Share

Bab 6

Melihat ekspresi terkejut Nathan, Adelina menatapnya tajam, matanya menyipit, dan ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya yang membusung.

"Kenapa? Apakah kamu lebih suka membusuk di dalam penjara?" ucap Adelina dengan nada sinis, membuat Nathan merasa terpojok.

Nathan mengepalkan tangan. Dia mencoba untuk bersabar menghadapi wanita yang berdiri di depannya. "Nona, apakah kamu sudah tidak waras? Kita bahkan tidak saling mengenal, bagaimana kamu bisa menjadikanku tunanganmu? Itu tidak masuk akal."

Adelina menjawab dengan dingin, "Kamu tidak punya pilihan.” Dia menambahkan, “Dan lagi, alasan aku melakukan ini adalah karena kamu telah menodai kehormatanku. Aku juga sama sekali tidak ingin berhubungan denganmu, tetapi kejadian semalam mengikat kita dalam situasi ini!" tegasnya, wajahnya menunjukkan aura mendominasi.

Nathan menghela napas panjang, kesabarannya di ujung tanduk. "Itu lagi yang kamu bahas, Adelina? Aku sudah bilang berkali-kali, tindakanku itu hanya untuk mengobati racun yang ada dalam tubuhmu," ujarnya dengan nada lelah namun tetap mencoba menjelaskan dengan sabar.

Ucapan Nathan membuat Adelina mulai ragu. Jangan-jangan, pria ini memang benar-benar tidak menggaulinya.

Akan tetapi—

Adelina mengeluarkan ponsel dan mulai mengetikkan sesuatu. Hal itu membuat Nathan menautkan alis.

“Apa yang kau lakukan?”

“Kau bersikeras menolakku, itu berarti aku harus memanggil kenalanku untuk membawamu ke kamp militer, bukan?” balas Adelina santai sambil terus mengetikkan sesuatu di ponsel.

Mendengar hal itu, Nathan panik dan langsung merebut ponsel Adelina.

“Apa yang kau lakukan!?” seru Adelina. “Kembalikan ponselku!”

Menggertakkan gigi karena terpojok, Nathan akhirnya berkata, “Aku setuju.”

“Apa?” Adelina terkejut.

Nathan memasang wajah kesulitan, lalu berkata lagi, “Aku setuju menjadi tunanganmu, jadi jangan hubungi kamp militer.”

Melihat Nathan mengatakan itu, Adelina langsung berubah senang. Matanya yang cantik bersinar penuh harapan, hanya untuk sekilas, karena detik berikutnya dia melipat kedua tangan, membuat buntalan empuk di depan dadanya sedikit menyembul keluar dari kemeja ketatnya.

“Bagus, seharusnya sedari awal kau seperti itu.” Nathan menghela napas. Ini kali pertama dia menghadapi wanita seperti Adelina.

“Kenapa kau membutuhkan seorang tunangan? Kenapa harus aku?”

Adelina memicingkan matanya, tidak suka dengan cara bicara Nathan yang seperti menginterogasinya. Namun, dia tetap menjawab, “Kenapa dirimu? Jelas karena kamu berutang pertanggung-jawaban padaku.”

Adelina berdiri dari kursi, lalu menghampiri Nathan. Dia menempelkan diri kepada pria itu, membuat Nathan terkejut saat buntalan menggoda milik wanita tersebut menempel di tubuhnya. "Dan mengenai kenapa harus menjadikanmu tunangan?” Suara Adelina yang begitu dekat di telinganya membuat tubuh Nathan menegang. Dia merasakan tangan wanita itu menyentuh dada dan tangannya seiring Adelina berkata, “Kamu … belum cukup layak untuk tahu urusanku!”

Tepat saat mengatakan hal tersebut, Nathan melihat Adelina merebut ponsel di tangannya dan mendorong dirinya menjauh, membuat pria itu mendengus kesal.

“Kau—"

Saat menatap Adelina, Nathan melihat wanita itu sudah menghubungi seseorang, “Siapkan segalanya. Aku sudah mendapatkan tunangan yang kumau!”

Usai mengatakan itu, Adelina mematikan ponsel dan langsung menarik tangan Nathan untuk keluar dari ruang dekan.

“Hei, bukankah itu Nathaniel Clain!? Yang katanya terus mengganggu dewi kampus kita, Quenzi, dan berakhir ditendang ke kantor polisi oleh Dyren, ‘kan!?”

“Itu benar! Siapa wanita cantik yang menggandeng tangannya itu!?”

Merasa frustrasi dirinya menjadi pusat perhatian seisi kampus, Nathan langsung bertanya pada Adelina, “Kau ingin membawaku ke mana?”

Namun, Adelina tidak menjawab dan terus berjalan hingga mencapai mobil mewahnya, yang terparkir di lobi utama kampus.

Sebuah Rolls-Royce Phantom yang hanya dimiliki oleh para keluarga kaya di negara tersebut. Mobil yang menunjukan kekuasan sang pemilik dengan bentuk elegan khasnya.

Masuk ke dalam mobil dan duduk berdempetan dengan Nathan hingga paha mereka saling bersentuhan, Adelina baru menjawab usai menyuruh sopir menjalankan mobil, “Kita akan ke apartemenku.”

Nathan menautkan alis. “Apartemenmu?” ulangnya. “Untuk apa?”

Adelina menoleh menatap Nathan. “Mulai hari ini, kamu tinggal bersamaku.”

***

Di sisi lain, suasana kampus menjadi riuh ketika Nathan terlihat meninggalkan kampus dengan seorang wanita yang memesona. Rambutnya yang panjang dan tubuhnya yang seksi, serta wajah cantiknya membuat banyak mata terpana.

Desas-desus segera menyebar, dan itu bukan tanpa alasan, wanita tersebut adalah Adelina Sergaf. Alumni kampus yang terkenal tidak hanya karena cantik dan kecerdasannya tapi juga karena keturunannya dari keluarga Sergaf, salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Bibes.

Jhonson menatap tak percaya, memperhatikan Nathan bersama wanita cantik yang menawan. "Aku tidak salah lihat, bukan?" tanyanya dengan nada terpana pada dua temannya.

Elliot, yang sama terkejutnya, hanya mampu mengangguk pelan sambil meneguk ludah. "Aku tak menyangka," gumamnya dengan suara lirih, "dia gagal mendapatkan Quenzi, tapi malah berhasil meraih hati seorang bidadari yang tak kalah memesona."

Jack, yang tak kalah terperanjat, menggumam setuju. "Betapa beruntungnya pria itu, berhasil bergandengan tangan dengan Nona Sergaf, seorang wanita yang selama ini hanya bisa kita impikan," ujarnya penuh kagum sambil menatap Nathan dan wanita itu dengan mata takjub.

"Ada apa ini, ramai sekali?" tanya seorang wanita tiba-tiba dengan suara lembut yang cukup menarik perhatian.

Saat teman-teman Nathan menoleh ke arah sumber suara, mereka melihat Quenzi dengan tatapan tidak suka.

Ekspresi mereka menjadi kaku saat menyadari kehadiran wanita yang pernah melukai hati sahabat mereka.

"Lihatlah, pria yang kamu remehkan kini mendapatkan wanita yang lebih cantik darimu," kata Jhonson dengan nada sinis, sambil menunjuk ke arah mobil Adelina yang berkilau di bawah sinar matahari.

Elliot menambahkan dengan senyum bangga, "Aku bangga pada Nathan, dia memilih wanita yang benar-benar peduli padanya, bukan hanya mengejar bayangan semu belaka."

Quenzi bingung dengan maksud perkataan teman-teman Nathan, namun ia juga mendengar bisikan-bisikan dari mahasiswa lain yang membuatnya menjadi kesal.

Mendengar orang-orang di sekitarnya membicarakan Nathan yang terlihat bersama seorang wanita cantik, Quenzi mengepalkan tangannya.

"Tidak mungkin Nathan yang miskin bisa bersama wanita cantik, kalian pasti hanya membual," ucap Quenzi sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Sambil membenarkan kacamata, Jack menyela, "Walau Nathan miskin, dia orang yang baik. Banyak wanita yang menyukainya. Hanya saja, ada wanita yang tidak tahu diri dan menyia-nyiakannya demi uang."

Merasa tersindir, Quenzi mendengus kesal. "Apa maksudmu?! Kamu menghinaku!?"

Jack menjawab dengan nada datar, "Aku tidak menyebut namamu. Ayo, kita pergi. Jangan buang waktu lagi di sini. Aku malas berdekatan dengan wanita yang materialistis!"

Quenzi yang menjadi pusat perhatian karena suara Jack yang cukup keras, merasa malu dan dalam hati berkata, “Nathaniel Clain, awas saja kamu!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status