Melihat ekspresi terkejut Nathan, Adelina menatapnya tajam, matanya menyipit, dan ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya yang membusung.
"Kenapa? Apakah kamu lebih suka membusuk di dalam kamp militer?" ucap Adelina dengan nada sinis, membuat Nathan merasa terpojok. Nathan mengepalkan tangan. Dia mencoba untuk bersabar menghadapi wanita yang berdiri di depannya. "Nona, apakah kamu sudah tidak waras? Kita bahkan tidak saling mengenal, bagaimana kamu bisa menjadikanku tunanganmu? Itu tidak masuk akal." Adelina menjawab dengan dingin, "Kamu tidak punya pilihan.” Dia menambahkan, “Dan lagi, alasan aku melakukan ini adalah karena kamu telah menodai kehormatanku. Aku juga sama sekali tidak ingin berhubungan denganmu, tetapi kejadian semalam mengikat kita dalam situasi ini!" tegasnya, wajahnya menunjukkan aura mendominasi. Nathan menghela napas panjang, kesabarannya di ujung tanduk. "Itu lagi yang kamu bahas, Adelina? Aku sudah bilang berkali-kali, tindakanku itu hanya untuk mengobati racun yang ada dalam tubuhmu," ujarnya dengan nada lelah namun tetap mencoba menjelaskan dengan sabar. Ucapan Nathan membuat Adelina mulai ragu. Jangan-jangan, pria ini memang benar-benar tidak menggaulinya. Akan tetapi— Adelina mengeluarkan ponsel dan mulai mengetikkan sesuatu. Hal itu membuat Nathan menautkan alis. “Apa yang kau lakukan?” “Kau bersikeras menolakku, itu berarti aku harus memanggil kenalanku untuk membawamu ke kamp militer, bukan?” balas Adelina santai sambil terus mengetikkan sesuatu di ponsel. Mendengar hal itu, Nathan panik dan langsung merebut ponsel Adelina. “Apa yang kau lakukan!?” seru Adelina. “Kembalikan ponselku!” Menggertakkan gigi karena terpojok, Nathan akhirnya berkata, “Aku setuju.” “Apa?” Adelina terkejut. Nathan memasang wajah kesulitan, lalu berkata, “Aku setuju menjadi tunanganmu, jadi jangan hubungi kamp militer.” Mendengar Nathan mengatakan itu, Adelina langsung berubah senang. Matanya yang cantik bersinar penuh harapan, hanya untuk sekilas, karena detik berikutnya dia melipat kedua tangan, membuat buntalan empuk di depan dadanya sedikit menyembul keluar dari kemeja ketatnya. “Bagus, seharusnya sedari awal kau seperti itu.” Nathan menghela napas. Ini kali pertama dia menghadapi wanita seperti Adelina. “Kenapa kau membutuhkan seorang tunangan? Kenapa harus aku?” Adelina memicingkan matanya, tidak suka dengan cara bicara Nathan yang seperti menginterogasinya. Namun, dia tetap menjawab, “Kenapa dirimu? Jelas karena kamu berutang pertanggung-jawaban padaku.” Adelina berdiri dari kursi, lalu menghampiri Nathan. Dia menempelkan diri kepada pria itu, membuat Nathan terkejut saat buntalan menggoda milik wanita tersebut menempel di tubuhnya. "Dan mengenai kenapa harus menjadikanmu tunangan?” Suara Adelina yang begitu dekat di telinganya membuat tubuh Nathan menegang. Dia merasakan tangan wanita itu menyentuh dada dan tangannya seiring Adelina berkata, “Kamu … belum cukup layak untuk tahu urusanku!” Tepat saat mengatakan hal tersebut, Nathan melihat Adelina merebut ponsel di tangannya dan mendorong dirinya menjauh, membuat pria itu mendengus kesal. “Kau—" Saat menatap Adelina, Nathan melihat wanita itu sudah menghubungi seseorang, “Siapkan segalanya. Aku sudah mendapatkan tunangan yang kumau!” Usai mengatakan itu, Adelina mematikan ponsel dan langsung menarik tangan Nathan untuk keluar dari ruang dekan. “Hei, bukankah itu Nathaniel Clain!? Yang katanya terus mengganggu dewi kampus kita, Quenzi, dan berakhir ditendang ke kantor polisi oleh Dyren, ‘kan!?” “Itu benar! Siapa wanita cantik yang menggandeng tangannya itu!?” Merasa frustrasi dirinya menjadi pusat perhatian seisi kampus, Nathan langsung bertanya pada Adelina. “Kau ingin membawaku ke mana?” Namun, Adelina tidak menjawab dan terus berjalan hingga mencapai mobil mewahnya, yang terparkir di lobi utama kampus. Sebuah Rolls-Royce Phantom yang hanya dimiliki oleh para keluarga kaya di negara tersebut. Mobil yang menunjukan kekuasan sang pemilik dengan bentuk elegan dan khasnya. Masuk ke dalam mobil dan duduk berdempetan dengan Nathan hingga paha mereka saling bersentuhan, Adelina baru menjawab usai menyuruh sopir menjalankan mobil, “Kita akan ke apartemenku.” Nathan menautkan alis. “Apartemenmu?” ulangnya. “Untuk apa?” Adelina menoleh menatap Nathan. “Mulai hari ini, kamu tinggal bersamaku.” *** Di sisi lain, suasana kampus menjadi riuh ketika Nathan terlihat meninggalkan kampus dengan seorang wanita yang memesona. Rambutnya yang panjang dan tubuhnya yang seksi, serta wajah cantiknya membuat banyak mata terpana. Desas-desus segera menyebar, dan itu bukan tanpa alasan, wanita tersebut adalah Adelina Sergaf. Alumni kampus yang terkenal tidak hanya karena kecerdasannya tapi juga karena keturunannya dari keluarga Sergaf, salah satu keluarga paling berpengaruh di kota Bibes. "Astaga,” Jhonson menatap tak percaya, memperhatikan Nathan bersama wanita cantik yang menawan. "Aku tidak salah lihat, bukan?" tanyanya dengan nada terpana pada dua temannya. Elliot, yang sama terkejutnya, hanya mampu mengangguk pelan sambil meneguk ludah. "Aku tak menyangka," gumamnya dengan suara lirih, "dia gagal mendapatkan Quenzi, tapi malah berhasil meraih hati seorang bidadari yang jauh lebih memesona." Jack, yang tak kalah terperanjat, menggumam setuju. "Beruntungnya Nathan! Dia berhasil bergandengan tangan dengan Nona Sergaf, seorang wanita yang selama ini hanya bisa kita impikan!" ujarnya penuh kagum sambil menatap Nathan dan wanita itu dengan mata takjub. "Ada apa ini, ramai sekali?" tanya seorang wanita dengan suara lembut yang cukup menarik perhatian. Saat teman-teman Nathan menoleh ke arah sumber suara, mereka melihat Quenzi datang dengan wajah penasaran. Ekspresi mereka langsung berubah suram dan tidak suka saat menyadari kehadiran wanita yang pernah melukai hati sahabat mereka. "Lihatlah, pria yang kamu remehkan, kini mendapatkan wanita yang lebih cantik darimu," kata Jhonson dengan nada sinis, sambil menunjuk ke arah mobil Adelina yang berkilau di bawah sinar matahari. Elliot menambahkan dengan senyum bangga, "Aku bangga pada Nathan, dia memilih wanita yang benar-benar peduli padanya, bukan hanya mengejar bayangan semu belaka." Quenzi bingung dengan maksud perkataan teman-teman Nathan, namun ia juga mendengar bisikan-bisikan dari mahasiswa lain yang membuatnya semakin kesal. Mendengar orang-orang di sekitarnya membicarakan Nathan yang terlihat bersama seorang wanita cantik, Quenzi mengepalkan tangannya. "Tidak mungkin Nathan yang miskin bisa bersama wanita cantik, kalian pasti hanya membual," ucap Quenzi sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Sambil membenarkan kacamata, Jack menyela, "Walau Nathan miskin, dia orang yang baik. Banyak wanita yang menyukainya. Hanya saja, ada wanita yang tidak tahu diri dan menyia-nyiakannya demi uang." Merasa tersindir, Quenzi mendengus kesal. "Apa maksudmu?! Kamu menghinaku!?" Jack menjawab dengan nada datar, "Kalau kamu merasa, apa itu salahku? Aku bahkan tidak menyebut namamu.” Dia berpaling ke arah teman-temannya. “Ayo, kita pergi. Jangan buang waktu lagi di sini. Aku malas berdekatan dengan wanita yang materialistis!" Quenzi yang menjadi pusat perhatian karena suara Jack yang cukup keras, merasa malu dan dalam hati berkata, “Nathaniel Clain, awas saja kamu!”Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan kota Bibes, suasana canggung menyelimuti Nathan dan Adelina yang duduk bersebelahan. Adelina dengan percaya diri memamerkan paha mulusnya yang terlihat akibat mengenakan rok di atas lutut, membuat Nathan merasa tidak nyaman. Nathan berusaha menjaga jarak dengan Adelina, memalingkan wajahnya dan menjauhkan pahanya yang tanpa sengaja menyentuh wanita itu. Adelina tiba-tiba mengejeknya. "Kau sudah menyentuh tubuhku, kenapa berpura-pura malu?" "Jangan berbicara omong kosong, aku malas berdebat denganmu," sahut Nathan, tetap menatap lurus ke depan. Adelina menyipitkan matanya, keheranan muncul di wajahnya saat menyadari Nathan benar-benar pria yang berbeda. Tidak seperti pria pada umumnya, Nathan tampak tidak tergoda dengan keindahan tubuhnya. Tiba-tiba ponsel Adelina berdering. “Hal–” "Kamu ada di mana, Adelina?!” teriak orang di seberang telepon, memotong kalimat Adelina y
Mendengar perkataan Adelina, mata semua orang membulat penuh kejutan. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Adelina?!" sergah Kelvin, nada suaranya meninggi tajam. “Kau pasti bercanda, bukan?” Adelina, dengan tatapan tenang yang mendalam, menjawab tanpa ragu. "Aku sungguh-sungguh, Paman. Hanya Nathan yang akan menjadi suamiku." Dia berbalik, lalu menatap Jeremy. "Jadi, maaf, Tuan Adelray, Anda harus kecewa karena pernikahan kita tidak akan pernah terjadi!" Jeremy langsung melemparkan tatapan tajam kepada Marlina dan Kelvin. “Kekonyolan apa ini?” Kemarahan Jeremy membuat Marlina dan Kelvin panik. Mereka pun menatap Adelina dengan tatapan nyalang. "Adelina! Jangan bodoh! Kau hanya bisa menikah dengan Tuan Adelray!" desis Marlina. “Tuan Adelray adalah keturunan keluarga terhormat, sedangkan pria itu …” dia menatap Nathan, “… dari penampilannya jelas dia hanya orang biasa tanpa latar belakang!” “Ada latar belakang ata
"Paket!" Malam itu, hujan mengguyur deras kota Bibes. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghentikan Nathaniel Clain dari melakukan pekerjaan sampingannya mengantar paket. Semua dia lakukan demi bisa mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun tas mahal yang sang kekasih manisnya inginkan. Pemuda di semester akhir kuliah itu tampak berdiri di depan sebuah pintu apartemen mewah yang menjadi tujuan terakhirnya malam tersebut. Sekian lama menunggu, pintu tersebut tidak terbuka, dan hal itu membuat Nathan–nama panggilan Nathaniel–menautkan alis. ‘Apa penghuninya tidak di rumah?’ pikirnya seraya melihat sekeliling. Hanya ada satu pintu di lantai ini, menunjukkan bahwa pemilik apartemen ini adalah satu-satunya penghuni satu lantai tersebut. ‘Haruskah kutinggalkan saja paketnya di sini?’ pikir Nathan, ingin segera menyelesaikan tugasnya. ‘Sudahlah, kutinggalkan saja ….’ Namun, baru saja dia menunduk untuk meletakkan box paket di depan pintu, suara teriakan seorang perempu
Tanpa menunggu, Nathan pergi ke Hotel Evergarden, hotel berbintang yang ada di dekat area kampus. Menurut informasi dari Jack, Quenzi pergi ke sana bersama Dyren untuk merayakan hari jadi mereka yang pertama. Dan Nathan, dia ke sana untuk meminta penjelasan mengenai kenapa Quenzi mengkhianatinya. Sampai di hotel, Nathan melihat Quenzi baru saja keluar dari sana selagi bergelayut manja di lengan Dyren. Di belakang keduanya, terlihat ada dua orang pengawal setia milik pria tersebut yang mengikuti. "Terima kasih Dyren, aku suka sekali hadiahmu," ucap Quenzi manja dengan senyum malu-malu. Di tangannya, ada sejumlah kantong belanja bermerek yang barang termurahnya masing-masing bisa bernilai jutaan! Dyren tersenyum puas dan melingkarkan tangannya di pinggang Quenzi dengan semakin intim. “Apa pun untukmu, Sayang ….” Melihat hal itu Nathan mengepalkan tangan. Tidak pernah Quenzi menampakkan wajah sebahagia itu ketika diberikan hadiah olehnya. Padahal, dia setengah mati berjuang kerj
Kantor polisi kota Bibes. Distrik Bibes International University. "Apa masalahmu? Mau jadi jagoan atau jadi gangster?!" bentak seorang polisi dengan wajah yang terlihat geram. “Berkelahi di depan hotel, apa kamu tahu sudah mengganggu kenyamanan umum!? Hotel bisa menuntutmu untuk membayar denda!” Nathan yang duduk berhadapan dengan polisi tersebut hanya memasang ekspresi datar, tidak sedikit pun dia terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan sang polisi. Menjelaskan kenapa Nathan bisa berakhir di tempat ini sekarang … semua itu karena perdebatannya dengan Quenzi dan Dyren divideokan oleh seorang anak kampus yang kebetulan ada di area tersebut saat itu. Entah bagaimana caranya, video itu sampai ke tangan dosen wali yang bertanggung jawab atas angkatan mereka dan dia pun langsung mendatangi tempat tersebut sembari membawa pihak kepolisian. “Apa Anda tidak akan menanyakan kronologisnya untuk menentukan siapa yang benar dan salah?” tanya Nathan. Namun, ucapannya itu sema
Semua orang terkejut, terlebih Dyren yang menyaksikan asisten ayahnya memberika amplop cokelat–sogokan–kepada kepala polisi kantor cabang itu demi membebaskan Nathan. “Ayah! Bajingan ini sudah membuatku malu di depan publik! Kenapa Ayah malah–” PLAK! Sebuah tamparan dihadiahkan oleh Darel kepada Dyren, membuat semua orang melongo. Tamparan itu begitu keras sampai Dyren terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, dan dia hampir jatuh kalau bukan ditahan oleh Quenzi. “A-Ayah?” “Bajingan tidak tahu diri! Hanya karena wanita, kamu tidak lagi tahu cara menjaga reputasi?” tegur Darel dengan penuh kemarahan.Darel melirik Quenzi yang berada di sebelah putranya sekilas, lalu mendengus dingin sebelum beralih pada dua pengawal putranya. “Bawa bocah itu pulang dan jangan biarkan dia keluar untuk satu minggu!" Diperintahkan demikian, Dyren langsung diseret oleh kedua pengawalnya. “Ayah! Ayah tidak bisa melakukan ini padaku!” Namun, Darel sama sekali tidak peduli dan hanya d
Nathan mengernyitkan dahi, terkejut melihat wanita yang berhasil ia selamatkan semalam duduk di kursi dekan, tampak begitu sangat santai seolah itu kursinya sendiri. "Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan mengganggu hidupku, setelah aku menyelamatkanmu?" "Setelah apa yang telah kamu perbuat padaku, beraninya kamu berkata demikian?! Dasar pria tidak bertanggung jawab!" sindir Adelina dengan nada sinis. Nathan mengerjapkan matanya, mencoba memahami maksud Adelina. "Apa maksudmu, Nona?" "Jangan berpura-pura tidak mengerti!” Adelina mengepalkan tangannya, tapi tampak wajahnya yang cantik merona saat mengingat bagaimana dirinya terbangun tanpa busana. Dan setelah terbangun, hal pertama yang muncul di benak Adelina adalah … bagaimana Nathaniel menyentuh tubuhnya dan membuatnya mendesah. Ditempatnya, Nathan berusaha menjelaskan, "Nona, semalam kamu terkena racun dan obat perangsang, jika aku tidak melakukan pengobatan …." BRAK! Mendengar Nathan meng
Mendengar perkataan Adelina, mata semua orang membulat penuh kejutan. "Omong kosong apa yang kau bicarakan, Adelina?!" sergah Kelvin, nada suaranya meninggi tajam. “Kau pasti bercanda, bukan?” Adelina, dengan tatapan tenang yang mendalam, menjawab tanpa ragu. "Aku sungguh-sungguh, Paman. Hanya Nathan yang akan menjadi suamiku." Dia berbalik, lalu menatap Jeremy. "Jadi, maaf, Tuan Adelray, Anda harus kecewa karena pernikahan kita tidak akan pernah terjadi!" Jeremy langsung melemparkan tatapan tajam kepada Marlina dan Kelvin. “Kekonyolan apa ini?” Kemarahan Jeremy membuat Marlina dan Kelvin panik. Mereka pun menatap Adelina dengan tatapan nyalang. "Adelina! Jangan bodoh! Kau hanya bisa menikah dengan Tuan Adelray!" desis Marlina. “Tuan Adelray adalah keturunan keluarga terhormat, sedangkan pria itu …” dia menatap Nathan, “… dari penampilannya jelas dia hanya orang biasa tanpa latar belakang!” “Ada latar belakang ata
Di dalam mobil yang melaju cepat di jalanan kota Bibes, suasana canggung menyelimuti Nathan dan Adelina yang duduk bersebelahan. Adelina dengan percaya diri memamerkan paha mulusnya yang terlihat akibat mengenakan rok di atas lutut, membuat Nathan merasa tidak nyaman. Nathan berusaha menjaga jarak dengan Adelina, memalingkan wajahnya dan menjauhkan pahanya yang tanpa sengaja menyentuh wanita itu. Adelina tiba-tiba mengejeknya. "Kau sudah menyentuh tubuhku, kenapa berpura-pura malu?" "Jangan berbicara omong kosong, aku malas berdebat denganmu," sahut Nathan, tetap menatap lurus ke depan. Adelina menyipitkan matanya, keheranan muncul di wajahnya saat menyadari Nathan benar-benar pria yang berbeda. Tidak seperti pria pada umumnya, Nathan tampak tidak tergoda dengan keindahan tubuhnya. Tiba-tiba ponsel Adelina berdering. “Hal–” "Kamu ada di mana, Adelina?!” teriak orang di seberang telepon, memotong kalimat Adelina y
Melihat ekspresi terkejut Nathan, Adelina menatapnya tajam, matanya menyipit, dan ia menyilangkan kedua tangan di depan dadanya yang membusung. "Kenapa? Apakah kamu lebih suka membusuk di dalam kamp militer?" ucap Adelina dengan nada sinis, membuat Nathan merasa terpojok. Nathan mengepalkan tangan. Dia mencoba untuk bersabar menghadapi wanita yang berdiri di depannya. "Nona, apakah kamu sudah tidak waras? Kita bahkan tidak saling mengenal, bagaimana kamu bisa menjadikanku tunanganmu? Itu tidak masuk akal." Adelina menjawab dengan dingin, "Kamu tidak punya pilihan.” Dia menambahkan, “Dan lagi, alasan aku melakukan ini adalah karena kamu telah menodai kehormatanku. Aku juga sama sekali tidak ingin berhubungan denganmu, tetapi kejadian semalam mengikat kita dalam situasi ini!" tegasnya, wajahnya menunjukkan aura mendominasi. Nathan menghela napas panjang, kesabarannya di ujung tanduk. "Itu lagi yang kamu bahas, Adelina? Aku sudah bilang berkali-kali, tindakanku itu hanya untuk me
Nathan mengernyitkan dahi, terkejut melihat wanita yang berhasil ia selamatkan semalam duduk di kursi dekan, tampak begitu sangat santai seolah itu kursinya sendiri. "Kenapa kamu ada di sini? Bukankah kamu sudah berjanji tidak akan mengganggu hidupku, setelah aku menyelamatkanmu?" "Setelah apa yang telah kamu perbuat padaku, beraninya kamu berkata demikian?! Dasar pria tidak bertanggung jawab!" sindir Adelina dengan nada sinis. Nathan mengerjapkan matanya, mencoba memahami maksud Adelina. "Apa maksudmu, Nona?" "Jangan berpura-pura tidak mengerti!” Adelina mengepalkan tangannya, tapi tampak wajahnya yang cantik merona saat mengingat bagaimana dirinya terbangun tanpa busana. Dan setelah terbangun, hal pertama yang muncul di benak Adelina adalah … bagaimana Nathaniel menyentuh tubuhnya dan membuatnya mendesah. Ditempatnya, Nathan berusaha menjelaskan, "Nona, semalam kamu terkena racun dan obat perangsang, jika aku tidak melakukan pengobatan …." BRAK! Mendengar Nathan meng
Semua orang terkejut, terlebih Dyren yang menyaksikan asisten ayahnya memberika amplop cokelat–sogokan–kepada kepala polisi kantor cabang itu demi membebaskan Nathan. “Ayah! Bajingan ini sudah membuatku malu di depan publik! Kenapa Ayah malah–” PLAK! Sebuah tamparan dihadiahkan oleh Darel kepada Dyren, membuat semua orang melongo. Tamparan itu begitu keras sampai Dyren terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, dan dia hampir jatuh kalau bukan ditahan oleh Quenzi. “A-Ayah?” “Bajingan tidak tahu diri! Hanya karena wanita, kamu tidak lagi tahu cara menjaga reputasi?” tegur Darel dengan penuh kemarahan.Darel melirik Quenzi yang berada di sebelah putranya sekilas, lalu mendengus dingin sebelum beralih pada dua pengawal putranya. “Bawa bocah itu pulang dan jangan biarkan dia keluar untuk satu minggu!" Diperintahkan demikian, Dyren langsung diseret oleh kedua pengawalnya. “Ayah! Ayah tidak bisa melakukan ini padaku!” Namun, Darel sama sekali tidak peduli dan hanya d
Kantor polisi kota Bibes. Distrik Bibes International University. "Apa masalahmu? Mau jadi jagoan atau jadi gangster?!" bentak seorang polisi dengan wajah yang terlihat geram. “Berkelahi di depan hotel, apa kamu tahu sudah mengganggu kenyamanan umum!? Hotel bisa menuntutmu untuk membayar denda!” Nathan yang duduk berhadapan dengan polisi tersebut hanya memasang ekspresi datar, tidak sedikit pun dia terlihat tertarik untuk menjawab pertanyaan sang polisi. Menjelaskan kenapa Nathan bisa berakhir di tempat ini sekarang … semua itu karena perdebatannya dengan Quenzi dan Dyren divideokan oleh seorang anak kampus yang kebetulan ada di area tersebut saat itu. Entah bagaimana caranya, video itu sampai ke tangan dosen wali yang bertanggung jawab atas angkatan mereka dan dia pun langsung mendatangi tempat tersebut sembari membawa pihak kepolisian. “Apa Anda tidak akan menanyakan kronologisnya untuk menentukan siapa yang benar dan salah?” tanya Nathan. Namun, ucapannya itu sema
Tanpa menunggu, Nathan pergi ke Hotel Evergarden, hotel berbintang yang ada di dekat area kampus. Menurut informasi dari Jack, Quenzi pergi ke sana bersama Dyren untuk merayakan hari jadi mereka yang pertama. Dan Nathan, dia ke sana untuk meminta penjelasan mengenai kenapa Quenzi mengkhianatinya. Sampai di hotel, Nathan melihat Quenzi baru saja keluar dari sana selagi bergelayut manja di lengan Dyren. Di belakang keduanya, terlihat ada dua orang pengawal setia milik pria tersebut yang mengikuti. "Terima kasih Dyren, aku suka sekali hadiahmu," ucap Quenzi manja dengan senyum malu-malu. Di tangannya, ada sejumlah kantong belanja bermerek yang barang termurahnya masing-masing bisa bernilai jutaan! Dyren tersenyum puas dan melingkarkan tangannya di pinggang Quenzi dengan semakin intim. “Apa pun untukmu, Sayang ….” Melihat hal itu Nathan mengepalkan tangan. Tidak pernah Quenzi menampakkan wajah sebahagia itu ketika diberikan hadiah olehnya. Padahal, dia setengah mati berjuang kerj
"Paket!" Malam itu, hujan mengguyur deras kota Bibes. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghentikan Nathaniel Clain dari melakukan pekerjaan sampingannya mengantar paket. Semua dia lakukan demi bisa mengumpulkan uang untuk membeli hadiah ulang tahun tas mahal yang sang kekasih manisnya inginkan. Pemuda di semester akhir kuliah itu tampak berdiri di depan sebuah pintu apartemen mewah yang menjadi tujuan terakhirnya malam tersebut. Sekian lama menunggu, pintu tersebut tidak terbuka, dan hal itu membuat Nathan–nama panggilan Nathaniel–menautkan alis. ‘Apa penghuninya tidak di rumah?’ pikirnya seraya melihat sekeliling. Hanya ada satu pintu di lantai ini, menunjukkan bahwa pemilik apartemen ini adalah satu-satunya penghuni satu lantai tersebut. ‘Haruskah kutinggalkan saja paketnya di sini?’ pikir Nathan, ingin segera menyelesaikan tugasnya. ‘Sudahlah, kutinggalkan saja ….’ Namun, baru saja dia menunduk untuk meletakkan box paket di depan pintu, suara teriakan seorang perempu