Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung.
Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas.Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rupiah!Dan memang demikianlah keunikan wanita. Mereka akan senang jika mendapatkan barang bagus dengan harga lebih murah dari biasanya, walaupun mereka harus mengelilingi gedung di pusat perbelanjaan tersebut.“Sari, istirahat dulu yukk, kaki gue pegal banget. Dan ini udah kelima toko kita masuki, tapi enggak ada barang yang sesuai dengan keinginan lo.,” ucap Aruna, berhenti pada sebuah kursi panjang berbahan batu kali.“He..he..he..he.., capek yaa.., anggap aja olahraga. Kan kita nggak pernah olahraga. Tapi.., ayo kita beli minuman di gerai yang terkenal itu, “Ajak Sari, dan menarik tangan Aruna yang sudah mager (males gerak) di kursi yang terasa adem, karena terbuat dari batu kali yang di pipihkan.Mereka pun berjalan menuju gerai minuman yang terkenal itu. Dan mereka antre untuk bisa memesan minuman disana, ada sekitar empat orang di depan mereka. Kemudian di sela-sela menunggu, mereka pun berbincang – bincang.“Aruna.., lo jangan jual mahal begitulah sama pak Lukman. Susah tau cari lelaki yang serius sama kita. Udah hajar aja.., mumpung dia masih mengejar lo. Sebelum dia pindah ke lain hati,” ucap Sari dengan nada suara pelan, karena mereka berada dalam antrean.“Ya nanti kita bicara lagi.., udah maju lo, sisa satu orang lagi,” jawab Aruna, meminta Sari maju ke depan. Karena saat ia berbicara wajahnya menghadap ke arah Aruna, jadi ia tidak bisa tau kalau orang yang berada di depannya telah maju ke depan.Sesampai di depan counter mereka masing- masing memesan minuman. Sari memesan Buble Chocolate, sedangkan Aruna memilih Buble Greentea. Kemudian, Sari membayar ke dua minuman tersebut lalu mereka mencari tempat duduk yang berada di sudut ruang itu, langsung berhadapan dengan kaca yang menempel pada bagian gerai tersebut.“Gimana Runa..? Lo tolak itu pak Lukman? Kalau dia suka sama gue, udah gue libaslah.., gue tinggalin tuh pacar gue yang lama, He..he..he..he,” Sari nyerocos sambil meregangkan kakinya yang teras pegal.“Napa kaki lo, pegal?” tanya Aruna saat melihat kaki rekan kerjanya di selonjorkan. Dan dibalas oleh senyuman Sari.Sari melihat ke arah Aruna dengan serius, dan mangut-mangut. Kemudian dia tersenyum kecil ke arah Aruna yang juga menatap netra rekannya dengan kebingungan.“Kenapa lo liat gue seperti itu? Apa ada riasan wajah gue yang berlepotan?” tanya Aruna sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat wajahnya lewat aplikasi photo yang ada disana.“Runa.. Runa.., gue kagak ngerti, napa sih.., lo tunda-tunda jawaban dari pak Lukman yang mau sama lo, apalagi jadi istrinya. Kalau ada lelaki yang serius, bilang mau merried sama gue, langsung gue bilang mau sama tuh laki, walaupun enggak se’tajir pak Lukman, yang penting niat baiknya. Coba sekarang lo cerita sama gue, napa lo enggak kasih jawaban ke dia,” ucap Sari, dengan geregetan pada Aruna.“Masalahnya__.” Ucapan Aruna terhenti, kala seorang pramusaji minuman Buble telah berada di samping meja mereka dan menaruh kedua minuman yang mereka pesan di meja tersebut. Lalu pramusaji itu berkata, “Selamat menikmati, kak.”Sebelum melanjutkan perbincangan, mereka langsung menikmati minuman Buble tersebut. Kemudian, Aruna berkata pada rekan kantornya, “Sar.., lo tau kan tanggung jawab gue sama adik-adik gue yang masih sekolah. Gue cuma takut, kalau gue nikah dan laki gue melarang bantu biaya sekolah, uang jajan mereka, gimana nasib mereka? Lo kan enggak pernah ngerasain seperti apa yang gue rasa.”Ada perasaan haru pada hati Sari mendengar begitu besarnya tanggung jawab Aruna yang tidak pernah ia rasakan. Tetapi sebagai rekan kantor yang telah melewati kebersamaan dalam suka duka selama tiga tahun ini, membuat Sari memahami keterbatasan yang di miliki rekannya.Lalu Sari sebagai orang yang punya sikap blak-blakan dalam memandang masalah langsung berkata, “ Yaa, lo kasih syarat sama pak Lukman, mengenai keberatan lo atas adik-adik. Kalau dia mau.., yaa di syukuri saja. Kalau enggak mau yaa enggak apa-apa. Lo kan enggak tuntut dia buat bertanggung jawab sama adik lo. Juga duit yang di pakai kan juga duit lo, dan kalau memang dia sayang sama lo, gue rasa semua Fine- Fine aja. Malah seharusnya dia bisa bantu pendidikan adik-adik lo. Itu juga kalau dia enggak PE..LIT!”Aruna mendengarkan masukan dari Sari dengan menikmati minumannya. Ia juga mencerna percakapan yang terjadi dengan memikirkan langkah selanjutnya. Mengingat beratnya biaya pendidikan dari Arimbi, lalu setahun kemudian Arumi akan melanjutkan sekolah di SMA yang pastinya akan menambah bebannya terasa semakin berat.Walaupun adik lelakinya, Aditya turut membantunya. Tetapi sampai kapan? Kelak saat Aditya yang telah mempunyai pacar dan berkeinginan untuk menikah, bagaimana dengan nasib adik-adiknya yang masih menempuh pendidikan?.Tidak masalah jika kelak, pasangan hidup Aditya memaklumi keadaan keluarga mereka, tetapi jika tidak memaklumi, bagaimana jadinya? Dan itu adalah sekelumit dari permasalahan yang mungkin akan terjadi di dalam kehidupan Aruna dan keluarganya.“Ok.., Makasih input nya, tapi ngomong-ngomong perut gue keroncongan, jadi lo traktir makan siang?” tanya Aruna setelah mantap dengan keputusan yang akan ia ambil.“Ayoo, kita cari makanan, memang lo pengen makan apa?” Sari balik bertanya pada Aruna.“Ehmm, steak aja yukk,” ajak Aruna yang telah berdiri dari kursi setelah menghabiskan sisa minumannya. Lalu, Sari pun menggandeng tangan Aruna berlalu dari tempat itu menuju sebuah resto yang menyajikan makanan steak.Sampai di depan resto tersebut, mereka masuk ke dalam dan seorang pramusaji menghampiri mereka, memberikan daftar menu, lalu meninggalkan mereka dengan berkata, “Nama saya Wati, jika kakak sudah siap dengan pesanan bisa memanggil saya, Terima kasih.”Mereka pun memilih jenis steak yang akan mereka makan. Setelah mereka memilih, Sari memanggil wanita yang bernama Wati dan mengatakan pesanannya, berikut minumannya. Saat mereka menunggu pesanan, terdengar suara nada bip pada ponsel Aruna. Dengan perasaan deg-deg’an Aruna membuka pesan pada ponselnya, dan terlihat Lukman mengirimkan pesan padanya.“Hey.., siapa yang kirim pesan? Lukman yaa?” tanya Sari dengan kepo’an nya.“Pak Lukman yang kirim pesan, Sar,” jawab Aruna dengan memperlihatkan isi pesan dari Lukman.[Pesan masuk Lukman Nasabah : Adinda, bahagia sekali saya terima balasan dari adinda. Syukurlah Adinda memahami maksud dari hati saya. Saya ingin bertanya, apakah adinda sudah punya kekasih? Jika sudah, saya akan mundur dan tidak akan mengirim pesan kembali. Dan mohon abaikan saja surat saya yang waktu itu. Sudikah kiranya adinda menjawab pertanyaan saya, agar tidak terjadi salah paham antara kita semua.]Sari yang ikut membaca pesan singkat dari Lukman, ikut terbawa suasana. Dengan wajah semeringah, ia berkata, “So Sweet, WOW! Romantis banget itu orang, aduuh Runa.., gue aja jadi terhanyut sama kata-katanya. Asli.., komplit itu laki. Udah tajir.., cakep.., sopan.., dan romantis banget..!”Melihat kelakuan rekannya yang begitu terpana dengan pesan singkat yang di kirim oleh Lukman, membuat hati Aruna juga ikut bahagia. Lalu ia bertanya pada Sari, “Sar.., gimana nih gue balasnya.”“Permisi, kak.., ini pesanannya,” ucap pramusaji yang tiba-tiba sudah berada di depan matanya dan membawa nampan berisi dua steak yang mereka pesan.“Ini steak Tenderloin nya, dan ini black pepper nya, jus sirsak satu dan jus alpukat satu, sudah lengkap ya kak.., pesanannya?” tanya pramusaji tersebut.“Yaa.. udah. Terima kasih mbak,” jawab mereka bersamaan.Setelah pramusaji itu berlalu, Sari langsung meraih ponsel milik Aruna, dan ia yang akan menjawab pesan yang di kirim oleh Lukman, tetapi Aruna meraih kembali ponselnya dan berkata, “Gue aja yang jawab.., lo tinggal kasih tau apa yang harus gue tulis.”Dengan tersenyum, Sari meledek rekannya, “Cie.., Cie.., yang udah punya gebetan. He.. he.. he.., kita makan dulu aja laah, pak Lukman pasti dengan setia menunggu jawaban lo. He.. he.. he.”Akhirnya mereka menikmati steak yang mereka pesan tanpa berkata sepatah kata pun. Setelah selesai, Aruna langsung membuka ponselnya dan mulai membalas pesan dari Lukman.[Pesan keluar untuk Lukman : Untuk saat ini, saya enggak punya teman dekat.]Pada saat Aruna mengirim pesan itu, rekan kantornya, tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan yang di kirim ke pak Lukman, “Ha.. ha.. ha.., Runa.., Runa..”Dan saat Sari tertawa, beberapa orang yang sedang menikmati steak dan menunggu steak, melihat kearah mereka berdua. Ada yang tersenyum, ada yang melihat dengan pandangan acuh tak acuh dan ada yang judes memandang mereka. Dan Aruna yang jadi bahan tertawaan dari Sari, matanya melotot ke arah rekan kantornya.“Napa sih lo, kayak orang kesurupan, liat tuh semua orang pada liat kearah kita,” sungutnya, kesal melihat tingkah laku dari temannya.Puas dengan tertawa lepasnya, Sari langsung meraih ponsel Aruna, “Begini cara menjawab pesan orang yang lagi jatuh cinta.”[Pesan keluar untuk Lukman : Pak.., untuk kekasih atau teman dekat saya belum punya. Karena saya fokus mengurusi adik-adik saya yang masih pendidikan. Dan untuk sementara biarlah kita mengenal satu sama lain, jika kita sejalan, pastinya.., hubungan ini pun akan berlanjut, seperti perasaan bapak terhadap saya. Juga bapak belum mengenal saya sepenuhnya. Siapa saya dan keluarga saya.]“Runa, coba lo baca itu pesan gue. Kalau lo merasa cocok dengan apa yang gue ketik, lo bisa kirim. Kalau enggak cocok, yaa lo apus aja,” ujar Sari sambil memberikan ponsel Aruna yang ia pegang kepadanya.Terlihat Aruna membaca pesan yang telah diketik oleh rekannya, ia tersenyum kecil. Tergambar bahagia dari raut wajahnya. Lalu ia memberikan jempol pada Sari yang sedang memandang kepadanya. Aruna pun mengirimkan pesan singkat yang telah di ketik Sari ke pak Lukman.“Terima kasih yaa Sar.., lo memang hebat kalau udah urusan seperti ini,” ujar Aruna dengan tersenyum manis.“Makanya, jam terbang lo harus di tingkatin, masa jawab pesan model gitu aja nggak bisa. Ehmm, sebenarnya lo demen apa nggak sama dia?” tanya Sari dengan pandangan serius. Menatap netra Aruna dalam-dalam, seolah ia akan melahap bola mata Aruna.“Hemm, enggak tau juga, soalnya gue harus kenal dia lebih dekat, kalau cuma dari luarnya, fisiknya, gue suka sama dia. Ingat! suka, bukan cinta.”“Tapi gue rasa, lo bisa jatuh cinta sama dia. Gue yakin dia orangnya baik dan hmmm romantisnya itu yang bikin gue kok.., jadi suka dia juga yaa, Uhff.. Sorry gue terus terang nih,” ucap Sari menutup bibirnya dengan kedua tangannya sambil tersenyum lebar.“Udah yuk, kita cabut dulu, nanti keburu sore,” ajak Aruna. Lalu Sari menuju kasir untuk membayar makanan dan minuman mereka. Kemudian, ia berjalan keluar resto itu, di ikuti oleh Aruna dari belakangnya.“Makasih untuk traktiran dan nasehatnya,” dengan tersenyum Aruna merangkul pundak Sari, berjalan melewati beberapa gerai pakaian. Dan Sari mulai memantau beberapa gerai yang memasang discount. Sementara Aruna hanya mengikuti saja arah Sari memuaskan hasrat belanjanya.Puas dengan gerai yang satu, diikuti dengan gerai yang lainnya. Sampai akhirnya tiga kantong tas belanjaan Sari telah penuh dengan barang-barang discount. Dari baju, sepatu, hingga tas. Melihat hal itu Aruna hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan menasihati rekannya itu.“Sar.., enggak kasihan apa sama duit, kok cuma lo buang buat beli barang-barang seperti itu. Harusnya kalau nggak butuh banget ya jangan dibeli. Apalagi gue tau, tas lo kan masih bagus. Kalau mengikuti model mah, nggak ada habisnya,” ujar Aruna memberikan nasihat pada rekan kantornya.“Bener juga sih saran lo. Cuma yaa.., kalau gue udah ke Mal, pastinya seperti ini. Apalagi baru gajian, tapi gue memang lagi perlu barang ini, Runa..,” jawab Sari membela diri. Dan Aruna hanya tersenyum saja mendengar rekan kerjanya memberikan alasan. Dalam hati Aruna, ‘Untung aja gue enggak lapar mata kayak Sari.., kalau kayak dia, bisa-bisa adik-adik gue enggak ada yang sekolah.’Selesai berbelanja, mereka pun ke basemen, tempat dimana mobil Sari di parkirkan. Lalu mereka pun masuk ke dalam mobil, dan Sari meletakan kantung belanjaannya di kursi belakang. Dan saat mereka di dalam mobil, terdengar ponsel Aruna berdering.Seketika, wajah Aruna merona kala ia tahu, kalau yang menghubunginya adalah Lukman. Dan ia hanya memandangi ponselnya tanpa melakukan apa pun, sampai bunyi dering ponselnya terhenti. Sehingga membuat Sari berteriak padanya, “Jawablah.. Runaaa!”Selesai Sari berteriak, ponsel Aruna berdering kembali. Sari meminta Aruna untuk menjawab telepon itu dan menyalakan loudspeaker-nya karena ia juga ingin mendengar percakapan mereka berdua. Lalu Aruna menjawab panggilan ponsel itu, di awali dengan kata, “ Ya, Hallo.”“Maaf mengganggu, Adinda lagi dimana sekarang?” tanya Lukman, terdengar bahagia dari nada suaranya.“Hemm, maaf pak, bisa enggak kalau bapak panggil nama saya aja, tanpa adinda?” tanyanya. Sementara Sari yang mendengar percakapan mereka cekikikan dengan menutup bibirnya.“Baik kalau kamu maunya seperti itu, Aruna. Dan bisa saya minta kamu panggil saya dengan sebutan abang juga, jangan bapak seperti itu,” pinta Lukman. Itu membuat Sari temannya tersenyum disebelah Aruna.Lalu mereka pun bercakap-cakap hal yang bersifat basa-basi semata. Lalu di akhir percakapan Lukman bertanya pada Aruna, “ Boleh abang ke rumah Aruna?”“Ke rumah saya?___ Aruna terdiam sejenak, lalu kembali ia bicara, “ Tetapi, jangan dulu ke rumah, lebih baik.. hemm gimana yaa, soalnya saya kan belum kenal abang lebih dekat,” ungkap hati Aruna dengan sejujurnya.“Oleh karena itu, abang ingin ke rumah Aruna, biar lebih dekat. Bukan lebih dekat dengan Aruna aja, tetapi dengan adik-adik Aruna juga,” ujar Lukman yang tetap bersikeras ingin berkunjung ke rumah Aruna.“Ooh.. begitu, baiklah kalau memang abang ingin seperti itu,” Aruna menjawab permintaan Lukman. Lalu ia memberikan alamat rumahnya. Dan ia juga memberitahu Lukman, kalau ia sedang menemani rekan kantornya berbelanja, yang sudah Lukman kenal juga.Setelah itu, mereka pun memutuskan pembicaraan. Sementara, Aruna merasa jantungnya berdebar dengan kencang, mengingat Lukman akan ke rumahnya. Tetapi dalam lubuk hati yang terdalam ia merasakan bahagia.Berbeda dengan Sari yang langsung tancap gas mengantar Aruna pulang ke rumahnya, dengan terus meledeknya di sepanjang jalan menuju rumah Aruna.Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu la
Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. “Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, An
Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l
Sebelum sampai ke rumah Aruna, sengaja Lukman mampir membeli bakery. Ia membeli beberapa roti dengan banyak rasa dan ia juga membeli kue kering yang bisa di pakai camilan. Setelah membayar pada kasir, ia keluar dari toko roti dan kue itu berjalan ke mobil yang terparkir di depan toko bakery yang terkenal itu dan masuk ke dalam mobil dan berlalu dari toko itu. Walaupun ia telah dewasa, kala akan bertemu dengan orang tua dari pujaan hatinya namun ada rasa deg-deg’an juga. Sama seperti anak muda lainnya.Bertemu dengan keluarga dari orang yang kita cintai itu, akan memberikan sensasi yang berbeda. Entah itu semasa remaja, kuliah bahkan ketika kita telah bekerja. Karena cinta tidak membedakan usia, karena itu semua orang akan merasakan deg-deg’an. Ada rasa bahagia, juga ada rasa kangen yang setiap saat menyelinap di dalam hati orang yang sedang jatuh cinta.Baik yang di rasa oleh anak-anak remaja yang baru mengenal cinta, atau cinta yang hadir di saat telah dewasa,
Selesai makan siang, keempat adik Aruna bercengkerama di ruang keluarga. Sedangkan Lukman dan Aruna di ruang tamu. Lalu ayah berlalu dari ruang keluarga ke kamarnya untuk beristirahat. Diruang tamu, Aruna mengobrol masalah pekerjaannya dan bercerita tentang penyebab dari sakitnya sang ibu.“Ooh dulu, ibu Runa berjualan, berarti ada donk bakat untuk wiraswasta,” ucap Lukman dengan tersenyum manis.“Sepertinya cuma ibu aja sih, yang suka berdagang, soalnya kalau berdagang itu kan nggak tentu hasilnya, kalau Runa suka yang pasti-pasti saja. Males mikir terlalu ribet, dan terlalu banyak yang diurus,” jawab Aruna.“Abang mau air minum lagi? Mau teh, kopi atau sirup?” tanyanya saat ia melihat minuman yang disajikan telah habis diminum.“Air dingin aja, tanpa sirup bolehlah.” Jawabnya.Aruna bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih dingin. Kemudian ia kembali
Setelah hari libur menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Aruna. Seperti hari kemarin, Aruna bangun di pagi hari, dan menyiapkan sarapan. Begitu juga dengan semua adiknya, mereka bahu membahu merapikan rumah dan menyiapkan diri untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Hingga sampai pada kebiasaan mereka sarapan pagi bersama. Dan beberapa anggota keluarga akan memberitahukan kesibukan masing-masing pada hari ini disela-sela sarapan.“Ayah, hari ini ada test ujian akhir semester dan langsung membahas soal-soal yang di test. Guru-guru disekolah melakukan test ini untuk liat kesiapan kami semua menjelang ujian kelulusan, Jadi Arim akan pulang sore hari,” ucap Arimbi disela sarapan pagi.“Saya juga mau mengikuti satu seminar lagi, soalnya syarat untuk menyusun skripsi itu kan harus ada bukti mengikuti seminar beberapa kali. Dan Dika kurang satu kali lagi ikut seminarnya, memang sih tahun depan juga bisa, cuma biar nggak kelewat sibuk, apalagi tahun depan haru
Selesai makan siang bersama Sari diruang Customer Service, Aruna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dilihat waktu istirahat dari satu jam yang diberikan masih tersisa dua puluh menit lagi. Kemudian, ia memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menghubungi Arumi adiknya, yang pulang ke rumah selepas sekolah.Untuk pertama kalinya, ia akan sendiri berada di rumah, karena Arimbi akan pulang sore hari. Oleh karena itu, ia ingin memastikan adik bungsunya untuk selalu waspada saat berada di rumah. Dan ia juga ingin mengingatkan adiknya, agar lebih berhati-hati saat berada di rumah.“Rumi..., lagi dimana? Masih di sekolah?” tanya Aruna saat mendengar suara riuh saat menghubunginya.“Baru saja Rumi keluar dari kelas, untung kakak hubungi Rumi waktu udah diluar kelas, kalau nggak, bisa-bisa ponselnya disita sama guru, Kak,” ucapnya, tanpa memberitahukan penyebab dari aturan itu.“Koq begitu, memang ada aturan baru dari se
Mobil yang membawa Lukman dan Aruna pun mampir ke tempat penjual makanan. Kali ini Lukman mampir ke tempat penjual sate kambing. Mengingat banyaknya anggota keluarga Aruna, maka Lukman pun memesan lima porsi sate kambing dan tiga porsi gulai kambing.“Bang Lukman kenapa banyak sekali sih belinya, biasanya kami di rumah beli dua porsi sate dan satu porsi gulai itu cukup buat kami makan bersama, lebih baik dua porsi ini dipisahkan aja buat mama dan papa si rumah,” ucap Aruna seraya meminta plastik pada pedagang satenya. “Runa.., mama dan papa sudah nggak makan kambing lagi. Mereka punya sakit hipertensi,” ungkap Lukman kala Aruna memisahkan dua porsi sate kambing pada plastik lainnya.“Yakin nih bang?” tanya Aruna kembali pada Lukman. Dan Lukman pun menganggukkan kepalanya.Setelah Lukman membayar pesanan sate dan gulai kambing itu, mereka pun kembali masuk ke dalam mobil menuju rumah Aruna.Sekitar lima belas menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Aruna. Dan Lukman memarkir k
Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng
Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h
Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem
Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng
Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca
Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,
Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar
“Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm
Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut