Beranda / Romansa / Air Mata Aruna / BAB 7 : Galau vs Pergi ke Mal

Share

BAB 7 : Galau vs Pergi ke Mal

Penulis: Parikesit70
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-26 10:29:26

Semalam Aruna tak mampu memicingkan matanya barang sekejap. Pikirannya melambung jauh pada sosok Lukman. Ia bingung, apakah perlu ia menjawab suratnya atau tidak, atau untuk sementara diabaikan saja. Sampai akhirnya ia pun terlelap dini hari tanpa mampu memberikan keputusan yang jelas atas hal yang harus ia lakukan.

Dan di pagi ini akhirnya ia terlambat bangun. Untung saja, hari ini, hari Sabtu, jadi ia pun libur bekerja. Lalu ia terbangun kala adiknya yang bernama Arumi membangunkannya dengan mengetuk pintu kamarnya.

“Tok..tok..tok. Kak.., kak Runa.. Kak..,” panggil Arumi sambil mengetuk pintu kamar Aruna.

Seketika Aruna loncat dari tempat tidurnya saat mendengar ketukan pada pintu kamarnya dengan menjawab, “Yaa.., tunggu.”

Aruna membuka pintu kamarnya, dan melihat adiknya telah memakai seragam sekolahnya. Kemudian, Aruna berkata padanya, “Maaf ya.. Rumi, kakak kesiangan.., sekarang tolong kamu beli sarapan di tukang nasi uduk di depan yaa..,” pinta Aruna pada Arumi yang masih berdiri di depan kamar, saat ia memberikan uang padanya.

“Yaa kak, berapa bungkus beli nasi uduknya?” tanya Arumi, saat menerima uang yang di berikan Aruna.

“Coba tanya aja semuanya, siapa aja yang mau beli nasi uduk, atau mau beli apa untuk sarapan,” ucap Aruna, lalu Arumi pun berlalu dari hadapannya.

Dengan mengucek-ngucek wajahnya, Aruna melihat pada cermin yang berada di meja hiasnya. Ia hanya ingin memastikan efek dari rasa kantuknya tidak terlihat pada kantung matanya. Setelah itu, ia mengambil ponselnya dan menyalakannya.

Beberapa saat kemudian, ada dua pesan masuk ke dalam ponselnya, dan ketika dilihatnya, Sari dan Lukman mengirim pesan padanya kemarin malam. Sehabis membaca surat dari Lukman, Aruna lupa menyalakan ponselnya, karena ia sibuk memikirkan surat yang ia terima.

[Pesan masuk dari Sari : Runa, kemarin gue liat pak Lukman di Mal sama seorang cewek, dan gue liat sih seperti anak sekolahan gitu. Ternyata buaya darat dia yaa.]

Setelah membaca pesan singkat Sari, Aruna langsung menghubungi rekan kantornya untuk menanyakan kebenaran atas yang ia lihat, hanya saja sampai dua kali ia hubungi, tidak satu pun panggilannya dijawab. Entah mengapa, perasaan hati Aruna seperti terbakar cemburu membaca perihal hal yang dilihat oleh rekannya. Padahal, antara ia dan Lukman belum sama sekali menjadi sepasang kekasih.

Dalam hati ia bergumam, ‘Hmmm, apa ia itu Lukman? Kalau memang bener itu Lukman, kenapa Sari nggak photo dari kejauhan? Atau.. Sari yang berbohong yaa?’

Karena ia ingin mendengar langsung dari mulut Sari, maka Aruna berupaya untuk menghubunginya lagi. Saat ia menghubungi rekan kerjanya, Arumi memanggilnya.

“Kak.., sarapan dulu,” ajak adik bungsunya. Dan itu memutus panggilan telepon ke Sari.

Aruna pun keluar kamar menuju meja makan. Dilihat ayahnya dan kedua adik perempuannya sudah ada di meja makan.

“Apa kamu sakit.., Runa?” tanya ayahnya. Karena tidak biasanya ia terlambat bangun pagi. Lalu Aruna pun menjawab, “Enggak koq, Yah..”

Setelah itu, mereka pun sarapan bersama. Ayah sarapan dengan nasi kuning, sedangkan ia, Arumi dan Arimbi sarapan dengan nasi uduk. Melihat kedua adik lelakinya tidak di rumah, Aruna bertanya pada ayahnya.

“Kemana Aditya dan Andika, Yah?”

“Ooh, pagi sekali mereka udah izin ke ayah, katanya mau latihan futsal bareng pemuda lingkungan di sini, dan katanya akan ada pertandingan antar RW (Rukun Warga),” ucap Darmawan.

“Apa kamu ada rencana keluar hari ini?” tanya Darmawan pada Aruna.

“Enggak sih Yah.., memang ayah mau ada keluar rumah hari ini?” tanya Aruna sambil menikmati nasi uduknya. Sementara, kedua adik perempuannya telah selesai menyelesaikan makan siangnya.

Lalu, Arumi berkata padanya, “Kak, Arumi minta uang bayar lesnya.”

Mendengar permintaan adiknya, Aruna langsung menyelesaikan sarapannya dan meninggalkan meja makan berjalan ke kamarnya. Dan memanggil adiknya, “Rumi.., sini...”

Arumi berjalan ke kamar Aruna, sesampai di depan kamar, kakaknya memberikan uang les yang diminta. Lalu Aruna juga sekalian memberikan uang jajan Arumi untuk satu minggu. Arumi yang mendapat uang saku lebih cepat dari biasanya, bersorak bahagia.

“Horeee, uang jajan Rumi, di kasih lebih awal.”

Karena biasanya uang sakunya itu diberikan setiap hari Senin. Mendengar adiknya sudah mendapat uang saku lebih awal, Arimbi berlari kecil menuju kamar kakaknya dan berkata, “Kak, mana uang jajan Arim, koq Rumi aja yang di kasih lebih awal.”

“Katanya kamu hari ini libur tenang? Untuk apa uang jajan? Mendingan belajar, biar lulus dan dapat UI,” ucap Aruna, saat adiknya Arimbi masuk ke kamarnya. Sementara Arumi berpamitan dengan mencium tangannya dan berlalu dari kamarnya.

“Stress laah kak, belajar terus.., pengen jalan sama teman, biar fresh otaknya... Ayoo laah kak, mana uang jajan Arimbi,” rengek Arimbi dengan memegang tangan Aruna. Dan Aruna yang melihat adiknya merengek, meminta uang jajan yang seharusnya diterima hari Senin, lalu memberinya juga pada Arimbi.

“Terimakasih kakak sayang...,” senyum Arimbi dengan wajah ceria sambil mencium pipi kakaknya.

“Ingat Arim, jangan dihabisin.., atur yang benar uangnya..,” teriak Aruna dari dalam kamarnya.

Seperti itulah, sebagian kecil dari kegiatan dan kehidupan Aruna. Sebenarnya ia tidak menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Hanya saja, tanggung jawab atas adik-adiknya menyangkut pendidikan adalah jadi tanggung jawabnya bersama adik lelakinya yang bernama Aditya.

Seperti saat ini, ketika ayahnya melihat secara langsung kedua putrinya meminta uang saku ke Aruna, timbul rasa sedih dihatinya, karena harusnya hal itu menjadi beban dirinya.

“Aruna.., ayah pergi dulu sekalian mengantar Arumi ke sekolah,” ujar ayahnya yang telah berada di halaman rumahnya.

“Iyaa, Yah.., hati – hati di jalan,” ucap Aruna yang langsung berlari ke teras, hanya untuk melihat ayah dan adiknya keluar dari rumah. Setelah itu, ia kembali ke dalam kamar lalu meraih ponselnya. Dilihat Sari mengirim pesan lagi padanya.

[Pesan masuk dari sari : Sorry.., Runa, gue baru bangun tidur.., napa? Tumben lo telepon gue.]

Melihat jawaban dari Sari membuat hati Aruna yang sedang kesal karena pesan pertama darinya, bertambah kesal. Sambil menghubungi rekan kerjanya, Aruna ngedumel dalam hati, ‘Dasar ember..., koq balik tanya kenapa, awas aja kalo bohong.’

Panggilan telepon kedua kalinya, baru di angkat oleh Sari, “Tumben lo telepon gue, ada apa?”

Mendengar jawaban Sari seperti tidak terjadi apa-apa, membuat perasaan hati Aruna dongkol dibuatnya. Lalu ia balik bertanya pada Sari rekan kerjanya.

“Laah.., kan lo yang kirim pesan ke gue kemarin, makanya gue tanya lo. Masalah pesan lo yang semalem itu, soalnya gue semalem enggak sempat buka ponsel sama sekali.”

“Ooh.., masalah pesan yang gue kirim ke lo semalem itu. Kan gue cuma ngasih tau lo.., memangnya lo sama pak Lukman udah jadian apa?” Sari berbicara seolah hal itu biasa-biasa aja, dan ia merasa dari nada bicara Aruna, seperti ingin memastikan kebenaran pesannya.

Mendengar Sari bertanya tentang hubungan antara ia dan Lukman, membuat Aruna terdiam sejenak. Ia baru menyadari, kalau dari nada suara dan tanya pada temannya itu, sepertinya ia tidak mempercayai rekan kantornya. Lalu ia mencoba meralat semua yang di ucapkannya dengan berpura-pura menanyakan kebenaran pesannya.

“Hello.., Runa.., lo masih online kan?” tanya Sari karena tidak mendengar suara Aruna di ujung ponselnya.

“Iyaa Sar, gue masih online, gini maksud gue, waktu lo ketemu sama si plontos di Mal.., lo liat dia dari bagian depan apa belakangnya?” tanya Aruna. Dan ia dengan sengaja menyebut Lukman ‘plontos’ karena ia tidak ingin rekan kantornya berpikir aneh-aneh tentang dia dan Lukman.

“Uhmm, emang kenapa? Tumben lo tanya sedetail gitu sama gue? Jangan-jangan lo yang naksir dia yaa? He..he..he.. udah ngaku aja,” ujar Sari dengan gelak tawa yang penuh dengan bahagia.

Aruna yang mendengar Sari meledek dirinya, ikut tertawa.., walaupun ia sendiri nggak ngerti kenapa dia bisa ikut tertawa bersama rekan kantornya. Karena Aruna sudah tidak mampu menahan rahasia tentang surat dari Lukman, akhirnya ia berkata

“Sar.., gue terus terang sama lo, kenapa gue sampai nanya sedetail gitu sama lo,” ujar Aruna pada sambungan telepon.

Sari lalu memotong ucapan Aruna, “Iya, kenapa.., jelasin ke gue.”

“Uhmm, pak Lukman itu, kirim surat ke gue,” ucap Aruna dengan mengecilkan volume suaranya.

Lagi-lagi Sari memotong penjelasan dari Aruna, “Kirim suraat? Ha.. ha.. ha.. , kayak zaman dulu aja. Ini bener-bener serius, Runa?”

“Ya seriuslah, ngapaen juga gue ngomong nggak serius. Gue ngomong sama lo, dua-rius tau!” ucap Aruna dengan nada dongkol.

“Tok.. tok.. tok, ka Runa.. Ka..,” Arimbi mengetuk pintu kamar Aruna yang sudah dengan pakaian rapi.

Dan Aruna yang mendengar ketukan dari daun pintunya menoleh ke arah ketukan itu, lalu berkata pada temannya yang masih berbicara di ujung telepon, “Tunggu ya Sar...”

“Ya Arim, kamu mau kemana?” tanya Aruna melihat adiknya yang telah bersiap-siap keluar rumah.

“Mau kumpul sama teman-teman, pamit dulu yaa ka..,” ucap Arimbi sambil mencium tangan Aruna.

“Ingat! Jangan malam pulangnya, dan kalau di telepon, angkat.. Ok!”

Arimbi tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Lalu kembali ia berbicara pada rekannya, “Hello..., Sar.”

“Iyaa, lanjuut.., gue sekarang yang dengerin lo cerita.”

Lalu Aruna bercerita secara detail dari awal, sewaktu ambil uang ke rumahnya, sampai pada surat yang dia terima. Kemudian dia bertanya pada rekannya “Sar..., menurut lo dia Kadal kan.., kalau memang yang lo liat itu bener.”

“Hmmm, menurut gue sih.., lo jangan salah sangka dulu, tetapi.., gue liatnya dari belakang, bukan dari depan dia, tapi gue pikir, dari perawakannya dan plontosnya, sepertinya dia sih.”

“Yakin lo? Lalu dia tadi pake topi apa nggak?” tanya Aruna dengan penasaran.

“Makanya gue bilang plontos, karena gue liat kepalanya, yaa enggak pake topi laah,” ucap Sari memberikan keterangan secara detail.

“Ooh.. begituuu, Fiks.., berarti bukan dia,” ujar Aruna dengan nada terdengar bahagia dan lega.

Dengan menghela napas dan beban yang terangkat dari hatinya ia menutup pembicaraan dengan mengucapkan, “Ok deh Sar.., gue mau rapi-rapi rumah dulu yaa.., met’ malam minggu.”.

Aruna menutup pembicaraan walaupun terdengar rekannya masih ingin berbicara padanya. Dan entah dari hasil pembicaraan antara ia dan Sari, ada perasaan bahagia, tidak gundah gulana seperti saat pertama ia mendapat pesan singkat dari Sari.

Dengan menghela napas panjang, ia kini membuka pesan dari Lukman, yang memang sengaja tidak ingin ia buka, sampai ia mendengar secara jelas, perihal pesan dari rekan kerjanya.

[Pesan masuk dari Lukman nasabah : Malam adinda.., saya minta maaf, kalau surat yang saya selipkan pada buku kantor itu, membuat kesal hati adinda. Sekali lagi saya minta maaf.]

Aruna tersenyum membaca pesan singkat dari Lukman, tapi ia juga bingung menjawabnya. Lalu ia coba untuk mengirimkan pesan pada Lukman. Hanya saja, baru ia menulis beberapa kata, kembali ia menghapusnya. Hingga akhirnya ia kembali mencoba menulis apa yang di rasakannya saat ini.

[Pesan keluar untuk Lukman : Selamat pagi pak Lukman, maaf saya baru balas pesannya. Kemarin saya lupa menyalakan ponsel saya. Suatu hal yang wajar bagi seorang lelaki bersurat pada seorang wanita. Jadi bapak tidak perlu meminta maaf seperti itu.]

Ada perasaan lega di hati Aruna, saat ia telah mengirimkan balasan atas pesan yang dikirimkan oleh Lukman. Lalu selesai ia mengirimkan pesan, ia pun keluar dari kamarnya dan sudah menjadi kebiasaan bagi Aruna, setiap hari Sabtu ia gunakan untuk mencuci pakaiannya dan pakaian ayahnya. Sedangkan semua adiknya sudah mencuci pakaiannya masing-masing. Setelah memasukkan pakaian di mesin cuci, Aruna kembali ke kamarnya.

Sesampai di kamar, ia mengecek ponselnya. Entah mengapa ia berharap Lukman membalas pesannya. Tetapi, tidak ada satu pun pesan yang masuk pada ponselnya. Kegelisahan hati Aruna membuat ia membaca kembali surat yang sudah ia baca kemarin malam.

Pada saat ia membaca surat untuk kedua kalinya, ia merasa, Lukman adalah sosok lelaki yang romantis. Hingga ia tersenyum-senyum sendiri dan mencoba mengingat dengan detail raut wajah dari Lukman.

‘Ehmm, kalau di pikir-pikir, pak Lukman itu orangnya serius tapi romantis juga, tetapi apa iya dia serius sama gue? Gimana ya caranya gue ngomong ke dia?’

Setelah itu, Aruna kembali pada pekerjaan rumahnya yang belum ia selesaikan. Kini ia mengambil pakaian yang telah di cuci dari mesin cuci untuk dijemur. Dan pada saat ia akan menjemur pakaian yang telah di ambil di mesin cuci, terdengar bunyi ponselnya, seketika Aruna berlari kecil ke kamarnya. Dan entah mengapa ia berharap Lukman yang akan menghubunginya. Sesampai di kamar, dilihat Sari kembali menghubunginya.

“Ya.. Sar, ada apa? Aku lagi sibuk nyuci nih,” ucapnya sedikit ketus, saat menjawab panggilan dari rekannya.

“Runa, kita jalan yukk, nanti gue traktir dah, temenin gue please..” pinta Sari pada Aruna.

“Tapi gue masih mau jemur pakaian,

. Memang lo mau jemput gue?” tanya Aruna, menyetujui rekannya, karena ia merasa ada yang akan di ceritakan Sari padanya.

“Ya udah sekarang gue jalan, lo sekarang mandi yaa.., biar enggak kelamaan gue nunggu lo dandan,” ucap Sari dan menutup perbincangannya dengan Aruna. Sementara Aruna, kembali ke halaman belakang untuk menjemur pakaiannya.

Selesai menjemur pakaian, ia pun bergegas ke kamarnya untuk mandi. Dan ia yang tumben mau di ajak keluar jalan oleh Sari di hari libur, sebenarnya juga curhat padanya. Dan ia juga yakin, kalau Sari ingin Shopping serta curhat padanya.

Sekitar dua puluh menit kemudian, Aruna telah selesai membersihkan diri dan berpakaian rapi. Selang beberapa menit terdengar bunyi klakson mobil dari luar halamannya. Lalu, Aruna pun berjalan membukakan pintu pagarnya.

“Ayoo, masuk dulu Sar,” pinta Aruna saat melihat mobil Sari sudah berada di depan pintu pagarnya.

“Sorry, lain waktu aja yaa gue mampir. Yuk.., kita langsung jalan,” ujar Sari yang masih di dalam mobil, saat Aruna berbicara lewat kaca pada pintu bagian depan.

Akhirnya Aruna pun menutup pintu pagar rumahnya, kemudian ia masuk ke dalam mobil yang di kendarai oleh Sari. Lalu mobil pun membawa mereka berlalu dari halaman rumah Aruna menuju sebuah Mal besar, tempat berbelanja dan makan bagi sebagian orang yang ingin menghabiskan waktunya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
madehilda
cie. cie Aruna mulai tertarik yaa sama si plontos.. lanjut thor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Air Mata Aruna   BAB 8 : Hangout membawa Bahagia

    Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung. Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas. Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rup

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 9 : Perjanjian Sebuah Cinta

    Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu la

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 10 : Kata Cinta ditengah Masalah

    Setelah Lukman meninggalkan kediamannya, Aruna langsung masuk ke dalam rumah dan terlihat ayahnya seperti sedang menunggunya di ruang keluarga.“Sudah pulang temanmu, Runa?” tanya ayahnya melihat Aruna yang berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. “Sudah, Ayah..” Aruna duduk berdampingan dengan ayahnya yang sedang menikmati acara televisi. Lalu dikecilkan volume dari televisinya.Tok.. Tok.. Tok.Bunyi pintu ruang tamu terdengar bersamaan dengan dikecilkannya volume pada televisi yang ada di ruang keluarga. Mendengar ketukan pintu, Aruna berjalan melangkah ke pintu tersebut dan membukakan pintunya.Klek..Pintu pun terbuka, dilihat adik lelakinya, Aditya baru pulang. Dilirik jam yang ada didinding ruang tamu, ternyata telah pukul sepuluh lebih tiga menit.“Koq malam banget pulangnya, Ditya?” tanya Aruna, sambil menutup pintu ruang tamu.Baru saja akan mengunci pintu, terdengar suara motor memasuki halamannya. Kembali Aruna membukakan pintu. Dilihat adik lelakinya yang lain, An

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 11 : Lelaki Idaman Aruna

    Pagi sekali, Aruna telah masak untuk sarapan semua anggota keluarga. Dibantu Arumi, ia memasak bihun goreng yang ditambahkan sosis, bakso dan sayur-sayuran seperti kol, cesim/ sayur hijau. Selesai memasak, Aruna meminta adik bungsunya untuk membangunkan ketiga kakaknya yang masih tertidur pulas.“Rumi, tolong bangunkan semua kakak yaa,” pinta Aruna sambil menata makanan yang telah dimasaknya di meja makan.Ia juga menyiapkan satu teko teh manis untuk semua anggota keluarga yang akan menikmati sarapan di hari minggu pagi. Tak berapa lama, terlihat ketiga adiknya berjalan menuju ruang makan. Dilihat oleh Aruna, Andika masih mengucek-ngucek matanya kala menarik kursi di meja makan tersebut. Lalu mereka duduk diruang makan.Aruna memandang ke arah Andika, lalu memintanya untuk mencuci muka. “Dika, cuci muka dulu sana, liat tuh, bekas iler masih nempel di pipimu, dasar Jorok!” serunya.Mendengar Aruna berkata seperti itu pada adik l

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 12 : Calon Mertua Lukman.

    Sebelum sampai ke rumah Aruna, sengaja Lukman mampir membeli bakery. Ia membeli beberapa roti dengan banyak rasa dan ia juga membeli kue kering yang bisa di pakai camilan. Setelah membayar pada kasir, ia keluar dari toko roti dan kue itu berjalan ke mobil yang terparkir di depan toko bakery yang terkenal itu dan masuk ke dalam mobil dan berlalu dari toko itu. Walaupun ia telah dewasa, kala akan bertemu dengan orang tua dari pujaan hatinya namun ada rasa deg-deg’an juga. Sama seperti anak muda lainnya.Bertemu dengan keluarga dari orang yang kita cintai itu, akan memberikan sensasi yang berbeda. Entah itu semasa remaja, kuliah bahkan ketika kita telah bekerja. Karena cinta tidak membedakan usia, karena itu semua orang akan merasakan deg-deg’an. Ada rasa bahagia, juga ada rasa kangen yang setiap saat menyelinap di dalam hati orang yang sedang jatuh cinta.Baik yang di rasa oleh anak-anak remaja yang baru mengenal cinta, atau cinta yang hadir di saat telah dewasa,

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 13 : Calon Mama Mertua Aruna

    Selesai makan siang, keempat adik Aruna bercengkerama di ruang keluarga. Sedangkan Lukman dan Aruna di ruang tamu. Lalu ayah berlalu dari ruang keluarga ke kamarnya untuk beristirahat. Diruang tamu, Aruna mengobrol masalah pekerjaannya dan bercerita tentang penyebab dari sakitnya sang ibu.“Ooh dulu, ibu Runa berjualan, berarti ada donk bakat untuk wiraswasta,” ucap Lukman dengan tersenyum manis.“Sepertinya cuma ibu aja sih, yang suka berdagang, soalnya kalau berdagang itu kan nggak tentu hasilnya, kalau Runa suka yang pasti-pasti saja. Males mikir terlalu ribet, dan terlalu banyak yang diurus,” jawab Aruna.“Abang mau air minum lagi? Mau teh, kopi atau sirup?” tanyanya saat ia melihat minuman yang disajikan telah habis diminum.“Air dingin aja, tanpa sirup bolehlah.” Jawabnya.Aruna bangun dari tempat duduknya, berjalan menuju dapur untuk mengambilkan segelas air putih dingin. Kemudian ia kembali

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 14 : Kasih Sayang Lukman

    Setelah hari libur menjadi hari yang sibuk bagi keluarga Aruna. Seperti hari kemarin, Aruna bangun di pagi hari, dan menyiapkan sarapan. Begitu juga dengan semua adiknya, mereka bahu membahu merapikan rumah dan menyiapkan diri untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Hingga sampai pada kebiasaan mereka sarapan pagi bersama. Dan beberapa anggota keluarga akan memberitahukan kesibukan masing-masing pada hari ini disela-sela sarapan.“Ayah, hari ini ada test ujian akhir semester dan langsung membahas soal-soal yang di test. Guru-guru disekolah melakukan test ini untuk liat kesiapan kami semua menjelang ujian kelulusan, Jadi Arim akan pulang sore hari,” ucap Arimbi disela sarapan pagi.“Saya juga mau mengikuti satu seminar lagi, soalnya syarat untuk menyusun skripsi itu kan harus ada bukti mengikuti seminar beberapa kali. Dan Dika kurang satu kali lagi ikut seminarnya, memang sih tahun depan juga bisa, cuma biar nggak kelewat sibuk, apalagi tahun depan haru

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 15 : Kecemasan Aruna

    Selesai makan siang bersama Sari diruang Customer Service, Aruna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Dilihat waktu istirahat dari satu jam yang diberikan masih tersisa dua puluh menit lagi. Kemudian, ia memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menghubungi Arumi adiknya, yang pulang ke rumah selepas sekolah.Untuk pertama kalinya, ia akan sendiri berada di rumah, karena Arimbi akan pulang sore hari. Oleh karena itu, ia ingin memastikan adik bungsunya untuk selalu waspada saat berada di rumah. Dan ia juga ingin mengingatkan adiknya, agar lebih berhati-hati saat berada di rumah.“Rumi..., lagi dimana? Masih di sekolah?” tanya Aruna saat mendengar suara riuh saat menghubunginya.“Baru saja Rumi keluar dari kelas, untung kakak hubungi Rumi waktu udah diluar kelas, kalau nggak, bisa-bisa ponselnya disita sama guru, Kak,” ucapnya, tanpa memberitahukan penyebab dari aturan itu.“Koq begitu, memang ada aturan baru dari se

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-26

Bab terbaru

  • Air Mata Aruna   Bab 83 : Tabir Gelap Aruna & Lukman (THE END)

    Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng

  • Air Mata Aruna   Bab 82 : Arimbi melahirkan bayi Lukman?

    Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h

  • Air Mata Aruna   Bab 81 : Aib yang tertutupi

    Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem

  • Air Mata Aruna   Bab 80 : Aruna berhenti bekerja

    Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng

  • Air Mata Aruna   Bab 79 : Bertiga lebih Nikmat

    Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca

  • Air Mata Aruna   Bab 78 : Aruna bertengkar dengan Rudi

    Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,

  • Air Mata Aruna   Bab 77 : Perubahan hati Latifah

    Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar

  • Air Mata Aruna   Bab 76 : Latifah bertemu Ridwan kecil

    “Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm

  • Air Mata Aruna   Bab 75 : Aruna bertemu Tuti & bocah kecil

    Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut

DMCA.com Protection Status