Lukman yang satu hari sebelum hari pernikahannya telah mempersiapkan diri pada alat tempurnya. Ia menggunduli batang kenikmatannya dari rimbunnya hutan belantara yang menutupi bagian tergagah dari miliknya dengan tujuan agar ia bisa melihat darah keperawanan yang kata beberapa orang yang pernah merasakannya akan menempel pada batang kenikmatannya.Kini saat ia telah berada di atas tubuh Aruna, Ia pun melakukan pemanasan dengan mengesek batang kenikmatan pada bagian luar dari bagian kenikmatan milik Aruna dan mengenai bagian daging merah yang menyembul diantara hutan lebat miliknya.Kedua tangan kekar Lukman menopang tubuhnya, sementara bokongnya naik turun terus menggesek daging merah yang kian membesar dan mengeras seiring desahan dan tangan kanan Aruna yang kini membelai punggungnya hingga menekan-nekan bokongnya.Sementara tangan kanannya meremas benda kenyal dengan napas yang menderu, sampai akhirnya Aruna meminta batang kenikmatan miliknya untuk dimasukkan ke dalam rongga semp
Sekitar jam lima pagi, Lukman terbangun dari tidurnya, terduduk dan melihat ke arah Aruna yang ada di sebelahnya dalam keadaan polos tanpa selembar kain pun. Semalam mereka bertempur hingga tiga kali melakukan pelepasan, lalu menyerah karena rasa kantuk pada matanya yang sejak subuh kemarin terbangun dan baru sekitar jam satu malam mereka tepar dalam keadaan sangat lelah namun terpuaskan.Diciumnya kening Aruna yang berada sisinya, dipandangi wajah cantik nan rupawan istri tercintanya. Lukman menghela napas atas rasa syukurnya telah mempersunting Aruna menjadi istri, belahan jiwanya. Dan dari perkenalan yang hanya tiga bulan, dilanjutkan dengan menikah, membuat mereka kini melewati masa pacaran dengan rasa pernikahan. Ditutupinya tubuh mulus Aruna yang masih dalam keadaan polos dengan selimut tebal sebelum ia turun dari ranjang kenikmatan mereka. Lukman keluar dengan menggunakan piama dan memakai pakaian dalamnya.“Pagii.., Lukman.., Runa belum bangun tidur?” tanya Latifah, mertua
Resepsi pernikahan yang diadakan pada sebuah gedung pernikahan pun berlangsung dengan meriah dan hampir seluruh teman kerja Aruna di Bank hadir. Begitu juga teman baiknya yang bernama Sari. Dan Sari pun hadir bersama pacarnya lalu berkenalan dengan Aruna dan Lukman. Kini dalam pandangan sebagian rekan kerja Aruna, mereka memandangnya sebagai gadis yang beruntung, karena dinikahi oleh nasabahnya yang tajir seperti Lukman, terlebih mereka tahu kalau Aruna punya empat orang adik dan tiga orang adiknya masih memerlukan biaya pendidikan dan semua didengar saat Aruna bercerita tentang keluarganya. Dalam acara photo bersama pengantin itu, Sari sahabat Aruna berbisik padanya, “Gimana udah jebol keperawanan elo?” “Udah.., kemaren malam abis Ijab,” bisik Aruna tersenyum semeringah. “Gue tunggu ceritanya kalau elo udah masuk kantor,” pinta Sari tertawa lebar seraya menyalami kedua mempelai pada saat acara resepsi di gedung itu selesai. Acara yang di hadiri teman-teman kuliah Lukman dan Aruna
Aruna dan Lukman pun berjalan menuju halaman parkir gedung resepsi tersebut, menuju mobil yang dikendarai oleh Ahmad. Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam mobil dan mobil pun keluar dari dalam gedung bergabung dengan kepadatan jalan di malam minggu ini. Di dalam mobil itu, Aruna menyandarkan kepalanya pada bahu Lukman yang merengkuhnya dengan mesra. Sesekali pucuk kepala Aruna dikecupnya. Terlihat Lukman berbisik di telinga Aruna, “Sayang.., aku lelah sekali. Sampai di rumah boleh aku minta tolong?” “Minta tolong apa Bang?” tanya Aruna mendongak menatap wajah Lukman yang terlihat tampan walau dengan kepala plontos. “Apa bisa nanti kamu buatkan aku telur ayam kampung setengah matang, lalu kamu isi merica bubuk seujung sendok teh.” “Apa bahannya ada di rumah?” tanya Aruna meragukan bahan yang diminta oleh Lukman. “Pak Ahmad, apa ada warung dekat kompleks rumah?” tanya Lukman yang ikut ragu pada bahan yang akan dibuat penambah stamina. “Ada Pak, apa ada yang mau dibeli?” tanya Ahm
Aruna tak dapat menolak keinginan Lukman, untuk menciumi bagian ternikmat miliknya yang baru saja di cukur habis. Dan Lukman yang melihat bentuk polos bagian ternikmat milik Aruna pun tidak bosan-bosannya menciuminya.Dalam hati Lukman pun berbisik, ‘Kenapa punya Aruna aromanya sangat enak.., nggak bau amis atau ada bau yang menyengat yaa? Aromanya enak.’Dijilatinya bagian terluar dan seluruh selangkangan Aruna dengan sesekali mengecup biji kacang merah yang mulai menguncup.“Aarrgh..., Ouwwhh..., Bang..., stop...! Runa haus mau minum dulu.., dan itu juga telur setengah matangnya gimana?” desah Aruna seraya meraih wajah Lukman, saat ia rasa kering pada tenggorokan karena terus mendesah.“Ooh.., aku sampai lupa. Yaa.., sini sayang.. kita main di sofa aja,” Lukman pun menyudahi jilatannya dan mengecup bagian kacang merah Aruna. Lalu beranjak dari tempat tidur dan mengajak Aruna ke sofa yang ada di depan tempat tidurnya.Mereka pun beranjak ke sofa, lalu Aruna meminum susu cair ras
Hubungan terlarang yang terjadi pada Ridwan adik Lukman dengan pembantunya yang bernama Tuti, wanita yang lebih tua sepuluh tahun darinya, telah berlangsung cukup lama, kala itu Ridwan berusia tujuh belas tahun masih duduk dikelas dua SMA dan berlanjut sampai ia kuliah. Tuti janda tanpa anak itu, telah dua kali menggugurkan kandungannya dari hubungan terlarang dengan Ridwan. Semua dikarenakan Tuti kasihan pada Ridwan yang pada saat kehamilan pertamanya, Ridwan masih berusia tujuh belas tahun.Terlebih, saat ia katakan pada Ridwan, remaja itu mengancam akan bunuh diri bila Tuti mengatakan pada Mamanya. Maka Tuti pun ke bidan yang bisa menggugurkan kandungannya. Sejak kejadian itu Tuti menolak untuk melayaninya.Sampai akhirnya Tuti yang telah lama tidak merasakan kenikmatan, sengaja masuk ke kamar Ridwan dan kala itu Ridwan kelas tiga SMA, dan Tuti pun mengalami kehamilan kedua karena intensitas hubungan intim yang terus dilakukan oleh mereka. Kembali ia menggugurkan kandungannya.
Sekitar jam empat pagi Aruna telah bangun dari tidurnya dan langsung menuju dapur. Saat itu seluruh penghuni rumah masih terlelap dalam tidurnya. Usai menanak nasi dan menyiangi sayuran dan membumbui ayam dengan merebusnya, Aruna pun berjalan menuju ruang yang berisi jendela dan membukanya.Sementara itu di kamar Ridwan, Tuti yang juga terbiasa bangun pagi walau semalam ia terlambat tidur, bergegas turun dari tempat tidur Ridwan. Namun, saat ia mengambil pakaiannya yang tertindih badan Ridwan, lelaki itu pun terbangun.“Mau kemana Mbak..?” tanya Ridwan saat Tuti mengambil pakaiannya.“Ya mau bangun rapi-rapi rumah,” ungkap Tuti seraya memakai penyangga bagian kenyalnya.Baru saja Tuti mengaitkan penyangga bagian kenyalnya, Ridwan telah kembali menarik tubuhnya dan berkata dengan suara perlahan, “Mbak.., Ayoo sekali lagi. Nggak liat punyaku ikut bangun.”“Bang Ridwan.., ini udah pagi.., sebentar lagi orang-orang akan bangun,” tolak Tuti pada lelaki muda itu.“Mbak Tuti.., ini ken
Usai mereka membersihkan diri, Aruna yang tengah memakai pakaian bercerita pada Lukman dengan sangat hati-hati mengenai Ridwan adiknya. Awalnya Aruna ingin membiarkan semua yang ia tahu tentang apa yang didengar, namun Aruna merasa kalau saat ini Ridwan adalah adiknya, maka sebelum semua terlambat maka ia pun berniat menceritakan kejadian disubuh tadi.“Bang.., maunya sih Runa nggak cerita ke Abang. Tapi karena merasa ini juga tanggung jawab Run sebagai keluarga maka mau nggak mau, Runa mau cerita apa yang di dengar tadi subuh,” ungkap Aruna panjang lebar untuk mencari sela masuk untuk mengungkapnya.“Masalah apa sayang. Ngomong aja,” pinta Lukman yang juga masih menggunakan pakaiannya.Selesai memakai pakaian dan berhias Aruna duduk di sofa menunggu Lukman selesai berhias. Setelah itu mereka duduk di sofa dengan menggenggam tangan Aruna dan mencium jemarinya yang panjang dan lurus.“Bang.., tadi pagi aku dengar suara.., hmmm.., desahan dari kamar Ridwan,” bisik Aruna menatap waja