Share

Bab 3

Kantor polisi kota Bibes. Distrik Bibes International University.

"Apa masalahmu? Mau jadi jagoan atau jadi gangster?!" bentak seorang polisi dengan wajah yang terlihat geram. “Berkelahi di depan hotel, apa kamu tahu sudah mengganggu kenyamanan umum!? Hotel bisa menuntutmu untuk membayar denda!”

Nathan yang duduk berhadapan dengan polisi tersebut hanya memasang ekspresi datar, tidak sedikit pun dia terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan sang polisi.

Menjelaskan kenapa Nathan bisa berakhir di tempat ini sekarang … semua itu karena perdebatannya dengan Quenzi dan Dyren divideokan oleh seorang anak kampus yang kebetulan ada di area tersebut saat itu.

Entah bagaimana caranya, video itu sampai ke tangan dosen wali yang bertanggung jawab atas angkatan mereka dan dia pun langsung mendatangi tempat tersebut sembari membawa pihak kepolisian.

“Apa Anda tidak akan menanyakan kronologisnya untuk menentukan siapa yang benar dan salah?” tanya Nathan.

Namun, ucapannya itu semakin membuat polisi marah. "Bajingan sombong! Ini kantorku, hanya aku yang berhak menentukan ingin menanyakan apa! Kamu cukup menjawab saja," bentak polisi itu lagi dengan nada tinggi.

Pelipis Nathan berkedut. Dia sudah tahu kenapa polisi tersebut tidak menanyakan pertanyaan penting padanya dan hanya menahannya dengan ceramah panjang.

Nathan menoleh dan menatap sosok Dyren dan Quenzi yang duduk agak jauh darinya. Tidak jauh berbeda darinya, dua orang tersebut juga sedang dimintai keterangan oleh polisi lainnya. Akan tetapi, mereka ditetapkan sebagai korban dan dirinya adalah tersangka, dan semua itu berkat status Dyren sebagai putra dekan.

"Aku tidak mau tahu bagaimana caranya, aku mau dia berlutut dan menjilat sepatuku sebagai permintaan maaf! Kalau tidak, jebloskan dia ke penjara!" Raungan Dyren yang sedang berbicara dengan dosen dan polisi yang menanganinya terdengar lantang di seisi kantor. Hal tersebut membuat sang dosen menghela napas berat, tampak tidak memiliki pilihan.

Akhirnya, dosen wali pun menghampiri Nathan. Dengan wajah kesal dan tidak sabaran, dia berkata, “Cepat minta maaf pada Dyren. Jangan buat masalah makin runyam karena keegoisanmu.”

Nathan langsung mengerutkan kening. “Aku tidak bersalah. Kenapa harus aku yang minta maaf?”

PLAK!

Sebuah tamparan keras dilayangkan oleh sang dosen wali ke kepala Nathan. “Bajingan! Sudah tahu miskin dan tidak ada dukungan, tapi masih banyak berulah. Sudah, cepat lakukan saja! Kau tahu siapa Ayah Dyren, bukan?!" bentaknya kesal.

Sang dosen merasa dirinya harusnya sedang bersantai di ruangannya sekarang, tapi gara-gara ulah pemuda ini, dia harus mengurus masalah sepele seperti ini.

Sang polisi pun menimpali, “Kalau kubilang, Nak. Ikuti kata dosenmu. Itu pilihan bijak.” Dia menyeruput segelas kopi dengan santai, tampak acuh tak acuh dengan kondisi Nathan. “Kalau memang tidak punya kuasa, tunduk saja.”

Mendengar ucapan dua orang dewasa yang tidak bertanggung jawab itu, Nathan mengepalkan tangannya.

Seorang dosen yang seharusnya mendidik mengenai benar dan salah, malah memaki dirinya karena miskin. Sedangkan polisi yang harusnya menjadi penegak hukum, malah menyuruhnya tunduk kepada kuasa?

Hebat, sungguh hebat!

Melihat Nathan masih terdiam, Quenzi yang tidak sabar untuk keluar dari kantor polisi langsung menghampiri.

"Nathan, mereka benar. Dibandingkan mempertahankan harga dirimu yang tidak berharga itu, lebih baik minta maaf saja dan selesaikan masalah ini dengan cepat! Kau tidak mau berakhir di dalam penjara, ‘kan?!"

“Kalau memang ingin memenjarakanku, maka penjarakan saja.” Nathan menatap dingin Quenzi sebelum akhirnya beralih pada Dyren. “Yang jelas, aku tidak akan minta maaf untuk hal yang tidak kulakukan, terlebih pada seseorang yang hanya bisa mengandalkan reputasi ayahnya."

"Kau bilang apa?!” Dyren seketika langsung berdiri dan menghampiri Nathan. “Dasar bajingan, aku hajar kau–”

Sang dosen langsung menahan Dyren, khawatir dia akan mulai melayangkan tangan dan sogokan yang harus diberikan kepada polisi semakin besar. “Dyren, tenang!”

Kesal, Dyren meraung, “Sudah cukup! Penjarakan saja dia! Tidak peduli bajingan itu memohon atau menangis, jangan lepaskan sampai dia membusuk karena telah menghinaku!"

Kemarahan Dyren membuat sang dosen frustrasi. Dia tahu betapa repot dirinya nanti karena insiden ini.

Sebagai dosen wali, tentunya dia harus bertanggung jawab menekan media dari menyebarkan berita adanya murid universitas mereka yang masuk penjara!

‘Nathan sialan!’ maki dosen itu kesal.

Di sisi lain, polisi langsung menghela napas dan memborgol tangan Nathan, bersiap membawanya masuk ke penjara.

"Dasar bodoh. Diberi kesempatan, malah dibuang begitu saja. Nanti kau pasti akan menyesal!" ucap sang polisi yang sedang memborgol Nathan.

Tepat di saat itu, tiba-tiba pintu kantor polisi terbuka lebar dan satu suara menggelegar terdengar bertitah, "Berhenti!"

Sontak saja semua orang menoleh ke arah sumber suara. Melihat orang yang datang, terlihat mereka semua terkejut.

“Dekan?”

"Ayah!?"

Melihat ayahnya, Darel Xavier–sang dekan kampus–hadir di tempat tersebut bersama asistennya, Dyren cukup kaget.

Namun, Dyren tersenyum bangga. Dia yakin ayahnya hadir untuk mendukungnya dan memberi pelajaran untuk Nathan!

Akan tetapi, ketika Darel berhadapan dengan polisi, pria tersebut malah berkata, “Bebaskan dia dan pastikan masalah ini tidak tersentuh media!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status