Nathan mengernyitkan dahi, terkejut melihat wanita yang berhasil ia selamatkan semalam duduk di kursi dekan, tampak begitu sangat santai seolah itu kursinya sendiri.
"Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan mengganggu hidupku, setelah aku menyelamatkanmu?" "Setelah apa yang telah kamu perbuat padaku, beraninya kamu berkata demikian?! Dasar pria tidak bertanggung jawab!" sindir Adelina dengan nada sinis. Nathan mengerjapkan matanya, mencoba memahami maksud Adelina. "Apa maksudmu, Nona?" "Jangan berpura-pura tidak mengerti!” Adelina mengepalkan tangannya, tapi tampak wajahnya yang cantik merona saat mengingat bagaimana dirinya terbangun tanpa busana. Dan setelah terbangun, hal pertama yang muncul di benak Adelina adalah … bagaimana Nathaniel menyentuh tubuhnya dan membuatnya mendesah. Ditempatnya, Nathan berusaha menjelaskan, "Nona, semalam kamu terkena racun dan obat perangsang, jika aku tidak melakukan pengobatan …." BRAK! Mendengar Nathan mengungkit masalah obat perangsang, amarah Adelina memuncak dan dia memukul meja dengan keras, memotong perkataan pria itu, "Beraninya kamu menyebut hal hina itu sebagai pengobatan! Tidakkah kau merasa malu atau berdosa sedikit pun setelah apa yang kamu lakukan padaku!?" Ekspresi Nathan berubah bingung, dia mulai menganggap wanita di depannya itu aneh dan sakit jiwa. Padahal dia sudah menyelamatkannya, tetapi Adelina malah marah-marah! "Hina? Aku hanya membantumu, kenapa harus merasa berdosa? Apa setelah membantumu, kau ingin aku berlutut dan berterima kasih padamu?" tanya pria itu, wajahnya tak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. "Membantu? Kamu jelas-jelas mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Alis Nathan tertaut. Sekarang, dia yakin apa yang dirinya dan Adelina bicarakan adalah dua hal yang berbeda. Karena … Nathan sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan wanita tersebut! "Nona, sepertinya ada kesalahpahaman di sini." "Kesalahpahaman apa!?" raung Adelina penuh emosi. "Setelah mengusir pria itu, kamu malah memanfaatkan situasiku yang sedang tak sadarkan diri dan ... dan ...." Ucapan Adelina terhenti, terbawa rasa malu dan kesal karena menurutnya kejadian semalam sangat memalukan untuk seorang wanita sekelas dirinya. Dengan tangan mengepal erat di atas meja dan wajah memerah karena emosi, Adelina menatap Nathan yang seolah-olah tidak merasa bersalah sedikit pun setelah merusak kehormatannya. Melihat mata Adelina yang berkaca-kaca dan wajah cantiknya yang tampak terhina, Nathan langsung menjelaskan situasinya sebelum keadaan semakin memburuk. "Nona, jangan berpikir sembarangan. Selain mengobati racun yang mengancammu, aku sama sekali tidak menyentuhmu." Adelina menatap Nathan dengan tatapan penuh curiga dan sinisme. "Ah, pencuri mana yang mengaku perbuatan buruknya! Kau pikir aku percaya begitu saja?" sergahnya dengan nada meremehkan. “Kalau memang tidak menyentuhku, bagaimana bisa keesokan harinya aku—” Ingin berkata ‘tidak berbusana’, Adelina merasa malu dan menelan kembali kalimatnya. Sementara itu, Nathan menjawab dengan jengkel, mulai tidak sabar. "Jika kau tidak percaya padaku, periksakan saja dirimu ke dokter. Dengan begitu, kebenaran akan terungkap dan kau akan yakin bahwa aku tidak berbohong." Adelina memasang ekspresi tidak percaya. “Apa kau gila?” Memeriksakan diri ke dokter? Apa pria itu sadar kalau usulannya bisa merusak reputasi Adelina kalau sampai tersebar ke publik!? Bahkan dengan keterlibatan Adelina dengan dokter obgyn saja bisa menimbulkan isu besar di kalangan atas! Namanya bisa terpampang jelas di berbagai media! Dengan sikap acuh tak acuh yang diiringi sedikit rasa kesal, Nathan menjawab. "Solusi sudah kuberikan, tapi kau sendiri yang tidak mau menerimanya. Jadi, jangan libatkan aku dalam masalahmu. Aku permisi." Ketidakpedulian Nathan membuat Adelina terperangah. Seumur-umur, baru kali ini dia menghadapi seseorang yang berani begitu kurang ajar padanya. Akhirnya, sebuah ancaman pun Adelina utarakan, "Kalau kau pergi, percaya atau tidak aku akan mengirimmu ke kamp militer agar kau disiksa oleh orang-orang keluargaku!" Di saat ini, langkah Nathan berhenti. Dia langsung menoleh dan menatap kesal sosok Adelina. Adelina Sergaf adalah wanita yang memiliki aura otoritatif dan menarik, hal itu tidak terlepas dari latar belakang keluarganya yang sangat dihormati di kota Bibes. Mendiang ayahnya, seorang jenderal besar, telah meninggalkan warisan kehormatan yang tidak hanya membuat nama keluarga Sergaf dikenang, tetapi juga memberi Adelina kekuatan dalam setiap kata dan tindakannya. Meskipun ia tidak mengikuti jejak ayahnya dalam karir militer, Adelina dikenal memiliki kepribadian yang tegas dan tidak mudah digoyahkan, sebab itulah di usianya yang masih tergolong muda, ia sudah mampu mendirikan sebuah perusahan sendiri. Hal ini membuat para anggota militer yang mengenal jasa ayahnya tidak hanya memberikan penghormatan, tapi juga melihat Adelina sebagai seseorang yang pantas diperhitungkan. Jadi, ancaman dari Adelina bukan hanya omong kosong belaka, tetapi sesuatu yang memiliki berat dan konsekuensi nyata bagi siapa pun yang berani melawannya. Sedangkan, bagi Nathan yang sedang bersembunyi dari publik dan pemerintahan, ini jelas hal yang sangat berbahaya, melebihi penjara kecil di kota Bibes! Ekspresi wajah Nathan berubah menjadi gelap. Dia berbalik perlahan, menatap Adelina dengan tatapan tajam. "Apa yang sebenarnya kau inginkan, dariku?" tanyanya dengan nada dingin dan penuh kepastian. Adelina tersenyum miring, melihat ketakutan yang mulai muncul di wajah Nathan karena ancamannya. Dia merasa puas, menyadari bahwa pria itu kini ada di bawah kendalinya. Dengan anggun, Adelina melangkah mendekat, lalu berkata lembut namun penuh keyakinan. "Aku ingin kamu menjadi tunanganku." Mendengar perkataan itu, Nathan terperangah. "Apa?"Melihat ekspresi terkejut Nathan, Adelina menatapnya tajam, matanya menyipit, dan ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya yang membusung. "Kenapa? Apakah kamu lebih suka membusuk di dalam kamp militer?" ucap Adelina dengan nada sinis, membuat Nathan merasa terpojok. Nathan mengepalkan tangan. Dia mencoba untuk bersabar menghadapi wanita yang berdiri di depannya. "Nona, apakah kamu sudah tidak waras? Kita bahkan tidak saling mengenal, bagaimana kamu bisa menjadikanku tunanganmu? Itu tidak masuk akal." Adelina menjawab dengan dingin, "Kamu tidak punya pilihan.” Dia menambahkan, “Dan lagi, alasan aku melakukan ini adalah karena kamu telah menodai kehormatanku. Aku juga sama sekali tidak ingin berhubungan denganmu, tetapi kejadian semalam mengikat kita dalam situasi ini!" tegasnya, wajahnya menunjukkan aura mendominasi. Nathan menghela napas panjang, kesabarannya di ujung tanduk. "Itu lagi yang kamu bahas, Adelina? Aku sudah bilang berkali-kali, tindakanku itu hanya untuk me
Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan kota Bibes, suasana canggung menyelimuti Nathan dan Adelina yang duduk bersebelahan. Adelina dengan percaya diri memamerkan paha mulusnya yang terlihat akibat mengenakan rok di atas lutut, membuat Nathan merasa tidak nyaman. Nathan berusaha menjaga jarak dengan Adelina, memalingkan wajahnya dan menjauhkan pahanya yang tanpa sengaja menyentuh wanita itu. Adelina tiba-tiba mengejeknya. "Kau sudah menyentuh tubuhku, kenapa berpura-pura malu?" "Jangan berbicara omong kosong, aku malas berdebat denganmu," sahut Nathan, tetap menatap lurus ke depan. Adelina menyipitkan matanya, keheranan muncul di wajahnya saat menyadari Nathan benar-benar pria yang berbeda. Tidak seperti pria pada umumnya, Nathan tampak tidak tergoda dengan keindahan tubuhnya. Tiba-tiba ponsel Adelina berdering. “Hal–” "Kamu ada di mana, Adelina?!” teriak orang di seberang telepon, memotong kalimat Adelina y
Mendengar perkataan Adelina, mata semua orang membulat penuh kejutan. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Adelina?!" sergah Kelvin, nada suaranya meninggi tajam. “Kau pasti bercanda, bukan?” Adelina, dengan tatapan tenang yang mendalam, menjawab tanpa ragu. "Aku sungguh-sungguh, Paman. Hanya Nathan yang akan menjadi suamiku." Dia berbalik, lalu menatap Jeremy. "Jadi, maaf, Tuan Adelray, Anda harus kecewa karena pernikahan kita tidak akan pernah terjadi!" Jeremy langsung melemparkan tatapan tajam kepada Marlina dan Kelvin. “Kekonyolan apa ini?” Kemarahan Jeremy membuat Marlina dan Kelvin panik. Mereka pun menatap Adelina dengan tatapan nyalang. "Adelina! Jangan bodoh! Kau hanya bisa menikah dengan Tuan Adelray!" desis Marlina. “Tuan Adelray adalah keturunan keluarga terhormat, sedangkan pria itu …” dia menatap Nathan, “… dari penampilannya jelas dia hanya orang biasa tanpa latar belakang!” “Ada latar belakang ata
"Paket!" Malam itu, hujan mengguyur deras kota Bibes. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghentikan Nathaniel Clain dari melakukan pekerjaan sampingannya mengantar paket. Semua dia lakukan demi bisa mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun tas mahal yang sang kekasih manisnya inginkan. Pemuda di semester akhir kuliah itu tampak berdiri di depan sebuah pintu apartemen mewah yang menjadi tujuan terakhirnya malam tersebut. Sekian lama menunggu, pintu tersebut tidak terbuka, dan hal itu membuat Nathan–nama panggilan Nathaniel–menautkan alis. ‘Apa penghuninya tidak di rumah?’ pikirnya seraya melihat sekeliling. Hanya ada satu pintu di lantai ini, menunjukkan bahwa pemilik apartemen ini adalah satu-satunya penghuni satu lantai tersebut. ‘Haruskah kutinggalkan saja paketnya di sini?’ pikir Nathan, ingin segera menyelesaikan tugasnya. ‘Sudahlah, kutinggalkan saja ….’ Namun, baru saja dia menunduk untuk meletakkan box paket di depan pintu, suara teriakan seorang perempu
Tanpa menunggu, Nathan pergi ke Hotel Evergarden, hotel berbintang yang ada di dekat area kampus. Menurut informasi dari Jack, Quenzi pergi ke sana bersama Dyren untuk merayakan hari jadi mereka yang pertama. Dan Nathan, dia ke sana untuk meminta penjelasan mengenai kenapa Quenzi mengkhianatinya. Sampai di hotel, Nathan melihat Quenzi baru saja keluar dari sana selagi bergelayut manja di lengan Dyren. Di belakang keduanya, terlihat ada dua orang pengawal setia milik pria tersebut yang mengikuti. "Terima kasih Dyren, aku suka sekali hadiahmu," ucap Quenzi manja dengan senyum malu-malu. Di tangannya, ada sejumlah kantong belanja bermerek yang barang termurahnya masing-masing bisa bernilai jutaan! Dyren tersenyum puas dan melingkarkan tangannya di pinggang Quenzi dengan semakin intim. “Apa pun untukmu, Sayang ….” Melihat hal itu Nathan mengepalkan tangan. Tidak pernah Quenzi menampakkan wajah sebahagia itu ketika diberikan hadiah olehnya. Padahal, dia setengah mati berjuang kerj
Kantor polisi kota Bibes. Distrik Bibes International University. "Apa masalahmu? Mau jadi jagoan atau jadi gangster?!" bentak seorang polisi dengan wajah yang terlihat geram. “Berkelahi di depan hotel, apa kamu tahu sudah mengganggu kenyamanan umum!? Hotel bisa menuntutmu untuk membayar denda!” Nathan yang duduk berhadapan dengan polisi tersebut hanya memasang ekspresi datar, tidak sedikit pun dia terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan sang polisi. Menjelaskan kenapa Nathan bisa berakhir di tempat ini sekarang … semua itu karena perdebatannya dengan Quenzi dan Dyren divideokan oleh seorang anak kampus yang kebetulan ada di area tersebut saat itu. Entah bagaimana caranya, video itu sampai ke tangan dosen wali yang bertanggung jawab atas angkatan mereka dan dia pun langsung mendatangi tempat tersebut sembari membawa pihak kepolisian. “Apa Anda tidak akan menanyakan kronologisnya untuk menentukan siapa yang benar dan salah?” tanya Nathan. Namun, ucapannya itu sema
Semua orang terkejut, terlebih Dyren yang menyaksikan asisten ayahnya memberika amplop cokelat–sogokan–kepada kepala polisi kantor cabang itu demi membebaskan Nathan. “Ayah! Bajingan ini sudah membuatku malu di depan publik! Kenapa Ayah malah–” PLAK! Sebuah tamparan dihadiahkan oleh Darel kepada Dyren, membuat semua orang melongo. Tamparan itu begitu keras sampai Dyren terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, dan dia hampir jatuh kalau bukan ditahan oleh Quenzi. “A-Ayah?” “Bajingan tidak tahu diri! Hanya karena wanita, kamu tidak lagi tahu cara menjaga reputasi?” tegur Darel dengan penuh kemarahan.Darel melirik Quenzi yang berada di sebelah putranya sekilas, lalu mendengus dingin sebelum beralih pada dua pengawal putranya. “Bawa bocah itu pulang dan jangan biarkan dia keluar untuk satu minggu!" Diperintahkan demikian, Dyren langsung diseret oleh kedua pengawalnya. “Ayah! Ayah tidak bisa melakukan ini padaku!” Namun, Darel sama sekali tidak peduli dan hanya d
Mendengar perkataan Adelina, mata semua orang membulat penuh kejutan. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Adelina?!" sergah Kelvin, nada suaranya meninggi tajam. “Kau pasti bercanda, bukan?” Adelina, dengan tatapan tenang yang mendalam, menjawab tanpa ragu. "Aku sungguh-sungguh, Paman. Hanya Nathan yang akan menjadi suamiku." Dia berbalik, lalu menatap Jeremy. "Jadi, maaf, Tuan Adelray, Anda harus kecewa karena pernikahan kita tidak akan pernah terjadi!" Jeremy langsung melemparkan tatapan tajam kepada Marlina dan Kelvin. “Kekonyolan apa ini?” Kemarahan Jeremy membuat Marlina dan Kelvin panik. Mereka pun menatap Adelina dengan tatapan nyalang. "Adelina! Jangan bodoh! Kau hanya bisa menikah dengan Tuan Adelray!" desis Marlina. “Tuan Adelray adalah keturunan keluarga terhormat, sedangkan pria itu …” dia menatap Nathan, “… dari penampilannya jelas dia hanya orang biasa tanpa latar belakang!” “Ada latar belakang ata
Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan kota Bibes, suasana canggung menyelimuti Nathan dan Adelina yang duduk bersebelahan. Adelina dengan percaya diri memamerkan paha mulusnya yang terlihat akibat mengenakan rok di atas lutut, membuat Nathan merasa tidak nyaman. Nathan berusaha menjaga jarak dengan Adelina, memalingkan wajahnya dan menjauhkan pahanya yang tanpa sengaja menyentuh wanita itu. Adelina tiba-tiba mengejeknya. "Kau sudah menyentuh tubuhku, kenapa berpura-pura malu?" "Jangan berbicara omong kosong, aku malas berdebat denganmu," sahut Nathan, tetap menatap lurus ke depan. Adelina menyipitkan matanya, keheranan muncul di wajahnya saat menyadari Nathan benar-benar pria yang berbeda. Tidak seperti pria pada umumnya, Nathan tampak tidak tergoda dengan keindahan tubuhnya. Tiba-tiba ponsel Adelina berdering. “Hal–” "Kamu ada di mana, Adelina?!” teriak orang di seberang telepon, memotong kalimat Adelina y
Melihat ekspresi terkejut Nathan, Adelina menatapnya tajam, matanya menyipit, dan ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya yang membusung. "Kenapa? Apakah kamu lebih suka membusuk di dalam kamp militer?" ucap Adelina dengan nada sinis, membuat Nathan merasa terpojok. Nathan mengepalkan tangan. Dia mencoba untuk bersabar menghadapi wanita yang berdiri di depannya. "Nona, apakah kamu sudah tidak waras? Kita bahkan tidak saling mengenal, bagaimana kamu bisa menjadikanku tunanganmu? Itu tidak masuk akal." Adelina menjawab dengan dingin, "Kamu tidak punya pilihan.” Dia menambahkan, “Dan lagi, alasan aku melakukan ini adalah karena kamu telah menodai kehormatanku. Aku juga sama sekali tidak ingin berhubungan denganmu, tetapi kejadian semalam mengikat kita dalam situasi ini!" tegasnya, wajahnya menunjukkan aura mendominasi. Nathan menghela napas panjang, kesabarannya di ujung tanduk. "Itu lagi yang kamu bahas, Adelina? Aku sudah bilang berkali-kali, tindakanku itu hanya untuk me
Nathan mengernyitkan dahi, terkejut melihat wanita yang berhasil ia selamatkan semalam duduk di kursi dekan, tampak begitu sangat santai seolah itu kursinya sendiri. "Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan mengganggu hidupku, setelah aku menyelamatkanmu?" "Setelah apa yang telah kamu perbuat padaku, beraninya kamu berkata demikian?! Dasar pria tidak bertanggung jawab!" sindir Adelina dengan nada sinis. Nathan mengerjapkan matanya, mencoba memahami maksud Adelina. "Apa maksudmu, Nona?" "Jangan berpura-pura tidak mengerti!” Adelina mengepalkan tangannya, tapi tampak wajahnya yang cantik merona saat mengingat bagaimana dirinya terbangun tanpa busana. Dan setelah terbangun, hal pertama yang muncul di benak Adelina adalah … bagaimana Nathaniel menyentuh tubuhnya dan membuatnya mendesah. Ditempatnya, Nathan berusaha menjelaskan, "Nona, semalam kamu terkena racun dan obat perangsang, jika aku tidak melakukan pengobatan …." BRAK! Mendengar Nathan meng
Semua orang terkejut, terlebih Dyren yang menyaksikan asisten ayahnya memberika amplop cokelat–sogokan–kepada kepala polisi kantor cabang itu demi membebaskan Nathan. “Ayah! Bajingan ini sudah membuatku malu di depan publik! Kenapa Ayah malah–” PLAK! Sebuah tamparan dihadiahkan oleh Darel kepada Dyren, membuat semua orang melongo. Tamparan itu begitu keras sampai Dyren terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, dan dia hampir jatuh kalau bukan ditahan oleh Quenzi. “A-Ayah?” “Bajingan tidak tahu diri! Hanya karena wanita, kamu tidak lagi tahu cara menjaga reputasi?” tegur Darel dengan penuh kemarahan.Darel melirik Quenzi yang berada di sebelah putranya sekilas, lalu mendengus dingin sebelum beralih pada dua pengawal putranya. “Bawa bocah itu pulang dan jangan biarkan dia keluar untuk satu minggu!" Diperintahkan demikian, Dyren langsung diseret oleh kedua pengawalnya. “Ayah! Ayah tidak bisa melakukan ini padaku!” Namun, Darel sama sekali tidak peduli dan hanya d
Kantor polisi kota Bibes. Distrik Bibes International University. "Apa masalahmu? Mau jadi jagoan atau jadi gangster?!" bentak seorang polisi dengan wajah yang terlihat geram. “Berkelahi di depan hotel, apa kamu tahu sudah mengganggu kenyamanan umum!? Hotel bisa menuntutmu untuk membayar denda!” Nathan yang duduk berhadapan dengan polisi tersebut hanya memasang ekspresi datar, tidak sedikit pun dia terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan sang polisi. Menjelaskan kenapa Nathan bisa berakhir di tempat ini sekarang … semua itu karena perdebatannya dengan Quenzi dan Dyren divideokan oleh seorang anak kampus yang kebetulan ada di area tersebut saat itu. Entah bagaimana caranya, video itu sampai ke tangan dosen wali yang bertanggung jawab atas angkatan mereka dan dia pun langsung mendatangi tempat tersebut sembari membawa pihak kepolisian. “Apa Anda tidak akan menanyakan kronologisnya untuk menentukan siapa yang benar dan salah?” tanya Nathan. Namun, ucapannya itu sema
Tanpa menunggu, Nathan pergi ke Hotel Evergarden, hotel berbintang yang ada di dekat area kampus. Menurut informasi dari Jack, Quenzi pergi ke sana bersama Dyren untuk merayakan hari jadi mereka yang pertama. Dan Nathan, dia ke sana untuk meminta penjelasan mengenai kenapa Quenzi mengkhianatinya. Sampai di hotel, Nathan melihat Quenzi baru saja keluar dari sana selagi bergelayut manja di lengan Dyren. Di belakang keduanya, terlihat ada dua orang pengawal setia milik pria tersebut yang mengikuti. "Terima kasih Dyren, aku suka sekali hadiahmu," ucap Quenzi manja dengan senyum malu-malu. Di tangannya, ada sejumlah kantong belanja bermerek yang barang termurahnya masing-masing bisa bernilai jutaan! Dyren tersenyum puas dan melingkarkan tangannya di pinggang Quenzi dengan semakin intim. “Apa pun untukmu, Sayang ….” Melihat hal itu Nathan mengepalkan tangan. Tidak pernah Quenzi menampakkan wajah sebahagia itu ketika diberikan hadiah olehnya. Padahal, dia setengah mati berjuang kerj
"Paket!" Malam itu, hujan mengguyur deras kota Bibes. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghentikan Nathaniel Clain dari melakukan pekerjaan sampingannya mengantar paket. Semua dia lakukan demi bisa mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun tas mahal yang sang kekasih manisnya inginkan. Pemuda di semester akhir kuliah itu tampak berdiri di depan sebuah pintu apartemen mewah yang menjadi tujuan terakhirnya malam tersebut. Sekian lama menunggu, pintu tersebut tidak terbuka, dan hal itu membuat Nathan–nama panggilan Nathaniel–menautkan alis. ‘Apa penghuninya tidak di rumah?’ pikirnya seraya melihat sekeliling. Hanya ada satu pintu di lantai ini, menunjukkan bahwa pemilik apartemen ini adalah satu-satunya penghuni satu lantai tersebut. ‘Haruskah kutinggalkan saja paketnya di sini?’ pikir Nathan, ingin segera menyelesaikan tugasnya. ‘Sudahlah, kutinggalkan saja ….’ Namun, baru saja dia menunduk untuk meletakkan box paket di depan pintu, suara teriakan seorang perempu