Share

Bab 4

Semua orang terkejut, terlebih Dyren yang menyaksikan asisten ayahnya memberika amplop cokelat–sogokan–kepada kepala polisi kantor cabang itu demi membebaskan Nathan.

“Ayah! Bajingan ini sudah membuatku malu di depan publik! Kenapa Ayah malah–”

PLAK!

Sebuah tamparan dihadiahkan oleh Darel kepada Dyren, membuat semua orang melongo.

Tamparan itu begitu keras sampai Dyren terhuyung mundur beberapa langkah ke belakang, dan dia hampir jatuh kalau bukan ditahan oleh Quenzi.

“A-Ayah?”

“Bajingan tidak tahu diri! Hanya karena wanita, kamu tidak lagi tahu cara menjaga reputasi?” tegur Darel dengan penuh kemarahan.

Darel melirik Quenzi yang berada di sebelah putranya sekilas, lalu mendengus dingin sebelum beralih pada dua pengawal putranya.

“Bawa bocah itu pulang dan jangan biarkan dia keluar untuk satu minggu!"

Diperintahkan demikian, Dyren langsung diseret oleh kedua pengawalnya.

“Ayah! Ayah tidak bisa melakukan ini padaku!”

Namun, Darel sama sekali tidak peduli dan hanya diam membiarkan putranya itu dibawa keluar dari kantor polisi.

Quenzi yang serba salah berakhir mengikuti Dyren karena tidak mau ditinggal di tempat itu.

Namun, dalam hati gadis itu bertanya-tanya, kenapa sang dekan kampus yang terkenal memanjakan putranya itu berujung memihak Nathan? Si mahasiswa miskin pengantar paket itu!?

Sayang, Quenzi hanya bisa pergi tanpa mendapatkan jawaban saat ini.

Setelah Dyren dan Quenzi dibawa pergi, Darel beralih menatap sang dosen wali dengan tatapan tajam. "Dan kamu! Beberapa bulan ke depan gajimu akan dipotong. Ini hukuman untukmu karena melibatkan polisi untuk masalah sepele seperti ini!"

Dosen wali itu sontak saja terkejut, dia berniat untuk buka suara, tetapi dekan memelototinya, membuat pria itu tidak berani berbicara dan hanya bisa menundukkan kepala.

Usai membereskan orang-orang yang tidak bisa diandalkan itu, Darel pun akhirnya mendaratkan fokus pada tujuan utamanya hari ini.

“Nathaniel Clain,” panggil Darel saat Nathan sudah dilepaskan dari borgol. "Apa benar selain menjadi mahasiswa, kamu juga bekerja sebagai pengantar paket?” tanya pria tersebut dengan pandangan memicing.

Nathan agak bingung dengan pertanyaan tersebut, tapi dia menjawab jujur, “Benar.”

Helaan napas terdengar dari sisi Darel, lalu dia berkata, “Ikut denganku."

"Ke mana?"

Pertanyaan Nathan membuat langkah Darel terhenti. Pria itu berbalik dan melihat sosok Nathan yang menatap tajam ke arahnya. Hal itu membuat Darel curiga.

‘Seorang mahasiswa miskin pengantar paket bisa memiliki pancaran mata seperti ini?’ pikir Darel. ‘Sepertinya, dia tidak sesederhana yang kukira. Lebih baik tidak sembarangan mencari masalah, terutama karena ‘orang itulah’ ingin menemuinya.’

Dengan tetap tenang, Darel pun menjawab, “Untuk bertemu orang yang menolongmu.”

Walau bingung, tapi Nathan tetap berakhir mengikuti sang dekan dan asistennya naik ke mobil. Tidak ada yang bersuara maupun berbicara, dan Nathan pun tidak keberatan karena sepertinya … satu-satunya orang yang bisa memberikan jawaban hanyalah orang yang akan segera dia temui.

Saat akhirnya Nathan dan sang dekan tiba di kampus. Pria paruh baya itu membawa Nathan ke ruangannya.

Namun, sebelum membuka pintu, sang dekan mengetuk dua kali, menandakan bahwa ada seseorang yang telah menunggu di dalam.

“Masuk,” sebuah suara lembut dan merdu pun terdengar berkata dari dalam.

Dekan pun membuka pintu dan membawa Nathan masuk ke dalam.

Di sana, di dalam ruang kantor dekan universitas elit nomor satu kota Bibes, Nathan bisa melihat seorang wanita duduk dengan santai di kursi kebesaran dekan selagi menghadap ke luar jendela.

Penasaran dengan identitas wanita yang bisa membuat salah satu orang paling dihormati di kota ini menunduk, Nathan pun mencoba mengidentifikasi sosok tersebut.

Namun, hanya kaki jenjang yang mulus dan putih serta jari-jari tangan lentik yang bisa Nathan lihat sekilas dari samping.

Dengan sopan, Dekan membungkuk dan menyapa, "Nona Adelina, saya telah membawanya."

Sosok yang dipanggil 'Adelina' menjawab dengan nada tegas, "Tinggalkan kami. Aku ingin berbicara berdua dengannya."

“Baik, Nona ….”

Dekan pun berbalik untuk meninggalkan ruangan, tapi saat melewati Nathan, pancaran matanya tampak memperingati pemuda itu untuk jangan berulah.

Sepertinya, wanita itu bukan orang biasa.

Setelah dekan meninggalkan ruangan, wanita misterius itu pun memutar kursinya untuk menghadap Nathan.

Saat melihat wajahnya, mata Nathan terbelalak. "Kamu–"

Ternyata, wanita itu adalah orang yang Nathan selamatkan malam itu!

Adelina menatap Nathan dengan tatapan penuh kemarahan. Tangan wanita itu mencengkeram erat pegangan kursi dekan dan berkata dengan dingin, "Pria hidung belang, kita bertemu lagi.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status