Hari menjelang malam, Indra terbangun saat merasakan dingin di tubuhnya. Saat dia ingin bangkit, Indra merasakan seluruh tubuhnya hancur, dan seakan tidak bisa lagi digerakkan.
Melihat sekelilingnya, ternyata dia berada di pinggir jalan yang lumayan jauh dari rumah penduduk."Brengsek, siapa mereka sebenarnya! Aku harus mencari tau, siapa orang dibalik penculikanku!" monolog Indra."Tolong, tolong...!" Indra mencoba berteriak walau dengan suara yang tertahan nyaris tak terdengar. Indra terus berteriak semampunya, namun karena tempat itu sepi, dan kendaraan yang lewat juga tidak terlalu sering, membuat suara Indra tak terdengar.Setelah beberapa jam berusaha, namun tak jua ada bantuan, Indra akhirnya menyerah. Dia hanya bisa pasrah pada pertolongan tuhan, agar mendatangkan seseorang untuk menolongnya. Tapi Indra masih meratapi, nasibnya yang begitu menderita.Keesokan harinya, seorang pria tua, yang kebetulan hendak pergi ke kebun begitu kSejak peristiwa malam itu, Nisa jadi lebih sering termenung. Kata-kata Rasya, yang mengkhawatirkan, jika besar kemungkinan ia akan hamil, selalu mengganggu pikirannya."Apa yang harus aku lakukan, jika nanti aku benar-benar hamil?" gumam Nisa sendiri."Siapa yang hamil, nak?" tanya pak Faisal yang baru datang dari mengantar cucunya sekolah."Oh, eh..Anu, itu Yah!" jawab Nisa gugup, karena tak menyadari kehadiran ayahnya.Melihat putrinya panik dan gugup, pak Faisal merasa curiga. Tidak biasanya Nisa bertingkah seperti itu, walau ada masalah sekalipun."Ada masalah apa, nak? Apa karena batalnya pernikahan, membuat kamu jadi seperti orang yang hilang konsentrasi?" tanya ayah Nisa."Ah, anu...Nisa nggak apa-apa kok, Yah!" jawab Nisa serba salah.Pak Faisal diam mendengar jawaban yang terkesan menutupi sesuatu. Tapi, sebagai orang tua, pak Faisal tidak mau jika putrinya menanggung beban masalah sendiri.Nisa merasa
Rasya duduk di kursi putar kebesarannya, namun dia tidak melakukan apapun. Dari tadi dia hanya memandang handphonenya, sambil tersenyum sendiri."Hhah..tak kusangka, walau sudah mendapatkan dirimu seutuhnya, tapi masih perlu perjuangan untuk memiliki kamu, Nisa!" ucap Rasya sambil menatap lekat foto Nisa di handphonenya."Walau kamu gak mungkin hamil untuk saat ini, tapi jangan harap aku akan melepaskan kamu gitu aja!" Saat kejadian malam itu, Rasya sengaja tidak membuang spermanya di dalam, tapi ia sengaja membuangnya di luar. Bukannya dia tidak ingin Nisa mengandung anaknya, tapi dia pasti tau, jika Nisa tidak akan semudah itu menerimanya, walaupun dia telah mengandung anak dari Rasya.Tapi dia sengaja merahasiakan itu dari Nisa, dengan harapan agar Nisa mau menerima ajuan pernikahan darinya, walau akhirnya tetap ditolak, Rasya tak semudah itu untuk mudah menyerah."Tok...tok...!""Masuk...!" Rasya meletakkan handpho
Rudy memeluk Istrinya, "Tenang sayang, jika itu menjadi beban kamu! Mas akan antar kamu menemui mantan istri Kak Arman!" ujar Rudy menghibur."Aku nyesal, Mas! Saat itu, aku terlalu jahat buat dia, bahkan karena kata-kataku kak Arman berpisah dengannya!" "Apa...? Apa kamu sadar Bella, jika kamu sudah melakukan dosa besar, karena memisahkan pasangan yang telah disatukan Allah!" Rudy tak menyangka jika kelakuan istrinya dulu begitu jahatnya."Maaf Mas! Saat itu, aku terlalu kekanakan sampai tak pikir panjang! Apalagi karena ancaman Mbak Sherly!" jawab Bella."Ancaman Mbak Sherly..? Apa maksudnya Bella!" tanya Rudy penasaran."Iya...Mbak Sherly merekam kejadian saat kita keluar dari kamar hotel! Aku takut jika rekaman itu sampai jatuh ke tangan kak Arman dan Mama! Makanya aku ngikutin perintah Mbak Sherly!" Lalu Bella menceritakan bagaimana dia diancam Sherly dan akhirnya menjalankan rencananya, hingga menyebabkan perceraian antar
"Karena pengaruh morning sickness nya terlalu parah, Ibu Dinda harus dirawat dulu ya! Ini saya kasih obat, untuk mengurangi mualnya di pagi hari, dihabiskan ya Bu!" ucap dokter ramah."Untuk Bapak, emosi dan pikiran Ibu Dinda tolong dijaga ya Pak, karena beban pikiran juga bisa mempengaruhi tumbuh kembang bayi dalam kandungan!" ucap Dokter wanita yang menangani Dinda."Terimakasih Dok! Saya akan menjaga istri saya dengan baik!" jawab Indra.Setelah dokter dan perawat pergi, Indra memandang wajah Dinda.Ada rasa kasihan dalam hatinya, saat melihat wanita yang saat ini tengah mengandung anaknya, harus menjadi sosok yang lemah seperti ini. Padahal dia tau, bagaimana cerianya sifat Dinda."Kenapa In?" tanya Dinda melihat Indra yang memandangnya intens. Indra segera mengalihkan pandangannya, rasa bersalah dan benci hinggap di hatinya."Nggak kenapa-kenapa, kok!" jawab Indra sekedarnya.Dinda tak melanjutkan pertanya
"Kamu kalau ada masalah, cerita aja Din! Walaupun kita baru kenal, aku mau kok jadi teman curhat kamu!" pancing Bella.Dinda tersenyum, namun dia tak mengatakan apapun. Dia belum bisa seterbuka itu pada orang yang baru dikenalnya, walaupun terlihat ramah."Din..!" panggil Bella."Eh...ya Bell?""Kamu kenapa? Apa ada yang mau diceritakan?" tanya Bella."Ahh... nggak kok! Oh ya, kehamilan kamu udah masuk berapa bulan, Bell?" tanya Dinda mengalihkan pembicaraan."Hhm....! Udah masuk tujuh bulanan Din!" jawab Bella menghela napas tak semangat."Maaf ya Bell, bukan aku gak mau cerita! Cuma... untuk saat ini, aku masih baik-baik aja kok!" ucap Dinda yang tau dengan kekecewaan Bella."Udah gak apa-apa! Aku maklum kok, kalau kamu belum bisa percaya sama aku!" jawab Bella tak mendesak lagi.Sejak menikah dengan Rudy, banyak perubahan pada diri Bella, dia tidak sebar-bar dulu, dan bahasanya pun lebih sopan.
Saat jam istirahat kantor, Rumah Makan Family akan selalu dipenuhi pelanggan. Karena tempat yang strategis, juga rasa dan harga yang lebih terjangkau, ditambah pelayanannya memuaskan, tidak heran jika Rumah Makan ini semakin hari semakin ramai didatangi pelanggan.Seorang pria dengan setelah jas, masuk ke dalam. Dia melihat sekeliling, melihat ramainya pengunjung, pria tersebut yakin jika Rumah Makan ini pasti bukan Rumah Makan yang asal-asalan.Dia menemukan tempat duduk kosong di pojok ruangan. Dia pergi ke kursi yang masih kosong.Tak lama, seorang pelayan datang "Mau pesan makanan apa, Pak?" tanya pelayan ramah sambil menyerahkan buku daftar menu.Pria itu melihat sekilas, "Saya pesan nasi satu porsi, lauk dan sayur spesial dari Rumah Makan ini! Minumannya, teh manis aja!" ucap pria tersebut."Baik, Pak! Mohon ditunggu sebentar ya, Pak?" ucap pelayan sopan lalu pergi menyiapkan pesanan.***Nisa yang merasa
Nisa segera membawa nampan yang berisi pesanan pelanggan yang duduk di kursi, meja sebelah sudut. Karena tamu tersebut duduk menghadap ke luar, Nisa tidak bisa melihat siapa tamu yang duduk di kursi tersebut.Arman yang saat itu tengah asyik memainkan handphonenya, tak menyadari jika pesanannya telah berada di depannya.Dia kaget, saat mendengar suara dari pelayan yang menyajikan makanannya, Arman sontak menoleh."Silahkan dinikmati makanannya, Pak!" ucap Nisa pada si pelanggan.Arman tak berkedip saat melihat Nisa, seolah tak percaya jika wanita yang berada di depannya itu adalah mantan istrinya.Penampilan Nisa yang banyak berubah semenjak berpisah, ditambah kurangnya beban pikiran, menjadikan Nisa terlihat semakin muda dan segar. Walau pakaian yang ia gunakan juga adalah seragam yang digunakan para pelayan, dan terlihat biasa-biasa saja, tapi tetap mampu memancarkan kecantikan alaminya, sangat berbeda saat dia masih menyandan
Cukup Kak Arman...!" teriak Bella dari jauh.Setelah berhenti sebentar di Supermarket, Bella segera berangkat ke alamat Nisa, tapi dia sungguh tak menyangka, jika alamat yang dituju malah terjadi keributan, dan biang dari keributan adalah kakaknya sendiri."Bella..?" gumam Nisa tak percaya, melihat Bella membentak orang yang selama ini sangat ia hormati."Mbak Nisa..! Maafkan Kak Arman ya!" ucap Bella tak nyaman dengan kelakuan kakaknya.Rudy yang akhirnya mengetahui jika tebakannya benar, kaget. Dia sama sekali tak menyangka, jika Nisa adalah mantan istri dari kakak iparnya.Namun saat ini, Rudy merasa serba salah. Dia lebih memilih diam, demi menghindari masalah dengan kakak iparnya."Nggak apa-apa Bell, terimakasih sudah mau membelaku dari orang seperti itu!" ucap Nisa sambil memandang ke Arman"Bella..... ngapain kamu di sini! Lebih baik kamu pulang, dan jangan pernah berhubungan lagi dengan wanita sombong seperti di
Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal
"Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka
"Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak
"Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu
"Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu
Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan
"Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don
Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan
Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja