ia tersenyum mendengar kata-kata Naysila. Hatinya sedang berbunga.

"Yeee, Nay juga udah gede kali Mbak," sungut Naysila.

"Hehehe, iya-ya Mbak lupa kalo adik Mbak yang cantik ini sudah beranjak dewasa."

"Oh iya Mbak, Nay tadi rasanya mau mencabik-cabik wajah si Saskia itu lho," ucap Naysila dengan suara ketus.

(Bersambung)

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status