Dihormati dan dikenang, istilah itu sudah memberitahukan banyak informasi.Mereka senasib di mana suami mereka sama-sama gugur di medan perang. Oleh karena itu, Jennifer dengan baik hati ingin menolong Amanda. Tak disangka, Amanda tidak menghargai bantuannya. Jennifer juga sangat canggung.Setelah mengetahui identitas wanita itu, Intan pun paham.Namun, Intan tidak mengatakan apa-apa di sana. Intan mengalihkan topik dengan menanyai Nina aksesori mana saja yang sudah dipilih. Intan juga ingin membelikan hadiah untuk ibu mertuanya yang lugu. Nyonya Kartika pasti marah karena tidak diajak keluar hari ini.Alasannya adalah Nyonya Kartika telah membuka Toko Emas bersama Putri Chelsea dan Toko Emas telah meniru model produk Toko Aurum. Intan khawatir Nyonya Kartika akan merasa canggung dan kecut.Setelah menentukan model aksesori kepala mutiara sudah ditentukan dan memilih beberapa aksesori yang disukai, Nina memeluk Intan seraya berseru dia paling menyukai Intan.Tuan Muda Toko Aurum yang b
Setelah pulang dari istana, Nyonya Kartika langsung melewati aula paviliun dengan angkuh, tidak menghiraukan beberapa gadis yang sedang mengobrol di dalam.Salah seorang gadis berseru, "Ibu sudah pulang?"Nyonya Kartika tidak menghiraukannya, terus berjalan ke depan dengan angkuh.Gadis yang satunya berlari keluar dan menggandeng lengan Nyonya Kartika. "Ibu, coba lihat apa yang aku dan Kakak Ipar belikan untukmu. Ayo!""Cih!" Nyonya Kartika melirik Nina dengan cuek. "Aku tidak sudi!"Ekspresi Nina menjadi murung. "Hah? Ibu tidak sudi? Lama sekali Kakak Ipar memilihnya.""Cih! Lama sekali memilihnya?" Nyonya Kartika melemparkan tatapan dingin pada Intan yang berdiri di depan pintu. Melihat Intan menatapnya sambil tersenyum, Nyonya Kartika mendongakkan dagu. "Lihat saja, tapi aku ini pemilih."Intan tersenyum seraya berujar, "Ibu, mari."Marsila bergegas menyuruh pelayan menyiapkan teh buah. Saat Nyonya Kartika memilih aksesori, Marsila menceritakan keonaran hari ini padanya.Nyonya Kart
Di Kediaman Jenderal.Malam ini, hanya satu lampu yang menyala di lorong, dan dua lampu yang menyala di paviliun utama, ditutupi dengan kap lampu kaca. Dua kap itu lupa dibawa pergi oleh Intan ketika talak.Di aula samping, gelap gulita karena tidak ada lampu yang dinyalakan. Nyamuk terus beterbangan.Karyawan Toko Aurum masih duduk di aula samping paviliun utama untuk menunggu. Dia sangat gelisah. Tidak ada pelayan yang datang untuk menyajikan teh maupun menyalakan lampu. Dia sudah menunggu dari siang hari hingga malam.Karyawan itu ikut pulang ke Kediaman Jenderal untuk mengambil uang. Begitu masuk, dia langsung ditempatkan di aula samping. Lalu, terdengar suara keributan dan tangisan histeris dari aula utama.Lebih dari satu jam kemudian, suara ribut baru mereda. Seorang pelayan datang untuk menyuruhnya menunggu. Tidak ada yang datang lagi setelah itu.Dia menguasai seni bela diri. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun ini, setiap kali ada pelanggan yang tidak membawa cukup banyak k
Shayna yang duduk di sisi ranjang Nyonya Besar Diana mendengus. "Aku tidak akan pergi ganggu dia. Sebelum dia menikah, aku pikir dia seberapa hebat sampai mau bandingkan harta bawaan dengan Intan. Sekarang, puluhan ribu tahil saja tidak mampu dia bayar. Dasar miskin! Setidaknya lebih baik daripada Linda. Berapa uang yang Kak Rudi berikan saat menikahi Linda? Harta bawaannya hanya sedikit saja. Belum pernah aku lihat orang semiskin itu. Pernikahan mereka bahkan direstui oleh Kaisar."Setelah menyindir dua kakak ipar, Shayna menyindir Selen. "Kak Selen juga tidak mau urus apa-apa begitu sakit. Dia belum menyiapkan harta bawaanku. Entah apa yang akan dia berikan. Sebaiknya aku jangan terlalu berharap. Dia lebih miskin dari yang lain."Dari tiga menantunya, tidak ada satu pun yang bisa diandalkan. Omongan Shayna membuat Nyonya Besar Diana jengkel. "Sudah, diam saja kamu."Shayna pun diam. Di bawah pantulan cahaya lampu, wajahnya yang sudah tidak tembam terkesan lebih kikir.Pada saat ini,
Dalam cahaya lampu yang redup, seseorang berlari ke dalam kamar dan memegang Amanda. "Ada apa?"Dengan matanya yang buram karena air mata, Amanda melihat wajah Rudi. Dia langsung melempar diri ke dalam pelukan Rudi, menangis dengan lebih keras dan sedih.Belum pernah Rudi melihat Amanda terduduk di lantai dan menangis dengan lepas kendali. Rudi mengira telah terjadi masalah besar sehingga bertanya dengan cemas, "Ada apa ini? Apa yang terjadi?"Eva menangis sambil menceritakan kejadian hari. Ketika Eva hendak mengatakan bahwa Amanda mengambil tunjangan kematian Vincent, Amanda tiba-tiba berteriak, "Diam!"Eva langsung diam karena takut.Akan tetapi, Eva sudah menyebutkan nama Vincent, belum sempat menyebut kata tunjangan. Sebodoh-bodohnya Rudi, Rudi bisa menebak.Amanda memakai tunjangan kematian Vincent untuk membelikan harta bawaan Shayna yang bernilai tiga puluh enam ribu delapan ratus tahil perak."Kembalikan!" Rudi melepaskan Amanda. Wajahnya menjadi masam. "Besok, kamu pergi ke To
Pandangan Nyonya Besar Diana menghitam. Dia jatuh ke depan dan akan pingsan.Rudi buru-buru memeluk Nyonya Besar Diana. Dia mengesampingkan kemarahannya dan berteriak dengan cemas, "Pelayan, panggilkan tabib. Cepat panggilkan tabib."Shayna menangis seraya menghampiri Amanda. "Kenapa kamu begini? Kamu mau Ibu mati? Kamu yang beli aksesori kepala ini karena tidak mau kalah. Kenapa kamu malah menyesal sekarang?"Amanda mundur selangkah dengan tidak berdaya. Di hatinya, timbul rasa lelah, sedih, dan perih. Dia telah membayar tiga puluh enam ribu delapan ratus tahil perak untuk membelikan aksesori kepala Shayna, tetapi mereka malah menyalahkannya? Dia malah berdosa?Mencari tabib di larut malam menciptakan keributan lagi. Amanda menyeka air matanya. Dia masih harus mengelap wajah dan tangan Nyonya Besar Diana menggunakan saputangan.Tabib mengatakan Nyonya Besar Diana pingsan karena terlalu emosi, masalahnya tidak besar. Hanya perlu minum obat beberapa kali saja.Saat Nyonya Besar Diana si
Linda mengejeknya, "Kamu benar-benar konyol!""Kamu ...." Amanda memegang dada. "Lancang kamu! Kamu ini istri kedua .... Beraninya selir sepertimu mentertawakanku?""Cih, selir sepertiku mendapat maskawin yang besar dari Keluarga Wijaya." Linda tertawa. "Sejak menikah sampai sekarang, aku hidup dengan leluasa. Tidak ada orang yang berani merundungku. Aku juga tidak pernah menalangi uang sepeser pun."Setelah itu, Linda pergi di tengah suara napas Amanda yang cepat karena marah.Di Kediaman Jenderal, Linda adalah satu-satunya orang yang dapat bersikap cuek dan menonton keonaran mereka. Membelikan harta bawaan untuk Shayna? Jika Shayna berani meminta, dia berani menamparnya.Hanya Amanda ... yang terlalu bodoh!Usai mentertawakan Amanda, Linda kembali ke kamar dan mengecek mekanisme yang telah dia buat. Lalu, Linda melarang pelayan wanita untuk masuk ke kamar. Baru setelah itu, Linda berganti pakaian dan tidur.Linda telah mendengar tentang Putra Mahkota Biromo yang baru. Linda akhirnya
Di Kediaman Putri Agung!Putri Agung dengan tegas menanyai pria paruh baya yang sedang menundukkan kepala di depannya, "Sialan! Kenapa identitas Fiolina bisa diketahui oleh Intan? Apakah anak jalang itu sendiri yang memberi tahu anak buah Intan?"Pria itu bertubuh jangkung dan tampan, tetapi wajahnya sudah menua. Mendengar pertanyaan Putri Agung, dia buru-buru menggelengkan kepala. "Tidak mungkin. Fiolina tidak mungkin akan memberi tahu anak buah Intan. Selain itu, Fiolina mematuhi perintahmu selama ini dan tidak pernah membangkang.""Dia pasti tidak berani." Tatapan mata Putri Agung sangat agresif. "Ibunya masih dikurung di penjara bawah tanah Kediaman Putri Agung. Dia harus patuh kalau mau wanita itu dibebaskan.""Baik. Fiolina pasti akan patuh."Putri Agung menatap pria itu dengan ekspresi mata yang dingin. Sikap pria itu membuatnya marah. "Coba kamu tanyakan. Selain itu, pantau yang lain dan suruh mereka berhati-hati. Jangan sampai identitas mereka terungkap. Menurut dugaanku, Inta
Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men
Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi
Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw
Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b
Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata
Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai
Tentu saja Edi tidak mengetahui jika Nona Nesa datang ke sini deminya. Edi tidak hanya akan menjadi menteri Departemen Konstruksi jika dia adalah orang yang pintar.Semua orang masih belum makan dan sedang menunggu Edi, Edi menyerahkan pangsit pada pelayan dan meminta mereka untuk merebusnya sesegera mungkin, agar mereka semua bisa makan selagi masih panas.Yanti berkata dengan nada bercanda, "Ternyata kamu pulang terlambat karena beli pangsit? Edi, sekarang perhatianmu hanya terpusat pada istrimu dan tidak ada ibumu lagi, kamu bahkan tega membiarkan ibumu kelaparan menunggumu kembali."Edi segera meminta maaf dan tidak bisa menahan diri untuk mengeluh, "Sebenarnya aku bisa pulang lebih awal, tapi Joko menyiapkan pangsitnya dengan lambat dan Nona Nesa juga menyela antrean. Nona Nesa Warda bilang dia sangat lapar dan menyuruhku untuk mengalah pada mereka berdua, jadi aku pulang terlambat hari ini.""Nona Nesa Warda?" tanya Yanti. Yanti sangat mengenal adik iparnya yang jarang berhubunga
Pangsit kuah yang panas disajikan, wangi sekali. Nona Nesa mengucap terima kasih pada Edi, "Terima kasih atas kebaikan Tuan Edi. Kalau Tuan Edi beli daun teh di tokoku lagi, aku akan beri sedikit diskon."Edi menatap Nona Nesa. "Diskon berapa?"Nona Nesa mengedipkan mata, tampak sangat lincah. "Tuan Edi mau diskon berapa?"Nona Nesa memiliki tampang yang manis dan lugu. Terutama saat mengedipkan mata, senyuman yang tersungging di bibir seperti bunga anggrek yang mekar di malam hari. Pria pasti akan terpukau padanya.Akan tetapi, Edi seakan-akan tidak melihat kecantikan dan kecentilan Nona Nesa. Dia hanya peduli berapa banyak diskon dari daun teh. "Samakan saja dengan diskon yang Nona Nesa berikan pada Tuan Warso."Nona Nesa tertawa. Matanya sangat indah. "Bagaimana bisa? Aku harus membalas kebaikan Tuan atas pemberian pangsit ini. Kalau Tuan Edi datang sendiri, aku beri seperempat kilo untuk pembelian setengah kilo. Bagaimana?"Edi berseru dengan girang, "Sepakat.""Sepakat!" Nona Nesa
Pada petang hari, Edi keluar dari kantor Departemen Konstruksi. Sudah ada kereta kuda yang menunggu di luar. Sebelum naik, Edi berpesan, "Pergi ke ujung Jalan Sejahtera. Dua hari lalu, Nyonya bilang mau makan Pangsit Joko. Beli yang mentah untuk masak di rumah nanti.""Sekarang sepertinya belum buka," jawab pak kusir.Pangsit Joko mulai berjualan pada malam hari. Ibu Kota Negara Runa makmur. Jalan Sejahtera dan Jalan Taraman sangat ramai di malam hari."Itu sebentar lagi, tunggu saja di sana," kata Edi.Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Tuan Edi benar-benar sayang Nyonya Sanira."Edi mengetuk kepala pak kusir dengan kipas yang dia pegang. Dia tersenyum dan berujar, "Sanira menikah denganku dan sudah melahirkan anak untukku. Tentu saja aku sayang dia. Kamu juga, harus perlakukan Elmi dengan baik."Pak kusir tersenyum seraya berkata, "Aku tahu."Pak kusir adalah keturunan pelayan Keluarga Widyasono, sedangkan Elmi sudah dibeli oleh Keluarga Widyasono ketika masih kecil. Dua tahun lalu