Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.
“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga.“Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, Andika, masuk ke pekarangan rumah, mengunci pintu pagar dan memarkir motor. Ia lalu berjalan menuju pintu ruang tamu. Pertanyaan yang sama pun meluncur dari bibir Aruna pada adiknya, saat ia telah berada di muka pintu ruang tamu.Mendengar pertanyaan dari kakaknya, Andika tersenyum, dengan setengah berbisik ia mengatakan, “Makanya punya pacar, biar ada yang ngapelin, he.. he.. he.”Setelah itu, Andika pun berlalu, sama seperti Aditya yang meninggalkan Aruna yang sedang mengunci pintu rumah. Lalu Aruna kembali ke ruang keluarga menemani ayahnya. Sesaat kemudian, ayahnya bertanya mengenai Lukman padanya.“Aruna, ayah lihat lelaki itu sudah cukup dewasa, dan ayah berharap, dia jadi jodoh kamu. Siapa nama teman kantormu itu?” tanya ayahnya dengan wajah serius memandang pada netra Aruna.“Lukman namanya. Dia bukan teman kantor, dia itu nasabah Bank. Jadi Lukman sering ke Bank, dan akhirnya kami berteman,” jawab Runa singkat.“Ooh.., kalian cuma berteman. Ayah pikir, kalian berpacaran dan baru kamu ajak rumah,” ada nada kecewa pada suara ayahnya.Tetapi sejurus kemudian Ayahnya kembali berkata, “ Ayah akan berdoa, semoga dari teman biasa jadi teman hidup kamu, karena ayah lihat orangnya penuh tata krama dan cukup dewasa, jadi kelak dia bisa jadi imam yang baik untuk kamu.”“Ya, Ayah.., Uhmm, Runa izin istirahat dulu, ayah juga istirahat. Ooh..iya, Runa sampai lupa. Ayah tadi pagi pergi kemana, koq sampai petang baru pulang?” tanyanya. Karena selama ini, jika libur kerja, ayahnya pasti di rumah.“Ooh, tadi ayah ke rumah teman, tanya kerjaan sampingan, karena kan jam kerja ayah sampai jam 4 sore. Jadi ada waktu untuk ambil kerja lainnya, biar ada tambahan. Apalagi Sabtu dan Minggu libur,” ujar ayahnya.Mendengar keinginan ayahnya bekerja kembali untuk tambahan biaya hidup, membuat hati Aruna seperti tersayat sembilu. Bagaimana mungkin, ia membiarkan ayahnya yang telah semakin tua, mencari pekerjaan tambahan.“Ayah.., Runa harap janganlah ayah seperti itu, Runa dan Ditya masih mampu untuk biayai adik-adik. Tolong ayah, jangan lakukan itu lagi..,” kini netra Aruna telah bergelayut buliran bening yang siap meluncur dari sudut matanya.Dengan memegang tangan ayahnya, Aruna kembali memohon padanya, “Ayah harus berjanji sama Runa.., Ayah jangan seperti ini lagi, Runa enggak mau kehilangan ayah, karena lelah bekerja. Ayah tahu kan, kalau ayah sudah tua? Jadi tolong berjanji sama Runa, Ayah...!”Melihat buliran air mata Aruna yang terjatuh membasahi pipi, Ayahnya pun menganggukkan kepala. Kemudian, Aruna menghapus buliran air matanya yang masih tersisa pada pipinya. Dan ayahnya meminta ia beristirahat. Begitu juga dengan ayahnya yang terlihat memasuki kamar untuk beristirahat.Sesampai di kamar, ia melihat beberapa kali Lukman melakukan panggilan pada ponselnya. Karena itu ia balik menghubungi lelaki itu.Malam Bang.., sudah sampai rumah?” tanya Aruna, dilihat jam pada dinding kamarnya menunjukkan pukul sebelas malam.“Malam Runa, iya udah sampai sepuluh menit lalu. Cuma tadi sempat abang berbincang sedikit dengan mama, papa,” jawab Lukman.“Hmmm, Runa lagi ngapaen?” tanyanya dengan suara mesra.“Lagi rebahan aja, belum bisa tidur,” ucap Aruna dengan manja.Kamu enggak lagi mikirin abang kan? Soalnya sepanjang jalan abang terus teringat wajah kamu,” ucap Lukman, yang berbicara dengan bahasa puitis.“Byuurr..” Hati Aruna terasa adem sekali mendengar ucapan yang didengarnya kali ini. Dalam hatinya ia bersorak – sorai, ‘Aduh.. ini lelaki buat hati gue berbunga – bunga banget sih, gue jadi Speechlees..’“Runa.., kamu masih di sana kan?” tanya Lukman, saat tidak mendengar sahutan dari Aruna atas ucapannya.“Uhmm iya Bang. Maaf lagi enggak bisa fokus.” Jawab Aruna dengan nada suara menahan kesedihan hatinya. Dalam hati ia menyesali telah berkata jujur tentang apa yang dipikirkan.‘Aduh, ngapaen juga sih gue cerita lagi nggak fokus.’ Bisik batinnya.“Apa kamu pikir Abang ada salah ngomong? Tapi ini benaran Abang alami. Kamu tau.., Abang bahagia sekali karena kamu mau menerima Abang jadi kekasih kamu. Sebenarnya waktu kamu ke rumah, waktu itu.., Abang cerita sama orang tua, kalau sudah lama jadi kekasih kamu. He..he..he.., dan akhirnya keinginan itu kesampaian juga. Terima kasih yaa.., Runa,” tutur Lukman panjang lebar dan berterus terang atas apa yang dirasakan saat ini dengan menceritakan kebohongan yang ia buat jadi kenyataan.“Abang enggak salah ngomong koq. Cuma.., Runa jadi bingung aja mau jawab apa. Masalahnya kita baru saja dekat,” ucapnya dengan polos.“Kalau begitu, besok abang ke rumah Runa lagi ya, biar tambah dekat. Sekalian mau ngobrol sama ayahnya Runa. Boleh kan?” tanyanya.Entah mengapa, saat Lukman menyebutkan tentang ayahnya, air mata Aruna kembali bergelayut di netra beningnya dan menjawab ucapan Lukman dengan suara parau, “Iyaa Bang..”Mendengar suara Aruna yang terdengar parau saat menjawabnya, membuat Lukman bertanya padanya, “Runa, apa ada masalah? Apa ayah sakit? Atau enggak setuju dengan Abang?”“Bukan seperti itu sih.., Bang! Hanya saja.., tadi ayah cerita, kalau dia mau cari kerja tambahan, dan itu buat hati Runa terasa sedih. Hiks..hiks..” isak tangisnya pun pecah.Dan entah mengapa, Runa yang selama ini berupaya tegar menahan berbagai masalah yang timbul dan tenggelam dalam keluarganya, mencurahkan kegundahan hatinya pada sosok Lukman yang baru menyatakan cinta padanya. Dan entah mengapa, Aruna lebih mudah terbuka dengan Lukman. Seolah ia telah mengenal lelaki itu bertahun-tahun lalu.Menyadari keceplosan saat berbicara mengenai secuil masalah yang menyelimuti keadaan keluarganya, Aruna langsung meralat dengan meminta maaf. “Bang Lukman, maaf yaa Runa jadi cerita masalah ayah. Sekarang, abang udah paham dengan masalah yang terjadi di keluarga Runa. Jadi lebih baik Abang pikirkan lagi keinginan Abang untuk memperistri Runa, biar nggak dibilang Runa memanfaatkan Abang.”“Runa, seperti yang abang bilang kemarin. Tanggung jawab Runa juga jadi tanggung jawab Abang. Jangan terlalu banyak berpikir, besok Abang ke rumah untuk bicara sama ayah. Runa tau, Abang sangat sayang sama kamu, jadi apa pun masalah yang ada, sampaikan ke Abang. Bagilah bebanmu walau sedikit saja,” ujarnya dengan nada penuh cinta dan suara yang begitu indah untuk didengarnya.“Ooh ya, Runa. Hampir aja abang lupa. Tadi abang bicara sama mama dan papa. Mereka setuju kalau kita secepatnya menikah. Dan__.”“Apa.., menikah?” Aruna memotong ucapan yang belum diselesaikan oleh Lukman.“Iya.., menikah.., apa kamu enggak ada keinginan untuk menikah? Soalnya mama dan papa ingin kita secepatnya menikah. Bagaimana pendapat kamu?” tanya Lukman. Sementara Aruna yang mendengar kata pernikahan di awal pacaran, jelas membuatnya setengah panik memikirkan ke arah itu.Lalu dengan perasaan yang kacau, ia menjawab, “Semua orang pasti ingin menikah, punya keluarga sendiri. Tetapi.., ini terlalu cepat, Bang!”“Aruna, sebenarnya enggak ada yang terlalu cepat atau terlambat, semua tergantung niatnya. Dan kamu tahu, umur Abang berapa? dan bagi Abang umur kamu juga sudah cukup dan pantas untuk melepas masa lajangmu,” ujarnya memberikan pendapatnya.Ehmm, besok aja dibicarakan lagi yaa Bang.., udah hampir dini hari, Runa mau istirahat, Abang juga istirahat yaa,” ucap Aruna menghindari percakapan tentang pernikahan.“Baik sayang.., kalau bagaimana besok abang jemput jam sebelas siang yaa.., cium sayang dari jauh.. muaach..” ujar Lukman mengakhiri pembicaraan mereka lewat ponsel.Setelah menutup ponselnya, kembali Aruna merunut seluruh pembicaraannya dengan Lukman. Ketika ia mengingat kembali ucapan Lukman, ada satu getaran pada hatinya. Baginya Lukman adalah lelaki yang to the point dalam memutuskan sesuatu.Hanya saja sampai saat ini, Aruna belum secara terperinci menanyakan hal utama yang membuat ia menyukainya, atau paling tidak untuk taraf awal Aruna harus tahu, mengapa Lukman yang baru bertemu beberapa kali saat ia membuka rekening di Bank tempat ia bekerja, langsung memilih ia menjadi pasangan hidupnya.Sedangkan bagi Aruna dan pada wanita lainnya, mencintai seorang lelaki, bukan hal yang mudah tetapi tidak sulit juga. Karena, bagi wanita, jika lelaki itu punya nilai lebih, maka mencintai seorang lelaki menjadi hal yang mudah dilakukan, asal lelaki itu adalah lelaki yang baik dalam bertutur kata dan bertanggung jawab.Ditambah kemapanannya, kaya hati dan point plus lainnya adalah romantis. Jadi wanita mana yang akan sanggup menolak hati dan cintanya. Seperti halnya dengan Lukman. Yang datang secara tiba-tiba dengan menawarkan kenyamanan hidup dan setangkup cinta ditambah perilaku romantisnya.Begitu pun dengan Aruna. Ia berpikir, cinta akan datang seiring dengan kedekatan dan perbuatan dari lelaki itu sendiri. Jadi tumbuhnya cinta dihati, karena lelaki itu menghormati wanitanya, bukan hanya membutuhkannya. Dan untuk saat ini, Aruna merasa jadi wanita yang sangat beruntung, karena akan memiliki hati, cinta, kehormatan serta romantisme serta tanggung jawab yang selama ini dipikulnya menjadi tanggung jawab bersama.‘Yaa, Tuhan.. apakah memang Engkau mengirimkan Lukman untuk berbagi tanggung jawab yang semakin berat aku rasakan? Jika ia, dekatkanlah kami dalam takdir MU.’Kembali Aruna meneteskan air mata di tengah malam. Ia merasakan kepiluan menjadi putri sulung dengan ke empat orang adik. Setiap masalah yang timbul dan tenggelam, hanya photo ibunya saja dalam peluknya.Kini ia merasa selain photo ibunya, ada sosok lain yang kini mampu menjadi curahan hatinya dikala sedih dan menghadapi setiap masalah dalam kehidupan dan keluarganya. Akhirnya Aruna pun terlelap dengan bulir air mata yang masih mengenang pada setiap sudut matanya dengan harapan esok akan menjadi hari yang lebih baik dari hari ini.Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l
Sebelum sampai ke rumah Aruna, sengaja Lukman mampir membeli bakery. Ia membeli beberapa roti dengan banyak rasa dan ia juga membeli kue kering yang bisa di pakai camilan. Setelah membayar pada kasir, ia keluar dari toko roti dan kue itu berjalan ke mobil yang terparkir di depan toko bakery yang terkenal itu dan masuk ke dalam mobil dan berlalu dari toko itu. Walaupun ia telah dewasa, kala akan bertemu dengan orang tua dari pujaan hatinya namun ada rasa deg-deg’an juga. Sama seperti anak muda lainnya.Bertemu dengan keluarga dari orang yang kita cintai itu, akan memberikan sensasi yang berbeda. Entah itu semasa remaja, kuliah bahkan ketika kita telah bekerja. Karena cinta tidak membedakan usia, karena itu semua orang akan merasakan deg-deg’an. Ada rasa bahagia, juga ada rasa kangen yang setiap saat menyelinap di dalam hati orang yang sedang jatuh cinta.Baik yang di rasa oleh anak-anak remaja yang baru mengenal cinta, atau cinta yang hadir di saat telah dewasa,
Selesai makan siang, keempat adik Aruna bercengkerama di ruang keluarga. Sedangkan Lukman dan Aruna di ruang tamu. Lalu ayah berlalu dari ruang keluarga ke kamarnya untuk beristirahat. Diruang tamu, Aruna mengobrol masalah pekerjaannya dan bercerita tentang penyebab dari sakitnya sang ibu.“Ooh dulu, ibu Runa berjualan, berarti ada donk bakat untuk wiraswasta,” ucap Lukman dengan tersenyum manis.“Sepertinya cuma ibu aja sih, yang suka berdagang, soalnya kalau berdagang itu kan nggak tentu hasilnya, kalau Runa suka yang pasti-pasti saja. Males mikir terlalu ribet, dan terlalu banyak yang diurus,” jawab Aruna.“Abang mau air minum lagi? Mau teh, kopi atau sirup?” tanyanya saat ia melihat minuman yang disajikan telah habis diminum.“Air dingin aja, tanpa sirup bolehlah.” Jawabnya.Aruna bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih dingin. Kemudian ia kembali
Setelah hari libur menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Aruna. Seperti hari kemarin, Aruna bangun di pagi hari, dan menyiapkan sarapan. Begitu juga dengan semua adiknya, mereka bahu membahu merapikan rumah dan menyiapkan diri untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Hingga sampai pada kebiasaan mereka sarapan pagi bersama. Dan beberapa anggota keluarga akan memberitahukan kesibukan masing-masing pada hari ini disela-sela sarapan.“Ayah, hari ini ada test ujian akhir semester dan langsung membahas soal-soal yang di test. Guru-guru disekolah melakukan test ini untuk liat kesiapan kami semua menjelang ujian kelulusan, Jadi Arim akan pulang sore hari,” ucap Arimbi disela sarapan pagi.“Saya juga mau mengikuti satu seminar lagi, soalnya syarat untuk menyusun skripsi itu kan harus ada bukti mengikuti seminar beberapa kali. Dan Dika kurang satu kali lagi ikut seminarnya, memang sih tahun depan juga bisa, cuma biar nggak kelewat sibuk, apalagi tahun depan haru
Selesai makan siang bersama Sari diruang Customer Service, Aruna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dilihat waktu istirahat dari satu jam yang diberikan masih tersisa dua puluh menit lagi. Kemudian, ia memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menghubungi Arumi adiknya, yang pulang ke rumah selepas sekolah.Untuk pertama kalinya, ia akan sendiri berada di rumah, karena Arimbi akan pulang sore hari. Oleh karena itu, ia ingin memastikan adik bungsunya untuk selalu waspada saat berada di rumah. Dan ia juga ingin mengingatkan adiknya, agar lebih berhati-hati saat berada di rumah.“Rumi..., lagi dimana? Masih di sekolah?” tanya Aruna saat mendengar suara riuh saat menghubunginya.“Baru saja Rumi keluar dari kelas, untung kakak hubungi Rumi waktu udah diluar kelas, kalau nggak, bisa-bisa ponselnya disita sama guru, Kak,” ucapnya, tanpa memberitahukan penyebab dari aturan itu.“Koq begitu, memang ada aturan baru dari se
Mobil yang membawa Lukman dan Aruna pun mampir ke tempat penjual makanan. Kali ini Lukman mampir ke tempat penjual sate kambing. Mengingat banyaknya anggota keluarga Aruna, maka Lukman pun memesan lima porsi sate kambing dan tiga porsi gulai kambing.“Bang Lukman kenapa banyak sekali sih belinya, biasanya kami di rumah beli dua porsi sate dan satu porsi gulai itu cukup buat kami makan bersama, lebih baik dua porsi ini dipisahkan aja buat mama dan papa si rumah,” ucap Aruna seraya meminta plastik pada pedagang satenya. “Runa.., mama dan papa sudah nggak makan kambing lagi. Mereka punya sakit hipertensi,” ungkap Lukman kala Aruna memisahkan dua porsi sate kambing pada plastik lainnya.“Yakin nih bang?” tanya Aruna kembali pada Lukman. Dan Lukman pun menganggukkan kepalanya.Setelah Lukman membayar pesanan sate dan gulai kambing itu, mereka pun kembali masuk ke dalam mobil menuju rumah Aruna.Sekitar lima belas menit kemudian, mereka pun sampai di rumah Aruna. Dan Lukman memarkir k
Akhirnya, sebulan kemudian, hari yang ditunggu Lukman dan Aruna pun terjadi. Mereka mengikat janji suci di hadapan penghulu dan kedua orang tua Lukman, Syamsudin dan Latifah serta ayah Aruna, Darmawan yang menjadi wali pada saat pernikahan putrinya. Kedua mempelai menggunakan busana adat nan elok. Warna merah pada pakaian adat mereka yang di padu dengan warna hijau serta gemerlapnya hiasan kepala Aruna membuat kecantikannya kian terpancar dari wajahnya dan membuat orang yang memandangnya ikut terpesona. Ditambah tampilan make up lengkap Aruna menjadi wanita tercantik yang dimilik Lukman saat ini.Derai air mata Aruna mengawali acara pembacaan ijab kabul pada Lukman seorang lelaki yang baru dikenalnya tiga bulan. Karena cinta dan kepedulian Lukman pada keluarganya membuat Aruna pun menerima tulus cinta Lukman. Air mata Aruna berderai saat teringat pada Almarhum Ibundanya. Dalam hatinya, Aruna meminta restu pada sang ibu yang telah berpulang, ‘Buu.., Runa minta restu.., Runa berjanji a
Lukman yang memanggil Aruna di depan kamar mandi, tidak mendapat sahutan dari Aruna.., karena itu, Lukman pun mengetuk pintu kamar mandi itu dengan perlahan karena ia malu, jika mama dan adiknya mendengar kala ia memanggil dan mengetuk pintu kamar mandi yang ada di kamarnya. “Aruna.., Runa.., sayang.., aku mau pipis,” ujar Lukman berbohong pada Aruna. Aruna yang malu menggunakan pakaian tidur nan seksi berikut celana dalamnya memang berdiam diri di kamar mandi, maka ia pun berdiam diri di kamar mandi. Namun kala mendengar Lukman akan buang air keci, maka mau nggak mau ia pun membuka pintu kamar mandi yang ia kunci dengan tujuan agar Lukman tidak masuk ke kamar mandi, walaupun ia sudah tahu baju tidur model apa yang diberikan Lukman untuknya. Cklek...! Pintu kamar mandi pun terbuka. Saat Aruna melangkah keluar dari kamar mandi, Lukman yang memandang keseksian Aruna saat menggunakan lingerie yang diberikannya, langsung membopong tubuh Aruna. “Abang...,” desah Aruna menatap wajah le
Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng
Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h
Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem
Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng
Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca
Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,
Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar
“Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm
Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut