Keesokan harinya, resepsi segera digelar, walaupun berganti mempelai, namun tak banyak yang mengetahui, karena Nisa sangat jarang dikenal teman dan rekan kerja Indra.
Hanya foto-foto prewedding Nisa dan Indra yang terpajang sebelumnya, kini hilang berganti dengan potret lukisan.Nisa berjalan ke pelaminan, tiada kesedihan dan kebencian di wajah cantiknya, dia hanya berjalan ke pelaminan tanpa menoleh sekeliling, tanpa disadarinya jika sejak tadi, ia menjadi titik pandang dari seseorang yang duduk di salah satu kursi tamu undangan."Kamu memang wanita hebat! Mampu menyembunyikan perasaanmu dari orang lain! Tapi kamu nggak bisa menyembunyikan semua itu dari penglihatanku, Nisa! Tunggu saja, aku akan mengganti kesedihanmu dengan kebahagiaan yang sesungguhnya!" ucap pria tampan yang tak berkedip memandang Nisa."Apa ada yang bisa saya kerjakan, Tuan?" tanya pria di sebelahnya yang di perkirakan adalah bodyguardnya."Hmm....! Kamu ingat baik-bMalam itu, Nisa menikmati malam dengan duduk di taman hotel. Bukannya dia ingin mencari kebahagiaan, namun dia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di depan ayah dan putranya.Dia merenungi semua peristiwa yang terjadi, yang selalu menjadi penghalang kebahagiaannya dalam membangun rumahtangga. Nisa menghela napas berat berulang-ulang. Tak jauh dari tempat Nisa, duduk seorang pria bertubuh atletis, berkulit putih berhidung mancung. Pria yang didampingi seorang pria di sisinya itu, selalu memandang ke arah Nisa. Dari awal kehadiran Nisa, dia selalu seperti itu."Mengapa Tuan tidak menghampirinya?" tanya pria di sampingnya."Biarkan saja, aku ingin melihat bagaimana dia menghapus kesedihannya!" Kedua pria itu terus memandang Nisa, sambil sesekali menghembuskan asap rokok dari bibir tebalnya.**Di dalam kamar yang telah didesain menjadi kamar pengantin, walaupun ini adalah malam kedua bagi pasangan itu, namun Indra dan
Tiba-tiba, Nisa merasa ada gelenyar aneh di tubuhnya. Sebagai wanita yang pernah menikah, rasa itu sungguh tak asing bagi Nisa, tapi bagaimana mungkin perasaan itu hadir tiba-tiba.Melihat perubahan Nisa, Indra segera mendekat, dia memeluk Nisa tanpa ragu, sambil berbisik lirih "Aku mau, kamu menjadi milikku Nis! Apapun akan aku lakukan!"Mendengar ucapan Indra, kecurigaan Nisa dengan minuman yang diberikan Indra padanya, akhirnya terbukti."Brengsek, kamu...!" Nisa tak kuasa melanjutkan ucapannya, karena tubuhnya menerima setiap sentuhan Indra."Uugh....!" Terdengar lenguhan dari bibir Nisa yang berusaha melawan pengaruh di tubuhnya, namun semua sia-sia.Indra tersenyum smirk "Kamu akan berada dalam genggamanku untuk selamanya Nisa!" ujar Indra yang semakin memberi belaian di titik sensitif Nisa.Nisa semakin tak kuasa menahan pengaruh obat yang telah masuk dalam tubuhnya, saat Indra mendekatkan bibirnya, Nisa langsung
Indra yang dibawa paksa oleh orang yang menggunakan masker dan berkacamata yang jelas tidak ia kenal, berusaha melawan. Namun usahanya sia-sia, karena yang ia hadapi adalah orang yang khusus bergerak di bidang beladiri."Brengsek, siapa kamu? Cepat lepaskan aku!" bentak Indra pada laki-laki yang berhasil meringkusnya."Apa kamu pikir, aku akan mengikuti perintahmu! Dasar laki-laki bangsat!" "Bukk....!""Ugh.... sialan!"Indra begitu lemah di hadapan pria bertubuh kekar itu. Di sudut bibir Indra langsung mengeluarkan darah."Masih beruntung Tuanku tidak meminta aku menghabisi nyawamu! Jika tidak.....krek!" ucap pria kekar itu sambil meletakkan jari telunjuknya di leher sembari memberikan gerakan memotong.Indra merasa merinding melihat keganasan pria itu, namun ia heran, kenapa tiba-tiba ada seseorang yang mencegahnya untuk mencelakai Nisa."Apa hubungan Tuanmu dengan Nisa?" ujar Indra memberanikan diri bertanya
Dinda duduk gelisah di kamarnya, dari tadi dia menanti kedatangan Indra, namun tak jua datang. "Apa Indra sebenci itu kepadaku, sampai harus meninggalkanku di kamar seperti ini!" gumam Dinda. "Andai saja aku dan Nisa masih seperti dulu, mungkin aku bisa berbagi keresahan sama dia! Huh... gara-gara insiden hari itu, persahabatanku dan Nisa harus renggang begini! Nggak mungkin aku menanyakan Indra sama Nisa, 'kan?" ucap Dinda sambil berjalan mondar-mandir di kamarnya.Untuk menghilangkan kekhawatirannya, Dinda menonton drakor di hapenya, Dinda terus menonton film kegemaran kaula muda itu, entah sudah berapa film yang ia tonton, namun Indra belum juga datang.Mungkin karena efek kehamilannya yang mudah ngantuk, Dinda akhirnya tertidur tanpa tau kemana suaminya menginap malam itu.Pagi harinya, saat bangun dari tidurnya, Dinda tak jua menemukan Indra di kamarnya, Dinda turun dari tempat tidur berjalan ke kamar mandi, siapa tau saat Dinda te
Nisa sadar siapa dirinya, seorang wanita miskin tanpa pendidikan tinggi, bahkan sudah menikah dua kali. Sementara Rasya, laki-laki kaya dan mapan, dengan latarbelakang yang baik, tak pantas rasanya jika harus mendapat pasangan hidup, dari wanita yang jelas sisa dari banyak laki-laki.Belum lagi jika keluarga Rasya, yang pastinya orang-orang dari kalangan elite, pasti mereka akan menentang keinginan putranya.Jika hal itu yang terjadi, maka....! Hal yang pernah terjadi dalam rumah tangganya akan kembali terulang.Nisa tak sanggup membayangkan, apalagi menjalani biduk rumahtangga, yang cepat atau lambat, akan kembali mengalami kehancuran, hanya karena kendala restu dan orang ketiga."Maafkan aku Mas, aku nggak bisa menerima Mas Rasya!" ucap Nisa datar."Nisa...! Apa maksud kamu, Nis?" tanya Rasya sambil memandang lekat wajah cantik Nisa. Rasya sama sekali tak pernah menyangka, jika Nisa menolak tegas keinginannya."Maaf Mas, aku ga
Nisa hanya melihat taksi yang dipesannya menjauh, ia berbalik menatap Rasya "Apa maksud Mas Rasya, mengatakan aku adalah istri Mas Rasya?" tanya Nisa geram."Hehe...maaf! Tapi sebentar lagi juga, kamu bakal jadi istriku! Anggap aja latihan!" jawab Rasya sambil memainkan alisnya."Haah...!" Nisa kesal dengan kelakuan Rasya, namun dia juga tak mampu melakukan apapun di tempat terbuka seperti ini."Maaf ya, sekarang kita pulang yuk!" bujuk Rasya lembut.Karena malas berdebat, Nisa akhirnya mengalah dan mengurungkan niatnya untuk membalas ucapan Rasya, dengan terpaksa Nisa akhirnya mengikuti keinginan Rasya, untuk mengantarnya pulang.***"Heii....! Lepaskan aku, aku lapar, apa kau ingin membunuhku, hah! Dari tadi malam, aku belum mencicipi makanan sedikitpun!" teriak Indra pada pria bertubuh kekar, berkepala botak namun tertutup oleh topi hingga menyamarkan wajahnya, yang dari tadi selalu memandangnya tajam."Diam
Frass semakin meningkatkan permainan tangannya, sambil melepaskan pakaian Sherly sehelai demi sehelai."Aahh....sstt..! Iya Om, jadikan aku pelacur jalang Om malam ini! Ouugh....ahh..aku akan memberi kepuasan pada Om, karena Om sudah memberi kepuasan dalam bercinta, juga kemewahan dalam segala kebutuhanku, yang tak mampu terpenuhi oleh suamiku!" ucap Sherly semakin tak terkontrol."Bukankah kamu telah memiliki suami, sayang? Mengapa kamu masih mau menjadi pemuas nafsu Om, hmm?" pancing Frass lagi."Aahh.... suamiku itu payah Om! Jangankan memberi kepuasan batinku, bahkan untuk memenuhi kebutuhan harianku saja susah!" jawab Sherly semakin tak karuan."Oh ya..? Apa kamu tidak takut jika dia mengetahui kelakuan liarmu begini?" "Dia gak bakal tau Om! Mas Arman itu orangnya ambisius dalam berkerja, dia tidak akan memikirkan hal yang dianggapnya gak penting!" Frass telah menelanjangi tubuh Sherly hingga tak tersisa selembar benangpun
Setelah kepergian semua bawahannya, Frass kembali melihat rekaman adegan Sherly yang digilir tiga pria bertubuh besar dan berotot, yang semuanya adalah orang-orang yang terbiasa dengan dunia malam."Hmm... tunggu sebentar lagi! Saat itu tiba, aku akan menghancurkan semua karir dan kehidupan rumah tanggamu! Dan akan aku pastikan, jika keluarga suami sombongmu itu, akan menerima balasan atas apa yang pernah mereka lakukan pada cucuku!" ucap Frass dengan wajah devil.***Begitu sampai di rumahnya sekaligus Rumah Makannya, Nisa segera turun dari mobil Rasya, dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Nisa pergi begitu saja. Menurutnya sudah cukup dia mengikuti kemauan Rasya dari tadi."Lho... Nis, nggak nawarin aku mampir dulu, nih?" tanya Rasya menggoda Nisa.Nisa berbalik menatap Rasya "Tuan Rasya yang terhormat, silahkan pulang ya? Saat ini, rumah saya tidak menerima tamu!" ucap Nisa selembut dan seramah mungkin."Hahaha....! Kamu sem