Home / Romansa / Air Mata Aruna / BAB 1 : Pesan Singkat

Share

Air Mata Aruna
Air Mata Aruna
Author: Parikesit70

BAB 1 : Pesan Singkat

Author: Parikesit70
last update Last Updated: 2022-03-24 09:12:28

Aruna berlari kecil menyeberangi jalan utama Gajah Mada, ketika seorang kondektur bus patas AC membangunkan ia dari tidurnya. Jembatan kecil yang menghubungkan jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk menjadi jalan alternatif ketika ia menuju kantornya. Dan hal itu telah ia lakukan setiap hari, sejak ia bekerja pada Bank Swasta tersebut.

Aruna berjalan menyusuri trotoar di sepanjang jalan Hayam Wuruk untuk sampai ke kantornya.

Disisi jalan banyak pedagang yang menjajakan makanan untuk sarapan pagi. Dan mayoritas yang biasanya di jual di pagi hari adalah menu sarapan pagi seperti bubur ayam, lontong sayur dan bubur kacang ijo. Ada juga yang berjualan jajan basah, hanya saja Aruna lebih senang jajanan basah yang di jual kantin kantor.

Aruna melangkahkan kakinya dengan cepat memasuki halaman gedung lantai delapan. Kemudian ia menaiki tangga yang berjumlah delapan undakan untuk sampai ke lobby kantor. Masuk ke dalam gedung, Aruna langsung menuju ruangannya lalu, ia memasukkan jempolnya pada sebuah mesin absensi.

“Aruna, sudah sarapan apa belum?” tanya Sari rekan kerjanya sesaat ia akan masuk ke dalam ruang customer service

“Sar, kalau mau beli sarapan, gue titip bubur ayam dengan kacang yang banyak yaa,” pinta Aruna meminta tolong pada Sari dan memberikan uangnya.

“Pagi Buu,” salam Aruna pada atasannya, ketika dilihat, atasannya sedang menyiapkan brosur dan form pembukaan dan penutupan rekening.

Setelah menaruh tas pada loker yang ada di ruang belakang khusus bagian customer service, Aruna langsung membantu ibu Krisnawati untuk menempatkan beberapa brosur dan form pembukaan rekening dan penutupan rekening pada folder masing-masing.

Seperti biasa, Aruna dan rekan kerja lainnya harus memastikan semua peralatan yang berhubungan dengan pekerjaannya telah disiapkan. Termasuk bolpoin dan permen yang selalu siap sedia di meja kerjanya.

“Runa, ayo kita sarapan dulu,” ajak Sari membawa pesanannya ke belakang ruangan customer service.

“Bu Kris, saya ijin sarapan dulu, semua brosur sudah saya siapkan di meja saya,” ucap Aruna meminta ijin pada Krisnawati yang berada di kursi kerjanya, sebagai Head Customer Service.

Terlihat ibu Krisnawati, menganggukkan kepala saat Aruna meminta ijin dan menghilang dari hadapannya, menuju ruang customer service. Pada setiap bagian di kantor tersebut terdapat ruangan yang biasanya digunakan sebagai ruangan meeting intern dan merangkap sebagai tempat sarapan.

Untuk makan siang disediakan pantry pada setiap lantainya. Jadi pada setiap lantai, ada pantry yang dapat digunakan untuk staf makan siang. Masing-masing lantai berbeda tiap bagiannya. Khusus untuk Customer Service dan Teller berada di lantai satu. Dan untuk basemen digunakan sebagai tempat parkir sepeda motor.

“Runa.., kenal sama nasabah yang punya toko emas di daerah Cikini?” tanya Sari disela-sela sarapan paginya.

“Siapa? Nasabah baru? Namanya?” tanya Aruna sambil meniup bubur ayam yang masih mengepul.

“Itu looh Runa.., yang kepalanya plontos, tapi ganteng juga orangnya,” kembali Sari menyuapkan nasi kuning ke mulutnya sambil mengobrol dengan rekan kerjanya.

“Enggak kenal, emang kenapa sama orang itu? Apa ada yang aneh dengan kepalanya?” tanya Aruna dengan mata yang membulat.

“Kemarin itu, dia tanya tentang masa pribadi gitu,” ucapnya dengan kembali menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

“Cie.., Cie.., Masalah pribadi nih yaa,” Aruna menggoda temannya dengan mulut penuh bubur dan kerupuk.

“Ngawur.., gue mah udah punya pacar. Orang dia nanya tentang elo. Masa dia nanya nya seperti ini, hmmm, maaf itu mbak yang namanya Aruna itu udah punya suami, begitu dia tanya nya,” ujar Sari dengan menirukan nasabah tersebut.

“Serius? Masa sih dia tanya gue punya suami apa nggak.., emang tampang gue sudah tua banget atau seperti orang udah punya suami? Hmmm, kenapa nggak bilang sama nasabah itu kalau gue masih orisinil dan belum turun mesin, hehehehe,” sahut Aruna.

“Eeh Runa.., kalau dia naksir dan suka sama elo, gimana?” tanya Sari layaknya seorang mak ’comblang.

“Beritahu saja nasabah itu, kalau berani.., lamar langsung. Malas lelaki jaman sekarang kebanyakan PHP doang. Sudahlah nggak usah ambil pusing. Lebih baik kita ke depan, sebelum nasabah pada antre,” ajak Aruna dengan beranjak dari ruang di belakang Customer Service.

Sebelum ke bagian depan untuk melayani nasabah, kembali Aruna memakai lipstik dan memoles wajahnya kembali untuk bersiap-siap melayani nasabah di bagian customer service. Itu adalah sebuah pekerjaan yang telah digelutinya selama tiga tahun ini.

Aruna dan Sari serta dua rekan kerja lainnya, bekerja untuk melayani beberapa nasabah untuk pembukaan rekening, penutupan rekening, penempatan deposito, bahkan mereka menangani berbagai complain nasabah atas beberapa kendala yang biasanya terjadi.

Sebesar apa pun kemarahan nasabah, mereka selalu menjawab dengan tutur kata yang lembut, tetap tersenyum dan tegas. Dan biasanya, suara mereka juga hanya terdengar oleh nasabah yang sedang mereka layani saja.

“Bisa di bantu pak?” tanya Aruna pada seorang nasabah di hadapannya.

“Saya Lukman, mau tanya, kenapa pin ATM (Anjungan Tunai Mandiri) saya enggak bisa digunakan ya, mbak?” tanya seorang nasabah bernama Lukman.

Aruna pun langsung melakukan serangkaian SOP ( Standard Operating Procedure) yang biasa dilakukan, dengan mengecek pada komputer yang ada mejanya, Setelah menanyakan beberapa pertanyaan pada nasabah tersebut.

Lalu Aruna kembali meriset nomor pin dari nasabah tersebut dan dilakukan kembali penginputan pin yang baru dengan meminta nasabah tersebut membuat pin pada sebuah mesin EDC.

Kemudian Aruna menemani nasabah itu ke mesin ATM yang berada di lobby Bank, untuk memastikan kalau pin tersebut sudah dapat digunakan.

Aruna berjalan sambil berbincang-bincang dengan nasabah itu saat akan melakukan pengecekan pada pin yang telah diriset. Sesampai di mesin ATM, Aruna meminta nasabah itu untuk memakai kartu ATM dengan pin yang telah di reset.

Setelah yakin nasabah itu telah bisa menggunakan kartunya, ia berbicara pada Aruna yang kala itu sedang membuka pintu ruang ATM.

“Mbak Aruna.”

“Ya pak, ada yang bisa saya bantu kembali?” tanya Aruna masih berdiri di depan ruang ATM.

“Hemmm, enggak ada sih mbak, cuma kemarin saya minta nomor telepon mbak Aruna, sama teman mbak, apa boleh kalau nanti saya hubungi?” tanya nasabah tersebut dengan tersenyum manis.

“Iyaa pak, silakan hubungi saja, dengan senang hati saya akan membantu,” jawab Aruna, tersenyum ramah.

“Ada yang bisa saya bantu lagi pak Lukman?” tanya Aruna.

“Enggak ada mbak, terima kasih.”

“Baiklah kalau begitu, terima kasih kembali pak Lukman,” ucap Aruna lalu berjalan meninggalkan nasabah tersebut dan kembali ke meja kerjanya.

Dalam hati Aruna, ‘Ooh itu nasabah yang dibilang sama Sari. Kurang ajar juga si Sari, kenapa pakai ngasih nomor telepon gue ke dia, Hadeh.’

Aruna pun kembali menjalani rutinitas sebagai customer service. Dan pada saat makan siang tiba, untuk bagian customer service diwajibkan untuk bergantian saat makan siang.

Karena harus ada dua orang yang menangani nasabah, dari empat orang bagian customer service. Dan hari ini, Aruna mendapat giliran kedua untuk makan siang, jadi ia dan Sari akan makan siang sekitar jam satu siang.

Setelah kedua rekan kerjanya kembali dari makan siang, Aruna dan Sari langsung meninggalkan meja kerjanya menuju loker tempat mereka menaruh tas kerja, dompet berikut ponsel.

Usai mengambil dompet dan ponselnya, Aruna berjalan menuju kantin yang terletak di samping gedung itu. Sesampai di kantin ia pun memesan makan siang, begitu juga dengan Sari.

Waktu jam istirahat selama satu jam itu, ia pergunakan untuk membuka ponsel, menanyakan adik-adiknya yang masih berada di sekolah. Dilihatnya ada pesan dari seseorang yang nomornya tidak tercantum pada ponselnya. Lalu Aruna membuka pesan itu.

[ pesan dari 081xxx : Siang mbak Aruna, maaf ganggu, saya Lukman yang tadi di bantu untuk reset pin ATM. Cuma mau bilang, Terima kasih untuk bantuannya]

Setelah membaca pesan singkat dari nasabah yang tadi dibantunya, Aruna berkata pada Sari, “Sar, garing banget ini nasabah ya, masa dia kirim pesan seperti ini. Aneh saja sih kalau gue pikir.”

Aruna bercerita pada rekannya yang terlihat sedang asyik memainkan ponselnya.

“Ya ampun Sariiiii, gimana sih, gue lagi ngomong nggak di denger,” umpat Aruna pada Sari yang tersentak kaget mendengar teriakan Aruna.

“Iya kenapa Runa, coba ulang lagi ceritanya,” Sari berbicara dengan wajah yang tanpa ada rasa salah.

“Males! Mending gue makanlah,” ucap Aruna langsung menyantap pesanannya yang sudah di hidangkan.

Sari yang mendengar ucapan Aruna hanya tersenyum kecil, lalu ia pun menyantap makan siangnya tanpa bersuara. Selesai makan siang, masih tersisa waktu sekitar lima belas menit lalu mereka mengobrol.

Dari membahas gosip tentang artis, sampai ke masalah pekerjaan. Teringat Aruna, akan pesan dari nasabah yang belum sempat ia perlihatkan pada rekannya.

“Sar, coba elo lihat pesan dari nasabah yang tadi gue tangani,” Aruna memberikan ponselnya pada Sari.

“Ooh, ini kan nasabah yang kapan hari gue kasih nomor ponsel elo. Namanya Lukma, orangnya baik,” Sari memberikan penjelasan pada Aruna, kalau ia yang memberikan nomor ponselnya.

“Aduh.., Sari.., Sari, tolong yaa lain kali jangan main kasih nomor ponsel gue. Kenapa nggak nomor ponsel elo saja yang dikasih?!” gerutu Aruna, mengernyitkan alisnya dengan wajah kesal.

“Bukannya gitu Runa.., kata dia.., kapan hari elo yang mengurusi pembukaan safe deposit box dan penempatan depositonya. Jadi tujuan dia sih, sewaktu-waktu ada perlu dana biar dia bisa konfirmasi ke elo,” Sari menjelaskan panjang lebar tentang nasabah itu pada Aruna.

“Hemmm, ya sudahlah lain kali gue nggak mau seperti itu lagi,” pinta Aruna dengan menatap netra Sari.

“Lagian emang kenapa sih, pak Lukman baik koq orangnya, kapan hari aja waktu elo cuti, dia bawa donat buat kita semua,” lanjut Sari menegaskan kembali.

“Intinya, dia mau baik atau nggak, gue sih nggak peduli. Selama urusan pekerjaan dan pada jam kantor, nggak apa-apa dia hubungi gue. Tetapi pada saat gue di rumah itu yang buat gue merasa terganggu,” dengan wajah serius Aruna berbicara pada Sari.

Aruna melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, lalu mengajak rekannya untuk kembali bekerja. Sebelum sampai di meja kerja, mereka kembali merapikan penampilan kembali dengan memakai lipstik dan bedak, agar terlihat tetap fresh dalam melayani nasabah. Selesai merapikan diri, mereka berdua kembali ke meja kerja masing-masing.

Selama satu jam mereka melayani nasabah dengan fokus dan antusias, setelah jam tiga operasional Bank pun di tutup dalam melayani nasabah. Dan itu bersamaan dengan berakhirnya melayani nasabah di counter Teller dan customer service.

Sisa waktu dua jam, sebelum jam pulang kerja usai penutupan jam operasional, biasanya digunakan untuk merapikan beberapa form yang tadi telah di tandatangani oleh nasabah. Baik itu form pembukaan rekening atau pun form penutupan rekening.

Sebelum mereka melakukan file pada sebuah binder, yang mereka lakukan adalah mengecek kelengkapan dari isi form tersebut. Baik berupa identitas dari nasabah atau pun dalam pengisian form.

Biasanya ada satu atau dua form yang belum terisi dengan lengkap, maka mereka akan melengkapinya. Demikian juga dengan stempel verifikasi dari tandatangan nasabah, yang biasanya kurang di verifikasi.

Kelengkapan dari dokumen itu kelak akan menjadi bahan audit yang akan dilakukan setahun sekali, jadi SOP dalam melayani nasabah di bagian customer service akan berpengaruh juga dengan penilaian kerja yang dilakukan secara berkala enam bulan sekali.

Begitu juga dengan bagian operasional lainnya. Jadi waktu dua jam, setelah penutupan jam operasional Bank, digunakan untuk membenahi dan merapikan form yang dikerjakan hari ini.

Selesai merapikan pekerjaan, sisa waktu sekitar sepuluh menit sebelum tutup kantor, akan mereka isi dengan mengobrol perihal keluarga bagi yang sudah berkeluarga.

Dan bagi anak-anak gadis seperti Sari, Aruna dan yang lainnya, biasanya mereka mengobrol masalah pacar untuk yang punya pacar dan untuk yang belum menikah akan mengobrol mengenai Fashion, make up dan bergosip tentang artis pujaan mereka.

“Aruna, besok gajian kita ke Mal yuk!” seru Sari mengajak Aruna untuk Shopping, karena besok mereka akan menerima salary. Dan biasanya salary pada karyawan Bank diberikan tanggal 25 setiap bulannya.

“Mana bisa gue Shopping seperti elo, Sar..! Adik gie si Andika harus bayar kuliah akhir bulan ini, jadi gue harus patungan sama adik gue Aditya untuk bayarnya. Belom lagi adik gue yang cewek tahun ini lulus SMA jadi harus cari universitas. Syukur-syukur kalau dapat negeri. Untungnya si bungsu tahun depan lulus SMP, jadi gue nggak kocar-kacir mikirin biayanya.”

Aruna membeberkan fakta pada Sari, rekan kerjanya tentang dirinya yang harus membantu adik-adiknya dalam biaya sekolah. Karena penghasilan ayahnya yang bekerja di pemerintah hanya seorang Pegawai Negeri Sipil golongan bawah yang hanya bisa untuk mencukupi makan saja.

Sejak ibunya meninggal dunia, membuat mereka, kakak beradik saling bahu membahu untuk pendidikan adik-adik mereka. Apalagi Aruna sebagai anak sulung diharuskan lebih dewasa dan mampu mengganti peran ibu bagi adik-adiknya.

“Iya Runa, gue sendiri bangga lihat elo sama Aditya saling membantu untuk pendidikan adik yang lainnya. Hebat Lah, bisa bantu orang tua, dibanding gue yang enggak bisa bantu apa-apa. Gue merasa, gaji yang diterima enggak pernah cukup buat keperluan gue."

"Sampai-sampai mama gue ngomel waktu dia tanya ke gue, berapa duit yang gue punya. Dan dia kaget waktu gue bilang nggak punya tabungan,” Sari berkeluh kesah atas keborosannya.

“Ya, kalo gajian dibagi-bagi post pengeluarannya, setidaknya 10% dari gaji itu ditabunglah, walaupun dikit akan terasa sewaktu kita ada keperluan mendadak, jadi kita enggak kalang kabut,” Aruna menasehati temannya yang memang terkenal boros.

Karena kalau ada rekan kantor yang bawa barang dagangan pasti selalu dibeli, padahal barang yang dibeli itu, belum tentu terpakai.

“Susah Runa.., gue agak bisa seperti elo,” Sari menyanggah nasihat rekannya.

“Susah apa’an? Semua itu tergantung niat. Kalau memang susah, yaa semua orang juga merasa susah. Cuma, kalau besok waktu elo ada kepentingan mendadak, elo yang akan susah sendiri,” Ujar Aruna menasihati rekannya lagi.

Aruna berbicara sambil melangkah ke loker. Kemudian ia mengambil ponsel, untuk menghubungi Aditya adiknya.

Karena setiap hari Aruna dijemput oleh adiknya yang menjadi PNS di Departemen Sosial. Letak kantor adiknya dekat dengan kantor Aruna. Sesaat Aruna melihat pesan dari Lukman, nasabah yang tadi siang mengirimkan pesan padanya.

[Pesan dari Lukman nasabah: Maaf, jika saya tadi mengganggu aktivitas mbak Aruna]

Membaca pesan singkat dari pak Lukman, ia jadi tidak enak hati, karena pesan yang tadi siang dikirimnya tidak ia jawab. Dalam hati Aruna, apa karena tidak dijawab, makanya pak Lukman mengirimkan pesan seperti itu. Setelah berpikir sejenak, Aruna langsung menjawab pesan singkatnya.

[Pesan keluar untuk Lukman nasabah : Sore pak, maaf baru bisa balas pesan bapak. Tadi krodit dan kerjaan lumayan banyak. Untuk reset pin tadi itu, memang sudah tugas saya membantu bapak, jadi jangan sungkan seperti itu. Saya yang berterima kasih bapak telah menjadi nasabah kami. Jika ada yang mau bapak tanyakan, silakan bapak hubungi saya. Terima kasih kembali pak]

Setelah membalas pesan itu, dalam hati Aruna berkata, ‘Ada-ada saja tipe nasabah yang enggak jelas seperti itu, tapi yaa mau gimana, namanya nasabah, yaa rajalah.’

Saat ini, Aruna telah berada di lobby kantor untuk menunggu adiknya yang setiap hari menjemputnya. Tidak berapa lama ada miscall di ponselnya, ia pun keluar lobby kantor menuju ke tempat parkir.

Karena sudah menjadi kebiasaan, adiknya akan melakukan miscall ketika sudah sampai di tempat parkir kantor Aruna. Oleh sebab itu, Aruna langsung berjalan menuju tempat parkir tanpa menjawab panggilan pada ponselnya.

Sesampai diparkir, Aruna pun memakai helm dan jaketnya. Berboncengan naik motor dengan adiknya. Lalu mereka pun berlalu dari gedung bertingkat itu di tengah padatnya jalanan di saat jam pulang kerja.

Related chapters

  • Air Mata Aruna   BAB 2 : Desakan Mama

    Lukman seorang lelaki berusia tiga puluh lima tahun, dengan kepala plontos, dengan jambang serta kumis tipis yang rapi menghiasi wajahnya terlihat kedewasaannya. Kulit coklatnya yang bersih menandakan ia sangat memperhatikan penampilan dan kebersihan dirinya. Ia adalah pemilik toko perhiasan di daerah Cikini. Pertemuannya dengan Aruna di sebuah Bank pada saat membuka rekening, membuka memori yang telah lama di kuburnya meruak kembali.Ia teringat kembali kenangan indah yang sekaligus jadi kenangan buruk bagi hidupnya. Ia yang telah merajut tali kasih bersama seorang wanita yang ia kenal sejak mengenal cinta pertamanya di bangku Sekolah Menengah Atas hingga ia menyandang Sarjana Ekonomi pada namanya, membuat ia yang kala itu ingin segera menikahi wanita pujaannya berupaya melamar pekerjaan di beberapa perusahaan.Walaupun orang tuanya pemilik toko perhiasan di daerah Glodok Jakarta, tetapi Lukman tetap bersikeras mencari pekerjaan dengan gelar yang diraihnya, agar dap

    Last Updated : 2022-03-24
  • Air Mata Aruna   BAB 3 : Hidupku & Adik-adikku

    Aruna sampai rumah sekitar jam enam sore, perlu waktu satu jam untuk sampai rumah. Dan itu terjadi karena lalu lintas di jam keluar kantor yang padat merapat. Sesampai di rumah, ia langsung mengganti pakaian seragam kantor dengan pakaian rumah. Setelah itu, ia memasak untuk makan malam hari ini.Ayahnya telah sampai di rumah, dan seperti biasa Ayah selalu membantu pekerjaan rumah dengan menyiram tanaman. Mereka menempati rumah itu sejak lama, yang merupakan hasil jerih payah Ayah dan almarhum ibunya. Dulu ibunya melayani katering di tiga perkantoran.Keuletan ibu dan ayahnya membuat mereka memiliki rumah di kota Jakarta. Dengan status ayahnya sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan rendah dan usaha ibunya yang berjualan nasi campur, membuat kehidupan mereka lebih baik. Sampai akhirnya sang ibu sakit parah dan wafatnya sang ibu tiga tahun lalu, membawa mereka pada keterbatasan secara ekonomi. Kala itu Aruna baru bekerja di Bank.Adik pertamanya bernama Aditya, kala itu ia baru lulus kulia

    Last Updated : 2022-03-24
  • Air Mata Aruna   BAB 4 : Alasan Terselubung

    Seperti biasa selesai sarapan pagi, Aruna pergi ke kantor bersama adiknya Aditya menggunakan sepeda motor. Tetapi, jika Aditya ada acara di kantor atau sedang bertugas di luar kota, maka Aruna akan menggunakan angkutan umum.Untuk adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP setiap pagi, ia diantar ke sekolah oleh Andika, karena kampusnya satu jalan dengan sekolah Arumi. Sedangkan Arimbi, ikut ayahnya setiap pagi dan pulang sekolah ia menggunakan angkutan umum.Begitu juga dengan Arumi, ketika pulang sekolah, ia akan menggunakan angkutan umum. Dan biasanya kedua adik perempuan Aruna sampai di rumah sekitar jam dua siang. Sedangkan adik lelakinya yang kuliah, terkadang sampai di rumah jam dua siang, namun terkadang Andika pun pulang ke rumah pada saat malam hari, karena kesibukannya sebagai asisten dosen di kampusnya.Sekitar empat puluh menit, Aruna sampai di kantornya. Ia menyerahkan helm yang ia gunakan ke adiknya. Karena di kantornya tidak ada tempat untuk penitipan helm. Ia lal

    Last Updated : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 5 : Amplop surat berwarna Pink

    Selesai menghitung seluruh jumlah uang yang ada di kedua tas hitam itu, Yeni langsung membuatkan form penyetoran, sedangkan Aruna yang telah selesai dengan form deposito dan pengajuan kartu kredit untuk Lukman, tinggal menunggu Yeni menyelesaikan tugasnya.“Pak Lukman, uang yang di setorkan ini sejumlah 2 Milyar rupiah, silakan bapak tanda tangani form penyetoran ini. Dan pada bagian keterangannya telah saya tulis ‘deposito atas nama Lukman’ benar ya pak, untuk uangnya sejumlah yang saya sebutkan tadi?” tanya Yeni pada Lukman yang sedang menandatangani form penyetoran.“Ya benar.., lalu untuk pengajuan kartu kredit saya apa bisa secepatnya disetujui?” tanyanya pada Yeni.Lalu Yeni pun menjawab, “Maaf pak untuk masalah itu yang lebih paham, mbak Aruna, Pak.”Aruna yang mendengar pertanyaan dari Lukman langsung menjawab, “Untuk pengajuan kartu kredit bapak yang punya kebijaksanaan itu bagian kartu kredit pak. Tetapi, biasanya dengan deposito yang bapak punya, kemungk

    Last Updated : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 6 : Surat Izin Mencintai

    Aruna yang gelisah merasa penasaran pada surat berwarna pink itu. Ia menjalani sisa pekerjaannya dengan pikiran yang bercabang ke segala arah. Ia mengutuk dirinya yang meninggalkan buku catatan kunjungan pekerjaannya di meja kerja Lukman.Itu memberikan kesempatan pada Lukman dengan memanfaatkan banyak hal, menulis dan berkirim surat padanya dan menyelipkan pada buku yang tertinggal pada meja kerjanya.Karena pikirannya terus menerus memikirkan sepucuk surat dengan amplop berwarna pink itu, membuat ia tidak fokus atas pekerjaannya. Dan hal itu terlihat saat ia memasukkan file ke dalam binder. Ia salah memasukkan form ke binder yang seharusnya. Sehingga Sari menegurnya, “Runa, gimana sih lo, form penutupan napa lo taruh di form pembukaan...”“Aduh...Sorry, Sar,” ucap Aruna.“Kagak ngerti gue sama lo, dari habis makan diem aja. Kalau gue salah, maaf’in gue,” ucap Sari disela-sela memasukkan file ke dalam binder diakhir-akhir jam kerja.“Iyaa..,” jawab Aruna singkat. Dan itu membuat Sari

    Last Updated : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 7 : Galau vs Pergi ke Mal

    Semalam Aruna tak mampu memicingkan matanya barang sekejap. Pikirannya melambung jauh pada sosok Lukman. Ia bingung, apakah perlu ia menjawab suratnya atau tidak, atau untuk sementara diabaikan saja. Sampai akhirnya ia pun terlelap dini hari tanpa mampu memberikan keputusan yang jelas atas hal yang harus ia lakukan.Dan di pagi ini akhirnya ia terlambat bangun. Untung saja, hari ini, hari Sabtu, jadi ia pun libur bekerja. Lalu ia terbangun kala adiknya yang bernama Arumi membangunkannya dengan mengetuk pintu kamarnya.“Tok..tok..tok. Kak.., kak Runa.. Kak..,” panggil Arumi sambil mengetuk pintu kamar Aruna.Seketika Aruna loncat dari tempat tidurnya saat mendengar ketukan pada pintu kamarnya dengan menjawab, “Yaa.., tunggu.”Aruna membuka pintu kamarnya, dan melihat adiknya telah memakai seragam sekolahnya. Kemudian, Aruna berkata padanya, “Maaf ya.. Rumi, kakak kesiangan.., sekarang tolong kamu beli sarapan di tukang nasi uduk di depan yaa..,” pinta Aruna pada Arumi yang masih berdiri

    Last Updated : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 8 : Hangout membawa Bahagia

    Saat ini Aruna dan Sari sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Mereka memasuki beberapa gerai yang memampang discount 50% pada setiap produk. Dan, sasaran empuk dari discount tersebut mayoritas mengenai wanita muda sampai wanita paruh baya. Dari produk kecantikan, accesories, serta baju. Dan gerai-gerai tersebut bagaikan sebuah magnet yang mampu menyedot pengunjung. Tampak beberapa lelaki dari pasangan wanita yang berada disisinya, menenteng tas belanja. Ada pula yang ikut bersama menemani berbelanja, dan ada pula yang menunggu di luar gerai dengan memandang lalu lalang orang yang berjalan dari berbagai aktivitas. Kalau kita berada di lantai tiga atau empat pada sebuah pusat perbelanjaan, akan terlihat mobilitas dari wanita-wanita itu berbelanja. Dan biasanya mereka menghabiskan waktu hingga berjam-jam hanya untuk mengunjungi beberapa gerai dan balik kembali pada gerai yang sama demi untuk mendapatkan discount yang lebih banyak, walaupun itu hanya seribu rup

    Last Updated : 2022-04-26
  • Air Mata Aruna   BAB 9 : Perjanjian Sebuah Cinta

    Sari mengantar Aruna sampai di pintu pagar. Saat Aruna membuka pintu pagar, dilihat Arumi sedang menyapu halaman. Adiknya menoleh ke arahnya dan bertanya, “Abis dari mana kak? Koq tumben hari Sabtu kakak jalan keluar, itu tadi yang pake mobil teman kakak?”“Iyaa, tadi teman kakak, dia minta antar ke Mal. Pada kemana yang lainnya?” tanya Aruna sambil melangkah masuk ke dalam rumah.Arumi pun membuntuti kakaknya sambil berkata, “Kak Aditya keluar lebih dulu dari pada kak Andika. Kalau kak Arimbi sepertinya keluar dan belum pulang juga kak.”“Ooh, Arimbi belum pulang juga, kemana itu anak, dari pagi belum pulang. Ayah juga belum pulang?” tanya Aruna pada adiknya.“Belum kak, memang ayah kemana kak?” tanya Arimbi yang terus mengikuti langkah Aruna hingga kamarnya. Lalu Aruna mengganti pakaiannya dengan pakaian rumah.Karena Lukman akan ke rumahnya, maka Aruna ingin ruang tamu dan halaman serta terasnya terlihat bersih. Dan ia mengajak adiknya untuk membersihkan rumah.“Rumi, tolong kamu la

    Last Updated : 2022-04-26

Latest chapter

  • Air Mata Aruna   Bab 83 : Tabir Gelap Aruna & Lukman (THE END)

    Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng

  • Air Mata Aruna   Bab 82 : Arimbi melahirkan bayi Lukman?

    Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h

  • Air Mata Aruna   Bab 81 : Aib yang tertutupi

    Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem

  • Air Mata Aruna   Bab 80 : Aruna berhenti bekerja

    Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng

  • Air Mata Aruna   Bab 79 : Bertiga lebih Nikmat

    Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca

  • Air Mata Aruna   Bab 78 : Aruna bertengkar dengan Rudi

    Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,

  • Air Mata Aruna   Bab 77 : Perubahan hati Latifah

    Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar

  • Air Mata Aruna   Bab 76 : Latifah bertemu Ridwan kecil

    “Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm

  • Air Mata Aruna   Bab 75 : Aruna bertemu Tuti & bocah kecil

    Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status