Seketika suasana hening melanda ruang kamar mereka, tim Mua yang ingin mempercepat pekerjaannya juga, merasa tak berani meminta mempelai untuk secepatnya ditangani.
Dinda hanya mampu menutup rapat bibirnya, dia tak menyangka jika semua akan begini. Hal yang tak ingin terjadi, akhirnya terjadi.Rudy merasa serba salah di antara dua wanita yang sama-sama ia harus jaga perasaannya. Karena tak tau harus apa, Rudy bergegas keluar kamar, meninggalkan tiga orang wanita yang masih diam membisu.Nisa terduduk di pinggiran tempat tidur, hatinya hancur, sedih, kecewa, dan entah kalimat apa yang pantas untuknya saat ini. Di saat dia ingin membangun kembali mahligai rumahtangga yang pernah hancur, dan di saat ia mencoba memberi kesempatan kedua untuk ayah dari anaknya, justru ia harus dihadapkan dengan kenyataan yang begitu sulit ia terima.Tapi Nisa tidak lantas meraung sedih, menghujat tajam, dan mengeluarkan kata-kata tak masuk akal. Dia hanya memikirkan naSemua orang terdiam mendengar penjelasan Rudy, tak ada seorangpun yang menyela. Namun dalam hati mereka semua mempunyai penilaian dan perasaan berbeda.Pak Faisal hanya menyayangkan tindakan Indra, yang melampiaskan kekesalannya pada minuman, hingga menjadi penyebab terjadinya peristiwa itu.Pak Frass merasa kesal dan marah pada putranya, hanya karena permintaan itu, dia harus melakukan hal konyol, hingga menghancurkan semua impiannya sendiri.Indra tak mampu mengeluarkan satu patah katapun, untuk membela diri. Dia hanya berharap agar Nisa memaafkan kesalahan dan melanjutkan pernikahan impiannya. Indra tak peduli jika harus dibenci atau dimaki oleh dua orang tua yang ada, asalkan dia tetap bisa bersatu dengan Nisa, baginya kebencian semua orang tak mempengaruhinya.Sementara Dinda hanya diam, dia begitu malu pada semua, dengan bagaimana jelasnya Rudy menceritakan kejadian, Dinda merasa seolah ditelanjangi oleh penilaian buruk semua orang
"Ayah, kita pulang sekarang ya?" ujar Nisa pelan."Iya nak, untuk apa lagi kita di sini, bukankah sekarang sudah jelas semuanya!" balas pak Faisal sambil meminta perawat menjalankan kursi rodanya."Nisa.. tunggu Nis!" seru Indra sambil meraih tangan Nisa."Stop.... jangan pernah kamu menyentuhku! Aku gak sudi disentuh orang pengecut seperti kamu!" sambar Nisa."Nisa...maafkan aku, Nis! Kumohon jangan pergi, Nis!" seru Indra tak menyerah."Maaf Indra...! Aku bukan malaikat yang mudah memaafkan kesalahan, tapi sebagai wanita, aku juga tidak mau jika ada wanita lain yang menderita karena keegoisanku!" "Menikahlah dengan Dinda, lupakan aku dan segala impian kita!" ucap Nisa tak sanggup menyembunyikan kesedihannya. Dengan langkah gontai, Nisa berjalan di belakang ayahnya bersama putranya.Melihat kepergian Nisa, hancur sudah harapan Indra. Ia terduduk di lantai, menangis.Dinda bangkit, ia berjalan mengham
Keesokan harinya, resepsi segera digelar, walaupun berganti mempelai, namun tak banyak yang mengetahui, karena Nisa sangat jarang dikenal teman dan rekan kerja Indra.Hanya foto-foto prewedding Nisa dan Indra yang terpajang sebelumnya, kini hilang berganti dengan potret lukisan.Nisa berjalan ke pelaminan, tiada kesedihan dan kebencian di wajah cantiknya, dia hanya berjalan ke pelaminan tanpa menoleh sekeliling, tanpa disadarinya jika sejak tadi, ia menjadi titik pandang dari seseorang yang duduk di salah satu kursi tamu undangan."Kamu memang wanita hebat! Mampu menyembunyikan perasaanmu dari orang lain! Tapi kamu nggak bisa menyembunyikan semua itu dari penglihatanku, Nisa! Tunggu saja, aku akan mengganti kesedihanmu dengan kebahagiaan yang sesungguhnya!" ucap pria tampan yang tak berkedip memandang Nisa."Apa ada yang bisa saya kerjakan, Tuan?" tanya pria di sebelahnya yang di perkirakan adalah bodyguardnya."Hmm....! Kamu ingat baik-b
Malam itu, Nisa menikmati malam dengan duduk di taman hotel. Bukannya dia ingin mencari kebahagiaan, namun dia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di depan ayah dan putranya.Dia merenungi semua peristiwa yang terjadi, yang selalu menjadi penghalang kebahagiaannya dalam membangun rumahtangga. Nisa menghela napas berat berulang-ulang. Tak jauh dari tempat Nisa, duduk seorang pria bertubuh atletis, berkulit putih berhidung mancung. Pria yang didampingi seorang pria di sisinya itu, selalu memandang ke arah Nisa. Dari awal kehadiran Nisa, dia selalu seperti itu."Mengapa Tuan tidak menghampirinya?" tanya pria di sampingnya."Biarkan saja, aku ingin melihat bagaimana dia menghapus kesedihannya!" Kedua pria itu terus memandang Nisa, sambil sesekali menghembuskan asap rokok dari bibir tebalnya.**Di dalam kamar yang telah didesain menjadi kamar pengantin, walaupun ini adalah malam kedua bagi pasangan itu, namun Indra dan
Tiba-tiba, Nisa merasa ada gelenyar aneh di tubuhnya. Sebagai wanita yang pernah menikah, rasa itu sungguh tak asing bagi Nisa, tapi bagaimana mungkin perasaan itu hadir tiba-tiba.Melihat perubahan Nisa, Indra segera mendekat, dia memeluk Nisa tanpa ragu, sambil berbisik lirih "Aku mau, kamu menjadi milikku Nis! Apapun akan aku lakukan!"Mendengar ucapan Indra, kecurigaan Nisa dengan minuman yang diberikan Indra padanya, akhirnya terbukti."Brengsek, kamu...!" Nisa tak kuasa melanjutkan ucapannya, karena tubuhnya menerima setiap sentuhan Indra."Uugh....!" Terdengar lenguhan dari bibir Nisa yang berusaha melawan pengaruh di tubuhnya, namun semua sia-sia.Indra tersenyum smirk "Kamu akan berada dalam genggamanku untuk selamanya Nisa!" ujar Indra yang semakin memberi belaian di titik sensitif Nisa.Nisa semakin tak kuasa menahan pengaruh obat yang telah masuk dalam tubuhnya, saat Indra mendekatkan bibirnya, Nisa langsung
Indra yang dibawa paksa oleh orang yang menggunakan masker dan berkacamata yang jelas tidak ia kenal, berusaha melawan. Namun usahanya sia-sia, karena yang ia hadapi adalah orang yang khusus bergerak di bidang beladiri."Brengsek, siapa kamu? Cepat lepaskan aku!" bentak Indra pada laki-laki yang berhasil meringkusnya."Apa kamu pikir, aku akan mengikuti perintahmu! Dasar laki-laki bangsat!" "Bukk....!""Ugh.... sialan!"Indra begitu lemah di hadapan pria bertubuh kekar itu. Di sudut bibir Indra langsung mengeluarkan darah."Masih beruntung Tuanku tidak meminta aku menghabisi nyawamu! Jika tidak.....krek!" ucap pria kekar itu sambil meletakkan jari telunjuknya di leher sembari memberikan gerakan memotong.Indra merasa merinding melihat keganasan pria itu, namun ia heran, kenapa tiba-tiba ada seseorang yang mencegahnya untuk mencelakai Nisa."Apa hubungan Tuanmu dengan Nisa?" ujar Indra memberanikan diri bertanya
Dinda duduk gelisah di kamarnya, dari tadi dia menanti kedatangan Indra, namun tak jua datang. "Apa Indra sebenci itu kepadaku, sampai harus meninggalkanku di kamar seperti ini!" gumam Dinda. "Andai saja aku dan Nisa masih seperti dulu, mungkin aku bisa berbagi keresahan sama dia! Huh... gara-gara insiden hari itu, persahabatanku dan Nisa harus renggang begini! Nggak mungkin aku menanyakan Indra sama Nisa, 'kan?" ucap Dinda sambil berjalan mondar-mandir di kamarnya.Untuk menghilangkan kekhawatirannya, Dinda menonton drakor di hapenya, Dinda terus menonton film kegemaran kaula muda itu, entah sudah berapa film yang ia tonton, namun Indra belum juga datang.Mungkin karena efek kehamilannya yang mudah ngantuk, Dinda akhirnya tertidur tanpa tau kemana suaminya menginap malam itu.Pagi harinya, saat bangun dari tidurnya, Dinda tak jua menemukan Indra di kamarnya, Dinda turun dari tempat tidur berjalan ke kamar mandi, siapa tau saat Dinda te
Nisa sadar siapa dirinya, seorang wanita miskin tanpa pendidikan tinggi, bahkan sudah menikah dua kali. Sementara Rasya, laki-laki kaya dan mapan, dengan latarbelakang yang baik, tak pantas rasanya jika harus mendapat pasangan hidup, dari wanita yang jelas sisa dari banyak laki-laki.Belum lagi jika keluarga Rasya, yang pastinya orang-orang dari kalangan elite, pasti mereka akan menentang keinginan putranya.Jika hal itu yang terjadi, maka....! Hal yang pernah terjadi dalam rumah tangganya akan kembali terulang.Nisa tak sanggup membayangkan, apalagi menjalani biduk rumahtangga, yang cepat atau lambat, akan kembali mengalami kehancuran, hanya karena kendala restu dan orang ketiga."Maafkan aku Mas, aku nggak bisa menerima Mas Rasya!" ucap Nisa datar."Nisa...! Apa maksud kamu, Nis?" tanya Rasya sambil memandang lekat wajah cantik Nisa. Rasya sama sekali tak pernah menyangka, jika Nisa menolak tegas keinginannya."Maaf Mas, aku ga