Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”
“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu lap kaca yaa, kakak yang membersihkan ruang tamu. Ingat yang bersih mengelapnya,” pinta Aruna, dan Rumi hanya menganggukkan kepalanya, dengan sedikit bingung, akan perintah kakaknya.Karena tidak pernah didengar kakaknya cerewet seperti itu, apalagi masalah membersihkan sesuatu. Tetapi, ia tetap menjalani apa yang di perintahkan oleh Aruna tanpa menanyakan apa pun.Aruna pun langsung merapikan ruang tamu, dengan mengelap kursi yang terbuat dari ukiran Jepara itu dengan lebih detail pada bagian dalam dari ukirannya, biasanya ia tidak seperti itu saat membersihkan kursi yang ada di ruang tamu. Cukup mengelap bagian dari kulitnya saja, tidak sampai ke ukirannya yang memang terlihat agak berdebu.Dengan peluh yang membasahi bajunya, Aruna kembali memastikan ruang tamunya bersih tanpa debu. Begitu juga dengan bunga yang ada di meja ruang tamu, ia ganti dengan mengambil beberapa batang pohon sri rejeki mini yang ada di ruang keluarga yang ia pandukan dengan beberapa batang pohon sedap malam yang ia ambil dari taman.“Kak, memang mau ada siapa? koq kakak mengelap kursinya sampai bersih seperti itu? He.. he.. he..,” tanya Arumi mengagumi kerjaan kakaknya dengan tersenyum dan mengacungkan dua jempol.“Kamu udah selesai, mengelap kacanya?” tanya Aruna keluar dari ruang tamu untuk melihat hasil kerja Arumi tanpa menjawab pertanyaannya.Dan Arumi yang melihat keanehan dari kakaknya, sempat memicingkan matanya dengan mengikuti langkah Aruna yang keluar dari ruang tamu. Aruna tersenyum puas melihat pekerjaan Arumi, lalu ia berjalan ke halaman, menyiram pohon dan bunga-bunga yang ada pada pot. Setelah itu, Aruna bertanya pada adiknya, “Rumi, coba liat, sekarang jam berapa?”“Sekarang jam enam kurang lima belas menit, Kak..,” ucap Arumi dari ruang keluarga, saat diminta melihat jam yang ada diruang keluarga.“Yaa, ampun udah mau jam enam!” pekik Aruna dengan berlari kecil, Aruna masuk ke dalam rumah, lalu ke kamarnya. Ia kembali keluar kamar dan berkata pada adiknya, “Rumi, kalau ada teman kakak.., lelaki! buka pintu pagarnya yaa, kakak mau mandi dulu.”Arumi yang melihat tingkah laku kakaknya dan mendengar perintahnya hanya terbengong dan menganggukkan kepalanya. Dalam hati ia berkata, ‘Ooh.., ada pacar kakak yang mau ke rumah, pantesan aja, dia sibuk membersihkan rumah.’Tak berapa lama, terlihat sebuah mobil terparkir di halaman rumah Aruna. Dan Arumi yang mendengar perintah Aruna langsung berlari ke pintu pagar untuk membukakan pintu, tetapi yang ia lihat dari mobil berwarna merah itu adalah kakaknya Arimbi. Ia lihat Arimbi mencium pipi dari lelaki yang ada di dalam mobil, dan lelaki itu, mencium bibir kakaknya, hingga membuat Arumi terkejut, “Ooh!”Melihat hal itu, Arumi menutup mulutnya. Ia tidak menyangka akan melihat kakaknya berciuman di dalam mobil dengan lelaki yang tidak pernah di ajak ke rumahnya. Padahal ayahnya tidak pernah melarang mereka untuk berpacaran, hanya saja ayahnya selalu menasehati mereka, untuk membawa lelaki yang jadi teman dekat atau pacar mereka ke rumah.Arimbi melambaikan tangan pada sosok lelaki yang ada di mobil berwarna merah, saat meninggalkan halaman rumah itu. Lalu saat membuka pintu pagar, Arimbi terkejut, saat melihat adik bungsunya berada di balik pagar yang ia buka dengan memandangnya dan menggelengkan kepala.“Lagi ngapaen di situ? Awas yaa, cerita sama ka Runa!” ucap Arimbi yang merasa yakin kalau adiknya melihat apa yang ia lakukan di dalam mobil bersama teman lelakinya.Ia pun berlalu dari hadapan adiknya yang memandang kesal ke arahnya dan hanya mampu menggerutu sendirian, “Dasar, tukang ngacam! Nggak kasian apa sama ayah, kalau ayah sampai tau, baru dia rasa!”Baru saja ia berjalan beberapa langkah dari pagar, terlihat mobil berwarna putih berhenti di depan pagarnya. Lalu Arumi membukakan pintu pagar. Mobil berwarna putih itu pun masuk ke halaman rumah. Dan Arimbi yang masih berada di ruang tamu, menengok keluar, melihat pada mobil berwarna putih yang masuk ke halaman rumahnya.Sedangkan Arumi yang membukakan pintu pagar rumahnya, langsung menutup kembali pintu pagar itu dan menghampiri seorang lelaki yang keluar dari mobil. Dengan tshirt berwarna biru muda dan celana jeans biru serta memakai topi, ia memandang ke arah Arumi.“Maaf, apa kak Aruna ada dirumah?” tanya Lukman yang berbasa-basi pada Arumi yang telah tersenyum padanya.“Ada.., cuma kak Aruna lagi mandi, kakak masuk dulu aja,” jawab Arumi, mengajak Lukman yang juga tersenyum ke arahnya untuk masuk ke ruang tamu.“Ini adik Aruna yang nomor berapa? Dan siapa namanya?” dengan ramah Lukman bertanya, sambil mengikuti langkah Arumi menuju teras dan masuk ke dalam ruang tamu.Lalu Arumi mempersilakan Lukman untuk duduk di ruang tamu, “Saya adik nomor empat, nama saya, Arumi. Silakan kak duduk dulu, sebentar saya panggilkan kak Aruna dulu.”Arumi meninggalkan Lukman yang telah duduk di ruang tamu. Sementara Arimbi yang ada di ruang keluarga, melambaikan tangan ke arah Arumi yang berjalan ke kamar Aruna. Sebelum ia sampai ke kamar Aruna, ia menghampiri Arimbi, “Ada apa kak?” tanyanya.“Siapa itu yang cari kak Runa.., pacarnya ya?” tanya Arimbi.“Mana Rumi tau, coba aja kakak tanya kak Runa. Mungkin teman satu kantornya, udah dulu ya kak. Lagian, ngapaen sih kakak mengintip seperti itu,” ujar Arumi dengan wajah tidak senang ke arah Arimbi.Arimbi yang masih berada di ruang keluarga saat Arumi terlihat masuk ke dalam kamar Aruna. Antara ruang tamu dan ruang keluarga hanya dibatasi oleh sebuah pintu tanpa daun pintu. Jadi ada sebuah jalan tembus antara kedua ruang itu dengan dibatasi oleh sebuah gorden tipis. Sehingga saat seseorang duduk di ruang tamu, akan tampak seperempat dari bagian ruang keluarga itu. Dari bagian meja dan televisi yang ada di ruang keluarga.“Kak Runa, teman kakak udah di ruang tamu,” ucap Arumi, saat di kamar Aruna. Sedangkan Aruna dilihat sedang mengkuncir rambut panjangnya dengan pengikat rambut berwarna hitam.“Yaa, sekarang tolong kamu buat teh hangat dua yaa,” pinta Aruna, kembali melihat ke arah cermin. Seakan, ia ingin memastikan kalau ia sudah berdandan rapi. Dan Arumi yang memandang kakaknya dicermin, langsung meledeknya, “Udah cantik koq kak.., udah sana temui temannya.”Mereka berdua pun tertawa penuh arti, lalu mereka berdua keluar kamar. Aruna berjalan ke ruang tamu, dan Arumi berjalan ke dapur untuk membuatkan teh hangat, sesuai permintaan kakaknya. Sesampai di ruang tamu, Aruna menyapa Lukman, “Hai..”. Dan Lukman yang melihat ke arah Aruna hanya tersenyum manis sebagai balasan atas sapaan Aruna.Aruna langsung duduk berhadap-hadapan dengan Lukman yang terlihat agak canggung saat Aruna berhadapan dengannya. Berbeda saat mereka bertemu di kantor Aruna. Sesaat mereka terdiam. Kemudian, Lukman memecah kesunyian yang terjadi di ruang tamu itu dengan bertanya, “Apa ibu, bapak ada di rumah?”“Uhmm, bapak lagi keluar rumah, kalau ibu.., udah lama meninggal,” ucap Aruna dengan melihat ke arah netra Lukman.“Ooh, maaf.., kapan ibu meninggal?” tanya Lukman dengan nada suara penuh peduli.Sebelum Aruna menjawab, adik bungsunya telah membawakan dua cangkir teh hangat dan langsung disuguhkan di meja sambil berkata, “Silakan diminum, Kak.”“Terima kasih Arumi,” ucap Lukman langsung meminum teh yang telah disuguhkan. Saat Lukman sedang meneguk teh, Aruna dan Arumi saling berpandangan satu sama lain, mereka seperti menahan senyum melihat Lukman yang langsung meneguk teh hangat yang baru disajikan.Setelah meletakan cangkir yang telah habis di teguknya, Arumi kembali menawarkan minuman pada Lukman, “Maaf kak, Rumi buatkan lagi yaa..”“Hmmm, boleh Rumi, ternyata pintar sekali kamu buat teh yaa.., sampai habis itu kakak minum,” ujar Lukman dengan tersenyum lebar ke arah Arumi.Dalam hati Aruna berkata, ‘Gue pikir, gue aja yang grogi.., ternyata Lukman juga grogi.., ternyata, lucu juga orangnya.’Tanpa disadari, Aruna tersenyum saat mengingat, bagaimana cara Lukman langsung meneguk habis teh hangat yang baru disuguhkannya. Dan Lukman melihat Aruna tersenyum dengan wajahnya yang terlihat lebih cantik tanpa make-up. Bagi Lukman wajah cantik Aruna lebih keibuan dan bersahaja. Merasa ada kesempatan untuk menanyakan perihal yang membuat senyum, ia langsung bertanya pada Aruna.“Apa ada yang lucu dengan wajah saya?” tanya Lukman dengan memegang wajahnya yang ditumbuhi jambang dan kumis tipis.Aruna yang tertangkap basah tersenyum, merasa tidak enak saat Lukman bertanya seperti itu, lalu ia pun menjawab, “Ooh, bukan begitu.., cuma.., ehmm, bukan tersenyum karena yang tadi koq, Bang.”Untung saja, rasa malu Aruna tertutupi saat Arumi telah kembali dari dapur, dan menyuguhkan kembali teh hangat lalu mempersilakan Lukman, “Silakan kak, di minum, jangan malu-malu.”“Terima kasih Arumi.., Uhmm bisa nggak panggil abang aja. Kalau sebutan kakak untuk kak Aruna, kalau ke saya, panggil abang saja,” pinta Lukman, disambut anggukan dan senyum manis oleh Arumi. Kemudian Arumi bertanya padanya, ”Maaf, abang namanya siapa?”“Eeh.., iya lupa kita kenalan yaa. Panggil aja bang Lukman,” ujar Lukman dengan menyodorkan tangannya dan disambut dengan senyum manis dari Arumi.“Abang lanjutin ngobrolnya yaa, Rumi mau mandi dulu.”Arumi pun berlalu dari ruang tamu. Kemudian, Aruna dan Lukman kembali terdiam satu sama lainnya. Kembali Lukman membuka pembicaraan dengan menanyakan perihal pekerjaan Aruna dan menanyakan adik-adiknya berikut pendidikannya masing-masing. Begitu pun halnya dengan Aruna, Lukman pun berbagi cerita tentang keluarganya.Saat mereka sedang bercakap-cakap, ayah Aruna pun datang dan memberikan salam saat masuk ke dalam rumah. Lukman dan Aruna bersamaan berdiri saat Darmawan, ayah Aruna masuk ke ruang tamu. Lalu Aruna langsung memperkenalkan Lukman sebagai temannya pada sang Ayah.Setelah itu, Darmawan pun berlalu dari ruang tamu. Membiarkan putrinya mengobrol dengan seorang lelaki yang baru pertama kali di ajaknya ke rumah. Karena sejak ibunya meninggal, Aruna tidak pernah sekali pun membawa teman lelakinya ke rumah.Dan terlihat raut wajah Darmawan bahagia, saat putri sulungnya membawa seorang lelaki ke rumahnya. Dalam hatinya ia berharap banyak atas kedekatan putrinya pada lelaki yang ia lihat cukup dewasa bagi pasangan hidup putrinya.‘Yaa, Tuhan.., semoga lelaki itu jodoh terbaik untuk putriku yang sangat luar biasa mengasihi dan bertanggung jawab pada adik-adiknya.’ Dalam hati yang terdalam Darmawan meminta yang terbaik bagi putri sulungnya. Dan tanpa terasa, mata dari lelaki itu telah basah. Entah apa yang dirasakan saat itu, hanya saja hatinya sangat bahagia melihat putrinya telah membuka diri.Sementara itu, diruang tamu, pembicaraan antara Aruna dan Lukman kian terlihat akrab. Terkadang terdengar mereka tertawa bersama. Lalu Arimbi dan Arumi berpamitan untuk keluar rumah untuk membeli makanan, atas perintah ayahnya.“Eeh.., pada mau kemana? Arimbi, kenalin ini teman kakak,” panggil Aruna.Arimbi pun menyalami Lukman dan bertanya pada kedua adiknya yang berpamitan akan keluar rumah menggunakan sepeda motor matic ayahnya. Mereka pun kembali mengobrol saat kedua adiknya keluar rumah.Sudah selama dua jam, Lukman masih betah di rumah Aruna. Merasa ingin berganti suasana. Ia minta izin pada Aruna untuk duduk di teras, dengan alasan ingin merasakan udara malam. Akhirnya mereka pun duduk di teras depan. Dengan memandang bintang yang bertebaran di angkasa, dan mereka kembali mengobrol.Kedua adik Aruna balik ke rumah dengan membawa bungkusan berupa jajanan yang baru saja dibeli. Dan mereka berdua masuk ke dalam, membiarkan kakak mereka mengobrol dengan teman lelakinya. Tak lama kemudian, Arumi membawa terang bulan berikut sendok dan dua gelas air sirup rasa leci yang langsung di sajikan pada meja di teras.“Dimakan Bang, terang bulannya enak itu,” dengan tanpa rasa canggung Arumi mempersilakan Lukman untuk mencicipi terang bulan yang telah ia beli.“Ayoo di makan Bang!” ajak Aruna dengan memberikan satu sendok untuk Lukman dan satu sendok untuknya. Arumi pun pamit masuk ke dalam saat dilihat kakaknya dan teman prianya sedang menikmati terang bulan yang ia bawakan.Selesai menikmati terang bulan, Lukman yang telah yakin dengan pilihan hatinya, tidak bisa lagi menunda untuk menyampaikan segala rasa yang ia punya. Dilihat jam yang melingkar pada tangannya, menunjukkan pukul sembilan malam. Lalu dengan serius, ia berkata pada Aruna.“Aruna.., karena sudah larut malam.., abang mau pulang dulu,” ucapnya dengan memandang wajah Aruna.“Hmmm, Ooh yaa, bentar Runa panggil ayah dulu,” ujar Aruna berdiri dari tempat duduknya.Dan secara refleks tangan Lukman meraih tangannya, “Duduk dulu Runa.”“Yaa, gimana Bang?” tanya Aruna dengan perasaan dag-dig-dug, duduk kembali di kursinya.“Aruna, seperti surat yang udah abang berikan ke kamu, Abang ingin jadi kekasih hatimu. Dengan berjalannya waktu, kita akan saling mengenal satu sama lain, kalau kamu sendiri bagaimana?” tanya Lukman dengan memegang tangan Aruna yang terasa dingin karena grogi.“Bang.., Runa juga senang kenal dengan abang. Tetapi abang tau kan kondisi Runa. Tanggung jawab Runa atas adik-adik. Dan itu yang membuat Aruna selama tiga tahun nggak membuka hati. Runa hanya takut, kalau sudah terlanjur cinta dan lelaki itu cuma cinta sama Runa dan enggak cinta sama keluarga dan adik-adik Runa, bagaimana nasib adik-adik Runa?” dengan lancar Aruna mengatakan seluruh perasaan hati dan syarat untuk mencintai dan dicintai olehnya.“Runa.., Abang enggak akan memotong kasih sayang dan tanggung jawab Runa untuk adik-adik. Karena adik-adik Runa juga akan jadi adik abang. Dan tanggung jawab Runa juga akan jadi tanggung jawab Abang. Jadi jangan risaukan masalah itu,” jawab Lukman panjang lebar.Seketika hati Aruna pun melumer seperti coklat, kata-kata Lukman yang puitis dengan menerima semua adiknya adalah yang dicita-citakan selama ini. Kini ia bertemu dengan sosok lelaki baik yang mau berbagi suka dan duka dengannya. Dan ia menemukannya pada sosok Lukman. Hingga tanpa terasa, air mata yang ingin di tahannya bergulir ke pipinya. Disaat bersamaan Lukman melihatnya, lalu ia pun bertanya, “Mengapa Runa menangis?”“Runa bahagia Bang.., semoga ketulusan hati Abang benar adanya,” ucap Runa menundukkan kepalanya dan air mata yang bergulir di pipinya pun telah ada yang menghapusnya.Mereka pun menghabiskan malam pertama pacaran mereka hingga jam sepuluh malam. Akhirnya Lukman pun berpamitan dengan mengecup kening Aruna dengan mesra, dan Aruna hanya memejamkan matanya, menikmati kasih sayang Lukman dalam bentuk kecupan di keningnya.Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. “Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, An
Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l
Sebelum sampai ke rumah Aruna, sengaja Lukman mampir membeli bakery. Ia membeli beberapa roti dengan banyak rasa dan ia juga membeli kue kering yang bisa di pakai camilan. Setelah membayar pada kasir, ia keluar dari toko roti dan kue itu berjalan ke mobil yang terparkir di depan toko bakery yang terkenal itu dan masuk ke dalam mobil dan berlalu dari toko itu. Walaupun ia telah dewasa, kala akan bertemu dengan orang tua dari pujaan hatinya namun ada rasa deg-deg’an juga. Sama seperti anak muda lainnya.Bertemu dengan keluarga dari orang yang kita cintai itu, akan memberikan sensasi yang berbeda. Entah itu semasa remaja, kuliah bahkan ketika kita telah bekerja. Karena cinta tidak membedakan usia, karena itu semua orang akan merasakan deg-deg’an. Ada rasa bahagia, juga ada rasa kangen yang setiap saat menyelinap di dalam hati orang yang sedang jatuh cinta.Baik yang di rasa oleh anak-anak remaja yang baru mengenal cinta, atau cinta yang hadir di saat telah dewasa,
Selesai makan siang, keempat adik Aruna bercengkerama di ruang keluarga. Sedangkan Lukman dan Aruna di ruang tamu. Lalu ayah berlalu dari ruang keluarga ke kamarnya untuk beristirahat. Diruang tamu, Aruna mengobrol masalah pekerjaannya dan bercerita tentang penyebab dari sakitnya sang ibu.“Ooh dulu, ibu Runa berjualan, berarti ada donk bakat untuk wiraswasta,” ucap Lukman dengan tersenyum manis.“Sepertinya cuma ibu aja sih, yang suka berdagang, soalnya kalau berdagang itu kan nggak tentu hasilnya, kalau Runa suka yang pasti-pasti saja. Males mikir terlalu ribet, dan terlalu banyak yang diurus,” jawab Aruna.“Abang mau air minum lagi? Mau teh, kopi atau sirup?” tanyanya saat ia melihat minuman yang disajikan telah habis diminum.“Air dingin aja, tanpa sirup bolehlah.” Jawabnya.Aruna bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih dingin. Kemudian ia kembali
Setelah hari libur menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Aruna. Seperti hari kemarin, Aruna bangun di pagi hari, dan menyiapkan sarapan. Begitu juga dengan semua adiknya, mereka bahu membahu merapikan rumah dan menyiapkan diri untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Hingga sampai pada kebiasaan mereka sarapan pagi bersama. Dan beberapa anggota keluarga akan memberitahukan kesibukan masing-masing pada hari ini disela-sela sarapan.“Ayah, hari ini ada test ujian akhir semester dan langsung membahas soal-soal yang di test. Guru-guru disekolah melakukan test ini untuk liat kesiapan kami semua menjelang ujian kelulusan, Jadi Arim akan pulang sore hari,” ucap Arimbi disela sarapan pagi.“Saya juga mau mengikuti satu seminar lagi, soalnya syarat untuk menyusun skripsi itu kan harus ada bukti mengikuti seminar beberapa kali. Dan Dika kurang satu kali lagi ikut seminarnya, memang sih tahun depan juga bisa, cuma biar nggak kelewat sibuk, apalagi tahun depan haru
Selesai makan siang bersama Sari diruang Customer Service, Aruna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dilihat waktu istirahat dari satu jam yang diberikan masih tersisa dua puluh menit lagi. Kemudian, ia memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menghubungi Arumi adiknya, yang pulang ke rumah selepas sekolah.Untuk pertama kalinya, ia akan sendiri berada di rumah, karena Arimbi akan pulang sore hari. Oleh karena itu, ia ingin memastikan adik bungsunya untuk selalu waspada saat berada di rumah. Dan ia juga ingin mengingatkan adiknya, agar lebih berhati-hati saat berada di rumah.“Rumi..., lagi dimana? Masih di sekolah?” tanya Aruna saat mendengar suara riuh saat menghubunginya.“Baru saja Rumi keluar dari kelas, untung kakak hubungi Rumi waktu udah diluar kelas, kalau nggak, bisa-bisa ponselnya disita sama guru, Kak,” ucapnya, tanpa memberitahukan penyebab dari aturan itu.“Koq begitu, memang ada aturan baru dari se
Mobil yang membawa Lukman dan Aruna pun mampir ke tempat penjual makanan. Kali ini Lukman mampir ke tempat penjual sate kambing. Mengingat banyaknya anggota keluarga Aruna, maka Lukman pun memesan lima porsi sate kambing dan tiga porsi gulai kambing.“Bang Lukman kenapa banyak sekali sih belinya, biasanya kami di rumah beli dua porsi sate dan satu porsi gulai itu cukup buat kami makan bersama, lebih baik dua porsi ini dipisahkan aja buat mama dan papa si rumah,” ucap Aruna seraya meminta plastik pada pedagang satenya. “Runa.., mama dan papa sudah nggak makan kambing lagi. Mereka punya sakit hipertensi,” ungkap Lukman kala Aruna memisahkan dua porsi sate kambing pada plastik lainnya.“Yakin nih bang?” tanya Aruna kembali pada Lukman. Dan Lukman pun menganggukkan kepalanya.Setelah Lukman membayar pesanan sate dan gulai kambing itu, mereka pun kembali masuk ke dalam mobil menuju rumah Aruna.Sekitar lima belas menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Aruna. Dan Lukman memarkir k
Akhirnya, sebulan kemudian, hari yang ditunggu Lukman dan Aruna pun terjadi. Mereka mengikat janji suci di hadapan penghulu dan kedua orang tua Lukman, Syamsudin dan Latifah serta ayah Aruna, Darmawan yang menjadi wali pada saat pernikahan putrinya. Kedua mempelai menggunakan busana adat nan elok. Warna merah pada pakaian adat mereka yang di padu dengan warna hijau serta gemerlapnya hiasan kepala Aruna membuat kecantikannya kian terpancar dari wajahnya dan membuat orang yang memandangnya ikut terpesona. Ditambah tampilan make up lengkap Aruna menjadi wanita tercantik yang dimilik Lukman saat ini.Derai air mata Aruna mengawali acara pembacaan ijab kabul pada Lukman seorang lelaki yang baru dikenalnya tiga bulan. Karena cinta dan kepedulian Lukman pada keluarganya membuat Aruna pun menerima tulus cinta Lukman. Air mata Aruna berderai saat teringat pada Almarhum Ibundanya. Dalam hatinya, Aruna meminta restu pada sang ibu yang telah berpulang, ‘Buu.., Runa minta restu.., Runa berjanji a