Aruna berlari kecil menyeberangi jalan utama Gajah Mada, ketika seorang kondektur bus patas AC membangunkan ia dari tidurnya. Jembatan kecil yang menghubungkan jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk menjadi jalan alternatif ketika ia menuju kantornya. Dan hal itu telah ia lakukan setiap hari, sejak ia bekerja pada Bank Swasta tersebut.
Aruna berjalan menyusuri trotoar di sepanjang jalan Hayam Wuruk untuk sampai ke kantornya.
Disisi jalan banyak pedagang yang menjajakan makanan untuk sarapan pagi. Dan mayoritas yang biasanya di jual di pagi hari adalah menu sarapan pagi seperti bubur ayam, lontong sayur dan bubur kacang ijo. Ada juga yang berjualan jajan basah, hanya saja Aruna lebih senang jajanan basah yang di jual kantin kantor.
Aruna melangkahkan kakinya dengan cepat memasuki halaman gedung lantai delapan. Kemudian ia menaiki tangga yang berjumlah delapan undakan untuk sampai ke lobby kantor. Masuk ke dalam gedung, Aruna langsung menuju ruangannya lalu, ia memasukkan jempolnya pada sebuah mesin absensi.
“Aruna, sudah sarapan apa belum?” tanya Sari rekan kerjanya sesaat ia akan masuk ke dalam ruang customer service
“Sar, kalau mau beli sarapan, gue titip bubur ayam dengan kacang yang banyak yaa,” pinta Aruna meminta tolong pada Sari dan memberikan uangnya.
“Pagi Buu,” salam Aruna pada atasannya, ketika dilihat, atasannya sedang menyiapkan brosur dan form pembukaan dan penutupan rekening.
Setelah menaruh tas pada loker yang ada di ruang belakang khusus bagian customer service, Aruna langsung membantu ibu Krisnawati untuk menempatkan beberapa brosur dan form pembukaan rekening dan penutupan rekening pada folder masing-masing.
Seperti biasa, Aruna dan rekan kerja lainnya harus memastikan semua peralatan yang berhubungan dengan pekerjaannya telah disiapkan. Termasuk bolpoin dan permen yang selalu siap sedia di meja kerjanya.
“Runa, ayo kita sarapan dulu,” ajak Sari membawa pesanannya ke belakang ruangan customer service.
“Bu Kris, saya ijin sarapan dulu, semua brosur sudah saya siapkan di meja saya,” ucap Aruna meminta ijin pada Krisnawati yang berada di kursi kerjanya, sebagai Head Customer Service.
Terlihat ibu Krisnawati, menganggukkan kepala saat Aruna meminta ijin dan menghilang dari hadapannya, menuju ruang customer service. Pada setiap bagian di kantor tersebut terdapat ruangan yang biasanya digunakan sebagai ruangan meeting intern dan merangkap sebagai tempat sarapan.
Untuk makan siang disediakan pantry pada setiap lantainya. Jadi pada setiap lantai, ada pantry yang dapat digunakan untuk staf makan siang. Masing-masing lantai berbeda tiap bagiannya. Khusus untuk Customer Service dan Teller berada di lantai satu. Dan untuk basemen digunakan sebagai tempat parkir sepeda motor.
“Runa.., kenal sama nasabah yang punya toko emas di daerah Cikini?” tanya Sari disela-sela sarapan paginya.
“Siapa? Nasabah baru? Namanya?” tanya Aruna sambil meniup bubur ayam yang masih mengepul.
“Itu looh Runa.., yang kepalanya plontos, tapi ganteng juga orangnya,” kembali Sari menyuapkan nasi kuning ke mulutnya sambil mengobrol dengan rekan kerjanya.
“Enggak kenal, emang kenapa sama orang itu? Apa ada yang aneh dengan kepalanya?” tanya Aruna dengan mata yang membulat.
“Kemarin itu, dia tanya tentang masa pribadi gitu,” ucapnya dengan kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
“Cie.., Cie.., Masalah pribadi nih yaa,” Aruna menggoda temannya dengan mulut penuh bubur dan kerupuk.
“Ngawur.., gue mah udah punya pacar. Orang dia nanya tentang elo. Masa dia nanya nya seperti ini, hmmm, maaf itu mbak yang namanya Aruna itu udah punya suami, begitu dia tanya nya,” ujar Sari dengan menirukan nasabah tersebut.
“Serius? Masa sih dia tanya gue punya suami apa nggak.., emang tampang gue sudah tua banget atau seperti orang udah punya suami? Hmmm, kenapa nggak bilang sama nasabah itu kalau gue masih orisinil dan belum turun mesin, hehehehe,” sahut Aruna.
“Eeh Runa.., kalau dia naksir dan suka sama elo, gimana?” tanya Sari layaknya seorang mak ’comblang.
“Beritahu saja nasabah itu, kalau berani.., lamar langsung. Malas lelaki jaman sekarang kebanyakan PHP doang. Sudahlah nggak usah ambil pusing. Lebih baik kita ke depan, sebelum nasabah pada antre,” ajak Aruna dengan beranjak dari ruang di belakang Customer Service.
Sebelum ke bagian depan untuk melayani nasabah, kembali Aruna memakai lipstik dan memoles wajahnya kembali untuk bersiap-siap melayani nasabah di bagian customer service. Itu adalah sebuah pekerjaan yang telah digelutinya selama tiga tahun ini.
Aruna dan Sari serta dua rekan kerja lainnya, bekerja untuk melayani beberapa nasabah untuk pembukaan rekening, penutupan rekening, penempatan deposito, bahkan mereka menangani berbagai complain nasabah atas beberapa kendala yang biasanya terjadi.
Sebesar apa pun kemarahan nasabah, mereka selalu menjawab dengan tutur kata yang lembut, tetap tersenyum dan tegas. Dan biasanya, suara mereka juga hanya terdengar oleh nasabah yang sedang mereka layani saja.
“Bisa di bantu pak?” tanya Aruna pada seorang nasabah di hadapannya.
“Saya Lukman, mau tanya, kenapa pin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) saya enggak bisa digunakan ya, mbak?” tanya seorang nasabah bernama Lukman.
Aruna pun langsung melakukan serangkaian SOP ( Standard Operating Procedure) yang biasa dilakukan, dengan mengecek pada komputer yang ada mejanya, Setelah menanyakan beberapa pertanyaan pada nasabah tersebut.
Lalu Aruna kembali meriset nomor pin dari nasabah tersebut dan dilakukan kembali penginputan pin yang baru dengan meminta nasabah tersebut membuat pin pada sebuah mesin EDC.
Kemudian Aruna menemani nasabah itu ke mesin ATM yang berada di lobby Bank, untuk memastikan kalau pin tersebut sudah dapat digunakan.
Aruna berjalan sambil berbincang-bincang dengan nasabah itu saat akan melakukan pengecekan pada pin yang telah diriset. Sesampai di mesin ATM, Aruna meminta nasabah itu untuk memakai kartu ATM dengan pin yang telah di reset.
Setelah yakin nasabah itu telah bisa menggunakan kartunya, ia berbicara pada Aruna yang kala itu sedang membuka pintu ruang ATM.
“Mbak Aruna.”
“Ya pak, ada yang bisa saya bantu kembali?” tanya Aruna masih berdiri di depan ruang ATM.
“Hemmm, enggak ada sih mbak, cuma kemarin saya minta nomor telepon mbak Aruna, sama teman mbak, apa boleh kalau nanti saya hubungi?” tanya nasabah tersebut dengan tersenyum manis.
“Iyaa pak, silakan hubungi saja, dengan senang hati saya akan membantu,” jawab Aruna, tersenyum ramah.
“Ada yang bisa saya bantu lagi pak Lukman?” tanya Aruna.
“Enggak ada mbak, terima kasih.”
“Baiklah kalau begitu, terima kasih kembali pak Lukman,” ucap Aruna lalu berjalan meninggalkan nasabah tersebut dan kembali ke meja kerjanya.
Dalam hati Aruna, ‘Ooh itu nasabah yang dibilang sama Sari. Kurang ajar juga si Sari, kenapa pakai ngasih nomor telepon gue ke dia, Hadeh.’
Aruna pun kembali menjalani rutinitas sebagai customer service. Dan pada saat makan siang tiba, untuk bagian customer service diwajibkan untuk bergantian saat makan siang.
Karena harus ada dua orang yang menangani nasabah, dari empat orang bagian customer service. Dan hari ini, Aruna mendapat giliran kedua untuk makan siang, jadi ia dan Sari akan makan siang sekitar jam satu siang.
Setelah kedua rekan kerjanya kembali dari makan siang, Aruna dan Sari langsung meninggalkan meja kerjanya menuju loker tempat mereka menaruh tas kerja, dompet berikut ponsel.
Usai mengambil dompet dan ponselnya, Aruna berjalan menuju kantin yang terletak di samping gedung itu. Sesampai di kantin ia pun memesan makan siang, begitu juga dengan Sari.
Waktu jam istirahat selama satu jam itu, ia pergunakan untuk membuka ponsel, menanyakan adik-adiknya yang masih berada di sekolah. Dilihatnya ada pesan dari seseorang yang nomornya tidak tercantum pada ponselnya. Lalu Aruna membuka pesan itu.
[ pesan dari 081xxx : Siang mbak Aruna, maaf ganggu, saya Lukman yang tadi di bantu untuk reset pin ATM. Cuma mau bilang, Terima kasih untuk bantuannya]
Setelah membaca pesan singkat dari nasabah yang tadi dibantunya, Aruna berkata pada Sari, “Sar, garing banget ini nasabah ya, masa dia kirim pesan seperti ini. Aneh saja sih kalau gue pikir.”
Aruna bercerita pada rekannya yang terlihat sedang asyik memainkan ponselnya.
“Ya ampun Sariiiii, gimana sih, gue lagi ngomong nggak di denger,” umpat Aruna pada Sari yang tersentak kaget mendengar teriakan Aruna.
“Iya kenapa Runa, coba ulang lagi ceritanya,” Sari berbicara dengan wajah yang tanpa ada rasa salah.
“Males! Mending gue makanlah,” ucap Aruna langsung menyantap pesanannya yang sudah di hidangkan.
Sari yang mendengar ucapan Aruna hanya tersenyum kecil, lalu ia pun menyantap makan siangnya tanpa bersuara. Selesai makan siang, masih tersisa waktu sekitar lima belas menit lalu mereka mengobrol.
Dari membahas gosip tentang artis, sampai ke masalah pekerjaan. Teringat Aruna, akan pesan dari nasabah yang belum sempat ia perlihatkan pada rekannya.
“Sar, coba elo lihat pesan dari nasabah yang tadi gue tangani,” Aruna memberikan ponselnya pada Sari.
“Ooh, ini kan nasabah yang kapan hari gue kasih nomor ponsel elo. Namanya Lukma, orangnya baik,” Sari memberikan penjelasan pada Aruna, kalau ia yang memberikan nomor ponselnya.
“Aduh.., Sari.., Sari, tolong yaa lain kali jangan main kasih nomor ponsel gue. Kenapa nggak nomor ponsel elo saja yang dikasih?!” gerutu Aruna, mengernyitkan alisnya dengan wajah kesal.
“Bukannya gitu Runa.., kata dia.., kapan hari elo yang mengurusi pembukaan safe deposit box dan penempatan depositonya. Jadi tujuan dia sih, sewaktu-waktu ada perlu dana biar dia bisa konfirmasi ke elo,” Sari menjelaskan panjang lebar tentang nasabah itu pada Aruna.
“Hemmm, ya sudahlah lain kali gue nggak mau seperti itu lagi,” pinta Aruna dengan menatap netra Sari.
“Lagian emang kenapa sih, pak Lukman baik koq orangnya, kapan hari aja waktu elo cuti, dia bawa donat buat kita semua,” lanjut Sari menegaskan kembali.
“Intinya, dia mau baik atau nggak, gue sih nggak peduli. Selama urusan pekerjaan dan pada jam kantor, nggak apa-apa dia hubungi gue. Tetapi pada saat gue di rumah itu yang buat gue merasa terganggu,” dengan wajah serius Aruna berbicara pada Sari.
Aruna melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, lalu mengajak rekannya untuk kembali bekerja. Sebelum sampai di meja kerja, mereka kembali merapikan penampilan kembali dengan memakai lipstik dan bedak, agar terlihat tetap fresh dalam melayani nasabah. Selesai merapikan diri, mereka berdua kembali ke meja kerja masing-masing.
Selama satu jam mereka melayani nasabah dengan fokus dan antusias, setelah jam tiga operasional Bank pun di tutup dalam melayani nasabah. Dan itu bersamaan dengan berakhirnya melayani nasabah di counter Teller dan customer service.
Sisa waktu dua jam, sebelum jam pulang kerja usai penutupan jam operasional, biasanya digunakan untuk merapikan beberapa form yang tadi telah di tandatangani oleh nasabah. Baik itu form pembukaan rekening atau pun form penutupan rekening.
Sebelum mereka melakukan file pada sebuah binder, yang mereka lakukan adalah mengecek kelengkapan dari isi form tersebut. Baik berupa identitas dari nasabah atau pun dalam pengisian form.
Biasanya ada satu atau dua form yang belum terisi dengan lengkap, maka mereka akan melengkapinya. Demikian juga dengan stempel verifikasi dari tandatangan nasabah, yang biasanya kurang di verifikasi.
Kelengkapan dari dokumen itu kelak akan menjadi bahan audit yang akan dilakukan setahun sekali, jadi SOP dalam melayani nasabah di bagian customer service akan berpengaruh juga dengan penilaian kerja yang dilakukan secara berkala enam bulan sekali.
Begitu juga dengan bagian operasional lainnya. Jadi waktu dua jam, setelah penutupan jam operasional Bank, digunakan untuk membenahi dan merapikan form yang dikerjakan hari ini.
Selesai merapikan pekerjaan, sisa waktu sekitar sepuluh menit sebelum tutup kantor, akan mereka isi dengan mengobrol perihal keluarga bagi yang sudah berkeluarga.
Dan bagi anak-anak gadis seperti Sari, Aruna dan yang lainnya, biasanya mereka mengobrol masalah pacar untuk yang punya pacar dan untuk yang belum menikah akan mengobrol mengenai Fashion, make up dan bergosip tentang artis pujaan mereka.
“Aruna, besok gajian kita ke Mal yuk!” seru Sari mengajak Aruna untuk Shopping, karena besok mereka akan menerima salary. Dan biasanya salary pada karyawan Bank diberikan tanggal 25 setiap bulannya.
“Mana bisa gue Shopping seperti elo, Sar..! Adik gie si Andika harus bayar kuliah akhir bulan ini, jadi gue harus patungan sama adik gue Aditya untuk bayarnya. Belom lagi adik gue yang cewek tahun ini lulus SMA jadi harus cari universitas. Syukur-syukur kalau dapat negeri. Untungnya si bungsu tahun depan lulus SMP, jadi gue nggak kocar-kacir mikirin biayanya.”
Aruna membeberkan fakta pada Sari, rekan kerjanya tentang dirinya yang harus membantu adik-adiknya dalam biaya sekolah. Karena penghasilan ayahnya yang bekerja di pemerintah hanya seorang Pegawai Negeri Sipil golongan bawah yang hanya bisa untuk mencukupi makan saja.
Sejak ibunya meninggal dunia, membuat mereka, kakak beradik saling bahu membahu untuk pendidikan adik-adik mereka. Apalagi Aruna sebagai anak sulung diharuskan lebih dewasa dan mampu mengganti peran ibu bagi adik-adiknya.
“Iya Runa, gue sendiri bangga lihat elo sama Aditya saling membantu untuk pendidikan adik yang lainnya. Hebat Lah, bisa bantu orang tua, dibanding gue yang enggak bisa bantu apa-apa. Gue merasa, gaji yang diterima enggak pernah cukup buat keperluan gue."
"Sampai-sampai mama gue ngomel waktu dia tanya ke gue, berapa duit yang gue punya. Dan dia kaget waktu gue bilang nggak punya tabungan,” Sari berkeluh kesah atas keborosannya.
“Ya, kalo gajian dibagi-bagi post pengeluarannya, setidaknya 10% dari gaji itu ditabunglah, walaupun dikit akan terasa sewaktu kita ada keperluan mendadak, jadi kita enggak kalang kabut,” Aruna menasehati temannya yang memang terkenal boros.
Karena kalau ada rekan kantor yang bawa barang dagangan pasti selalu dibeli, padahal barang yang dibeli itu, belum tentu terpakai.
“Susah Runa.., gue agak bisa seperti elo,” Sari menyanggah nasihat rekannya.
“Susah apa’an? Semua itu tergantung niat. Kalau memang susah, yaa semua orang juga merasa susah. Cuma, kalau besok waktu elo ada kepentingan mendadak, elo yang akan susah sendiri,” Ujar Aruna menasihati rekannya lagi.
Aruna berbicara sambil melangkah ke loker. Kemudian ia mengambil ponsel, untuk menghubungi Aditya adiknya.
Karena setiap hari Aruna dijemput oleh adiknya yang menjadi PNS di Departemen Sosial. Letak kantor adiknya dekat dengan kantor Aruna. Sesaat Aruna melihat pesan dari Lukman, nasabah yang tadi siang mengirimkan pesan padanya.
[Pesan dari Lukman nasabah: Maaf, jika saya tadi mengganggu aktivitas mbak Aruna]
Membaca pesan singkat dari pak Lukman, ia jadi tidak enak hati, karena pesan yang tadi siang dikirimnya tidak ia jawab. Dalam hati Aruna, apa karena tidak dijawab, makanya pak Lukman mengirimkan pesan seperti itu. Setelah berpikir sejenak, Aruna langsung menjawab pesan singkatnya.
[Pesan keluar untuk Lukman nasabah : Sore pak, maaf baru bisa balas pesan bapak. Tadi krodit dan kerjaan lumayan banyak. Untuk reset pin tadi itu, memang sudah tugas saya membantu bapak, jadi jangan sungkan seperti itu. Saya yang berterima kasih bapak telah menjadi nasabah kami. Jika ada yang mau bapak tanyakan, silakan bapak hubungi saya. Terima kasih kembali pak]
Setelah membalas pesan itu, dalam hati Aruna berkata, ‘Ada-ada saja tipe nasabah yang enggak jelas seperti itu, tapi yaa mau gimana, namanya nasabah, yaa rajalah.’
Saat ini, Aruna telah berada di lobby kantor untuk menunggu adiknya yang setiap hari menjemputnya. Tidak berapa lama ada miscall di ponselnya, ia pun keluar lobby kantor menuju ke tempat parkir.
Karena sudah menjadi kebiasaan, adiknya akan melakukan miscall ketika sudah sampai di tempat parkir kantor Aruna. Oleh sebab itu, Aruna langsung berjalan menuju tempat parkir tanpa menjawab panggilan pada ponselnya.
Sesampai diparkir, Aruna pun memakai helm dan jaketnya. Berboncengan naik motor dengan adiknya. Lalu mereka pun berlalu dari gedung bertingkat itu di tengah padatnya jalanan di saat jam pulang kerja.