Frass semakin meningkatkan permainan tangannya, sambil melepaskan pakaian Sherly sehelai demi sehelai.
"Aahh....sstt..! Iya Om, jadikan aku pelacur jalang Om malam ini! Ouugh....ahh..aku akan memberi kepuasan pada Om, karena Om sudah memberi kepuasan dalam bercinta, juga kemewahan dalam segala kebutuhanku, yang tak mampu terpenuhi oleh suamiku!" ucap Sherly semakin tak terkontrol."Bukankah kamu telah memiliki suami, sayang? Mengapa kamu masih mau menjadi pemuas nafsu Om, hmm?" pancing Frass lagi."Aahh.... suamiku itu payah Om! Jangankan memberi kepuasan batinku, bahkan untuk memenuhi kebutuhan harianku saja susah!" jawab Sherly semakin tak karuan."Oh ya..? Apa kamu tidak takut jika dia mengetahui kelakuan liarmu begini?""Dia gak bakal tau Om! Mas Arman itu orangnya ambisius dalam berkerja, dia tidak akan memikirkan hal yang dianggapnya gak penting!"Frass telah menelanjangi tubuh Sherly hingga tak tersisa selembar benangpunSetelah kepergian semua bawahannya, Frass kembali melihat rekaman adegan Sherly yang digilir tiga pria bertubuh besar dan berotot, yang semuanya adalah orang-orang yang terbiasa dengan dunia malam."Hmm... tunggu sebentar lagi! Saat itu tiba, aku akan menghancurkan semua karir dan kehidupan rumah tanggamu! Dan akan aku pastikan, jika keluarga suami sombongmu itu, akan menerima balasan atas apa yang pernah mereka lakukan pada cucuku!" ucap Frass dengan wajah devil.***Begitu sampai di rumahnya sekaligus Rumah Makannya, Nisa segera turun dari mobil Rasya, dan tanpa mengucapkan sepatah katapun, Nisa pergi begitu saja. Menurutnya sudah cukup dia mengikuti kemauan Rasya dari tadi."Lho... Nis, nggak nawarin aku mampir dulu, nih?" tanya Rasya menggoda Nisa.Nisa berbalik menatap Rasya "Tuan Rasya yang terhormat, silahkan pulang ya? Saat ini, rumah saya tidak menerima tamu!" ucap Nisa selembut dan seramah mungkin."Hahaha....! Kamu sem
Hari menjelang malam, Indra terbangun saat merasakan dingin di tubuhnya. Saat dia ingin bangkit, Indra merasakan seluruh tubuhnya hancur, dan seakan tidak bisa lagi digerakkan.Melihat sekelilingnya, ternyata dia berada di pinggir jalan yang lumayan jauh dari rumah penduduk."Brengsek, siapa mereka sebenarnya! Aku harus mencari tau, siapa orang dibalik penculikanku!" monolog Indra."Tolong, tolong...!" Indra mencoba berteriak walau dengan suara yang tertahan nyaris tak terdengar. Indra terus berteriak semampunya, namun karena tempat itu sepi, dan kendaraan yang lewat juga tidak terlalu sering, membuat suara Indra tak terdengar.Setelah beberapa jam berusaha, namun tak jua ada bantuan, Indra akhirnya menyerah. Dia hanya bisa pasrah pada pertolongan tuhan, agar mendatangkan seseorang untuk menolongnya. Tapi Indra masih meratapi, nasibnya yang begitu menderita.Keesokan harinya, seorang pria tua, yang kebetulan hendak pergi ke kebun begitu k
Sejak peristiwa malam itu, Nisa jadi lebih sering termenung. Kata-kata Rasya, yang mengkhawatirkan, jika besar kemungkinan ia akan hamil, selalu mengganggu pikirannya."Apa yang harus aku lakukan, jika nanti aku benar-benar hamil?" gumam Nisa sendiri."Siapa yang hamil, nak?" tanya pak Faisal yang baru datang dari mengantar cucunya sekolah."Oh, eh..Anu, itu Yah!" jawab Nisa gugup, karena tak menyadari kehadiran ayahnya.Melihat putrinya panik dan gugup, pak Faisal merasa curiga. Tidak biasanya Nisa bertingkah seperti itu, walau ada masalah sekalipun."Ada masalah apa, nak? Apa karena batalnya pernikahan, membuat kamu jadi seperti orang yang hilang konsentrasi?" tanya ayah Nisa."Ah, anu...Nisa nggak apa-apa kok, Yah!" jawab Nisa serba salah.Pak Faisal diam mendengar jawaban yang terkesan menutupi sesuatu. Tapi, sebagai orang tua, pak Faisal tidak mau jika putrinya menanggung beban masalah sendiri.Nisa merasa
Rasya duduk di kursi putar kebesarannya, namun dia tidak melakukan apapun. Dari tadi dia hanya memandang handphonenya, sambil tersenyum sendiri."Hhah..tak kusangka, walau sudah mendapatkan dirimu seutuhnya, tapi masih perlu perjuangan untuk memiliki kamu, Nisa!" ucap Rasya sambil menatap lekat foto Nisa di handphonenya."Walau kamu gak mungkin hamil untuk saat ini, tapi jangan harap aku akan melepaskan kamu gitu aja!" Saat kejadian malam itu, Rasya sengaja tidak membuang spermanya di dalam, tapi ia sengaja membuangnya di luar. Bukannya dia tidak ingin Nisa mengandung anaknya, tapi dia pasti tau, jika Nisa tidak akan semudah itu menerimanya, walaupun dia telah mengandung anak dari Rasya.Tapi dia sengaja merahasiakan itu dari Nisa, dengan harapan agar Nisa mau menerima ajuan pernikahan darinya, walau akhirnya tetap ditolak, Rasya tak semudah itu untuk mudah menyerah."Tok...tok...!""Masuk...!" Rasya meletakkan handpho
Rudy memeluk Istrinya, "Tenang sayang, jika itu menjadi beban kamu! Mas akan antar kamu menemui mantan istri Kak Arman!" ujar Rudy menghibur."Aku nyesal, Mas! Saat itu, aku terlalu jahat buat dia, bahkan karena kata-kataku kak Arman berpisah dengannya!" "Apa...? Apa kamu sadar Bella, jika kamu sudah melakukan dosa besar, karena memisahkan pasangan yang telah disatukan Allah!" Rudy tak menyangka jika kelakuan istrinya dulu begitu jahatnya."Maaf Mas! Saat itu, aku terlalu kekanakan sampai tak pikir panjang! Apalagi karena ancaman Mbak Sherly!" jawab Bella."Ancaman Mbak Sherly..? Apa maksudnya Bella!" tanya Rudy penasaran."Iya...Mbak Sherly merekam kejadian saat kita keluar dari kamar hotel! Aku takut jika rekaman itu sampai jatuh ke tangan kak Arman dan Mama! Makanya aku ngikutin perintah Mbak Sherly!" Lalu Bella menceritakan bagaimana dia diancam Sherly dan akhirnya menjalankan rencananya, hingga menyebabkan perceraian antar
"Karena pengaruh morning sickness nya terlalu parah, Ibu Dinda harus dirawat dulu ya! Ini saya kasih obat, untuk mengurangi mualnya di pagi hari, dihabiskan ya Bu!" ucap dokter ramah."Untuk Bapak, emosi dan pikiran Ibu Dinda tolong dijaga ya Pak, karena beban pikiran juga bisa mempengaruhi tumbuh kembang bayi dalam kandungan!" ucap Dokter wanita yang menangani Dinda."Terimakasih Dok! Saya akan menjaga istri saya dengan baik!" jawab Indra.Setelah dokter dan perawat pergi, Indra memandang wajah Dinda.Ada rasa kasihan dalam hatinya, saat melihat wanita yang saat ini tengah mengandung anaknya, harus menjadi sosok yang lemah seperti ini. Padahal dia tau, bagaimana cerianya sifat Dinda."Kenapa In?" tanya Dinda melihat Indra yang memandangnya intens. Indra segera mengalihkan pandangannya, rasa bersalah dan benci hinggap di hatinya."Nggak kenapa-kenapa, kok!" jawab Indra sekedarnya.Dinda tak melanjutkan pertanya
"Kamu kalau ada masalah, cerita aja Din! Walaupun kita baru kenal, aku mau kok jadi teman curhat kamu!" pancing Bella.Dinda tersenyum, namun dia tak mengatakan apapun. Dia belum bisa seterbuka itu pada orang yang baru dikenalnya, walaupun terlihat ramah."Din..!" panggil Bella."Eh...ya Bell?""Kamu kenapa? Apa ada yang mau diceritakan?" tanya Bella."Ahh... nggak kok! Oh ya, kehamilan kamu udah masuk berapa bulan, Bell?" tanya Dinda mengalihkan pembicaraan."Hhm....! Udah masuk tujuh bulanan Din!" jawab Bella menghela napas tak semangat."Maaf ya Bell, bukan aku gak mau cerita! Cuma... untuk saat ini, aku masih baik-baik aja kok!" ucap Dinda yang tau dengan kekecewaan Bella."Udah gak apa-apa! Aku maklum kok, kalau kamu belum bisa percaya sama aku!" jawab Bella tak mendesak lagi.Sejak menikah dengan Rudy, banyak perubahan pada diri Bella, dia tidak sebar-bar dulu, dan bahasanya pun lebih sopan.
Saat jam istirahat kantor, Rumah Makan Family akan selalu dipenuhi pelanggan. Karena tempat yang strategis, juga rasa dan harga yang lebih terjangkau, ditambah pelayanannya memuaskan, tidak heran jika Rumah Makan ini semakin hari semakin ramai didatangi pelanggan.Seorang pria dengan setelah jas, masuk ke dalam. Dia melihat sekeliling, melihat ramainya pengunjung, pria tersebut yakin jika Rumah Makan ini pasti bukan Rumah Makan yang asal-asalan.Dia menemukan tempat duduk kosong di pojok ruangan. Dia pergi ke kursi yang masih kosong.Tak lama, seorang pelayan datang "Mau pesan makanan apa, Pak?" tanya pelayan ramah sambil menyerahkan buku daftar menu.Pria itu melihat sekilas, "Saya pesan nasi satu porsi, lauk dan sayur spesial dari Rumah Makan ini! Minumannya, teh manis aja!" ucap pria tersebut."Baik, Pak! Mohon ditunggu sebentar ya, Pak?" ucap pelayan sopan lalu pergi menyiapkan pesanan.***Nisa yang merasa