Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng
Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem
Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h
Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng
Aruna berlari kecil menyeberangi jalan utama Gajah Mada, ketika seorang kondektur bus patas AC membangunkan ia dari tidurnya. Jembatan kecil yang menghubungkan jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk menjadi jalan alternatif ketika ia menuju kantornya. Dan hal itu telah ia lakukan setiap hari, sejak ia bekerja pada Bank Swasta tersebut.Aruna berjalan menyusuri trotoar di sepanjang jalan Hayam Wuruk untuk sampai ke kantornya. Disisi jalan banyak pedagang yang menjajakan makanan untuk sarapan pagi. Dan mayoritas yang biasanya di jual di pagi hari adalah menu sarapan pagi seperti bubur ayam, lontong sayur dan bubur kacang ijo. Ada juga yang berjualan jajan basah, hanya saja Aruna lebih senang jajanan basah yang di jual kantin kantor.Aruna melangkahkan kakinya dengan cepat memasuki halaman gedung lantai delapan. Kemudian ia menaiki tangga yang berjumlah delapan undakan untuk sampai ke lobby kantor. Masuk ke dalam gedung, Aruna langsung menuju ruangannya lalu, ia memasukkan jempolnya pada
Lukman seorang lelaki berusia tiga puluh lima tahun, dengan kepala plontos, dengan jambang serta kumis tipis yang rapi menghiasi wajahnya terlihat kedewasaannya. Kulit coklatnya yang bersih menandakan ia sangat memperhatikan penampilan dan kebersihan dirinya. Ia adalah pemilik toko perhiasan di daerah Cikini. Pertemuannya dengan Aruna di sebuah Bank pada saat membuka rekening, membuka memori yang telah lama di kuburnya meruak kembali.Ia teringat kembali kenangan indah yang sekaligus jadi kenangan buruk bagi hidupnya. Ia yang telah merajut tali kasih bersama seorang wanita yang ia kenal sejak mengenal cinta pertamanya di bangku Sekolah Menengah Atas hingga ia menyandang Sarjana Ekonomi pada namanya, membuat ia yang kala itu ingin segera menikahi wanita pujaannya berupaya melamar pekerjaan di beberapa perusahaan.Walaupun orang tuanya pemilik toko perhiasan di daerah Glodok Jakarta, tetapi Lukman tetap bersikeras mencari pekerjaan dengan gelar yang diraihnya, agar dap
Aruna sampai rumah sekitar jam enam sore, perlu waktu satu jam untuk sampai rumah. Dan itu terjadi karena lalu lintas di jam keluar kantor yang padat merapat. Sesampai di rumah, ia langsung mengganti pakaian seragam kantor dengan pakaian rumah. Setelah itu, ia memasak untuk makan malam hari ini.Ayahnya telah sampai di rumah, dan seperti biasa Ayah selalu membantu pekerjaan rumah dengan menyiram tanaman. Mereka menempati rumah itu sejak lama, yang merupakan hasil jerih payah Ayah dan almarhum ibunya. Dulu ibunya melayani katering di tiga perkantoran.Keuletan ibu dan ayahnya membuat mereka memiliki rumah di kota Jakarta. Dengan status ayahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan rendah dan usaha ibunya yang berjualan nasi campur, membuat kehidupan mereka lebih baik. Sampai akhirnya sang ibu sakit parah dan wafatnya sang ibu tiga tahun lalu, membawa mereka pada keterbatasan secara ekonomi. Kala itu Aruna baru bekerja di Bank.Adik pertamanya bernama Aditya, kala itu ia baru lulus kulia
Seperti biasa selesai sarapan pagi, Aruna pergi ke kantor bersama adiknya Aditya menggunakan sepeda motor. Tetapi, jika Aditya ada acara di kantor atau sedang bertugas di luar kota, maka Aruna akan menggunakan angkutan umum.Untuk adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP setiap pagi, ia diantar ke sekolah oleh Andika, karena kampusnya satu jalan dengan sekolah Arumi. Sedangkan Arimbi, ikut ayahnya setiap pagi dan pulang sekolah ia menggunakan angkutan umum.Begitu juga dengan Arumi, ketika pulang sekolah, ia akan menggunakan angkutan umum. Dan biasanya kedua adik perempuan Aruna sampai di rumah sekitar jam dua siang. Sedangkan adik lelakinya yang kuliah, terkadang sampai di rumah jam dua siang, namun terkadang Andika pun pulang ke rumah pada saat malam hari, karena kesibukannya sebagai asisten dosen di kampusnya.Sekitar empat puluh menit, Aruna sampai di kantornya. Ia menyerahkan helm yang ia gunakan ke adiknya. Karena di kantornya tidak ada tempat untuk penitipan helm. Ia lal