Aruna tak dapat menolak keinginan Lukman, untuk menciumi bagian ternikmat miliknya yang baru saja di cukur habis. Dan Lukman yang melihat bentuk polos bagian ternikmat milik Aruna pun tidak bosan-bosannya menciuminya.Dalam hati Lukman pun berbisik, ‘Kenapa punya Aruna aromanya sangat enak.., nggak bau amis atau ada bau yang menyengat yaa? Aromanya enak.’Dijilatinya bagian terluar dan seluruh selangkangan Aruna dengan sesekali mengecup biji kacang merah yang mulai menguncup.“Aarrgh..., Ouwwhh..., Bang..., stop...! Runa haus mau minum dulu.., dan itu juga telur setengah matangnya gimana?” desah Aruna seraya meraih wajah Lukman, saat ia rasa kering pada tenggorokan karena terus mendesah.“Ooh.., aku sampai lupa. Yaa.., sini sayang.. kita main di sofa aja,” Lukman pun menyudahi jilatannya dan mengecup bagian kacang merah Aruna. Lalu beranjak dari tempat tidur dan mengajak Aruna ke sofa yang ada di depan tempat tidurnya.Mereka pun beranjak ke sofa, lalu Aruna meminum susu cair ras
Hubungan terlarang yang terjadi pada Ridwan adik Lukman dengan pembantunya yang bernama Tuti, wanita yang lebih tua sepuluh tahun darinya, telah berlangsung cukup lama, kala itu Ridwan berusia tujuh belas tahun masih duduk dikelas dua SMA dan berlanjut sampai ia kuliah. Tuti janda tanpa anak itu, telah dua kali menggugurkan kandungannya dari hubungan terlarang dengan Ridwan. Semua dikarenakan Tuti kasihan pada Ridwan yang pada saat kehamilan pertamanya, Ridwan masih berusia tujuh belas tahun.Terlebih, saat ia katakan pada Ridwan, remaja itu mengancam akan bunuh diri bila Tuti mengatakan pada Mamanya. Maka Tuti pun ke bidan yang bisa menggugurkan kandungannya. Sejak kejadian itu Tuti menolak untuk melayaninya.Sampai akhirnya Tuti yang telah lama tidak merasakan kenikmatan, sengaja masuk ke kamar Ridwan dan kala itu Ridwan kelas tiga SMA, dan Tuti pun mengalami kehamilan kedua karena intensitas hubungan intim yang terus dilakukan oleh mereka. Kembali ia menggugurkan kandungannya.
Sekitar jam empat pagi Aruna telah bangun dari tidurnya dan langsung menuju dapur. Saat itu seluruh penghuni rumah masih terlelap dalam tidurnya. Usai menanak nasi dan menyiangi sayuran dan membumbui ayam dengan merebusnya, Aruna pun berjalan menuju ruang yang berisi jendela dan membukanya.Sementara itu di kamar Ridwan, Tuti yang juga terbiasa bangun pagi walau semalam ia terlambat tidur, bergegas turun dari tempat tidur Ridwan. Namun, saat ia mengambil pakaiannya yang tertindih badan Ridwan, lelaki itu pun terbangun.“Mau kemana Mbak..?” tanya Ridwan saat Tuti mengambil pakaiannya.“Ya mau bangun rapi-rapi rumah,” ungkap Tuti seraya memakai penyangga bagian kenyalnya.Baru saja Tuti mengaitkan penyangga bagian kenyalnya, Ridwan telah kembali menarik tubuhnya dan berkata dengan suara perlahan, “Mbak.., Ayoo sekali lagi. Nggak liat punyaku ikut bangun.”“Bang Ridwan.., ini udah pagi.., sebentar lagi orang-orang akan bangun,” tolak Tuti pada lelaki muda itu.“Mbak Tuti.., ini ken
Usai mereka membersihkan diri, Aruna yang tengah memakai pakaian bercerita pada Lukman dengan sangat hati-hati mengenai Ridwan adiknya. Awalnya Aruna ingin membiarkan semua yang ia tahu tentang apa yang didengar, namun Aruna merasa kalau saat ini Ridwan adalah adiknya, maka sebelum semua terlambat maka ia pun berniat menceritakan kejadian disubuh tadi.“Bang.., maunya sih Runa nggak cerita ke Abang. Tapi karena merasa ini juga tanggung jawab Run sebagai keluarga maka mau nggak mau, Runa mau cerita apa yang di dengar tadi subuh,” ungkap Aruna panjang lebar untuk mencari sela masuk untuk mengungkapnya.“Masalah apa sayang. Ngomong aja,” pinta Lukman yang juga masih menggunakan pakaiannya.Selesai memakai pakaian dan berhias Aruna duduk di sofa menunggu Lukman selesai berhias. Setelah itu mereka duduk di sofa dengan menggenggam tangan Aruna dan mencium jemarinya yang panjang dan lurus.“Bang.., tadi pagi aku dengar suara.., hmmm.., desahan dari kamar Ridwan,” bisik Aruna menatap waja
Sesampai di Bandara Ngurah Rai, pasangan pengantin baru itu disambut oleh seseorang yang mengangkat papan nama untuk mencari orang yang dijemput saat Lukman dan Aruna menuju pintu kedatangan. Dan mayoritas penjemput berdiri di depan pintu kedatangan dengan membawa papan nama dari orang yang di jemputnya. “Itu sayang.., kita sudah di jemput,” bisik Lukman di telinga Aruna menunjuk seseorang dan Lukman melambaikan tangan pada seseorang yang meletakan papan nama bertuliskan “Mr. Lukman”. “Dengan Pak Lukman..? Mari Pak,” ajak seorang sopir bersama seorang guide dari Villa Bintang Mas, tempat menginap Lukman dan Aruna. Mereka berjalan mengikuti langkah kaki dua orang yang menjemput mereka menuju parkir tempat mobil. Sesampai di mobil jemputan, sopir dan Lukman memasukkan koper pada bagasi, sedangkan guide hotel dan Aruna masuk ke dalam mobil. “Rencananya akan jalan kemana aja, Buu?” tanya seorang guide wanita yang masuk ke dalam mobil. “Saya hanya tahu pantai Kuta dan pantai Sanur sert
Malam ini mereka diantar oleh Putu ke jalan Legian. Tempat dimana terjadi Bom Bunuh diri yang mengagetkan seantero dunia dan banyak memakan korban turis asing juga warga Indoensia sendiri. Oleh Putu, kedua pasangan pengantin itu di turunkan persis di sisi samping berdirinya monumen peringatan Bom Bali 1. Mereka bergandengan tangan, membaca nama-nama yang menjadi korban. Ada perasaan sedih memandang nama-nama yang dibacanya dalam hati. “Kasihan ya Bang.., mereka sedang jalan-jalan seperti kita ini malah jadi korban,” ucap Aruna menitikkan air mata saat membaca 200 nama tertulis disana. “Inilah hidup sayang. Kita nggak akan tahu apa yang akan terjadi di hadapan kita. Yang perlu kita lakukan cuman berdoa dan menjalaninya aja. Hidup kita dan mati kita adalah rahasia dari sang pemberi kehidupan,” ucap Lukman diplomatis. “Ayo kita jalan-jalan. Lihat itu cewek cantik berambut pirang. Santai sekali jalan dengan teman-temannya," tunjuk Lukman pada seorang turis. Gadis cantik masih belia se
Selama satu minggu penuh Aruna menjalani bulan madu dengan bahagia dan tepat pada hari ketujuh pada saat mereka akan kembali ke Jakarta Aruna pun menstruasi. Hal itu dirasakannya kedatangannya saat ia keluar dari badan pesawat.“Bang.., sepertinya aku mens..,” bisik Aruna..., aku mau cari pembalut dulu ya.”“Yaa.., carilah dulu. Nanti abang tunggu di tempat pengambilan barang,” ucap Lukman tersenyum ke arah Aruna.Aruna pun berjalan menuju mini market sedangkan Lukman menuju bagian pengambilan barang. Sesampai di bagian pengambilan barang, Lukman menyalakan ponselnya. Terlihat Ridwan menghubunginya tiga kali. Kemudian Lukman pun menghubungi ulang adiknya.“Ya Wan.., Abang udah di tempat pengambilan barang. Sekarang kau ada dimana?” tanya Lukman.“Udah aku tunggu di depan pintu kedatangan. Pak Ahmad tak bisa jemput, karena mama ada pertemuan di group adat,” tutur Ridwan lalu menutup pembicaraan mereka.Setelah tiga puluh menit berlalu, Lukman pun mengambil koper yang berada pada
Keesokan harinya pada hari minggu sekitar jam sebelas siang, usai Aruna membantu masak ia meminta izin pada mertuanya untuk berkunjung ke rumah ayahnya.“Mama.., Runa minta izin ke rumah Ayah..,” izin Aruna pada Latifah saat mereka ada di ruang keluarga.“Iyaa.., Runa sesekali tengoklah ayahmu.., pasti adik-adikmu juga kangen kamu,” tutur Latifah memberikan izin menantunya.“Lukman.., antarlah istrimu. Setelah itu kamu harus cek semua barang yang kau punya. Karena kejahatan terjadi kalau kita kasih kesempatan. Besok waktu kamu udah mulai aktif, biar tidak repot lagi urus barang-barang yang hilang,” perintah Papanya.“Iyaa.. Paa.., Maa.., sekarang kami jalan,” pamit Lukman dan Aruna keluar rumah.Di perjalanan menuju rumahnya Aruna berkata pada Lukman, “Bang.., boleh aku bantu biaya untuk adikku yang mau ke Semarang. Soalnya Arimbi kan perlu biaya untuk kos dan isi dari kosnya. Inginnya Runa sih.., biar deket kampusnya. Jadikan menghemat biaya transportasi, lalu di kos itu juga Ru