Accueil / Romansa / Air Mata Aruna / BAB 3 : Hidupku & Adik-adikku

Share

BAB 3 : Hidupku & Adik-adikku

Auteur: Parikesit70
last update Dernière mise à jour: 2022-03-24 09:15:00

Aruna sampai rumah sekitar jam enam sore, perlu waktu satu jam untuk sampai rumah. Dan itu terjadi karena lalu lintas di jam keluar kantor yang padat merapat. Sesampai di rumah, ia langsung mengganti pakaian seragam kantor dengan pakaian rumah. Setelah itu, ia memasak untuk makan malam hari ini.

Ayahnya telah sampai di rumah, dan seperti biasa Ayah selalu membantu pekerjaan rumah dengan menyiram tanaman. Mereka menempati rumah itu sejak lama, yang merupakan hasil jerih payah Ayah dan almarhum ibunya. Dulu ibunya melayani katering di tiga perkantoran.

Keuletan ibu dan ayahnya membuat mereka memiliki rumah di kota Jakarta. Dengan status ayahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan rendah dan usaha ibunya yang berjualan nasi campur, membuat kehidupan mereka lebih baik. Sampai akhirnya sang ibu sakit parah dan wafatnya sang ibu tiga tahun lalu, membawa mereka pada keterbatasan secara ekonomi. Kala itu Aruna baru bekerja di Bank.

Adik pertamanya bernama Aditya, kala itu ia baru lulus kuliah. Kecerdasan dan keberuntungan didapat Aditya, karena saat ia mencoba untuk mengikuti CPNS, ia lulus dengan nilai yang terbilang cukup baik, dan saat ini telah menjadi PNS di Departemen Sosial.

Adik yang kedua bernama Andika, sewaktu ibunya meninggal ia baru lulus SMA. Saat ini Andika masih menempuh pendidikan di sebuah Universitas Negeri, semester enam mengambil jurusan Ilmu Hukum.

Adik ketiga bernama Arimbi. Ia baru kelas tiga SMP ketika ibunya meninggal. Saat ini ia telah kelas tiga SMA (kelas 12) dan tahun ini adalah tahun kelulusannya. Sekarang ini ia disibukkan dengan belajar dan belajar, agar bisa diterima pada salah satu Universitas Negeri yang menjadi pilihannya. Sedangkan si bungsu Arumi sewaktu ibunya meninggal ia baru kelas lima SD dan saat ini, ia sudah kelas dua SMP (kelas 8).

Bagi Ayah Aruna yang bernama Darmawan, pendidikan adalah hal yang penting sebagai warisan yang bisa ia berikan. Karena itu Darmawan sangat ingin kelima anaknya bisa mengenyam pendidikan sampai Perguruan Tinggi.

Darmawan yang hanya lulusan SMP, tidak ingin anaknya hanya menjadi pegawai golongan bawah seperti dirinya. Darmawan bekerja sebagai sopir di Departemen kesehatan. Walaupun demikian, Darmawan sangat bersyukur karena kelak, saat ia semakin tua dan telah pensiun, ia tidak memberatkan hidup putra-putrinya yang mungkin saja telah berkeluarga.

Walaupun ia masuk dalam golongan bawah namun statusnya sebagai PNS membuat ia tetap mendapatkan tunjangan hidup dari uang pensiunnya. yang dapat ia gunakan untuk biaya hidup sehari-hari. Dan saat ini ayah Aruna berusia empat puluh tujuh puluh tahun.

“Kak Runa, apa sudah selesa masak?” tanya Arumi yang baru saja sampai di rumah.

“Kamu koq baru pulang, Rumi?” tanya Runa pada adik bungsunya.

“Iya kak, tadi ada penyuluhan tentang bahayanya narkoba, jadi kita semua kumpul di aula untuk dengar ceramah bapak polisi dan orang dari BNN,” jawab Arumi.

“Ooh begitu.., panggil semua kakakmu, makanan sudah siap. Atau kamu mandi dulu, baru kita makan?” tanya Aruna pada adiknya.

“Duh! nanti saja mandinya, Arumi sudah lapar. Sekarang Rumi panggil semuanya,” Arumi pun melesat memanggil kakaknya satu persatu yang mayoritas sedang bersantai dikamar mereka usai membersihkan diri. Kecuali ayahnya yang selalu duduk di depan televisi.

Mereka pun makan malam bersama dan sudah menjadi kebiasaan, disela-sela makan malam, mereka bercerita tentang kejadian dan aktivitas mereka hari ini. Selesai makan malam, Aruna dan Arimbi merapikan meja makan dan mencuci piring dan Arumi beranjak ke kamar mandi. Sedangkan kedua adik lelakinya, Aditya dan Andika mengisi waktu istirahat mereka dengan bermain playstation di kamar lalu Darmawan kembali menikmati acara di televisi.

“Arim, kamu harus belajar yang giat, ingat! fokus supaya bisa tembus di Universitas Negeri. Memang kamu pilih Universitas mana saja?” tanya Aruna selesai membersihkan meja makan dan dapur bersama adiknya Arimbi.

“Yang utama sih, UI (Universitas Indonesia) kak, cadangannya Undip (Universitas Diponegoro),” sahut Arimbi. Dan meninggalkan Aruna yang masih duduk di meja makan. Terlihat Arumi mencari Darmawan yang sedang menonton televisi.

Terpikir oleh Aruna, jika adiknya dapat di Undip, berarti adik perempuannya ini akan tinggal di Semarang, dan pastinya selain biaya kost, ia juga harus memikirkan biaya makan, transportasi dan biaya kuliahnya.

Ia sangat berharap kalau adiknya tidak kuliah di luar kota, agar ia tidak mengeluarkan biaya terlalu banyak. Apalagi adik bungsunya tahun depan harus mencari Sekolah Lanjutan Atas.

Selesai dengan urusan dapur, Aruna berjalan ke ruang keluarga menemani ayahnya yang sedang menonton berita di televisi. Aruna sedang pun duduk di samping Darmawan yang duduk di sebuah sofa.

“Bagaimana pekerjaanmu hari ini, Runa?” tanya Ayah, tanpa menoleh dan tetap fokus pada berita di televisi.

Aruna pun menjawab, “Semua aman-aman saja.., ayah.”

Kembali Ayahnya bertanya, “Runa.., tadi adikmu bicara sama ayah. Katanya selain UI, dia pilih Undip juga. Bagaimana menurut kamu? Ayah hanya kuatir, karena selama ini Arimbi kan nggak pernah merasakan hidup sendiri. Dan ayah juga takut nggak bisa mengontrol pergaulannya. Ayah jadi pusing.”

“Iya, tadi juga Arimbi sudah cerita. Cuma Runa belum bisa kasih pendapat. Coba.., besok Ayah tegaskan lagi sama Arimbi. Apa dia bisa mandiri di sana? Empat tahun itu waktu yang lama. Runa takutnya, dia berhenti di tengah jalan. Ayah kan tahu, gimana Arimbi kalau sudah ada maunya,” Aruna menumpahkan segala kegalauan hatinya pada sang ayah, tentang pendidikan adik perempuannya.

“Hmmmm, ya sudah nanti ayah ngomong juga sama Adit, biar ayah enggak disalahkan. Kalau gimana besok atau lusa, waktu semuanya libur, kita bicarakan bersama,” ujar Darmawan, lalu bangun dari tempat duduknya. “Hmmm, Runa kamu mau nonton TV apa nggak? Kalau nggak ayah matikan saja TV nya.”

“Matikan saja, Yah! Runa juga mau istirahat.”

“Ya udah ayah istirahat dulu. Kamu juga lebih baik tidur lebih awal,” ujar Ayah mengingatkan Aruna untuk beristirahat dan berlalu dari hadapan Aruna.

Kini Aruna duduk sendiri di ruang keluarga. Lalu ia meminta tolong pada adik bungsunya untuk mengambilkan ponselnya yang masih ada di dalam tas kerjanya.

“Arumi, Rumiii..! tolong ambilkan ponsel kakak di dalam tas,” dengan berteriak Aruna meminta bantuan adik bungsunya.

Arumi membawa ponsel kakaknya dengan wajah yang ditekuk dan menggerutu, “Kakak ini males sekali! Menyuruh saja kerjanya,”

Setelah memberikan ponsel Aruna ia kembali ke kamar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru disekolahnya. Melihat adiknya menggerutu, Aruna hanya tersenyum dan berkata, “Maaf yaa dik, soalnya kakak lagi malas.., hehehehe.”

Aruna pun membuka ponselnya, terlihat ada pesan masuk dari Lukman, dengan bermalas-malasan Aruna membuka pesan itu.

[Pesan masuk dari Lukman nasabah : Malam mbak, maaf mengganggu. Besok saya ada penempatan dana cukup besar, apa bisa, besok dananya diambil ke rumah saya?]

Setelah membaca pesan itu, ia langsung membalas pesan Lukman.

[Pesan keluar untuk Lukman nasabah : Baik pak, besok pagi saya akan sampaikan ke atasan saya, terkait penjemputan dana di rumah bapak, setelah itu saya akan konfirmasi kembali ke bapak. Terima kasih]

Selesai membalas pesan singkat pak Lukman, Aruna kembali memikirkan tentang universitas yang akan di ambil oleh adiknya, Arimbi. Bagi Aruna, akan terlalu berat biaya yang akan ditanggung, jika Arimbi akan melanjutkan kuliah di luar kota. Hanya saja, sikap keras Arimbi akan membuat ia tidak akan menerima masukan dari siapa pun.

“Hmmmm.....” terlihat Aruna menarik napas panjang, walau terasa berat menjalani hidup sebagai pengganti ibu, namun ia merasa yakin, kalau ia akan mampu menggantikan peran ibu bagi adik-adiknya.

Terdengar nada bip pada ponselnya. Dan terlihat Lukman mengirim pesan kembali padanya.

[Pesan masuk dari Lukman nasabah : Malam mbak, maaf mengganggu, apa bisa besok mbak ikut ke rumah ketika bagian Teller mengambil dananya, karena saya ada rencana untuk membuka kartu kredit. Jadi bisa bawakan saya form pembukaannya?]

Membaca pesan dari pak Lukman, membuat Aruna jengkel dibuatnya. Karena ia merasa, Lukman sudah menyalahi aturan jam kerja, apalagi ia bukan marketing. Lalu ia langsung menjawab pesan itu.

[Pesan keluar untuk Lukman nasabah : Malam pak Lukman, besok akan saya tanyakan ke atasan saya untuk pembukaan kartu kredit bapak. Selamat beristirahat.]

Setelah membalas pesan dari pak Lukman, Aruna langsung mematikan ponselnya. Ia akan beristirahat dan tidak mau diganggu lagi oleh pesan dari Lukman. Selesai mematikan ponsel, ia pun beranjak ke kamar tidur. Di kamar ini, Aruna tidur sendiri, sedangkan kedua adik perempuannya tidur dalam satu kamar, begitu juga adik lelakinya.

Di dalam kamar, Aruna masih memikirkan rencana Arimbi yang akan melanjutkan kuliah ke UNDIP, jika pilihan di UI gagal. Entah mengapa hatinya sangat risau dan ia berharap adiknya bisa di terima di UI.

Ia pun berbicara di dalam hatinya, ‘Yaa Tuhan, kasih jalan buat adik saya. Kalau sampai dia nggak dapat kuliah di UNDIP bagaimana cara saya mengontrol dan membiayainya.’

Terbayang wajah Almarhum ibunya. Ada saat ia merindukan kehadiran ibunya yang luar biasa gigih dan ulet dalam mengangkat kehidupan mereka.

Teringat dalam benak Aruna, bagaimana ibu yang setiap pagi bangun lebih awal mengurus anak-anaknya dan memasak untuk berjualan. Ia ingat, sewaktu ibunya mengajak ke beberapa kantor untuk menawarkan masakannya lewat katering.

“Buu.., Runa kangen, hiks..hiks..,” Runa menangis dalam kesendiriannya. Dan hal ini sering kali terjadi, setiap ada suatu masalah yang di pikirkannya dan terasa berat untuk dijalani.Ia pun memanggil ibunya, menangis hingga terlelap.

Selama ini, Aruna tidak menjalani kehidupan seperti rekan-rekan sekantornya yang selalu punya rencana untuk hangout saat menerima gaji. paling tidak, seharusnya ia bisa sedikit berhura-hura dengan gaji yang diterima untuk membeli hal yang di ingini.

Yang ada di dalam benaknya, mereka harus bahu membahu agar adik- adiknya bisa sekolah tinggi. Akhirnya Aruna terlelap dalam tidur dengan memeluk photo ibunya.

Keesokan paginya, jika tidak kesiangan Aruna dan adiknya Arimbi memasak untuk menyiapkan sarapan bagi anggota keluarga dan masak untuk makan siang. Disaat ia dan Arimbi masak, beberapa anggota lain berbagi tugas. Ada yang menyiram tanaman, menyapu halaman, merapikan tempat tidur. Jadi semua tugas di bagi rata.

Selesai memasak, Arimbi di minta oleh Aruna untuk memanggil seluruh anggota keluarga untuk sarapan bersama. Mereka pun duduk bersama di sebuah meja makan untuk sarapan, sama seperti hari-hari kemarin mereka berdoa bersama sarapan. Disela-sela sarapan ini, mereka saling membicarakan tentang rencana dan kegiatan hari ini.

“Ayah, kata Runa ada yang mau dibicarakan?” tanya Aditya sambil mengambil nasi dan lauk.

“Iyaa, Uhmm..., besok sajalah kalau kita semua libur. Biar bisa kita bicarakan semuanya,” pinta Darmawan.

“Tetapi Yah.., di hari Sabtu dan Minggu, Adit ada gathering di kantor,” Aditya memberitahukan ayahnya, tentang gathering yang harus di ikuti.

“Ooh begitu...,” balas Darmawan. Sambil mengunyah makanannya. Sementara anggota keluarga yang lain hanya menyimak sambil menikmati sarapan di pagi ini.

Setelah mendorong makanan yang masih ada di tenggorokannya dengan segelas air putih, ia pun kembali berbicara, “Adit.., adikmu Arimbi akan mengambil pilihan di dua Universitas Negeri. Kalau dia dapat di Universitas Indonesia, gampanglah kita nggak usah dibicarakan lagi. Yang jadi masalah kalau dia dapat di UNDIP! Bagaimana pendapat kamu?

Aditya yang telah selesai menikmati sarapannya langsung menjawab, “Menurut Aditya sih.., biar saja Arimbi kuliah diluar kota. Udah saatnya dia mandiri. Memang, untuk biaya kost, makan dan transportasi akan lebih banyak. Tetapi.., namanya pendidikan dimana-mana yaa mahal harganya,” ucap Aditya.

Sesaat ruang makan itu hening. Lalu, Aruna memecah keheningan dengan berkata, “Sudah nanti kita bahas lagi sore hari. Sekarang yang belum mandi, mandi saja dulu.”

Akhirnya mereka membubarkan diri dan beranjak ke kamar masing-masing untuk membersihkan diri, karena mereka akan melakukan aktivitas. Sementara Aruna merapikan meja makan yang di bantu Arimbi. Usai menaruh seluruh piring kotor di tempat cucian piring, Aruna meminta Arimbi untuk mandi.

“Arim, sudah sana kamu mandi saja, biar kak Runa yang mencuci piring kotor,” pinta Aruna. .”

Tanpa di minta dua kali, Arimbi meninggalkan Aruna yang sedang merapikan segala kekacauan di pagi hari. Selesai merapikan dapur dan meja makan, Aruna pun berjalan ke kamarnya untuk mandi dan berangkat ke kantor. Dan seperti itulah kegiatan yang terjadi di pagi hari pada rumah Aruna.”

Related chapter

  • Air Mata Aruna   BAB 4 : Alasan Terselubung

    Seperti biasa selesai sarapan pagi, Aruna pergi ke kantor bersama adiknya Aditya menggunakan sepeda motor. Tetapi, jika Aditya ada acara di kantor atau sedang bertugas di luar kota, maka Aruna akan menggunakan angkutan umum.Untuk adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP setiap pagi, ia diantar ke sekolah oleh Andika, karena kampusnya satu jalan dengan sekolah Arumi. Sedangkan Arimbi, ikut ayahnya setiap pagi dan pulang sekolah ia menggunakan angkutan umum.Begitu juga dengan Arumi, ketika pulang sekolah, ia akan menggunakan angkutan umum. Dan biasanya kedua adik perempuan Aruna sampai di rumah sekitar jam dua siang. Sedangkan adik lelakinya yang kuliah, terkadang sampai di rumah jam dua siang, namun terkadang Andika pun pulang ke rumah pada saat malam hari, karena kesibukannya sebagai asisten dosen di kampusnya.Sekitar empat puluh menit, Aruna sampai di kantornya. Ia menyerahkan helm yang ia gunakan ke adiknya. Karena di kantornya tidak ada tempat untuk penitipan helm. Ia lal

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 5 : Amplop surat berwarna Pink

    Selesai menghitung seluruh jumlah uang yang ada di kedua tas hitam itu, Yeni langsung membuatkan form penyetoran, sedangkan Aruna yang telah selesai dengan form deposito dan pengajuan kartu kredit untuk Lukman, tinggal menunggu Yeni menyelesaikan tugasnya.“Pak Lukman, uang yang di setorkan ini sejumlah 2 Milyar rupiah, silakan bapak tanda tangani form penyetoran ini. Dan pada bagian keterangannya telah saya tulis ‘deposito atas nama Lukman’ benar ya pak, untuk uangnya sejumlah yang saya sebutkan tadi?” tanya Yeni pada Lukman yang sedang menandatangani form penyetoran.“Ya benar.., lalu untuk pengajuan kartu kredit saya apa bisa secepatnya disetujui?” tanyanya pada Yeni.Lalu Yeni pun menjawab, “Maaf pak untuk masalah itu yang lebih paham, mbak Aruna, Pak.”Aruna yang mendengar pertanyaan dari Lukman langsung menjawab, “Untuk pengajuan kartu kredit bapak yang punya kebijaksanaan itu bagian kartu kredit pak. Tetapi, biasanya dengan deposito yang bapak punya, kemungk

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 6 : Surat Izin Mencintai

    Aruna yang gelisah merasa penasaran pada surat berwarna pink itu. Ia menjalani sisa pekerjaannya dengan pikiran yang bercabang ke segala arah. Ia mengutuk dirinya yang meninggalkan buku catatan kunjungan pekerjaannya di meja kerja Lukman.Itu memberikan kesempatan pada Lukman dengan memanfaatkan banyak hal, menulis dan berkirim surat padanya dan menyelipkan pada buku yang tertinggal pada meja kerjanya.Karena pikirannya terus menerus memikirkan sepucuk surat dengan amplop berwarna pink itu, membuat ia tidak fokus atas pekerjaannya. Dan hal itu terlihat saat ia memasukkan file ke dalam binder. Ia salah memasukkan form ke binder yang seharusnya. Sehingga Sari menegurnya, “Runa, gimana sih lo, form penutupan napa lo taruh di form pembukaan...”“Aduh...Sorry, Sar,” ucap Aruna.“Kagak ngerti gue sama lo, dari habis makan diem aja. Kalau gue salah, maaf’in gue,” ucap Sari disela-sela memasukkan file ke dalam binder diakhir-akhir jam kerja.“Iyaa..,” jawab Aruna singkat. Dan itu membuat Sari

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 7 : Galau vs Pergi ke Mal

    Semalam Aruna tak mampu memicingkan matanya barang sekejap. Pikirannya melambung jauh pada sosok Lukman. Ia bingung, apakah perlu ia menjawab suratnya atau tidak, atau untuk sementara diabaikan saja. Sampai akhirnya ia pun terlelap dini hari tanpa mampu memberikan keputusan yang jelas atas hal yang harus ia lakukan.Dan di pagi ini akhirnya ia terlambat bangun. Untung saja, hari ini, hari Sabtu, jadi ia pun libur bekerja. Lalu ia terbangun kala adiknya yang bernama Arumi membangunkannya dengan mengetuk pintu kamarnya.“Tok..tok..tok. Kak.., kak Runa.. Kak..,” panggil Arumi sambil mengetuk pintu kamar Aruna.Seketika Aruna loncat dari tempat tidurnya saat mendengar ketukan pada pintu kamarnya dengan menjawab, “Yaa.., tunggu.”Aruna membuka pintu kamarnya, dan melihat adiknya telah memakai seragam sekolahnya. Kemudian, Aruna berkata padanya, “Maaf ya.. Rumi, kakak kesiangan.., sekarang tolong kamu beli sarapan di tukang nasi uduk di depan yaa..,” pinta Aruna pada Arumi yang masih berdiri

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 8 : Hangout membawa Bahagia

    Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung. Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas. Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rup

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 9 : Perjanjian Sebuah Cinta

    Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu la

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 10 : Kata Cinta ditengah Masalah

    Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. “Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, An

    Dernière mise à jour : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 11 : Lelaki Idaman Aruna

    Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l

    Dernière mise à jour : 2022-04-26

Latest chapter

  • Air Mata Aruna   Bab 83 : Tabir Gelap Aruna & Lukman (THE END)

    Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng

  • Air Mata Aruna   Bab 82 : Arimbi melahirkan bayi Lukman?

    Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h

  • Air Mata Aruna   Bab 81 : Aib yang tertutupi

    Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem

  • Air Mata Aruna   Bab 80 : Aruna berhenti bekerja

    Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng

  • Air Mata Aruna   Bab 79 : Bertiga lebih Nikmat

    Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca

  • Air Mata Aruna   Bab 78 : Aruna bertengkar dengan Rudi

    Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,

  • Air Mata Aruna   Bab 77 : Perubahan hati Latifah

    Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar

  • Air Mata Aruna   Bab 76 : Latifah bertemu Ridwan kecil

    “Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm

  • Air Mata Aruna   Bab 75 : Aruna bertemu Tuti & bocah kecil

    Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut

Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status