Setelah diskusi tentang pengobatan lanjutan, Dokter akhirnya mengijinkan pak Faisal pulang, namun dengan catatan harus membawa seorang perawat dan masih dalam pantauan Dokter.
Esok adalah hari pernikahan Nisa, dari sore tadi, mereka semua sudah berangkat ke Hotel, tempat mereka melangsungkan pernikahan esok hari. Dinda selalu berada di sisinya, Nisa ingin menghabiskan saat-saat terakhir ia menjanda, bersama dengan sahabat karibnya, sebelum dia kembali berumah tangga.Sementara pak Faisal juga ditempatkan di kamar bersebelahan dengan Nisa, dengan tujuan jika sesuatu terjadi padanya, cepat diketahui olehnya.Ahmad memilih ikut opanya ke rumah mewah Frass, semenjak mengenal Ahmad, Frass tak ingin jauh dari cucunya itu.Bahkan, Frass sudah merencanakan untuk mengalihkan semua asetnya atas nama Ahmad, ia telah membagikan seluruh asetnya pada putrinya yang saat ini, tinggal di luar negeri mengikuti suaminya, juga sebagian telah ia berikan pada Indra. <Semua telah siap dengan penampilan yang rapi dan menarik. Indra yang saat ini menggunakan baju kemeja dan jas berwarna coklat, terlihat begitu tampan. Indra berjalan ke arah penghulu di dampingi Ayahnya dan Ahmad, yang juga berpakaian seragam dengan ayahnya . Mereka bagai pinang dibelah dua. Dari wajah saja, orang sudah tau jika Ahmad adalah putra Indra.Namun banyak yang tidak tau, jika wanita yang akan dinikahi Indra, adalah wanita yang pernah melahirkan putranya itu.Sebelumnya tidak ada yang menduga, jika Indra sudah pernah menikah sebelumnya, namun setelah melihat wajah Ahmad, barulah orang-orang percaya.Pak Faisal yang masih duduk di kursi roda, telah duduk bersama penghulu, karena kondisi beliau yang masih belum fit, terpaksa pak Faisal didampingi perawat.Rudy datang seorang diri, dia sengaja datang demi menghargai sahabatnya itu. Namun dia tak bisa membawa Bella, karena kehamilan istrinya yang semakin membesar, ditamb
Dinda masih mematung di atas tempat tidur, ia bingung menghadapi permasalahan yang akan membuat gempar seluruh suasana pesta. Dia takut, jika karena kehamilan yang telah diketahui, akan membatalkan pernikahan sahabat terbaiknya. Namun jika dia diam, orang-orang akan menganggap dia wanita gak bener. Ya, mana ada wanita baik-baik hamil di luar nikah seperti ini, pikirnya.Nisa masuk bersama rombongan tim Mua, yang dari tadi mendesak Nisa, agar mau secepatnya di hias dan dandani."Bagaimana Din! Udah tenang?" tanya Nisa menghampiri Dinda yang nampak termenung."Oh..eh..! Iya, aku gak apa-apa kok Nis! Kamu lanjutin aja dandannya, sebentar lagi acaranya mulai 'kan?" jawab Dinda berusaha tenang."Oke...tapi ingat! Kamu berhutang penjelasan padaku!" ujar Nisa serius."Iya..iya..! Nanti aku cerita kok, ya!" jawab Dinda tersenyum. Dalam hati Dinda menangis, kebahagiaan yang akan diraih sahabatnya, merupakan sebuah kehancuran masa depanny
Seketika suasana hening melanda ruang kamar mereka, tim Mua yang ingin mempercepat pekerjaannya juga, merasa tak berani meminta mempelai untuk secepatnya ditangani.Dinda hanya mampu menutup rapat bibirnya, dia tak menyangka jika semua akan begini. Hal yang tak ingin terjadi, akhirnya terjadi.Rudy merasa serba salah di antara dua wanita yang sama-sama ia harus jaga perasaannya. Karena tak tau harus apa, Rudy bergegas keluar kamar, meninggalkan tiga orang wanita yang masih diam membisu.Nisa terduduk di pinggiran tempat tidur, hatinya hancur, sedih, kecewa, dan entah kalimat apa yang pantas untuknya saat ini. Di saat dia ingin membangun kembali mahligai rumahtangga yang pernah hancur, dan di saat ia mencoba memberi kesempatan kedua untuk ayah dari anaknya, justru ia harus dihadapkan dengan kenyataan yang begitu sulit ia terima.Tapi Nisa tidak lantas meraung sedih, menghujat tajam, dan mengeluarkan kata-kata tak masuk akal. Dia hanya memikirkan na
Semua orang terdiam mendengar penjelasan Rudy, tak ada seorangpun yang menyela. Namun dalam hati mereka semua mempunyai penilaian dan perasaan berbeda.Pak Faisal hanya menyayangkan tindakan Indra, yang melampiaskan kekesalannya pada minuman, hingga menjadi penyebab terjadinya peristiwa itu.Pak Frass merasa kesal dan marah pada putranya, hanya karena permintaan itu, dia harus melakukan hal konyol, hingga menghancurkan semua impiannya sendiri.Indra tak mampu mengeluarkan satu patah katapun, untuk membela diri. Dia hanya berharap agar Nisa memaafkan kesalahan dan melanjutkan pernikahan impiannya. Indra tak peduli jika harus dibenci atau dimaki oleh dua orang tua yang ada, asalkan dia tetap bisa bersatu dengan Nisa, baginya kebencian semua orang tak mempengaruhinya.Sementara Dinda hanya diam, dia begitu malu pada semua, dengan bagaimana jelasnya Rudy menceritakan kejadian, Dinda merasa seolah ditelanjangi oleh penilaian buruk semua orang
"Ayah, kita pulang sekarang ya?" ujar Nisa pelan."Iya nak, untuk apa lagi kita di sini, bukankah sekarang sudah jelas semuanya!" balas pak Faisal sambil meminta perawat menjalankan kursi rodanya."Nisa.. tunggu Nis!" seru Indra sambil meraih tangan Nisa."Stop.... jangan pernah kamu menyentuhku! Aku gak sudi disentuh orang pengecut seperti kamu!" sambar Nisa."Nisa...maafkan aku, Nis! Kumohon jangan pergi, Nis!" seru Indra tak menyerah."Maaf Indra...! Aku bukan malaikat yang mudah memaafkan kesalahan, tapi sebagai wanita, aku juga tidak mau jika ada wanita lain yang menderita karena keegoisanku!" "Menikahlah dengan Dinda, lupakan aku dan segala impian kita!" ucap Nisa tak sanggup menyembunyikan kesedihannya. Dengan langkah gontai, Nisa berjalan di belakang ayahnya bersama putranya.Melihat kepergian Nisa, hancur sudah harapan Indra. Ia terduduk di lantai, menangis.Dinda bangkit, ia berjalan mengham
Keesokan harinya, resepsi segera digelar, walaupun berganti mempelai, namun tak banyak yang mengetahui, karena Nisa sangat jarang dikenal teman dan rekan kerja Indra.Hanya foto-foto prewedding Nisa dan Indra yang terpajang sebelumnya, kini hilang berganti dengan potret lukisan.Nisa berjalan ke pelaminan, tiada kesedihan dan kebencian di wajah cantiknya, dia hanya berjalan ke pelaminan tanpa menoleh sekeliling, tanpa disadarinya jika sejak tadi, ia menjadi titik pandang dari seseorang yang duduk di salah satu kursi tamu undangan."Kamu memang wanita hebat! Mampu menyembunyikan perasaanmu dari orang lain! Tapi kamu nggak bisa menyembunyikan semua itu dari penglihatanku, Nisa! Tunggu saja, aku akan mengganti kesedihanmu dengan kebahagiaan yang sesungguhnya!" ucap pria tampan yang tak berkedip memandang Nisa."Apa ada yang bisa saya kerjakan, Tuan?" tanya pria di sebelahnya yang di perkirakan adalah bodyguardnya."Hmm....! Kamu ingat baik-b
Malam itu, Nisa menikmati malam dengan duduk di taman hotel. Bukannya dia ingin mencari kebahagiaan, namun dia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di depan ayah dan putranya.Dia merenungi semua peristiwa yang terjadi, yang selalu menjadi penghalang kebahagiaannya dalam membangun rumahtangga. Nisa menghela napas berat berulang-ulang. Tak jauh dari tempat Nisa, duduk seorang pria bertubuh atletis, berkulit putih berhidung mancung. Pria yang didampingi seorang pria di sisinya itu, selalu memandang ke arah Nisa. Dari awal kehadiran Nisa, dia selalu seperti itu."Mengapa Tuan tidak menghampirinya?" tanya pria di sampingnya."Biarkan saja, aku ingin melihat bagaimana dia menghapus kesedihannya!" Kedua pria itu terus memandang Nisa, sambil sesekali menghembuskan asap rokok dari bibir tebalnya.**Di dalam kamar yang telah didesain menjadi kamar pengantin, walaupun ini adalah malam kedua bagi pasangan itu, namun Indra dan
Tiba-tiba, Nisa merasa ada gelenyar aneh di tubuhnya. Sebagai wanita yang pernah menikah, rasa itu sungguh tak asing bagi Nisa, tapi bagaimana mungkin perasaan itu hadir tiba-tiba.Melihat perubahan Nisa, Indra segera mendekat, dia memeluk Nisa tanpa ragu, sambil berbisik lirih "Aku mau, kamu menjadi milikku Nis! Apapun akan aku lakukan!"Mendengar ucapan Indra, kecurigaan Nisa dengan minuman yang diberikan Indra padanya, akhirnya terbukti."Brengsek, kamu...!" Nisa tak kuasa melanjutkan ucapannya, karena tubuhnya menerima setiap sentuhan Indra."Uugh....!" Terdengar lenguhan dari bibir Nisa yang berusaha melawan pengaruh di tubuhnya, namun semua sia-sia.Indra tersenyum smirk "Kamu akan berada dalam genggamanku untuk selamanya Nisa!" ujar Indra yang semakin memberi belaian di titik sensitif Nisa.Nisa semakin tak kuasa menahan pengaruh obat yang telah masuk dalam tubuhnya, saat Indra mendekatkan bibirnya, Nisa langsung
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja