Beranda / Romansa / Air Mata Aruna / BAB 4 : Alasan Terselubung

Share

BAB 4 : Alasan Terselubung

Penulis: Parikesit70
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-26 06:18:25

Seperti biasa selesai sarapan pagi, Aruna pergi ke kantor bersama adiknya Aditya menggunakan sepeda motor. Tetapi, jika Aditya ada acara di kantor atau sedang bertugas di luar kota, maka Aruna akan menggunakan angkutan umum.

Untuk adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP setiap pagi, ia diantar ke sekolah oleh Andika, karena kampusnya satu jalan dengan sekolah Arumi. Sedangkan Arimbi, ikut ayahnya setiap pagi dan pulang sekolah ia menggunakan angkutan umum.

Begitu juga dengan Arumi, ketika pulang sekolah, ia akan menggunakan angkutan umum. Dan biasanya kedua adik perempuan Aruna sampai di rumah sekitar jam dua siang. Sedangkan adik lelakinya yang kuliah, terkadang sampai di rumah jam dua siang, namun terkadang Andika pun pulang ke rumah pada saat malam hari, karena kesibukannya sebagai asisten dosen di kampusnya.

Sekitar empat puluh menit, Aruna sampai di kantornya. Ia menyerahkan helm yang ia gunakan ke adiknya. Karena di kantornya tidak ada tempat untuk penitipan helm. Ia lalu berjalan melangkah ke dalam gedung itu. Sesampai di lobby kantor ia bertemu dengan Sari, rekan sejawatnya yang terlihat habis menarik uang di ATM.

“Woi...!” seru Sari yang melihat Aruna masuk tergesa-gesa ke tempat absensi. Mendengar teriakan rekan kantornya, Aruna menoleh dan tersenyum lalu tetap berjalan dan di ikuti oleh Sari yang berlari kecil di belalangnya, lalu Aruna yang melihat Sari di belakangnya bertanya, “Lo udah absen?”

“Udah laah, gue paling duluan sampe kantor, masih gelap gue udah sampe kantor,” ujarnya sambil menunggu Aruna menaruh kartu absensinya lagi.

Aruna yang mendengar perkataan Sari langsung melengos, males untuk meladeni ucapannya. Dan Sari yang melihat Aruna meninggalkannya ke ruangan Customer Service menggerutu, “Yee, Elah.., tega banget nih orang., gue tungguin malah, gue di tinggalin.”

Sari yang telah menaruh tas dan ponselnya ke loker, mengikuti langkah Aruna yang masuk ke ruangan Customer Service untuk menaruh tas dan ponselnya sebelum menjalankan aktivitasnya di pagi ini.

Lalu ia teringat akan pesan nasabah yang bernama Lukman. Lalu ia kembali mengambil ponselnya untuk dibawa ke hadapan ibu Krisna untuk memberitahu perihal permintaan nasabah yang bernama Lukman.

Sari yang melihat Aruna meninggalkannya tanpa bicara, kembali nyerocos saat Aruna berjalan di hadapannya yang menunggu di ruangan Customer Service.

“Arunaa..., lo mau kemana sih, sok sibuk banget..,” ucap Sari dengan nada kesal pada Aruna yang tidak menggubrisnya. Dan mengambil kembali ponselnya yang telah di taruh pada lokernya.

“Pagi Bu Krisna,” sapa Aruna pada ibu Krisnawati yang telah duduk di bangkunya.

“Pagi Runa, ada apa?” tanya Bu Krisnawati. Lalu Aruna duduk di hadapan ibu Krisnawati. Dan ia memberitahukan perihal nasabah yang bernama Lukman dengan memperlihatkan pesan yang telah dikirim oleh Lukman.

“Ehmm.. ya sudah kalau memang keinginan nasabah seperti itu, kamu siap-siap aja untuk menyiapkan form yang diperlukan. Sekarang ibu mau koordinasikan dulu sama ibu Nita, supaya menyiapkan satu Teller untuk ambil dana ke nasabah,” ucap ibu Krisnawati. Lalu Aruna dan ibu Krisnawati berdiri dan meninggalkan kursinya.

Aruna yang mendapat perintah untuk menyiapkan form yang dibutuhkan langsung mengambil beberapa form dan menaruh pada sebuah map. Kemudian ia kembali ke ruangan Customer Service untuk mencari Sari yang tadi di tinggal di ruangan tersebut.

“Sari, Sar...!” panggil Aruna dengan sedikit berteriak ke arah Sari yang cuek dan terlihat masih memainkan ponselnya di ruangan Customer Service.

“Sari.., gue mau curhat Sar.., dan semua akibat kesalahan elo nih,” ujar Aruna memancing Sari dengan cara menyalahkan rekannya itu. Dan benar saja, ia menoleh ke arah Aruna dengan pandangan dan raut wajah yang di tekuk.

“Koq lo nyalahin gue.., emang gue salah apa sama lo?” tanya Sari dengan wajah sewot.

“Bukan nyalahin lo sih, Cuma gegara lo kasih nomor telepon gue tempo hari ke nasabah yang namanya Lukman, urusan gue jadi panjang sama dia,” ujar Aruna dengan wajah sedang memikirkan sesuatu.

“Uhmm, memang pak Lukman itu kurang ajar sama lo ya? Atau dia ngelecehin lo dengan kata-kata kotornya? Atau dia, hmmm, kirim photo anu..?” dengan melotot Sari memastikan kejadian apa yang terjadi dengan rekan kantornya sama nasabah Lukman yang ia berikan nomor ponsel Aruna.

“Sari.., napa sih kotor banget otak lo, anu apa maksud lo, otak ngeres..,” ujar Aruna dengan tersenyum karena bisa memancing rekannya untuk berbicara padanya.

“Hemmm, gue pikir.., Abis apa sih yang mau lo omongin tentang lelaki plontos yang baik hati itu?”

“Baik hati pala lo peang, begini Sar, dia itu__” ucapan Aruna tidak dapat diteruskan karena tiba-tiba ibu Krisnawati masuk ke dalam ruangan Customer Service dan berkata padanya, “Aruna, apa sudah kamu siapkan semua form yang akan dibawa ke nasabah itu?”

“Sudah Bu,” jawab Aruna singkat. Sementara Sari terlihat berdiri dari tempat duduk yang ada di sana, menuju lokernya untuk menaruh ponselnya.

“Uhmm, kamu nanti tolong bantu Yeni untuk hitung uangnya yaa, ingat hati-hati, jangan tergesa-gesa. Kalau salah hitung nanti kalian yang norokin. Jadi tolong hati-hati!” ucap Krisnawati dengan tegas.

“Yaa sudah, kamu sekarang langsung aja ke mobil yang udah disiapkan, atau kalau gimana cari Yeni aja, karena bagian Teller yang hubungi sopirnya, dan nanti akan ada satu orang polisi yang akan mengawal, ikut di mobil itu juga,” ujar Krisnawati.

“Sari, sudah hampir jam delapan, kamu udah siap untuk ke depan?” tanya Krisnawati yang masih melihat Sari berada di ruangan Customer Service.

“Siap Buu,” ucap Sari dan berlalu dari hadapan ibu Krisnawati.

“Buu, saya permisi juga, mau ke tempat mbak Yeni, ”ucap Aruna.

Mereka berdua keluar dari ruangan itu, lalu Sari yang sengaja menunggu Aruna di luar ruangan itu, berbisik padanya, “Ingat, nanti lo kasih tau kelanjutan cerita yang mau lo cerita’in ke gue.”

Aruna yang mendengar bisikan dari rekan kerjanya, hanya mengedipkan matanya dan memberikan isyarat dari mulutnya yang menyatakan Ok!

Aruna langsung mencari Yeni, seorang petugas Teller yang ditugasi untuk mengambil uang ke rumah Lukman. Sedangkan Aruna ikut bersama Yeni, karena Lukman ingin membuka kartu kredit dan membuka deposito.

Setelah siap dengan alat ultra violet yang biasa digunakan untuk menyortir uang palsu dan asli serta membawa mesin hitung uang yang kecil, mereka pun beranjak ke mobil yang telah disiapkan dan berada di parkir depan.

Mereka masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan, lalu mobil pun meninggalkan gedung itu, berjalan di antara mobil lainnya. Di dalam mobil, Yenni yang telah punya anak menyempatkan diri untuk menghubungi anaknya yang baru Paud. Sedangkan Aruna, mengirimkan pesan singkat pada Lukman, untuk memberitahukan, kalau mereka telah jalan ke rumahnya.

[Pesan keluar untuk Lukman Nasabah : Pagi pak, kami sedang on the way ke rumah bapak.]

Baru saja pesan itu di kirim, Lukman telah membalasnya.

[Pesan masuk dari Lukman Nasabah : Iya Aruna, terima kasih kamu sudah bisa ikut juga.]

Sejenak Aruna membatin dalam hatinya, ‘Genit amat sih nih nasabah, perasaan gue koq jadi nggak enak yaa? Ehmm pasti ini gegara Sari yang suudzon sama pak Lukman, jadi gue kepikiran.’

Sekitar tiga puluh menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Lukman. Sebuah rumah besar berwarna putih dengan garis hijau muda pada setiap siku dari bangunan tersebut. Saat mereka masuk rumah itu, ada seorang pembantu membukakan pintu pagarnya. Mobil pun masuk ke halaman rumah yang terlihat megah itu. Lalu pintu pagar kembali di tutup.

“Silakan Bu.., pak Lukman telah menunggu di dalam,” ucap pembantu rumah tangga Lukman mempersilakan Yeni dan Aruna ke dalam rumah itu.

Sesampai di dalam, Lukman telah menunggu. Dan menyapa ke dua orang pegawai Bank itu untuk masuk ke ruangan tengah.

“Silakan masuk mbak Aruna,” ucapnya dengan melihat ke arah Aruna.

“Iya pak, dan ini mbak Yeni yang akan menghitung uang bapak,” ucap Aruna memperkenalkan Yeni sebagai Teller.

Lalu mereka pun ke ruang tengah. Disana telah ada sebuah meja besar yang telah di siapkan berikut stop-kontak listrik untuk alat ultra violet yang dibawa Yeni. Dan di tempat itu juga, telah disiapkan dua tas besar berisi uang yang akan di hitung. Sementara Aruna menyiapkan beberapa form yang telah di siapkan untuk di isi.

“Mbak Aruna, bisa pakai meja kerja saya untuk menulis,” ucap Lukman, sambil menunjuk sebuah meja berisi komputer yang ada di ruang keluarga itu juga.

Aruna yang melihat Lukman menunjuk sebuah meja yang akan ia pakai untuk menulis form yang harus ia isi. Lalu Aruna pun berjalan menuju ruang yang berada bersebelahan. Sesampai di sana, Aruna pun langsung duduk dan menyiapkan form yang akan di isi.

“Permisi.., saya tulis dulu ya pak form nya, setelah itu bapak bisa tanda tangani,” ujar Aruna pada Lukman.

Aruna langsung duduk dan memulai kegiatannya. Sedangkan Lukman berdiri di samping Aruna yang sedang melengkapi form yang ia bawa. Tiba-tiba datang kedua orang tua Lukman menghampiri mereka berdua.

“Ooh, gadis cantik ini yang kau maksud, Lukman? Pintar sekali kau memilih calon pendamping,” ucap mamanya menghampiri mereka berdua.

Dan mereka pun menoleh ke arah suara yang ada di belakang mereka. Aruna hanya tersenyum mendengar apa yang dikatakan oleh bapak dan ibunya Lukman.

Dalam hati Aruna bergumam, ‘Waduh..! Ibu pak Lukman, sepertinya salah lihat. Apa pak Lukman enggak bilang sama kedua orang tuanya, kalau aku ini, petugas dari Bank?’

“Selamat pagi Buu, Pak,” sapa Aruna dengan berdiri, ketika di lihat kedua orang tua Lukman mendekati meja tempat ia menulis.

“Silakan di teruskan Nak, biar kami berdua duduk di sana, ”ucap mamanya Lukman menjauh dari meja yang di gunakan Aruna menulis. Sedangkan Lukman berdiri tepat di belakang bangku yang digunakan Aruna.

Selesai menuliskan data pada semua form yang telah di tulis, Aruna langsung meminta Lukman menandatangani form tersebut dan pada saat akan menandatangani form tersebut terlihat Lukman mengambil kertas kosong yang ada di meja tersebut, lalu menuliskan sesuatu.

Dan Aruna yang melihat, apa yang di tulis oleh Lukman pada kertas kosong tersebut, sungguh sangat terkejut. Kemudian, Aruna membacanya sekali lagi karena rasa tidak percaya atas apa yang telah ditulis oleh Lukman

《Dan tulisan pada kertas itu tertulis : Mbak Aruna, menikahlah dengan saya, dan saya minta mbak ke rumah, karena saya sudah cerita pada kedua orang tua saya, kalau mbak adalah calon istri saya. Terimalah permintaan saya ini.》

Membaca tulisan yang diserahkan padanya, membuat mata Aruna yang indah menatap langsung ke netra Lukman dengan kesal dan sedikit aneh dengan permintaan Lukman. Namun ia tidak mungkin langsung menolak dan mengecewakan kedua orang tua yang telah di bohongi oleh putranya.

Lalu Aruna ikut menulis pada bagian lembar kertas yang masih kosong. Karena untuk berbicara pada Lukman adalah suatu hal yang tidak mungkin, apalagi kedua orang tuanya sedang memperhatikan mereka berdua.

《Aruna pun membalasnya dengan menuliskan: Sekarang saya harus bagaimana pak Lukman? Kenapa buat sandiwara seperti ini? Kasihan saya melihat kedua orang tua bapak.》

Membaca tulisan dari Aruna, membuat hati Lukman kian mantap untuk menjadikan Aruna sebagai istrinya, selain wajahnya yang mirip dengan almarhum Resti, tunangannya. Ia berpikir, Aruna juga mempunyai sifat mengasihi orang lain. Dan itu terlihat saat Aruna berkata dalam tulisannya, yang kasihan pada kedua orang tuanya, padahal baru pertama kali ia mengenal.

《Aruna.. untuk saat ini jadilah calon istri saya.., Saya serius tentang hal itu. Biar kedua orang tua saya tidak kecewa dan bersedih.》

Membaca balasan atas tulisannya, dibalik kertas yang telah mereka tulis bersama, kembali Aruna menatap tajam ke arah Lukman. Sebenarnya, ingin sekali ia marah pada Lukman, hanya saja karena Lukman nasabahnya, dan meminta pertolongannya, mau tidak mau ia membantunya

Walau sebenarnya ia ingin sekali tahu permasalahan yang telah terjadi antara ia dan orang tuanya.

Tetapi, itu tidak mungkin dibahasnya di depan kedua orang tuanya. Lalu Aruna menganggukkan kepalanya dan langsung meminta tanda tangan Lukman, “Tolong di tandatangani di bagian yang sudah saya tandai pak.”

Selesai menandatangani semua form yang telah disiapkan, Lukman langsung mengajak Aruna untuk duduk berdampingan dengan kedua orang tuanya di ruang keluarga. Sementara Yeni, teman sekantornya masih menghitung uang yang diterimanya dengan menggunakan mesin penghitung uang dan bergantian menyinari uang tersebut dengan sinar ultra violet, agar keaslian dari uang itu dapat terlihat dari benang yang ada di bagian tengah.

Sebelum duduk di hadapan kedua orang tua Lukman yang duduk di sofa panjang, Aruna menyalami kedua orang tua tersebut dengan memperkenalkan dirinya.

“Saya dengan Aruna, Bu..,Pak.”

“Silakan duduk Nak, berarti Aruna kerja di Bank yaa? Kalau bisa janganlah panggil kami ibu dan bapak, panggil saja kami mama dan papa, sebentar lagi juga kami akan menjadi mama dan papa mertua kau” ujar mamanya Lukman. Sementara, Aruna hanya bisa tersenyum tanpa arti dan melihat ke arah Lukman yang tertunduk tidak mampu mengatakan apa pun.

“Iya saya bekerja di Bank, Buu eehh.. Maa,” jawab Aruna, meralat panggilan pada mamanya Lukman.

“Berapa usia kau, Nak?” tanyanya kembali pada Aruna.

“Usia saya dua puluh lima, Maa,” Aruna menjawab dengan singkat. Dan Ia berharap temannya, Yeni bisa lebih cepat menghitung uang yang di serahkan padanya. Karena merasa tidak nyaman dengan sandiwara yang dibuat oleh Lukman, Aruna pun meminta izin untuk membantu temannya menghitung uang.

“Maaf Maa, Paa, saya izin untuk bantu teman saya menghitung uang, supaya lebih cepat selesainya,” ujar Aruna meminta izin untuk beranjak dari sana.

“Ooh.., iyaa, mama sampai lupa dengan teman kau yang ada di ruang tengah, silakan kalau begitu Nak,” jawab mamanya Lukman.

Aruna pun secepat kilat berdiri dan berjalan ke arah temannya yang bernama Yeni dengan perasaan yang lapang, karena saat di ruang keluarga itu, ia merasa seperti seseorang yang terpojokkan dengan permainan yang ia sendiri tidak mengerti arahnya.

Dan Yeni yang melihat Aruna telah datang tersenyum riang, karena ia yakin Arun datang untuk membantunya, “Mbak Yeni, biar saya yang mengikat dan menyinari uang itu yaa.”

“”Yaa, Runa.., sini kamu duduk di samping kananku,” pinta Yeni. Sesaat kemudian Aruna telah duduk di samping Yeni.

Di dalam hati Aruna terus saja mengumpat akan kejadian yang terjadi di rumah Lukman, ‘Sial banget gue hari ini yaa.., mimpi apa gue semalem sampe harus jadi pemain sinetron, tapi kenapa gue juga mau disuruh sama si plontos itu?’

Karena saking kesalnya pada Lukman, di dalam hatinya, Aruna memanggil Lukman dengan sebutan plontos. Dan ia sangat berharap untuk bisa secepatnya keluar dari rumah mewah itu. Dengan sesekali bertanya pada rekan kerjanya, “ Masih banyak mbak Yen?”

“Masih dikit koq, sepuluh menit lagi aja selesai, hemm.., mbak Aruna punya form penyetoran?” tanya Yeni. Dan di balas dengan anggukan kepala oleh Aruna.

Kemudian, Aruna pun mengambil form penyetoran tersebut dan menyerahkan pada Yeni yang hampir selesai menghitung jumlah uang yang di setorkan pada hari ini.

Parikesit70

Pembaca yg budiman.. kasih komentar donk.. biar semangat ini nulis nya.. Makasih banyak yaa Akan segera dilanjutkan

| 1
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ahmad Husein
saya sellu senng dengan setiap novel ny semoga semakin sukses dn keren keren jln cerita ny
goodnovel comment avatar
madehilda
cerita yang menarik.. ttg kehidupan real.. semangat thor lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Air Mata Aruna   BAB 5 : Amplop surat berwarna Pink

    Selesai menghitung seluruh jumlah uang yang ada di kedua tas hitam itu, Yeni langsung membuatkan form penyetoran, sedangkan Aruna yang telah selesai dengan form deposito dan pengajuan kartu kredit untuk Lukman, tinggal menunggu Yeni menyelesaikan tugasnya.“Pak Lukman, uang yang di setorkan ini sejumlah 2 Milyar rupiah, silakan bapak tanda tangani form penyetoran ini. Dan pada bagian keterangannya telah saya tulis ‘deposito atas nama Lukman’ benar ya pak, untuk uangnya sejumlah yang saya sebutkan tadi?” tanya Yeni pada Lukman yang sedang menandatangani form penyetoran.“Ya benar.., lalu untuk pengajuan kartu kredit saya apa bisa secepatnya disetujui?” tanyanya pada Yeni.Lalu Yeni pun menjawab, “Maaf pak untuk masalah itu yang lebih paham, mbak Aruna, Pak.”Aruna yang mendengar pertanyaan dari Lukman langsung menjawab, “Untuk pengajuan kartu kredit bapak yang punya kebijaksanaan itu bagian kartu kredit pak. Tetapi, biasanya dengan deposito yang bapak punya, kemungk

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 6 : Surat Izin Mencintai

    Aruna yang gelisah merasa penasaran pada surat berwarna pink itu. Ia menjalani sisa pekerjaannya dengan pikiran yang bercabang ke segala arah. Ia mengutuk dirinya yang meninggalkan buku catatan kunjungan pekerjaannya di meja kerja Lukman.Itu memberikan kesempatan pada Lukman dengan memanfaatkan banyak hal, menulis dan berkirim surat padanya dan menyelipkan pada buku yang tertinggal pada meja kerjanya.Karena pikirannya terus menerus memikirkan sepucuk surat dengan amplop berwarna pink itu, membuat ia tidak fokus atas pekerjaannya. Dan hal itu terlihat saat ia memasukkan file ke dalam binder. Ia salah memasukkan form ke binder yang seharusnya. Sehingga Sari menegurnya, “Runa, gimana sih lo, form penutupan napa lo taruh di form pembukaan...”“Aduh...Sorry, Sar,” ucap Aruna.“Kagak ngerti gue sama lo, dari habis makan diem aja. Kalau gue salah, maaf’in gue,” ucap Sari disela-sela memasukkan file ke dalam binder diakhir-akhir jam kerja.“Iyaa..,” jawab Aruna singkat. Dan itu membuat Sari

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 7 : Galau vs Pergi ke Mal

    Semalam Aruna tak mampu memicingkan matanya barang sekejap. Pikirannya melambung jauh pada sosok Lukman. Ia bingung, apakah perlu ia menjawab suratnya atau tidak, atau untuk sementara diabaikan saja. Sampai akhirnya ia pun terlelap dini hari tanpa mampu memberikan keputusan yang jelas atas hal yang harus ia lakukan.Dan di pagi ini akhirnya ia terlambat bangun. Untung saja, hari ini, hari Sabtu, jadi ia pun libur bekerja. Lalu ia terbangun kala adiknya yang bernama Arumi membangunkannya dengan mengetuk pintu kamarnya.“Tok..tok..tok. Kak.., kak Runa.. Kak..,” panggil Arumi sambil mengetuk pintu kamar Aruna.Seketika Aruna loncat dari tempat tidurnya saat mendengar ketukan pada pintu kamarnya dengan menjawab, “Yaa.., tunggu.”Aruna membuka pintu kamarnya, dan melihat adiknya telah memakai seragam sekolahnya. Kemudian, Aruna berkata padanya, “Maaf ya.. Rumi, kakak kesiangan.., sekarang tolong kamu beli sarapan di tukang nasi uduk di depan yaa..,” pinta Aruna pada Arumi yang masih berdiri

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 8 : Hangout membawa Bahagia

    Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung. Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas. Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rup

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 9 : Perjanjian Sebuah Cinta

    Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu la

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 10 : Kata Cinta ditengah Masalah

    Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. “Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, An

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 11 : Lelaki Idaman Aruna

    Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 12 : Calon Mertua Lukman.

    Sebelum sampai ke rumah Aruna, sengaja Lukman mampir membeli bakery. Ia membeli beberapa roti dengan banyak rasa dan ia juga membeli kue kering yang bisa di pakai camilan. Setelah membayar pada kasir, ia keluar dari toko roti dan kue itu berjalan ke mobil yang terparkir di depan toko bakery yang terkenal itu dan masuk ke dalam mobil dan berlalu dari toko itu. Walaupun ia telah dewasa, kala akan bertemu dengan orang tua dari pujaan hatinya namun ada rasa deg-deg’an juga. Sama seperti anak muda lainnya.Bertemu dengan keluarga dari orang yang kita cintai itu, akan memberikan sensasi yang berbeda. Entah itu semasa remaja, kuliah bahkan ketika kita telah bekerja. Karena cinta tidak membedakan usia, karena itu semua orang akan merasakan deg-deg’an. Ada rasa bahagia, juga ada rasa kangen yang setiap saat menyelinap di dalam hati orang yang sedang jatuh cinta.Baik yang di rasa oleh anak-anak remaja yang baru mengenal cinta, atau cinta yang hadir di saat telah dewasa,

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26

Bab terbaru

  • Air Mata Aruna   Bab 83 : Tabir Gelap Aruna & Lukman (THE END)

    Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng

  • Air Mata Aruna   Bab 82 : Arimbi melahirkan bayi Lukman?

    Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h

  • Air Mata Aruna   Bab 81 : Aib yang tertutupi

    Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem

  • Air Mata Aruna   Bab 80 : Aruna berhenti bekerja

    Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng

  • Air Mata Aruna   Bab 79 : Bertiga lebih Nikmat

    Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca

  • Air Mata Aruna   Bab 78 : Aruna bertengkar dengan Rudi

    Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,

  • Air Mata Aruna   Bab 77 : Perubahan hati Latifah

    Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar

  • Air Mata Aruna   Bab 76 : Latifah bertemu Ridwan kecil

    “Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm

  • Air Mata Aruna   Bab 75 : Aruna bertemu Tuti & bocah kecil

    Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut

DMCA.com Protection Status